Tingkah laku Ziva yang terlihat bersalah seperti itu membuat Winda sulit untuk percaya pada kata-kata Ziva tadi.Ziva berusaha menghindar dari tatapan Winda. Dia kemudian meraih tangan Winda yang ada di meja. Ziva kembali mengangkat kepalanya dengan tatapan mata tak berdaya."Aku tahu aku salah karena mengkhianatimu setelah menerima uang. Tapi Non, Non Winda tahu ‘kan aku nggak punya pengaruh apa pun di Jenela. Bagi Pak Roma, membunuhku lebih mudah daripada menginjak semut. Tapi Non Winda nggak sama denganku. Non Winda bukan hanya putri keluarga Atmaja, tapi juga istri Pak Hengky. Sekali pun Pak Roma tahu tentang ini, dia nggak akan berani berbuat apa-apa sama Non Winda."Sambil bicara, air mata Ziva menetes. Ziva menarik tangannya kembali dan menggulung lengan bajunya ke atas.Winda melihat luka-luka di lengan Ziva. Tak perlu bertanya, Winda sudah tahu perbuatan siapa itu. Sedangkan tujuan Ziva mengatakan semua ini kepadanya, tak lain hanya untuk memancing simpati dan mengikat Winda s
Winda terlihat sangat dingin. Jika saya Ziva memang berkhianat demi keselamatan hidupnya, tentu saja Winda tidak akan mengatakan apa-apa. Akan tetapi, Ziva jelas sedang berbohong ... Sikap dingin Winda sangat menyakitkan bagi Ziva.Ziva menatap Winda, emosinya mulai memuncak, "Non Winda, nggak perlu melihatku seperti itu. Aku nggak lagi melakukan kesalahan apa-apa sama kamu."Ziva menunjuk wajahnya yang terluka. Dengan perasaan iri dan dendam, Ziva berkata, "Orang yang sudah lahir dalam kemewahan dan kekayaan seperti kamu mungkin nggak akan pernah mengerti betapa sulit dan pahitnya hidupku. Empat miliyar bagi kamu mungkin cuma uang untuk membeli perhiasan, tapi buat aku uang itu bisa menjadi penyelamat hidupku. Aku melakukan semua ini demi uang. Sekarang pekerjaanku sudah selesai, aku juga sudah membayar apa yang harus aku dapatkan. Apa kamu masih mau aku kehilangannya hanya karena hal ini?”Ziva tidak bisa mengesampingkan kenyataan bahwa dia merasa iri terhadap wanita di depannya itu.
Mendengar pertanyaan Winda yang satu ini, Pak Evan seketika tegang. Dia buru-buru menjelaskan, “Bu Winda, masalah hari ini memang kesalahan kami. Pihak kami pasti akan memberikan penjelasan yang memuaskan sama Bu Winda dan Pak Hengky.”“Pak Evan salah paham, Pak. Saya datang ke sini nggak untuk meminta pertanggungjawaban Pak Evan. Saya cuman pengin tahu saja situasinya. Nggak usah panik.”Pak Evan menghela nafas lega. Dia mengingat-ingat kejadian itu kemudian berkata, “Wanita itu terluka parah, Bu. Tapi nyawanya sih aman, nggak dalam bahaya. Hanya saja bisa dipastikan wajahnya pasti sudah rusak.”Winda teringat luka bakar di wajah Yuna. Memang benar lukanya tidak ringan.Pak Evan ragu sejenak tapi kemudian dia tidak tahan untuk bertanya, “Bu, perempuan itu Yuna, ya?”Winda diam sejenak, kemudian menganggukkan kepala. Pak Evan menghela nafas, “Dulu saya lihat orangnya cakep banget, ya. Siapa sangka sekarang malah ….”Tidak ada yang menyangka wanita yang berbuat onar tadi ternyata ada
Apa sebenarnya manfaat yang Ziva dapatkan dengan melakukan semua ini?Winda merasa dirinya seperti terperangkap dalam kabut. Dia sedang tidak bisa melihat kebenaran apa pun yang ada di depannya. Dan apalagi, masalah ini berkaitan dengan Golden Artemis. Mungkinkah ini ada kaitannya dengan dia?“Kamu tahu nggak kenapa Golden Artemis mau kontrak sama Ziva?”Samuel menjawab, "Sepengetahuanku, waktu di pesta, Pak Jason ketemu sama Ziva dan merasa Ziva sangat punya bakat. Makanya dia ingin teken kontrak sama Ziva,”Winda mencibir, "Emangnya kamu percaya?”Samuel tersenyum, "Bukannya kamu sudah tahu jawabannya?”Golden Artemis bisa dianggap sebagai pentolan di bidang film dan televisi. Banyak artis yang berbondong-bondong ingin masuk ke Golden Artemis. Artis seperti apa yang Golden Artemis tidak bisa dapatkan? Mengapa mereka harus mengejar-ngejar orang yang sama sekali tidak punya reputasi?Selain itu juga, sebenarnya Ziva tidak memiliki kelebihan yang terlalu mencolok di dunia hiburan saat
Emosi Shanty tertangkap oleh Martin. Dia mengangkat kepalanya kemudian bertanya, “Kamu mau ngomong apa?”Shanty mengerutkan bibirnya, “Pak Martin benar-benar pengin teken kontrak sama dia? Aku rasa kualifikasinya nggak seberapa. Pak Martin sebenarnya nggak perlu ngundang dia untuk join."Martin mencibir, nadanya penuh dengan penghinaan, "Dia memang biasa saja, tapi dia masih ada gunanya.""Jadi …."Shanty ingin mengatakan sesuatu yang lain, tapi Martin meletakkan telunjuknya di bibir Shanty. Shanty segera menutup mulutnya, tidak melanjutkan berbicara.Martin menghabiskan anggur di gelasnya dan berdiri dari sofa.Melihat hal ini, Ethan buru-buru bangkit dan mengikuti Martin keluar dari ruangan.Begitu Ethan membuka pintu ruang tamu, Ethan hampir saja bertabrakan dengan seseorang di dalamnya.Dia membeku saat melihat dandanan Ziva.Ziva sebenarnya memang ingin mencari mereka. Saat sekarang sudah bertemu dengan mereka berdua, Ziva pun seketika merasa sangat lega. Mereka berjalan ke sofa
“Saya hanya kasih kamu saran. Perihal kamu mau melakukan apa, itu bergantung pada dirimu sendiri. Kamu memilih mengkhianati Winda sehingga dia mengalami suatu situasi ini. Nggak sepantasnya kamu mencoba mengelak dari tanggung jawabmu dan lari dari kenyataan sekarang. Bukan begitu?”Wajah Ziva seketika memucat. Dia sama sekali tidak menyangka masalahnya akan menjadi seperti ini. Padahal Ziva hanya ingin kabur dari Roma dan menjalani kehidupan yang lebih baik. Kenapa Tuhan tidak mengizinkan dia untuk mendapatkan kehidupan yang dia inginkan?Sekarang Winda tahu bahwa Ziva berkhianat. Winda pasti tidak akan melepaskan Ziva. Dia harus bagaimana?Garis pertahanan terakhir di hati Ziva runtuh, dia menatap Martin dan buru-buru meminta maaf, "Maafkan saya, Pak Martin. Saya nggak bermaksud seperti itu. Saya cuman … saya cuma nggak tahu harus ngapain lagi. Apa Pak Martin bisa bantu saya?”Sekelebat harapan muncul di pelupuk mata Ziva. Dia berharap Martin bisa turun tangan dan membantunya memoho
Baru saja melontarkan sebuah kata, tiba-tiba tangan putih ramping Winda menarik ujung piyama Hengky. Hengky terdiam. Kalimat yang baru saja ingin dia ucapkan seketika terhenti. Hengky mengerutkan dahi. Winda mengangkat wajah kecilnya, kemudian memandang Hengky dengan tatapan penuh harap. Winda kemudian berkata, "Aku boleh nggak tidur di sini?”"Nggak …,” Baru saja Hengky mengucapkan satu kata penolakannya, Winda segera duduk dan bertatapan mata dengannya, "Aku nggak akan ganggu kamu tidur, kok. Aku boleh di sini, ya.”Sambil mengatakan kalimat tersebut, Winda menghela nafas dan memasang ekspresi gelisah. Dia melanjutkan, "Hari ini menemui kejadian kayak tadi, aku takut Aku hanya akan bisa tenang kalau ada di samping kamu.”Mendengar kalimat terakhir yang diucapkan Winda, Hengky melebarkan matanya menatap Winda. Dalam pikiran Hengky, "Sudah sampai level ini, kenapa wanita Ini masih saja berakting? Aku sungguh ingin tahu, mau ngapain lagi dia.”Hengky melemparkan handuknya ke meja, ke
Jantung Winda berdegup kuat seolah sedang mengatakan bahwa dia sedang benar-benar bahagia. Hengky melirik Winda sambil sedikit mengerutkan dahinya. Dia menarik tangan itu kembali dan mendorong Winda menjauh. Hengky bangkit dari tempat tidur. "Klik.” Terdengar suara saklar lampu ditekan. Lampu di kamar tidur itu menyala. Winda kaget, dia menutup matanya dengan selimut. Hengky kemudian turun dari kasur dan mengenakan sandalnya. Dia mengambil sekotak rokok, menghidupkannya. Mata Hengky menatap Winda tajam. Dia kemudian berkata dengan nada suara yang rendah dan sensual, tapi terasa sangat dingin, "Aku nggak tertarik main drama sama kamu. Ngomong terus terang, kamu mau apa?”Winda mengangkat selimutnya kemudian duduk. Dia menatap wajah laki-laki yang dingin itu dan berkata dengan sangat tegas, "Aku mau kamu.”Hengky sedikit menggerakkan jarinya, abu rokok jatuh. Dia menyipitkan mata dan berkata, "Oh ya?” Nada bicara itu terdengar sangat dingin. Seperti sedang mengejek. Winda tersenyum