Ziva berjalan ke depan pintu rumah kontrakannya, lalu mengeluarkan kunci dari tas. Baru saja dia memutar kuncinya, tiba-tiba sosok hitam keluar dari kegelapan dan mendorongnya dengan keras ke dalam rumah. Ziva yang lengah seketika berteriak kaget, lalu tersungkur di lantai.Kemudian, sosok hitam itu juga masuk ke dalam rumah dan menutup pintu. Begitu pintu tertutup, di dalam rumah seketika menjadi gelap.Hati Ziva spontan dipenuhi dengan ketakutan. Dia bahkan tidak peduli lagi dengan rasa sakitnya. Dia segera berdiri dan melihat sosok hitam itu.Meskipun kondisi sangat gelap, Ziva masih bisa melihat fitur wajah sosok itu. Perasaan yang familiar itu membuat Ziva hampir seketika menyadari sosok hitam itu adalah Roma.“Pak Roma?” Ziva menatap sosok itu dengan mata terbelalak lebar. Ketakutan di dalam hatinya meningkat hingga tingkat tertinggi. Dia mundur sambil berkata dengan suara bergetar, “Kenapa Pak Roma bisa ada di sini?”Tubuh Roma tinggi dan besar. Tatapan pria itu membuat orang ya
Suara ketukan di luar pintu berhenti sejenak. Roma cepat-cepat mencengkeram dagu Ziva agar perempuan itu tidak berteriak lagi. Begitu suasana jadi sunyi, Ziva bisa mendengarkan suara langkah kaki di luar berjalan pergi. Seketika hatinya mencelos.Senyum Roma menjadi semakin bengis ketika mendengar pria di luar sudah pergi. “Kamu lihat sendiri, kan. Kamu benar-benar kira ada orang yang akan tolong kamu? Kamu hanyalah anjing peliharaanku. Masih berani ingin kabur?”Ziva kesakitan hingga hampir tidak bisa bicara. Setiap kali dia menarik napas, dia kesakitan hingga berkeringat dingin. Dia menatap wajah Roma yang menakutkan. Dia sungguh menyesal telah memprovokasi Roma yang gila itu. Namun, masalah sudah jadi seperti ini. Ziva sama sekali tidak punya jalan untuk mundur.Dia menelan darah di dalam mulutnya dan sengaja membuat dirinya terlihat lemah. Dia pun menatap Roma sambil memohon, “Pak Roma, aku juga terpaksa. Dia ancam aku dan suruh aku lakukan semua itu. Aku nggak berani lawan dia ...
“kamu sengaja bohongi aku?” Roma kembali menarik panjang Ziva dan membentak dengan suara keras.Ziva spontan menjerit histeris. Dia mengulurkan tangannya untuk melindungi kepalanya, lalu menangis sambil berkata, “Pak Roma, aku benar-benar nggak bohong sama kamu. Kalau kamu nggak percaya, kamu selidiki saja. Dia kasih aku cek empat miliar, bank pasti punya catatan transaksi itu.”Roma menjambak rambut Ziva dengan keras, lalu menyeretnya dari lantai dan mendekatkan wajah perempuan itu ke wajahnya sendiri, “Tentu saja aku akan selidiki. Tapi kamu juga nggak akan bisa lolos begitu saja.”“J*lang!” Roma memelototinya dengan tajam, “Jangan pernah harap bisa lepas dari kendaliku. Aku akan kembali untuk cari kamu. Kamu nggak akan bisa kabur!”Usai berkata, Roma menghempaskan kepalanya dengan keras, lalu pergi dari rumah kontrakan itu.Ziva mendengar derap kaki yang berat perlahan menjauh. Hatinya masih tetap menggantung. Dia takut Roma akan kembali. Oleh karena itu, tanpa memedulikan rasa saki
Hengky menoleh dan melihat undangan acara pelelangan di atas meja rias. Bibirnya melengkung, membentuk seulas senyum sinis. Setelah itu, dia langsung keluar dari kamar.Winda sama sekali tidak tahu Hengky datang ke kamarnya. Pada saat dia bangun keesokan harinya, Hengky sudah pergi.Winda berkemas sebentar, lalu pergi untuk menjemput Yolanda. Setelah itu, mereka pergi ke tempat lelang bersama.Acara lelang seperti ini akan melakukan verifikasi kekayaan tamu yang hadir. Orang biasa tidak akan bisa masuk. Winda tidak perlu terlalu khawatir. Dia pun masuk saja dengan surat undangan dan mencari tempat duduk yang agak belakang bersama Yolanda.Pada saat ini, sudah banyak yang sudah datang. Mereka semua dengan sadar diri mengosongkan tempat duduk di barisan pertama. Winda melirik sekilas, dia pun tahu pasti ada orang besar yang menghadiri pelelangan hari ini. Kursi di barisan pertama pasti disediakan untuk orang besar itu.Winda menunduk dan membuka buklet di tangannya. Dia ingin melihat bar
Winda tenggelam dalam pikirannya. Yolanda menyenggolnya dua kali, dia tetap saja tidak sadar.Yolanda mengguncangnya dengan cemas, lalu berbisik di samping telinga Winda, “Lihat, suamimu!”Begitu mendengar kata suami, Winda langsung tertegun. Kemudian, dia segera mengangkat kepala dan melihat ke depan.Pria yang berjalan di paling depan memiliki tinggi badan hampir 190 cm dan memiliki aura yang bermartabat. Fitur wajahnya begitu tampan, membuat orang lain sulit untuk mengalihkan pandangan darinya. Namun, ekspresi dingin di wajah pria itu membuatnya terkesan seperti orang yang jauh dari hal duniawi.Sedangkan di belakangnya diikuti oleh seorang pria paruh baya yang memasang senyum menyanjung dan penuh sikap hormat. Pria itu adalah Evan, pihak penyelenggara lelang kali ini.Evan sedang berbicara dengan Hengky. Hengky selalu terlihat tenang. Namun, pada saat dia duduk, dia mendongak dan melihat ke arah Winda.Winda segera tersadar. Dia cepat-cepat mengangkat buklet di tangannya untuk menu
Akan tetapi, Winda tidak punya banyak uang tunai sekarang. Kalau Roma terus melawannya, dia mungkin tidak bisa mengeluarkan uang sebanyak itu. Jika pembayaran tidak dilakukan lebih dari 24 jam, maka balai lelang berhak memotong deposit yang telah Winda bayarkan dan barang dilelang lagi.Tepat ketika Winda dilanda keraguan, suasana menjadi sunyi. Pembawa acara bertanya dengan suara keras, “Masih ada yang mau menawar?”Roma menatap Winda dengan penuh kemenangan. Namun di saat yang sama, dia mulai khawatir Winda tidak akan melanjutkan penawaran. Karena masalah Yuna, ayahnya membekukan sebagian asetnya. Anggaran Roma hari ini hanya 100 miliar. Dia berencana untuk melelang kalung berlian dan memberikannya kepada Shania sebagai hadiah permintaan maaf.Tiba-tiba, Winda berkata, “620 miliar.”Hengky yang duduk di barisan depan sedari tadi diam saja. Begitu mendengar suara Winda, matanya berkedip sebentar. Kemudian, dia memiringkan kepalanya dan mengatakan sesuatu kepada Santo.Setelah itu, San
Evan mengangkat tangannya untuk menyeka keringat dingin di dahinya dengan ekspresi serba salah, “Bu Winda, tolong jangan persulit saya. Bu Winda juga tahu aturan industri ini.”Winda mengangguk dan tersenyum, “Saya mengerti, Pak Evan. Kalau begitu, tolong bawa kami selesaikan prosedurnya.”Begitu melihat Winda setuju, Evan segera memasang senyum lebar di wajahnya, “Baik, baik. Silakan ikuti saya.”“Terima kasih.”Winda dan Yolanda menyelesaikan prosedur dengan Evan dan membayar uang muka sebesar 20 miliar.Siapa sangka baru saja mereka menandatangani surat perjanjian dan mengirimkan uang, Evan langsung mengambil berlian merah kasar itu dan menyerahkannya kepada Winda dengan dua tangan.Winda terkejut dan mengerutkan kening, “Apa maksudnya ini, Pak Evan?”Sesuai dengan surat perjanjian, Winda harus membayar sisa 600 miliar dalam waktu 24 jam baru bisa mendapatkan berlian merah kasar itu.Evan langsung menyerahkan berlian itu pada Winda, jelas sudah tidak sesuai dengan aturan balai lelan
Bagaimanapun, Santo telah bekerja untuk Hengky selama bertahun-tahun. Jadi dia segera menulis cek baru sebesar 380 miliar dan menyerahkannya kepada Evan.Evan juga tidak berani menerima. Tepat ketika dia hendak bicara dengan Hengky, Hengky sudah berjalan keluar dengan wajah dingin.“Pak Santo, apakah saya salah bicara sehingga buat Pak Hengky nggak senang?” tanya Evan kepada Hengky dengan gugup.Santo menggelengkan kepala dan tidak banyak berkata. Dia menyerahkan cek kepada Evan dan berkata, “Maaf, merepotkan Pak Evan.”“Saya ....”Evan masih ingin mengatakan sesuatu. Namun, Santo tidak bisa menunggu lebih lama lagi dan segera keluar untuk menyusul Hengky.Winda dan Yolanda baru sampai di lobi, ponsel di tas Yolanda tiba-tiba berdering. Pada saat melihat nama penelepon di layar ponselnya, Yolanda spontan mendongak dan melihat ke arah Winda, “Telepon dari kakakku. Kamu keluar dulu dan tunggu aku, oke?”Winda tidak banyak bertanya, dia langsung mengangguk, “Oke.”Yolanda segera mengangka
Hengky mengerti maksud Winda, tapi dia berpura-pura bersikap dingin dan membalas, “Kamu sudah nggak sabar mau ketemu dia? Aku kasih tahu, ya, kamu nggak akan pergi ke mana pun sampai kamu sembuh!”Kata-kata itu bagaikan belati dingin yang menancap jantungnya. Dia menatap Hengky dengan penuh rasa kecewa dan berkata, “Hengky, kamu jelas-jelas tahu aku cuma ….”“Cuma apa? Kamu baik-baik saja di sini. Aku nggak mau kejadian tadi terulang lagi!”“Aku ….”Winda ingin mengatakan sesuatu, tapi melihat tatapan Hengky yang begitu dingin, dia menelan kembali kata-katanya. Hengky pun hanya menatapnya sekilas, tapi ketika dia hendak pergi, dia merasakan hawa dingin yang menempel ke tangannya dari tangan Winda.“Bisa, nggak, kamu jangan pergi dulu?”Kehangatan yang terpancar dari telapak tangan Hengky menyapu bersih hawa dingin yang ada di tubuhnya. Hengky menoleh dan melihat tangan mereka yang sedang saling bertautan, lalu dia beralih melihat tatapan mata Winda yang sedang memohon kepadanya. Ucapan
Ketika baru saja keluar dari lift rumah sakit, Hengky melihat sudah ada kerumunan orang yang berdiri di depan kamar Winda. Mereka semua tampak lega melihat kedatangannya.Dokter segera menyambutnya dan berkata, “Pak Hengky datang juga akhirnya. Bu Winda mengurung diri di kamar. Lukanya harus cepat diobati.”“Oke, aku ngerti,” jawab Hengky, lalu dia bergegas mengetuk pintu kamar dan berkata, “Winda, ini aku, buka pintunya.”Perlahan Winda mengangkat kepalanya saat mendengar suara Hengky. Dari matanya tebersit ekspresi kebahagiaan dan turun dari ranjangnya untuk membuka kunci pintu. Mata Winda langsung memerah ketika dia melihat sosok yang tak asing baginya di balik pintu. Dia pun langsung melemparkan tubuhnya sendiri ke dalam pelukannya.Namun Hengky tidak membalas pelukannya. Dia hanya menatap sinis Winda dan menegurnya, “Winda, ngapain lagi kamu?”“Tadi aku mimpi kamu kena tembak tepat di jantung …. Hengky, aku takut.”Tubuh Hengky sempat bergidik sesaat dan detak jantungnya mulai ber
“Bu Winda balik ke ranjang dulu. Sebentar lagi dokter datang,” kata si pengawal dengan kepala basah kuyup akibat keringat dingin.Walau begitu, Winda hanya menggelengkan kepalanya dan berulang kali berkata, “Aku mau ketemu Hengky!”“Tapi Pak Hengky lagi nggak di rumah sakit. Ibu ….”Sebelum pengawal itu selesai berbicara, dokter dan perawat yang sedang bertugas datang ke kamarnya Winda.“Ada apa?” tanya si dokter. Lantas, dokter melihat ada bercak darah di lantai, serta tangan Winda yang bersimbah darah. Dokter pun segera berkata, “Ada apa, Bu Winda? Kenapa jarum infusnya dicabut?”Si perawat juga menghampiri Winda dan berkata, “Bu, ayo saya bantu naik lagi ke ranjang. Saya balut dulu lukanya.”Tanpa melakukan perlawanan, Winda mengikuti arahan si perawat untuk diantar kembali ke ranjang. Si perawat pun merasa lega, tapi ketika dia baru ingin membalut lukanya, tiba-tiba Winda menghindar dan dengan matanya yang merah menatap si pengawal, “Aku mau ketemu Hengky. Kalau dia nggak datang, a
Hengky menggerakkan bola matanya sekilas dan kembali berkata kepada Winda dengan sinis, “Kalaupun aku mat, aku tetap nggak mau kamu nolong aku.”Raut wajah Winda langsung pucat mendengar itu. Matanya mulai memerah dan dia hendak membuka mulut untuk mengatakan sesuatu, tapi Winda sudah tidak bisa lagi menahan tangisannya. Melihat mata Winda memerah, Hengky jadi merasa gusar dan berpesan kepadanya untuk cukup beristirahat saja. Kemudian Hengky pun berbalik dan keluar dari kamarnya Winda.Winda ingin menahan Hengky untuk tetap berada di sisinya, tapi pintu sudah tertutup rapat sebelum dia sempat berbicara. Kini suasana di kamar jadi tenang. Winda masih tak bisa menahan luapan perasaan dan air mata pun mengalir deras. Dia menggigit bibirnya sendiri dengan keras untuk meredam suara tangisannya, dan menelan semua emosi itu sendirian.Hengky yang baru menutup pintu juga berhenti di depan dan melihat ke dalam melalui kaca kecil. Dia dengan jelas melihat Winda menangis, tapi dia tidak mengeluar
“Kenapa bisa jadi begini …,” ujar Winda terkejut. Dia mengira dengan kuasa yang dimiliki keluarga Pranoto, mencari seseorang bukanlah hal yang sulit, lagi pula orang yang dicari juga begitu terkenal,rasanya mustahil tak ditemukan.“Ada seseorang yang hapus semua jejaknya sebelum aku mulai nyari. Semua petunjuk yang ada dipatahkan sama dia,” kata Hengky.Kalau saja pada saat itu Winda tidak menyadari ada sesuatu yang aneh pada mobil itu, mungkin sekarang Hengky …. Sudahlah, Winda tidak mau memikirkannya lebih jauh, dia takut kehilangan Hengky.Mobil Jeep hitam itu tidak mengikuti mereka sampai ke bandara. Mobil itu tiba-tiba muncul dan langsung menodongkan pistol ke arah Hengky tanpa ragu, yang jelas berarti mereka dari awal sudah ada niat untuk membunuhnya. Pertanyaannya, sebenarnya siapa yang bisa melakukan itu?Winda merasa misteri ini jadi makin dalam saja, dan lagi setiap kejadian selalu ada hubungannya dengan dia dan juga Hengky. Winda belum mengalami ini di kehidupan sebelumnya.
“Bu Winda, sungguh baik secara kamu sudah terbangun,” ujar Fran melangkah masuk dengan terkejut dan mengulurkan tangannya untuk memeriksa Winda. Dia yang melihat ruangan penuh dengan orang asing, wajahnya menjadi geram dan mengulang, “Aku ingin bertemu dengan Hengky, gimana keadaan dia?”Dokter Fran terdiam sejenak dan berkata, “Pak Hengky tidak terluka. Aku sudah menyuruh perawat untuk memanggil ....”Sebelum Dokter Fran sempat menyelesaikan perkataannya, Hengky dan Santo bergegas datang ke ruangan itu. Melihat Winda yang sudah terbangun, wajah Hengky terlihat tenang, akan tetapi beban di hatinya langsung hilang.“Pak Hengky, Nyonya Winda sedang mencarimu,” ujar Fran.Tertutupi oleh orang-orang di sekitar, Winda tidak dapat melihat Hengky. Dia ingin sekali melihatnya dengan mata kepalanya sendiri kalau pria itu baik-baik saja, jadi dia memaksa mengangkat badannya untuk duduk di ranjang.Tetapi luka di tubuhnya terlalu menyakitkan, hingga membuat dia kliyengan ketika bergerak. Ketika d
Santo terlihat tertekan dan berkata, “Mereka selalu selangkah lebih cepat dibanding kita dan bisa melenyapkan semua bukti. Kalau mereka bukan yang mengetahui kita dengan baik, tidak mungkin mereka bisa melakukannya dengan rapi.”Hengky menjawab dengan dingin, “Biarkan Howard melanjutkan investigasinya!”“Pak Hengky ....” Santo sejenak ragu-ragu lalu berkata, “Sekarang di luar negeri tidak aman, dan juga tidak menjamin kalau mereka tidak akan menyerangmu lagi. Apa mungkin kamu ingin aku persiapkan pesawat khusus untuk memulangkan kamu ke kampung halaman?”Walaupun dia tahu kalau kondisi istrinya tidak bisa bergerak, kekuatan dari pihak lawan sangatlah besar dan sepertinya tidak menjamin keselamatan mereka jika tinggal lebih lama di Fontana.Santo di lain sisi tidak memikirkan hal itu, tugas dia hanya untuk menjamin keamanan dari Hengky. Urusan yang lainnya bisa ditunda terlebih dahulu.“Tidak perlu,” tegas Hengky menolak. Dia menoleh untuk melihat Winda yang masih terbaring di ruang pe
“Aku bisa bantu menghapus masalah ini, tapi kamu lebih baik lebih jujur ke aku. Kalau kamu membuat masalah sekecil apa pun, kamu mati sendiri saja nanti,” jawab Kakek, setelah selesai bicara dia langsung mematikan teleponnya.Pria itu tersenyum menyeringai sambil mengunci layar teleponan, lalu dia menyimpan teleponnya ke dalam sakunya.Joji yang melihatnya langsung bertanya, “Gimana? Kakek berkenan untuk membantu?”“Dia harus bantu walaupun dia juga tidak berkenan membantu kita. Karena dia lebih takut kalau aku ketangkap Hengky daripada diriku sendiri. Selama aku menyimpan rahasia dia balik kejadian hari itu, Kakek harus tetab membantuku menyelesaikan ekor masalah ini,” jawab pria itu menyeringai.Mendengar itu Joji mendesau dengan lega, lalu mengembalikan senapannya ke pria itu dan berkata, “Bagaimanapun juga kita harus tetap berhati-hati untuk sekarang ini. Meskipun dengan bantuan kakek, kita juga tidak boleh menganggap enteng masalah ini.”“Aku mau menghubungi Winda secara langsung,
Joji merasa pesimis dengan rencana pria itu. Dia belum belum pernah berhubungan dengan Hengky secara langsung, jadinya dia tidak tahu betapa menakutkan orang itu. Jika Hengky mengetahui kalau ini merupakan perbuatan mereka, sepertinya Hengky tidak akan melepaskan mereka, walaupun dengan bantuan Kakek juga.“Kita diskusikan masalah ini nanti. Sekarang, paling penting yaitu menyelesaikan masalah ini dulu,” ujar Joji.“Oke, aku akan menelpon kakek sekarang,” jawab pria itu mengambil telepon seluler dari kantongnya dan segera menelepon kakek dari buku kontak pada telepon.Teleponnya berdering selama kurang lebih sepuluh detik sebelum diangkat. Suara yang berat dan penuh keagungan terdengar dari teleponnya dan dari suaranya dia merendahkan suaranya dan berkata dengan ketidakpuasan, “Bukannya aku sudah bilang untuk tidak meneleponku jika tidak ada urusan yang penting?”Pria itu menyeringai, matanya terlintas penuh dengan kebencian dan menjawab, “Kalau ga ada urusan penting, tentu aku nggak a