Hengky berkata dengan nada dingin, “Nggak usah banyak tanya. Lakukan saja apa yang aku perintahkan.”Winda menatapnya selama beberapa detik, lalu mengangguk pelan.Namun, dia menggerutu dalam hati.Dari semua anggota keluarga Pranoto, hanya ayah Hengky, Anton, yang paling baik padanya. Karena ada Anton, suasana makan malam hari ini pasti akan jauh lebih menyenangkan. Winda tidak mengerti mengapa Hengky memasang raut muka seperti itu.Namun, kalaupun dia menanyakannya, kalau Hengky-nya tidak mau memberitahunya apa-apa, dia tidak akan bisa mendapatkan informasi apa pun. Jadi, lebih baik dia tidak usah mencari masalah.Begitu memasuki pintu, Winda melihat orang-orang dari keluarga Pranoto sedang duduk-duduk di sofa. Ekspresi semuanya tampak serius dan muram. Bahkan, suasana di ruangan itu juga jadi berbeda.Jantung Winda berdebar kencang. Jangan-jangan ada yang terjadi? Apa karena trending topic itu?Dia menarik napas dalam-dalam, berjalan di samping Hengky dan menyapa mereka semua satu p
Doni, si kepala pelayan, menatap Anton dengan gelisah, kebingungan apa dia harus pergi mengambil cambuk itu atau tidak.Anton mengerutkan kening dan memandang Sekar, “Ma, aku sedang mendidik anakku. Bisa nggak Mama nggak usah ikut campur?”Setelah mengatakan itu, dia menoleh ke arah Doni dan berkata, “Pak Doni, tolong ambilkan.”Doni mengangguk dengan bersungguh-sungguh, lalu berbalik badan dan pergi mengambil cambuk.Saking marahnya Sekar, dia menunjuk ke arah Winda dan mengumpat, “Kamulah yang menyebabkan semua hal ini!”Winda tertegun. Apa hubungannya dengan dia?Mendengar hal itu, ekspresi Anton berubah menjadi semakin dingin. Dia langsung berkata kepada Vivi yang duduk di sampingnya, “Bawa nenekmu naik ke atas untuk beristirahat.”Vivi selalu takut pada pamannya yang satu ini, jadi dia segera berdiri dari sofa dan mengajak Sekar pergi.“Nenek, aku bantu Nenek ….”Sebelum dia selesai berbicara, Sekar sudah melepaskan tangannya dan berkata dengan wajah pucat, “Dia jadi seperti ini s
“Kamu nggak perlu membelanya.” Anton menyela dan berkata dengan nada dingin, “Lagi pula, kalau dia nggak mencari gara-gara dengan Yuna terlebih dahulu, bagaimana mungkin dia bisa diperas? Dia bahkan nggak tahu dia salah di mana sekarang. Apa dia nggak boleh dihukum?”Hengky mengepalkan tangannya dan berkata dengan dingin, “Aku pantas dihukum.”Memang benar. Dia yang tidak menyelesaikan hal ini dengan baik, sehingga orang lain dapat mengambil keuntungan darinya.Winda mungkin belum mengetahui kebenaran di balik hal itu, tapi setelah kejadian itu, Anton sudah menyelidiki segala hal mengenai Yuna dan Hengky, terutama ucapan kasar Yuna yang berulang kali ditujukan kepada Winda.Terlebih lagi, putranya berada di tempat kejadian pada saat itu, tapi tidak membela istrinya atau mengatakan apa pun untuk menghentikannya.Waktu itu, dia langsung memutuskan untuk pulang untuk menangani hal ini.Anton mengangkat cambuknya dan berkata dengan nada serius, “Oke, karena kamu juga berpikir kamu pantas d
“Kenapa masih diam saja? Ambil barangnya dan ikut aku naik,” ujar Hengky dengan suara dingin.Winda mendongak dan menatap lelaki tanpa sempat menyimpan kembali sorot kecewanya. Hal tersebut tidak luput dari pandangannya Hengky.Lelaki itu berkerut dan mengambil kotak obat, kemudian meletakkannya dalam pelukan Winda. dengan suara tidak sabar dia berkata, “Pegang, ikut aku naik.” Winda memegang kotak obat dalam keadaan melongo dan sebelum tersadar, Hengky sudah melewati dia dan melangkah ke arah tangga. Seketika Winda menyadari kalau Hengky takut neneknya mempersulit dia, sehingga lelaki itu mencari alasan untuk membawanya pergi. Hatinya merasa bahagia dan dengan cepat Winda langsung mengikuti langkah lelaki itu naik.Saat masuk ke kamar, Winda menutup pintu dengan perlahan. Dia berbalik dan mendapati Hengky yang tengah memunggungi dia sambil membuka kancing kemejanya. Bagian yang terluka mengeluarkan darah segar yang mengotori kemeja putihnya.Wajah Winda memerah ketika mendapati luka
Dia menahan kekesalannya sambil mengambil obat. Dan ketika mengoleskannya di luka lelaki itu, Winda sengaja memelankan gerakannya agar Hengky tidak kesakitan.Ketika matanya menatap bekas membiru di pundak lelaki itu, dia teringat dengan kejadian ketika Hengky menghalangi lemparan kaca saat di depan gedung. Setelah itu dia melihat bekas luka sisa kecelakaan serta luka bekas pukulan. Perasaan bersalah menyerang hati Winda tanpa ampun. Semua luka ini bisa ada di tubuh Hengky karena ulahnya.Tangan dinginnya menyentuh luka-luka itu dengan sedikit bergetar. Dia menarik napas dalam-dalam dengan air mata yang mengembun. Ketika Winda hendak berbicara, Hengky menoleh sambil mengerutkan kening dan bertanya, “Apa yang sedang kamu lakukan?”“Luka di punggungmu ….”Dengan nada jengah dan tidak sabar lelaki itu berkata, “Kalau kamu masih nggak fokus, kamu keluar saja.”Winda bergegas membungkam mulutnya dan langsung mengobati luka lelaki itu. Setelah selesai, Hengky mengambil satu lembar kemeja ber
Hengky mengepakkan tangannya dengan ekspresi keruh. Dia seperti berusaha keras mencoba menahan emosinya. Setiap kata Anton diucapkan penuh penekanan, “Kamu juga nggak boleh lupa, dulu-“Tok!Terdengar sesuatu yang menabrak pintu dari luar sana. Ucapan Anton terhenti dan dengan kening berkerut dia berseru, “Siapa yang di luar?! Cepat masuk!”Di luar pintu, Winda mengusap keningnya sambil menahan rintihan. Dia tersentak ketika mendengar suara seruan Anton. Ketika dia hendak kabur, tiba-tiba pintu terbuka.“Bukannya aku minta kamu tetap di kamar dan jangan kabur sembarangan? Kenapa kamu nggak mendengarkan?!” kata Hengky dengan suara dingin.Winda memutar tubuhnya dengan perlahan dan mengulas senyum lebar ke arah lelaki itu. Matanya melirik ke dalam ruangan dan melihat sosok ayah mertuanya yang melangkah ke arahnya. Dia mendekatkan tubuh ke arah Hengky sambil berbisik, “Aku hanya khawatir denganmu. Aku takut Papa menghukummu lagi makanya datang untuk melihat.”Awalnya Winda ingin diam di k
Untungnya tadi dia tidak menguping, jika tidak pasti akan ketahuan langsung oleh Hengky.“Papa nggak mempersulit kamu, kan?” tanya Winda dengan hati-hati sambil memperhatikan raut lelaki itu.Hengky meliriknya dan berkata, “Ini bukan sesuatu yang harus kamu khawatirkan.”“Aku ….”Hengky tidak mendengarkan ucapan dia dan langsung berjalan. Winda langsung membungkam dan mengikuti langkah lelaki itu. Keduanya menuruni tangga dalam diam. Begitu Sekar melihat Hengky, dia hendak bicara tetapi rautnya menggelap ketika melihat sosok Winda di belakangnya.Winda mencoba mengabaikannya dan tetap mengikuti langkah Hengky dari belakang.“Hengky, bagaimana luka di tubuhmu? Mau panggil dokter untuk periksa?” tanya dia dengan perhatian.“Nggak perlu, Nenek. Aku nggak apa-apa,” kata Hengky dengan suara lembut dan raut yang tidak lagi terlihat dingin.“Luka kamu waktu kecelakaan kemarin saja masih belum sembuh total, tambah lagi dari papa kamu,” kata Sekar dengan emosi yang kembali memuncak. Dia melirik
Perempuan itu tidak peduli dan hanya mendelik Winda dengan dingin sambil menarik lengannya dan berkata, “Nggak perlu kamu yang ikut campur!”Hengky hanya melirik sekilas ke arah Winda sambil tersenyum miring. Tanpa menunggu perempuan itu menjawab, Hengky mengalihkan pandangannya lagi dan pergi dari sana. Sekar yang tidak ingin melihat Winda juga ikut berbalik menaiki tangga.Vivi bangkit dari sofa dan langsung menghampiri Winda sambil berkata, “Sukurin!”Winda menyentil kening perempuan itu dan berkata, “Anak gadis kok mulutnya begitu racun!”Gadis itu mengusap kepalanya dan berkata, “Kamu berani memukulku?! Aku aduin ke Nenek dan minta Nenek usir kamu!”“Anak kecil!” dengus Winda.Melihat raut emosi Vivi membuat Winda berkata, “Nenek juga nggak suka sama aku, jadi sama aja kalau kamu mau mengadukan apa pun. Terserah kamu.”“Kamu!” Vivi menunjuk perempuan itu tanpa bisa berkata apa-apa.Winda tidak bisa menahan dirinya untuk mencubit pipi gadis itu ketika melihat ekspresi marah Vivi. D