4 Hari Sebelum PenculikanDiara menatap dirinya dari cermin. Diam untuk sepersekian detik. Memperhatikan setiap jengkal wajahnya."Darel.. sangat mirip dengan Haris. Lalu, apakah aku mirip dengan Darel dan Haris?" gumamnya."Hmm.. sedikit mirip dari telinganya. Hei, telinga? Di mana-mana bentuknya hampir sama. Lalu.. apakah aku mirip dengan Hara?"Diara mengangkat satu alisnya."Banyak yang mengatakan aku mirip dengannya. Tapi, bukankah itu berarti dia memang jodohku? Hah? Jodoh apanya! Sekarang saja, dia sudah menikah dengan gadis brengsek itu.""Tapi.. kalau memang wajah pria bernama Farel itu mirip dengan Hara.. itu berarti Hara adalah anak Ayahku? Dan, yang artinya.."Diara terkesiap."Aku dan Hara adalah saudara? Wah, itu benar-benar plot twist ; alur yang tak terduga dalam hidupku.""DIARA! Kau ini sedang apa di kamar mandi?! Lama sekali!" pekik Mila dari luar. Mengetuk pintu dengan beringas.Diara mendesis."Gadis itu.. selalu membuat hidupku tidak tenang."Diara membuka pintu,
"Rel.. memangnya, rumah barumu sebesar apa? Sampai, kau mengajak kami untuk tinggal di sana?" tanya Selly. Duduk di sebelah Darel, yang tengah mengemudi.Diara dan Rendi ada di kursi belakang."Tidak juga. Sedikit kecil. Tapi.. aku tidak suka sendirian.""Lebih tepatnya, kau takut, kan?" sindir Rendi.Darel melirik Rendi dari kaca spion tengah."Hei, memangnya ada yang tidak takut hantu? Semua pasti takut hantu," ujar Darel."Aku tidak takut." Rendi menyombongkan diri.Dan, segera di patahkan oleh Selly."Rendi sangat penakut. Bahkan, saat melihat bayangannya sendiri di malam hari, ia terkejut.""Hah? Sungguh? Haha.""Hei, kapan aku begitu?! Kau ini ada-ada saja!""Wah, kau menolak lupa? Mau aku ceritakan lagi?""Berisik!" seru Rendi.Membuat Darel dan Selly tertawa. Tapi, tidak dengan Diara yang sejak tadi diam."Diara? Kenapa sejak tadi kau diam saja? Tidak enak badan?" tanya Darel."Tidak. Dia sedang memikirkan Hara, tentu saja," sahut Selly."Hei, kenapa kau masih memikirkan dia?
Ketika Di Rumah Mila "Kau mau kemana? Kenapa menyeret kopermu begitu?" tanya Hara. Menghalangi langkah Diara, saat di lantai bawah. "Aku akan keluar dari rumah ini." "Kenapa?" "Hanya ingin pindah saja." "Kenapa?" Diara mendengus. "Kau serius? Ingin mendengarkan alasanku?" "Ya. Kenapa?" "Aku tidak tahan melihatmu dengan Mila." Hara mendesah singkat. "Lantas, kau mau tinggal di mana?" "Di rumah Darel. Bersama Rendi dan Selly." "Tidak. Aku tidak mengizinkanmu." "Memangnya, kau si-" Kalimat Diara terputus, karena Hara tiba-tiba mencium bibirnya dengan singkat. Lantas, menggandeng tangan Diara. Mengajaknya masuk ke kamar yang di huni Darel—ketika itu, sedang kosong. Hara mengunci pintu. "Apa yang kau lakukan?" "Aku tidak tahan lagi, Ra. Aku sangat merindukanmu. Aku juga tersiksa dengan ini semua." "Tidak usah berpura-pura. Kau menikmati ini semua. Bahkan, kau bisa tidur sekamar dengan Mila." "Apa kau tahu? Aku benar-benar tidur seranjang dengannya?" "Haruskah aku tahu
"Kau ini memang laki-laki yang misterius," kata Selly."Banyak yang bilang begitu memang."Perut Darel bergemuruh setelah itu."Kau, lapar? Aku juga. Di kulkas, tidak ada makanan?""Aku belum sempat belanja. Tapi.. seingat ku ada mi instan di rak dapur atas.""Oh, benarkah? Biar aku periksa."Keduanya lalu pergi ke dapur, yang ada di ujung lorong. Pintu-pintu kamar utama, saling berdampingan, setelah tangga. Sementara, 2 kamar tamu, ada di seberangnya. Di tengah-tengah di letakkan sofa dan karpet di bawahnya. Di depan sofa ada sebuah TV.Dan, tepat di sebelah meja TV, terdapat lorong pendek, yang menuju dapur. Juga, kamar mandi untuk para tamu. Karena, hanya kamar utama, yang memiliki kamar mandi dalam.Selly berjinjit untuk membuka rak, yang ada di atas kompor. Namun, tetap saja tak sampai. Hingga, Darel berdiri tepat di belakangnya, untuk membukanya.Selly cukup terkejut akan itu, sampai takut untuk berbalik."Oh.. ada," kata Darel.Mengambil 2 bungkus mi instan kuah."Tapi.. aku ti
Darel, Diara, Rendi dan Selly baru saja keluar dari Hotel. Berdiri saling berdampingan. Di detik selanjutnya, mereka saling tukar pandang. Lalu, tersenyum. Dan.. menjerit kegirangan. Melakukan TOS.3 orang sponsor yang di jamu oleh mereka, memberi respon positif. Dan, tertarik untuk memberi sponsor pada teater mereka. 3 orang pemberi sponsor itu adalah teman kuliah Darel, yang sudah sukses—memiliki perusahaan masing-masing."Tapi.. waktu kita tidak banyak. Hanya 3 hari. Apakah bisa kita menyelesaikan naskah, membuat desain untuk panggung dan membeli alat-alatnya?" tanya Diara."Jangan lupa latihan," tambah Rendi."Kalian urus saja soal naskah dan latihan. Sisanya, biar aku yang mengatur.""Wah.. teman kayaku ini memang tidak perlu di ragukan lagi. Terbaik."Selly memberi dua jempol pada Darel, yang mengepalkan tangan. Mengarahkan pada Selly, yang juga mengepalkan tangan. Melakukan TOS kepalan tangan."Lalu, ide ceritanya? Itu idemu. Kau harus menyelesaikannya," tanya Diara."Aku serah
Banyak yang mengatakan, jika kita terlalu bahagia akan sesuatu—maka, kesedihan juga akan datang secepat kilat. Rendi terbelalak. Tubuhnya gemetar. Merasakan lembutnya bibir Diara di bibirnya.Pipinya semu. Tersenyum bodoh. Dan, mematung, sekalipun Diara sudah mengakhiri aksinya. Namun, tidak dengan Hara. Kepalan amarah yang sudah di siapkan sejak tadi.. mendarat di pipi Rendi. Hingga, membuat Rendi jatuh terjerembab di karpet. Masih tetap. Dengan senyum bodohnya.Hara berjalan pergi. Turun ke lantai bawah. Mila mengikutinya."Kau cemburu?" tanya Mila. Berdiri di belakang Hara. Di lantai 1."Jangan memulai pertengkaran denganku. Pergi."Mila berdeham gugup."Kau.. ingin balas dendam, kan? Aku bisa membantumu."Hara berbalik badan."Apa maksudmu?""Sekarang.. kau benci dengannya, kan? Aku.. bisa membantumu, untuk sedikit menakut-nakutinya.""Apa yang bisa kau lakukan?""Kalau kau setuju, untuk melakukannya pada Diara—aku akan memberitahumu.""Tunggu. Diara? Bukan Rendi?""Kau ingin bal
Pukul 04.00 sekarang. Sayup-sayup mata Diara terbuka. Mengerutkan alis. Lantas, terkejut. Melihat Rendi, tidur di sebelahnya. Dengan menghadap Diara.Diara mencoba mengubah posisi. Menghadap ke arah satu lagi. Juga, terkejut. Ada Hara yang masih tidur. Menghadap Diara.Diara menggigit bibir bawahnya. Sedikit kesal. Ketika ingin berbalik arah lagi, Hara membuka matanya, yang masih sayu. Membuat Diara berhenti bergerak.Hara tersenyum."Diara.. Sayangku.. Wah.. sudah berapa lama aku tak melihatmu," ucapnya dengan suara parau.Lagi. Diara mengerutkan alisnya."Maafkan aku, Sayangku.. untuk saat ini, aku tidak bisa menolong mu. Mungkin.. aku akan terus menyakitimu. Tapi, percayalah.. jauh di dalam sini.. aku masih dan akan tetap mencintaimu. Tunggu sebentar lagi—aku.. akan segera keluar dari tempat ini."Hara kembali tersenyum. Membelai pipi Diara. Lantas, kembali terpejam.Diara masih tertegun. Air matanya menggenang di dalam. Mengingat, nada lembut dari Hara yang belakangan ini—tak pern
Ini adalah hari terakhir mereka latihan. Bergeser ke studio. Dan, segera tercengang dengan suasana studio, yang sangat berbeda. Layar LED seluas hati Diara yang lapang, terpasang di panggung. Gunanya untuk menampilkan video atau pun teks dari narator ; suara imajiner yang diasumsikan sedang menceritakan kisah kepada penonton. Beberapa properti juga sudah di siapkan di belakang panggung. Juga, kostum mereka. Bahkan, panggung yang sebelumnya, hanya selebar 10 langkah kaki saja, kini sudah semakin luas."Wah.. ini benar studio kita?" ucap Selly dengan kagum."Benar-benar keren!" puji Rendi."Well, tidak buruk juga," kata Reyhan."Wah.. ini sangat di luar ekspetasi ku. Terima kasih, Darel," kata Diara."Kau harus membuat pertunjukan ini sukses."Diara mengangguk."Aku akan berusaha dengan keras.""Eh, lalu, bagaimana dengan promosinya? Kau sudah membuat brosur?" lanjut Diara."Tentu saja, sudah. Aku sudah memerintahkan anak buahku untuk membagikannya. Dan, lihat ini,"Darel menunjukkan l