Share

Crush

'Kak Gara, Dara minta maaf ya. Maaf karena selalu jadi beban dan jadi musuh kak Gara selama dua tahun. Dan untuk apa yang aku ucapin soal Kak Gara yang ngejar-ngejar aku, semuanya bohong. Itu semua aku lakuin supaya kak Gara dibenci aja. Tapi sekarang aku sadar dan benar-benar menyesal. Jadi berhenti ngatain Kak Sagara cowok nggak baik.'

"Gar, bukannya tuh anak bebal banget ya kalau disuruh-suruh sama lo. Tumben banget kali ini dia langsung nurut, lo nggak macem-macem ke tuh anak kan?" Ungkap Jordan, siswa berkulit putih pucat dengan rambut pirang, blasteran Korea-prancis.

Pasalnya tatkala mereka berdua tengah mengantri di kantin terdengar suara Adara yang mengatakan semua hal yang Sagara suruh. Termasuk permintaan maaf atas perlakuannya selama ini.

"Aku nggak nyangka, dulu sebodoh dan sebebal itu aku di sekolah. Pantas saja Ayah sering marah." Air mata Adara menetes, mengingat bagaimana dulu dirinya selalu menjadi beban bagi keluarga dan orang lain.

"Kak Adara, ya?" Seseorang menepuk pundak Adara. Siswi dengan bando merah yang ia ketahui adalah adik kelas, mengulurkan sebuah gulungan kertas.

"Dari siapa ya, dek?" Bukannya menjawab, siswi itu langsung berpamitan pergi. "Aneh,"

'Nanti gue tunggu di taman sekolah usai bel pulang.'

Gadis itu mencoba menerka-nerka, mengingat apa dulu ia juga pernah menerima surat dari orang yang tak dikenal. Bagaimanapun Adara harus mengetahui alasan ia kembali pergi ke masa lalu. Entah itu untuk mengubah takdir menjadi lebih baik atau sebaliknya.

Sepanjang pelajaran, tak satupun materi yang mampu ia serap. Bukan karena usia yang membuat dirinya kesulitan, melainkan pikirannya terus menumbuhkan berbagai pertanyaan yang semakin lama ia berada di masa kini, semua pertanyaan itu semakin bercabang dan beranak pinak.

"Farah, boleh tanya sesuatu?" Pertanyaan Adara disambut Farah dengan alis berkerut.

"Tumben minta izin, Ra. Biasanya juga lo kan langsung to the poin, langsung ceplas-ceplos."

"Kira-kira dulu... Eh, maksudnya kamu tahu kalau ada temen cowok yang keliatan naksir aku?"

"Jadi crush lo maksudnya?" Adara mengangguk cepat. Tak lupa ia juga melihat Pak Kang tae ha yang sedang menjelaskan di depan sana.

"Temen cowok di kelas kita mana ada yang berani suka lo diem-diem gitu, belum juga mulai perjuangin langsung pada kabur karena ulah lo sendiri yang sama Ketos galak aja berani cari mati."

"Asli aku kayak gitu, Far?"

"Asli, gue aja sekarang nggak percaya kalau lo malah berubah drastis. Bisa-bisanya sekarang lo nurut ucapan kak Saga. Udah nyerah, Ra?"

"Farah, Adara! Kalian dengerin penjelasan saya tidak?" Pak Tae ha memberi tatapan tajam kepada dua anak didiknya yang semakin memperkeras suara obrolan mereka.

"Iya, Pak."

"Kalau gitu maju ke depan! Jawab soal nomor dua, kasih penjelasan setelah itu bapak kasih izin pulang." Kebetulan Bel pulang akan berbunyi sepuluh menit lagi. Selama itu Farah dan Adara berdiskusi sampai tidak menyadari waktu berlalu cepat.

"Loh, Ra. Lo yakin mau maju? Biasanya lo paling anti kalau disuruh ngerjain soal di depan."

Itu dulu, Adara yang Farah kenal dulu. Sepuluh tahun yang gadis itu lalui tidak hanya terasa manis-manisnya saja. Banyak kesulitan yang merenggut banyak hal berharga dari hidupnya. Sekarang, Pak Tae ha saja sampai melongo tidak percaya atas jawaban yang ditulis Adara.

"Saya boleh langsung pulang kan, Pak?" Tanya Adara, dengan ragu Pak Tae ha mengangguk tanda mengiyakan.

Berjalan melewati setiap kelas, menuruni beberapa anak tangga untuk sampai di Taman sekolah. Tak ada satupun orang yang terlihat di sekitaran taman. Hanya ada Adara seorang diri. Dia sempat berpikir jika seseorang berusaha menjebaknya, sebelum pikiran itu akhirnya buyar ketika terdengar langkah kaki mendekat.

"Gue udah maafin lo, Ra." Sagara berdiri tepat di hadapan Adara.

"Kak Gara?"

"Ini menjadi kali terakhir kita kenal. Gue harap lo berubah, Ra. Gue tau sebenarnya banyak hal yang lo simpan sendirian."

"Maksud kak Gara?"

"Lo gak mungkin dendam ke gue sebegitu lamanya hanya karena masalah sepele. Lo sebenarnya cuma butuh tempat pelampiasan aja, kan?"

Apa yang diucapkan Lelaki itu memang benar adanya. Adara elyzia desan, terlahir bak Putri di negeri dongeng. Anak gadis yang selalu dimanjakan dan begitu diperhatikan oleh kedua orang tuanya. Di sekolah tak bisa dipungkiri ia juga selalu menjadi pusat perhatian di kalangan para siswa. Tapi lagi-lagi setiap kesempurnaan yang dilihat manusia, selalu tak benar-benar terasa sempurna bagi sang pemeran. Adara bahkan kerap kali merasa tidak bisa bernapas dengan lebih bebas. Segala sesuatu yang ia mau sangat sulit untuk bisa terwujud. Peraturan-peraturan rumah, etika-etika yang harus dijaga dan diterapkan, bahkan jadwal setiap detik saja harus selalu terpantau oleh kedua orang tuanya. Dulu, saat baru pertama kali menapaki jenjang pendidikan menengah, gadis itu selalu membayangkan bilamana ia berhasil menjadi seorang dokter. Akan tetapi, Impian itu malah dihancurkan paksa oleh kedua orang yang ia hormati dan percaya.

"Ra? Gue harap lo bisa berubah ya. Lo cewek paling berani yang gue kenal. Jangan hanya berani ngelawan gue, lo juga harus berani ngejar impian lo."

"Kak Gara tahu dari mana semua itu?"

"Gue duluan, Ra." Selalu seperti itu. Pergi dan menghilang tanpa penjelasan. "Gue seneng bisa kenal lo, walau cuma jadi musuh."

"Kak Gara, aku mohon jawab pertanyaan aku. Kakak tahu semua itu dari mana?" Tapi laki-laki itu tetap berjalan mengacuhkan teriakan Adara.

Tiba-tiba saja hujan turun. Seolah menjadi saksi bagaimana bingungnya Adara saat ini. Dia tidak mungkin pulang ke rumah orang tuanya. Dirinya tak ingin membuka luka lama. Akhirnya dengan terpaksa ia berjalan di bawah guyuran hujan yang semakin deras. Tubuhnya terjatuh karena tak sadar menginjak batu besar.

"Lo selalu ceroboh, Ra." Sagara berdiri memayungi tubuh gadis yang selalu ia khawatirkan.

Semua yang ia katakan pada Adara saat di ruang OSIS adalah kebohongan. Ia terlalu gengsi untuk mengatakan bahwa selama ini tak ada satupun hal yang tak ia ketahui tentang Adara elyzia desan. Gadis pemberani yang tak disangka malah memusuhi dirinya saat pertama kali bertemu. Ia hanya terlalu takut menghadapi berbagai hal kalau sampai Sagara mengenal gadis itu terlalu jauh. Takut kehilangan juga perpisahan.

"Kak Gara. Kenapa balik lagi sih? Kalau nggak mau jawab pertanyaan aku, seharusnya nggak usah sok-sok an peduli!" Sikap perempuan berusia 27 tahun itu tanpa sadar berubah seperti gadis remaja. Ia tak bisa mengontrol perasaannya. Apalagi Sagara menarik paksa tangannya. Mereka berdua berlari menuju sebuah rumah mungil yang terletak tidak jauh dari sekolah.

"Masuk, Ra. Gue nggak mungkin ngejelasin semuanya disaat lo udah menggigil kedinginan."

"Tapi kak..."

"Bentar lagi Bunda datang. Lo nggak perlu khawatir. Lagi pula gue nggak nafsu sama bocil kematian kayak lo, Ra." Ucap Sagara, setidaknya disusul dengan senyum mentari yang telah lama tidak gadis itu lihat.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status