Annyeongđ Kenalin aku penulis pemula di Goodnovel. Mohon kritik dan sarannya ya, untuk karyaku berjudul Perjalanan waktu Adara. Kalian boleh tinggalkan jejak di kolom komentar setelah membaca karyakuđ
"Sudah saya bilang, kamu lebih baik pergi dari sini. Jangan mengganggu kehidupan putri saya. Lihat, sekarang kamu malah berani-beraninya masuk ke dalam rumah tanpa sepengetahuan saya. Sebenarnya orang tua kamu mendidik kamu seperti apa?"Saga tanpa sadar mengepalkan kedua tangannya. Jika sudah menyangkut pautkan masalah pribadinya dengan membawa-bawa peran orangtuanya, lelaki itu tidak bisa diam saja."Yah, ayah nggak tahu kalau kak Gara itu...""Diam kamu Adara!" Gadis itu kaget mendengar bentakan sang Ayah. "Berani-beraninya kamu masih ngebela bocah ingusan ini. Mau jadi apa kamu, hah? Mau jadi anak durhaka karena ngebangkang orang tua?"Athiva muncul di balik pintu bersama bi Rati. Lagi-lagi Athiva merasa gagal karena tak bisa memegang ucapannya sendiri. "Mas, sudah..." Perempuan itu berjalan ke samping suaminya, berusaha untuk meredakan emosi lelaki yang memiliki peran sebagai kepala di keluarga mereka."Kamu yang udah ngizinin bocah ini masuk? Buat apa, Athiva?" Giliran Athiva ya
Adara masih menangis setelah kepergian Saga. Barulah setelah ia mulai merasa tenang, memutuskan untuk menemui ayahnya di ruang kerja. Lihat bagaimana reaksi sang Ayah kalau anak sematawayangnya mencoba menentang keinginan Yoshi. Perlu diingat bahwa Adara yang sekarang adalah sosok perempuan yang sudah dewasa, sudah puas menerima banyak pukulan dan masalah bertubi-tubi."Yah!" Dengan tak sopannya gadis itu masuk ke ruang kerja. Mengabaikan peraturan sang Ayah, yang mana jika hendak masuk harus mengetuk pintu terlebih dahulu."Kenapa nggak ngetuk pintu, Adara?!""Yah, Ayah tahu kalau Kak Gara itu siapa? Kenapa ayah bicara seperti itu sama Kak Gara?" Bukannya menjawab pertanyaan sang Ayah, Adara justru melemparkan balik pertanyaan, mengutarakan kekesalan isi hatinya."Adara! Bagus ya sekarang gara-gara bocah ingusan itu, kamu jadi berani ngelawan Ayah. Ayah nggak peduli mau dia anak presiden sekalipun, kalau dia udah berani ngeganggu kehidupan Ayah, Ayah nggak akan tinggal diam,""Kak G
Harta berharga yang melebihi kekayaan di dunia itu adalah keluarganya. Ayah, Ibu dan keempat adiknya telah mempertaruhkan hidup mereka demi kesuksesan yang saat ini Yoshi capai. Saat itu, ketika Yoshi genap berusia tujuh belas tahun. Usai menerima kartu tanda pengenal, ia meminta izin pada sang Ayah untuk berangkat ke Ibu kota guna mendapatkan pekerjaan yang lebih layak, pekerjaan yang akan lebih mempercepat perubahan bagi keluarganya. Lagipula hanya tinggal beberapa minggu lagi dirinya akan mendapatkan kelulusan di Sekolah menengah akhir. Dengan hasil yang selalu luar biasa, selalu menjadi juara umum berkat kerja kerasnya selama ini."Biar Ayah sama Ibu dan adik-adik ikut mengantar kamu ke perbatasan kota. Biarlah nanti Ayah pinjam mobil milik pakde untuk kita diperjalanan. Ayah tidak tenang jika harus melepaskan kamu berangkat sendirian ke Ibu kota. Bagaimanapun usia kamu masih kecil dan baru pertama kali keluar dari perkampungan ini." Ucap sang Ayah malam itu, berjanji akan mengan
Bagaimanapun caranya, saat itu yang ada dipikiran anak remaja yang baru menginjak tujuh belas tahun adalah tentang keluarganya yang terpecah belah dan mimpinya yang sudah berada di ambang kegagalan. Untuk pertama kalinya, Yoshi membuat keputusan paling sulit di hidupnya. Ia merelakan ketiga adiknya untuk diadopsi oleh keluarga yang berbeda-beda. Anak remaja laki-laki itu juga mengikhlaskan ibunya untuk mendapatkan perawatan dan perlindungan di rumah sakit jiwa. Kini Yoshi menggenggam satu hal yang harus selalu ia percaya, yaitu harus ada hal berharga yang di korbankan untuk mencapai suatu hal yang paling lebih berharga daripada yang telah hilang."Mas, coba kamu yang bujuk Dara." Ucapan Athiva lagi-lagi membuyarkan renungan Yoshi.Pasalnya hingga detik ini lelaki paruh baya itu tak bisa bertemu dengan sang ibu ataupun ketiga saudara laki-laki nya. Sudah jelas, tidak berselang lama setelah keberangkatan Yoshi ke Ibu kota. Tiba-tiba saja pihak rumah sakit mengabari kalau Sang Ibu dinyat
Adara berjalan tertatih menyusuri jalan menuju rumahnya. Gadis itu telah membulatkan tekad untuk melupakan Sagara. Apapun alasannya, bagi dirinya Sagara bukan lagi hal yang harus diprioritaskan untuk saat ini. Setelah perlakuan yang ia dapatkan dari anak laki-laki itu, Adara memutuskan untuk belajar melupakan Saga. Entah itu untuk saat ini, atau ketika ia sudah berhasil menemukan cara kembali ke masa depan. Itu yang paling penting baginya mulai saat ini.Tiba di depan pintu gerbang, sang ibu Athiva sudah menunggu dengan raut cemas. Meski begitu beliau tetap tersenyum menyambut kedatangan putrinya. Tidak ingin membuat kondisi Adara menjadi lebih murung lagi. Walaupun Athiva juga sedikit lebih lega, karena sang suami Yoshi, sudah mau berubah untuk keluarga kecilnya sekarang. Terlihat bagaimana kemarin malam, Athiva melihat Yoshi meminta maaf pada Adara."Makan dulu ya, Ra. Ibu udah masakin makanan kesukaan Dara." Ucapan Athiva yak digubris oleh Adara, gadis itu malah tampak merenung di
Pagi hari sebelum berangkat ke kantor, Yoshi memutuskan untuk menyempatkan diri menemui Adara yang masih membereskan keperluan sekolahnya."Dara, boleh ayah bicara sebentar?" Yoshi berjalan mendekati Dara yang duduk di depan meja belajar. Lelaki paruh baya itu duduk di tepi ranjang tepat menghadap Dara."Ada apa, Yah?""Kata Ibu, Dara mau pindah sekolah ke Prancis. Apa benar?"Dara menganggukkan kepala. "Iya, yah. Dara mau cari pengalaman baru di sana.""Kamu yakin? Disana kamu jauh sama Ibu dan Ayah lhoh.""Dara mau belajar mandiri, Yah. Dara Mau fokus kejar mimpi Dara."Mendengar penuturan yang putrinya sampaikan, Yoshi tersenyum senang. Memang hal ini adalah kemauan dirinya juga. Ia ingin anaknya mandiri walau terlahir sebagai perempuan. Apalagi Adara adalah anak semata wayangnya, kalau bukan gadis itu lantas siapa lagi yang akan ia jadikan penerus perusahaannya.Sementara itu, Dara hanya bisa memasrahkan atas apa yang akan terjadi sepenuhnya kepada yang maha Kuasa. Takdirnya, gari
"Udah sampai kak. Makasih ya." Ucap Adara, menghentikan langkahnya tepat di depan gerbang rumah."Oh jadi ini rumah lo. Nggak nyuruh gue mampir dulu nih, Ra?" Naren membalas ucapan Adara sembari menunjukkan raut wajah tengil disertai sebuah senyum yang tampak aneh bagi Dara.Gadis itu melihat keadaan rumah dari balik gerbang, memastikan ada tidaknya mobil sang ayah di garasi sana."Nggak usah kayaknya ya, Ra? Masa gue nemuin bokap sama nyokap lo dengan tampang yang udah lusuh sama pakaian yang basah kuyup gini. Entar kesan pertama yang gue terima dari calon mertua, malah buruk lagi."Mendengar penuturan yang laki-laki itu ucapkan, Dara semakin tak memahami jalan pikiran Naren. Hingga gadis itu pun hanya mampu menampilkan senyum yang tampak sedikit dipaksakan. Membuat Naren semakin tak kuasa menahan tawa di balik tampangnya yang terlihat kalem."Ya udah gue pulang dulu, Ra." Balas Naren sembari terkekeh. Sepertinya ia berhasil menjahili Adara.Lelaki itu berlalu, berjalan di balik payu
Adara rasanya ingin segera bisa keluar dan pulang dari restoran ini. Ia begitu tak tahan menyaksikan Sagara akrab dengan perempuan itu. Adara bahkan tak bisa fokus mendengarkan perkataan sang ayah. Barulah beberapa saat kemudian, kedua orang itu hendak berlalu keluar dari restoran tempat Dara dan Yoshi makan siang.Sepulang dari pusat perbelanjaan, Dara langsung masuk ke kamarnya. Meninggalkan tanya dari sang Ibu yang terheran-heran melihat sikap anak gadisnya itu."Dara kenapa lagi, Mas? Kamu marahin dia lagi ya?" Athiva tak bisa membendung kecemasan dan nalurinya sebagai seorang Ibu."Tadi dia melihat bocah laki-laki yang dulu saya usir, Bu." Ucap Yoshi sembari memindahkan belanjaan dari bagasi mobil ke meja di ruang keluarga.Athiva mengekor di belakang Yoshi. Ikut membantu laki-laki paruh baya itu, memindahkan belanjaan karena saking banyaknya. Athiva bahkan menggelengkan kepala, tak mengerti dengan sikap konsumtif suaminya. "Sagara maksud kamu, mas?""Iya. Harusnya kemarin kamu n
teks naratif, biasanya dalam bentuk prosa panjang yang mendeskripsikan cerita fiksi berurutanBahasaPantauSuntingNovel adalah salah satu genre karya sastra yang berbentuk prosa. Kisah di dalam novel merupakan hasil karya imajinasi yang membahas tentang permasalahan kehidupan seseorang atau berbagai tokoh. Cerita di dalam novel dimulai dengan munculnya persoalan yang dialami oleh tokoh dan diakhiri dengan penyelesaian masalahnya. Novel memiliki cerita yang lebih rumit dibandingkan dengan cerita pendek. Tokoh dan tempat yang diceritakan di dalam novel sangat beragam dan membahas waktu yang lama dalam penceritaan.[1] Penokohan di dalam novel menonjolkan watak dan sifat setiap pelaku dalam kisah yang diceritakan. Novel terdiri dari bab dan sub-bab tertentu sesuai dengan kisah ceritanya.Penulis novel disebut novelis atau ceritawan.Genre novel digambarkan memiliki "sejarah yang berkelanjutan dan komprehensif selama sekitar dua ribu tahun".[2] Pandangan ini melihat novel berawal dari Yu
Angkasa terdiam melihat senyum yang terukir di wajah Devira. âManis."âApa, Ka?â Ucap Vira, begitu mendengar gumaman Angkasa.Angkasa kelimpungan mencari alasan yang tepat âI-itu nanti kita beli es cream manis, Lo mau kan?â Sambil menepuk mulutnya dengan sebelah tangan.âBodoh lagi, kenapa gue selalu keceplosan sih kalau ngomong di depan nih cewek?â Batin Angkasa menggerutu atas kesalahannya.Angkasa meneguk ludah susah payah, sedangkan Vira masih terlelap di jok belakang. Dia bingung apakah harus membangunkan tidur Vira yang terlihat sangat damai atau harus menggendong gadis itu sampai kamar.Tanpa sadar Angkasa sedari tadi mengamati wajah Vira yang membuat Adrian menepuk bahu itu cukup keras.âNgapain?â tanya Adrian setelahnya dengan tatapan penuh intimidasi.Mendengkus, Angkasa buru-buru menutup pintu mobil perlahan, lalu membawa Adrian agar menjauh.Adrian bersidekap dada menantikan kalimat yang akan Angkasa sampaikan. Laki-laki itu menghela napas, lalu berdecak. Melihat Angkasa y
âLoh, bukannya dia udah jutek dari orok,â Canda Vano. Namun sama sekali tidak membuat tawa muncul dari Siswa lain, yang ada tatapan tajam lah yang ia dapatkan dari Angkasa. âNggak deh, bohong, Sa. Bercanda,âRianty menggelengkan kepala, melihat kelakuan dua sahabat karib itu. Yang satu sering bertingkah konyol dan yang satu nya lagi cuek, dingin kayak kutub es.âUntung sayang.â Eh⊠cepat cepat Rianty meralat ucapannya. Menengok kanan kiri, takut-takut ada yang mendengar suaranya.Jadwal jam pertama kosong, membuat beberapa murid sibuk dengan keseruannya masing-masing. Ya, walaupun mereka berada di kelas unggulan bukan berarti termasuk murid yang selalu patuh akan peraturan dan disiplin banget, kan? Terbukti dari barisan meja depan yang penghuninya sudah berpindah ke barisan terbelakang. Berkumpul untuk sekedar menonton, bergosip dan menyontek tugas rumah yang belum sempat dikerjakan. Tidak termasuk Angkasa dan teman-temannya, mereka lebih memilih pergi ke Roftoop untuk membahas rencan
Pintu pun terbuka begitu lebar dan menampilkan sosok laki laki yang...Yang tadi itu, kan?Laki laki aneh itu, aku nggak salah lihat?Aku pikir ucapannya tadi hanya bercanda. Sesaat tatapan kami bertemu dan dia langsung memalingkan pandangannya, berjalan ke deretan kursi paling belakang. Berkumpul dengan teman-temannya yang menyoraki dan memanggilnya... RADIT."Hayo!! Ngeliatin siapa, Lo? Sampai segitunya banget,"GLEKKetahuan, deh. Emang paling bisa kalau kepo akutnya Sena kumat."Nghak, kok. Aku nggak lihat siapa-siapa," Balasku mengelak."Masa?" Giliran Renita yang mengajukan pertanyaan menjebak. Sejak awal kita berempat memulai pertemanan, kita sudah membuat sebuah perjanjian untuk tidak menyembunyikan sesuatu hal apapun yang berbau rahasia."Yang itu namanya Raditya Sanjaya, An. Anak pemilik Sekolah ini," Balas Ayudya, menjawab kekepoanku yang terpendam.RADITYA SANJAYA"Kenapa, Lo suka ya?" Ucap Sena, asal."Enggak, kok. sebenarnya tadi tuh, aku telat bareng dia," Ucapku sepela
Hati itu ibarat kertasTergores tinta hitam kan sulit tuk dihapusTergores tinta putih kan sulit tuk dipahamiTergores berulang-ulang akan berubah abstrakTak bisa dipulihkan kembali...Senang bertatap muka denganmu, sampai bertemu kembali dipertemuan-pertemuan selanjutnya...Hah, apa sih maksudnya?Siapa yang naruh surat ini?Ku arahkan pandangan ke sekeliling. Nihil. Hanya ada kondektur bus dan para penumpang yang beehimpit-himpitan, mengantri ingin segera keluar dari bus. Walaupun pikiranku masih bingung, sebisa mungkin ku paksakan pikiranku agar tetap berfikir positif. Tanpa membuang waktu terlalu lama, akupun segera berjalan keluar dari bus. Turun dari bus, dengan menaiki angkutan umum pasti akan secepatnya sampai di Rumah Nenek. Jelas aku masih hafal alamatnya, karena tahun lalu ketika libur semester, Ibu mengajakku ke sini meski dengan sedikit pemaksaan."Berhenti, Pak!" Ucapku ketika tepat di depan sebuah gerbang Rumah bercat hitam"Disini aja, Neng?" Balas sopir angkot yang a
Berubah bukan berarti hilang...Karena yang hilang belum tentu selalu terkenang.JUNI 2025Pagi ini kenangan yang ingin segera ku hilangkan, kembali datang dalam bentuk karangan bunga yang seseorang kirimkan melalui seorang kurir.Kenangan yang mulai terkubur dan tertutup rapat, harus terkuak begitu saja. Tanpa tahu akan keadaan hatiku, kini.Usai menandatangani surat tanda terima, langkah kaki kembali memasuki ruang kamar yang menjadi saksi atas kebisuan ku. Perlahan, ku buka kembali kepingan kenangan yang berserakan di laci kejenuhan. Jenuh akan kesedihan yang tiada hentinya mengusikku serta jenuh akan penantian untuk seseorang yang tak kunjung pula memberi kepastian. Seharusnya dia tak perlu memberi harapan semu pada hatiku yang ragu akan hatinya. Setelah kesetiaan yang aku berikan berujung pada kekecewaan, lantas apa semudah ini dia kembali bersama janji yang tak pernah ditepati?Pikiran dan hatiku saling berdebat menyuarakan Argumen atas apa yang harus dan tak harus aku lakukan.
Perlahan dia menunduk, surut kesenangannya. âCantik bagaimana pun kalau buta tetap saja tidak ada artinya.âEntah kenapa mendengarnya membuat Simbok tidak enak hati. Namun, SiMbok tetap tersenyum melihat gadis itu. âGak apa-apa. Cantik yang sebenarnya apa yang ada di dalam diri kamu. Tapi kamu memang cantik. Kamu---âBreaking news di televisi sontak membuat Simbok menggantung bicaranya.âKecelakaan di jalan pertigaan Griya Asih menewaskan dua orang sepasang suami-istri, dan satu orang anak mengalami cidera. Polisi masih mengusut penyebab kecelakaan terjadi. Tidak ada saksi mata yang melihat kejadian langsung.âAra menggenggam tangannya, menahan isak tangis agar tak lolos dari pelupuk mata. Meski Bundanya selalu mengatakan bahwa hal baik atau buruk harus diterima. Namun, tetap saja rasanya menyakitkan. Bagaimana mungkin Bundanya bisa mengatakan itu setelah pergi meninggalkannya.Simbok melihat Vira iba, lalu ia memeluk gadis itu. Memberi kehangatan meski Devira dalam terjaganya merasa
Adrian terdiam beberapa saat, kesenduan menghias di wajah pias Vira. Sesuatu yang ada di hatinya bergerak. Dia beranjak dari duduk, menghampiri Devira yang tidak melakukan pergerakan setelah kepergian Angkasa.âVira," Panggil Adrian lembut, sedang Mbok Ratmi yang menuntun jalan gadis itu diminta menjauh oleh Adrian. âBiar saya aja, Mbok.âMbok Ratmi mengangguk. âIya, Den.âAdrian mengambil alih tangan Vira. Gadis itu jadi tahu bagaimana cara memperhatikan karakter antara Angkasa dan Adrian. Adrian yang penuh perhatian berlawanan dengan Angkasa.Dan Angkasa bilang dia adalah benalu.âSiapa yang menginginkan kehidupan seperti ini?âJantung Devira rasanya ingin melonjak. Sakit, perkataan Angkasa bagai pisau tajam yang menghunus lalu mematikan dirinya seketika. Ah, apa benar dia benalu? Bagaimana bisa seorang benalu bisa tetap tinggal dan bertahan? Dia adalah parasit yang dibasmi.Adrian mengamati, bibir itu bergetar. Namun, dia tahu Vira adalah gadis tegar.Sejenak Adrian mengepalkan tan
"Ini semua gara-gara Lo, Naufal. Gue nggak akan tinggal diam. kalau aja Lo nggak nantangin balapan konyol itu, semuanya nggak akan kayak gini!" Tangan Angkasa mengepal kuat seiring terdengarnya suara benda-benda berjatuhan di kamar sebelah.Terpaksa ia pun beranjak dari kasur king size nya dan berjalan menuju kamar yang kini ditempati oleh Devira. Di lantai atas ini, hanya dua kamar dan itu hanya kamar Angkasa serta kamar yang Vira tempati sekarang. Kamar Adrian dan Mbok Ratmi terletak di lantai bawah, menyebabkan apapun yang terjadi pada Vira saat ini tidak mereka ketahui sama sekali. Lambat laun pintu kamar terbuka, sesosok gadis sedang meringkuk ketakutan di bawah kasur sambil menahan Isak tangis."Lo nggak apa-apa?" Ucap Angkasa pelan, masih berdiri enggan walau untuk mengusap bahu Devira."Kak Adrian, aku takut kak." Lagi-lagi Angkasa terdiam mematung ketika tanpa diduganya Vira kembali memeluknya.Sebelah tangan Angkasa melepas pelukan Vira. Membuat gadis itu terjatuh tepat di a