Share

Bab 4

Author: Arif
Di dunia ini, cara menangkap ikan sangat bervariatif, ada menjala, memancing dan menangkap ikan. Namun, masih belum ada yang menangkap ikan dengan obat bius.

Wira berkata sambil tersenyum, “Aku sudah ketemu teknik rahasia yang bisa tangkap banyak ikan. Cepat makan! Hati-hati tulangnya!”

“Teknik rahasia menangkap ikan?”

Wulan tidak begitu percaya. Dia menjadi waswas lagi setelah mendapat perhatian dari Wira.

Namun, Wulan tidak lanjut bertanya lagi. Kedua orang itu pun mulai menyantap makanan mereka.

Entah karena pemilik tubuh sebelumnya terlalu jarang makan ikan atau karena ini adalah ikan liar, Wira merasa ikan yang digoreng dengan garam ini sangat lezat. Dalam sekejap, dia pun sudah menyelesaikan santapannya.

Wira melirik Wulan yang makan dengan pelan. Ikannya masih tersisa setengah.

“Suamiku, aku sudah kenyang. Makan saja ikannya!”

Saat melihat Wira yang menatap dirinya, Wulan pun buru-buru meletakkan sendoknya dan mendorong piring berisi ikan itu ke depan Wira.

“Aku sudah kenyang kok. Aku lihatin kamu karena merasa kamu sangat cantik waktu makan. Cepat makan!”

Selesai berbicara, Wira pun bangkit dan keluar dari ruangan itu.

Asal ada makanan enak, Wulan selalu menyisakannya untuk pemilik tubuh sebelumnya.

Oleh karena itu, Wulan pun bertambah kurus dan kecantikannya juga memudar.

“Cantik .... Suamiku!”

Wulan langsung tersipu. Dia menatap punggung Wira dengan berlinang air mata.

Setelah menikah selama tiga tahun, suaminya selalu memukul dan memakinya. Ini adalah pertama kalinya dia dipuji.

Wira menatap ke langit malam sambil melamun.

Berhubung tidak ada polusi, bulan dan bintang di langit terlihat sangat jelas dan terang. Pemandangannya sangat indah.

Sebaliknya, kehidupan rakyat malah begitu menderita. Mereka sangat miskin sehingga harus melewati hari dengan penuh kegelisahan.

“Suamiku, ayo cuci kaki!”

Entah sudah berapa lama Wira duduk melamun. Dia tersadar kembali saat Wulan membawakan seember air hangat dan meletakkannya di depannya.

Baru saja Wira mau melepas sepatunya, Wulan sudah berjongkok dan melepaskan sepatunya dengan telaten. Kemudian, Wulan mengangkat kakinya dan memasukkannya ke dalam ember.

“Biar aku sendiri saja yang melakukannya!”

Pada zaman ini, sangat wajar bagi seorang istri untuk membantu suaminya membersihkan kaki. Namun, Wira tidak terbiasa.

Tangan Wulan langsung gemetar!

Wira bukan hanya sudah memasak, memberinya makan ikan dan memujinya. Sekarang, Wira juga mau membersihkan kakinya sendiri. Apa Wira berencana untuk melakukan sesuatu terhadapnya?

Selesai membersihkan tubuh, rasa kantuk pun melanda. Wira berkata, “Ayo kita tidur!”

Menyalakan minyak lampu saat malam sangat menghabiskan minyak. Jadi, orang tidak punya kegiatan lain selain tidur atau berhubungan intim.

Wulan berkata dengan suara rendah, “Suamiku, tidur saja dulu. Aku masih harus menjahit!”

“Jangan jahit lagi!” jawab Wira sambil menggeleng.

Keluarga Linardi sangat kaya, ayah dan saudara Wulan adalah pejabat. Wulan juga tidak pernah belajar menjahit sebelumnya.

Setelah menikah dengan pemilik tubuh sebelumnya, dia baru mulai belajar menjahit demi menghasilkan uang.

Namun, pekerjaan ini sangat melelahkan dan tidak menguntungkan.

“Emm!” jawab Wulan dengan sedikit ketakutan.

Setelah membereskan tempat tidur di kamar, Wulan menggelar tikar di lantai.

Wira pun mengerutkan keningnya. “Lantainya dingin, tidur saja di ranjang!”

Wulan dan pemiik tubuh sebelumnya selalu gagal berhubungan intim. Jadi, selama ini, pemilik tubuh sebelumnya selalu tidur di ranjang, sedangkan Wulan tidur di lantai.

Setelah mendengar ucapan Wira, Wulan pun ketakutan. Dia memindahkan tikarnya ke ranjang, lalu membuka pakaiannya dan masuk ke dalam selimut. Seluruh tubuhnya mulai gemetar.

Setiap kali Wulan diizinkan tidur di ranjang, itu artinya suaminya ingin menyetubuhinya. Namun, saat gagal, suaminya selalu memukulinya.

“Kelak, aku nggak bakal menindasmu lagi!”

Saat memikirkan perbuatan jahat pemilik tubuh sebelumnya, Wira pun merasa kasihan dan menghibur Wulan.

Begitu Wulan berbaring, wangi tubuhnya langsung menyerbak dan membuat Wira tanpa sadar terangsang. Namun, karena sudah bekerja seharian, dia sudah sangat mengantuk.

‘Mana pernah kamu tepati janjimu?’

Wulan tersenyum getir, lalu menutup matanya sambil berbaring di ranjang. Dia sudah pasrah akan takdirnya dan menunggu untuk dipukul.

Namun, Wulan malah mendengar dengkuran Wira yang teratur. Mata Wulan dibasahi air mata lagi. “Suamiku sepertinya sudah benar-benar berubah. Dia nggak menindasku lagi .... Ah!”

Sebelum menyelesaikan ucapannya, Wira pun berbalik dan memeluk Wulan.

Wulan menantikan pukulannya dengan ketakutan, tetapi tubuhnya malah perlahan-lahan terasa hangat.

...

Keesokan paginya, Wira mengambil sebatang cabang pohon siwak, lalu memalu ujungnya untuk membentuknya menjadi sikat kecil.

Ini adalah sikat gigi pada zaman Kerajaan Nuala!

Orang yang berkecukupan menggunakan garam untuk kumur-kumur, sedangkan orang kaya menggunakan bahan obat tradisional yang dibuat menjadi bubuk untuk membersihkan gigi.

Setelah menggosok giginya dengan cabang pohon siwak itu sebentar, Wira merasa mulutnya terasa sedikit pahit.

Tiba-tiba, Wulan menghampirinya dengan wajah tersipu. “Suamiku, sepertinya ada orang di luar!”

“Coba kulihat!”

Melihat gadis cantik yang tersipu ini, Wira pun tersenyum. Semalam, mereka sebenarnya tidur terpisah. Pagi tadi, entah bagaimana mereka sudah berpelukan. Setelah kumur-kumur, Wira pun membuka pintu dan tercengang. “Paman Hasan, kenapa kalian datang begitu pagi?”

Di depan pintu, berdiri Hasan dan kedua putranya.

Danu dan Doddy sangat mirip dengan Hasan. Mereka berperawakan tinggi dan kurus.

Perbedaannya adalah, Danu bersifat tenang dan dewasa, sedangkan Doddy bersifat impulsif.

Suara Hasan sangat lantang, “Kami biasanya memang bangun pagi! Hari ini, kami harus bantu kamu ngapain?”

Danu dan Doddy menatap Wira dengan penuh harapan.

Dulu, mereka sangat memandang rendah kakak sepupu mereka ini. Namun, kemarin Wira sudah memberikan mereka begitu banyak ikan.

Orang tua mereka tidak rela memakan dua ekor ikan yang besar, tetapi ikan-ikan kecil sudah dihabiskan mereka.

Saat melihat anak-anak mereka yang makan dengan lahap, Hasan dan Hani pun meneteskan air mata.

Danu dan Doddy bahkan juga langsung mengunyah dan menelan daging ikan beserta tulangnya.

Saat mendengar harus membantu Wira hari ini, mereka bertiga pun langsung datang setelah makan sedikit bubur.

“Nggak perlu buru-buru!”

Wira menguap, lalu berkata, “Wulan, ayo buat serabi!”

Bahan membuat serabi sebenarnya sudah tinggal sedikit. Wulan sebenarnya merasa sayang, tetapi dia tetap membuatnya.

Wira mempersilakan ketiga orang itu masuk ke dalam rumah, lalu berkata, “Danu, Doddy, coba tangkap lima ekor ikan dari gentong air. Kita masak sup ikan!”

Ikan yang ditangkap kemarin semuanya ditaruh di dalam gentong air. Setelah obat biusnya hilang, mereka pun hidup kembali.

Wira juga sudah meluangkan waktu untuk bereksperimen dengan ‘Teknik Busur Ikan’. Sampai saat ini, semua ikan yang dia tangkap kemarin masih hidup.

“Sup ikan!”

Danu dan Doddy langsung menelan air ludah. Namun, mereka berdua tidak bergerak dan malah menoleh ke arah ayah mereka.

Hasan menggeleng sambil berkata, “Wira, kami sudah sarapan. Ikannya dijual buat bayar utang saja!”

Wira menjawab sambil tersenyum, “Paman Hasan, jangan khawatir. Aku sudah punya cara untuk bayar utang! Kerjaan hari ini berat. Kalau nggak kenyang, mana punya tenaga? Danu, Doddy, cepat pergi tangkap ikannya!”

Begitu mendengar bahwa pekerjaannya berat, Hasan pun mengangguk. Jika pekerjaannya berat, makan bubur saja memang tidak akan cukup untuk memberi energi untuk bekerja.

Danu dan Doddy pun segera pergi menangkap dan membunuh ikannya.

Tidak lama kemudian, serabi dan ikan yang hangat pun selesai dimasak.

Wulan membawa seekor ikan dan sebuah serabi ke dapur untuk makan sendiri, sedangkan Wira dan yang lainnya duduk di meja makan.

Ikan yang dimasak pagi ini lebih besar dari yang semalam. Berat setiap ekornya di atas sekilo.

Wira sudah kenyang setelah memakan sebuah serabi dan setengah ekor ikan. Dia pun memberikan sisanya kepada Danu dan Doddy.

Kedua orang itu sudah makan masing-masing seekor ikan yang beratnya sekilo lebih, lalu juga makan tiga serabi besar. Namun, mereka masih sanggup menghabiskan setengah ekor ikan yang disisakan Wira dan bahkan menghabiskan supnya hingga tak bersisa.

Hasan pun memelototi kedua putranya, lalu tersenyum malu pada Wira.

“Kak Wira, ikan yang kamu masak enak banget! Aku nggak pernah makan ikan seenak ini! Waktu goreng ikan, Ibu juga sayang pakai banyak minyak!”

Doddy menyeka mulutnya sambil berkata, “Kelak, kalau ada yang berani menindasmu, aku bakal hajar mereka! Selain Ayah dan Kak Danu, nggak ada orang di Dusun Darmadi yang bisa mengalahkanku!”

Sejak kecil sampai sekarang, Doddy tidak pernah makan daging sampai begitu puas. Saat ini, dia merasa Wira adalah orang terbaik di dunia.

Danu menendang kaki Doddy, lalu berkata sambil tersenyum, “Kak Wira, kami nggak sembarangan berkelahi kok. Kelak, kalau kamu butuh kerja yang pakai tenaga, kasih tahu kami saja! Kami pasti bantu! Kalau ada yang menindasmu, nggak perlu takut juga asal nggak salah.”

Wira tersenyum sambil mengangguk.

Penduduk desa memang jujur. Asal menerima sedikit bantuan orang, mereka pasti langsung membalas kebaikannya.

Hasan juga berkata, “Kalau ada apa-apa, panggil saja mereka. Hari ini mau kerja apa?”

Danu dan Doddy juga menunggu jawaban Wira dengan penuh semangat.

Setelah diberi makan serabi dan ikan goreng, mereka tahu pekerjaan hari ini pasti sangat melelahkan. Namun, mereka tidak takut lelah!

Wira menjawab sambil tersenyum, “Sama seperti kemarin. Mau gali rumput jenis itu, makin banyak makin bagus.”

Doddy bertanya dengan heran, “Kak Wira, untuk apa gali rumput jenis itu? Ayah bilang itu nggak bisa dimakan kok?”

Danu juga menatap Wira.

“Diam! Kalau disuruh gali ya gali saja! Untuk apa tanya begitu banyak? Ingat, hal ini nggak boleh sembarangan kasih tahu ke orang lain, ya! Kalau nggak, aku bakal patahkan kaki kalian!” tegur Hasan dengan galak.

Semalam, Wira menggali sekeranjang rumput, lalu langsung mendapatkan begitu banyak ikan.

Rumput yang tidak bisa dimakan itu pasti berhubungan dengan cara Wira mendapatkan ikan. Orang yang tahu teknik rahasia ini pasti tidak akan hidup susah lagi.

Wira sudah bersedia membiarkan Hasan dan kedua putranya membantu. Ini adalah kepercayaan yang sangat besar terhadap mereka. Jadi, mereka tidak boleh membocorkan rahasia ini.

Saat melihat Hasan yang begitu galak, Danu dan Doddy langsung ketakutan. Mereka tidak berani bersuara lagi.

Selesai makan, mereka berempat pun keluar dengan menjinjing peralatan masing-masing. Namun, mereka malah terjebak di depan pintu.
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Istiqamah562
Sedih yaa udah nikah selama 3 tahun baru pertama kali di puji ama suaminya..huhuu
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Perjalanan Dimensi Waktu Sang Genius   Bab 5

    Sony berdiri di depan pintu rumah Wira dengan kedua tangan dimasukkan ke dalam saku.Wira yang melihatnya pun bertanya, “Ngapain kamu berdiri di sini?”Danu dan Doddy langsung melangkah keluar untuk mengepung Sony.Mereka merasa Sony yang pagi-pagi datang ke rumah Kak Wira pasti berniat jahat!Sony langsung terkejut dan buru-buru mundur. Dia berkata, “A ... aku ingin makan ikan!”Si Sony ini benar-benar tidak tahu malu. Wira menggeleng, lalu menjawab, “Kamu datang terlambat, ikannya sudah habis!”Sony berkata dengan cemberut, “Nanti malam masih ada, ‘kan? Asal bisa makan ikan, aku nggak masalah harus ikut banu gali rumput seharian!”Saat berkeliaran semalam, Sony menemukan bahwa keluarga Wira dan keluarga Hasan sudah makan ikan.Saat berkeliaran pagi ini, dia menemukan keluarga Wira makan ikan lagi bersama Hasan dan kedua putranya.Setelah memikirkan keuntungan yang dikatakan Wira kemarin, Sony akhirnya mengerti apa yang sudah dilewatkannya. Dia sudah kehilangan dua kesempatan untuk ma

  • Perjalanan Dimensi Waktu Sang Genius   Bab 6

    Namun, Wira tidak memedulikan peringatan Hasan. Dia malah berkata sambil tersenyum, “Pak Agus, bisa saja aku bagi ikannya untukmu, tapi kamu juga harus tanggung sedikit utangku! Kalau nggak mau bantu aku tanggung utangnya, kamu boleh bagi sedikit tanahmu padaku. Soalnya, tanahku juga sudah dijadikan jaminan.""Dasar anak tak tahu diri!”Selesai berbicara, Agus pun pergi dengan marah.Dia hanya menginginkan seekor ikan Wira, tetapi Wira malah menyuruhnya untuk bantu menanggung utang dan juga meminta tanahnya. Kenapa si Pemboros itu begitu tidak tahu malu!“Pak Agus, jangan pergi! Aku cuman bercanda. Jangan marah, dong!” teriak Wira.Ikan yang didapatkan Wira hari ini sangat banyak. Dia tidak akan menolak siapa pun yang meminta ikan padanya. Namun, dia tidak akan menerima orang yang menuntut sesuatu dengan alasan yang tidak masuk akal.Agus sudah marah. Setelah mendengar ucapan Wira, dia juga tidak menoleh.Warga yang mengerti maksud Wira pun tertawa terbahak-bahak.Setelah itu, Wira pun

  • Perjalanan Dimensi Waktu Sang Genius   Bab 7

    “Baik, suamiku!”“Jangan panggil suamiku, panggil sayang saja!”“Nggak bisa!”“Kenapa?”“Sayang itu panggilan yang terlalu mesra! Kamu baru berubah jadi baik sama aku dua hari belakangan, aku masih belum siap panggil kamu begitu.”“Oh ....”Berhubung takut membuat suaminya marah, Wulan pun mengalihkan pembicaraan, “Omong-omong, pernah ada seorang peramal yang datang ke rumahku waktu aku masih kecil. Dia bilang, aku bisa jadi istri pejabat ke depannya.”“Istri pejabat?”“Suamiku, jangan marah. Ramalan peramal itu pasti nggak tepat, mana mungkin aku bisa jadi istri pejabat! Selama kamu menginginkanku, aku bakal menemanimu seumur hidup.”...Keesokan dini hari, Hasan dan yang lainnya sudah sampai ke rumah Wira. Setelah menaruh seluruh ember berisi ikan ke atas gerobak, kelima orang itu pun berangkat ke ibu kota provinsi.Sebelum mereka berangkat, Wulan menyerahkan sebuah kantong kain merah kepada Wira, “Suamiku, kalau uang menjual ikan nggak cukup, gadaikan saja gelang ini! Kalau masih ng

  • Perjalanan Dimensi Waktu Sang Genius   Bab 8

    “Beri hormat ke pemilik tanah?”Setelah melihat postur sekelompok orang ini, Wira baru tersadar. “Kalian datang buat minta biaya perlindungan?”Danu dan Doddy mengepalkan tangannya dengan marah. Hasan yang berdiri di belakang Wira juga mengerutkan keningnya.Sony buru-buru berbisik pada Wira, “Wira, aku lupa kasih tahu. Dia itu bos ikan Pasar Timur, namanya Iwan Projo. Dia punya julukan ‘si Perusuh’. Anak buahnya kira-kira ada sekitar belasan orang. Dia selalu ambil keuntungan 20% dari siapa pun yang mau jual ikan di Pasar Timur.”“Dua puluh persen?”Wira langsung naik pitam. “Kalian ambil keuntungan yang lebih banyak daripada pemerintah?”Mereka sudah bersusah payah untuk menangkap ikan selama dua hari dan harus berjalan kaki ke ibu kota provinsi untuk menjual ikan. Pemerintah hanya meminta keuntungan 10%, tetapi preman-preman ini malah minta 20%?Setelah mendengarnya, Doddy langsung marah. Bahkan Danu yang biasanya sangat tenang juga mengepalkan tangannya erat-erat.Preman-preman ini

  • Perjalanan Dimensi Waktu Sang Genius   Bab 9

    Seorang pria paruh baya berjalan mendekat dari kejauhan.Dia mengenakan topi hitam dan seragam biru yang dipadu dengan rompi merah. Di bagian tengah rompi itu terdapat tulisan ‘Patroli’. Dia mengenakan sepatu bot, di pinggangnya juga bergantung sebilah golok.Pria itu tidak terlalu tinggi, tetapi juga tidak pendek. Dia terlihat seperti orang cerdik pada umumnya.Namun, kemunculannya langsung membuat seluruh Pasar Timur menjadi hening.Semua amarah yang terukir di wajah setiap pedagang langsung sirna dan digantikan dengan seulas senyum menyanjung.Pria paruh baya itu adalah petugas patroli Pasar Timur. Namanya Eko Makmur.Status seorang petugas patroli tidak termasuk tinggi di ibu kota provinsi. Akan tetapi, para penduduk juga tidak berani menyinggungnya.Di ibu kota provinsi, jabatan yang berpangkat tinggi adalah patih, pejabat sipil dan jenderal militer. Selebihnya yang tidak berpangkat adalah hakim, patroli, panitera dan sebagainya. Mereka biasanya disebut ‘pejabat’.Meskipun para pe

  • Perjalanan Dimensi Waktu Sang Genius   Bab 10

    Wira tiba di Toko Besi Keluarga Salim di Pasar Utara. Ini adalah toko besi paman pemilik tubuh sebelumnya.Saat berumur sekitar 10 tahun, pemilik tubuh sebelumnya tinggal di rumah pamannya ini untuk belajar.Istri pamannya sudah meninggal saat persalinan. Jadi, paman dan putrinya hanya bisa bergantung pada satu sama lain. Mereka bersikap sangat baik terhadap pemilik tubuh sebelumnya.Namun, pamannya menentang pernikahan pemilik tubuh sebelumnya dengan Wulan tiga tahun yang lalu.Bagaimanapun juga, ada rumor bahwa keluarga Linardi akan dilenyapkan. Pamannya khawatir pemilik tubuh sebelumnya akan terlibat masalah.Akan tetapi, pemilik tubuh sebelumnya malah tidak mendengar nasihat pamannya. Alhasil, hubungan mereka pun menjadi dingin.Saat menikah, pemilik tubuh sebelumnya bahkan tidak mengundang pamannya. Selama tiga tahun terakhir, dia juga tidak pernah mengunjungi pamannya.Saat tiba di depan toko besi yang tidak asing itu, Wira pun berjalan masuk.“Siapa?” Terdengar suara seseorang

  • Perjalanan Dimensi Waktu Sang Genius   Bab 11

    Lestari dan Suryadi buru-buru keluar. Mereka melihat Wira mengangkat panci itu, lalu menuangkan campuran cairan gula dan lumpur kuning ke dalam corong yang dilapisi jerami.“Ayah, lihat!” ujar Lestari dengan cemberut.Suryadi juga melihat situasinya dengan kaget.Larutan gula itu mengalir turun melalui corong dan mulai terpisah.Tidak lama kemudian, bagian atas mengkristal menjadi gula putih, bagian tengah membentuk gula cokelat dan bagian paling bawah adalah ampas gula mentah.“Gula cokelat dan gula putih!” seru Lestari dengan terkejut.Harga gula mentah paling murah, 100 gabak per setengah kilo, sedangkan harga gula cokelat 300 gabak per setengah kilo. Di pasar, belum ada yang menjual gula putih.Perbandingan warna lapisan gula itu adalah 50% gula putih, 30% gula cokelat dan 20% ampas gula mentah.Dengan perbandingan seperti itu, gula cokelat yang didapat sudah bisa menutupi modal gula mentah. Sementara penjualan gula putih sudah benar-benar murni keuntungan.Suryadi, Hasan, Danu dan

  • Perjalanan Dimensi Waktu Sang Genius   Bab 12

    Kusir mengeluarkan sebuah balok penumpu dan menyuruh Lestari turun terlebih dahulu. Kemudian, dia baru memapah Wira untuk turun dari kereta. Danu dan Sony mengeluarkan dua kotak cendana dari dalam kereta.Saat melihat keempat orang itu memasuki toko, pegawai toko pun menyambut mereka dengan ramah, “Tuan, apa yang bisa aku bantu?”Setelah melihat reaksi pegawai toko, Danu dan Sony langsung mengerti maksud Wira menyuruh mereka berganti pakaian.Tadi pagi saat mereka berempat mau membeli barang, mereka bahkan sudah diusir terlebih dahulu sebelum mengatakan apa-apa. Sekarang, setelah melihat pakaian mereka, pegawai toko malah langsung bersikap sangat ramah.Wira berkata dengan penuh percaya diri, “Aku datang untuk cari pemilik toko, suruh dia keluar!”“Namaku Hendra Sutedja. Siapa namamu? Untuk apa kamu kemari?”Hendra Sutedja, tuan ketiga keluarga Sutedja yang gemuk itu berjalan turun dari lantai dua. Dia mengamati Wira terlebih dahulu, lalu melirik Lestari, Danu dan Sony. Kemudian, seula

Latest chapter

  • Perjalanan Dimensi Waktu Sang Genius   Bab 3104

    Wira sendiri juga tidak menyangka Adjie adalah orang seperti ini, perasaannya terhadap Adjie menjadi lebih rumit.Mendengar perkataan itu, ekspresi Kunaf yang terikat erat langsung menjadi muram dan berteriak, "Tunggu sebentar. Aku akan beri tahu, orang yang dikirim untuk memimpin pasukan utara ini adalah asisten andalan Bimala, Zaki."Mendengar nama Zaki itu, Wira pun mengernyitkan alis karena dia benar-benar belum pernah mendengar nama itu sebelumnya.Melihat yang lainnya sangat kebingungan, Latif yang berdiri di samping langsung maju dan berkata, "Aku mengenal orang ini, dia ini tangan kanannya Bimala. Dulu dia pernah datang ke sini untuk menginspeksi kami, tapi orang ini penuh dengan gairah seksual. Soal kelemahan lainnya, aku belum pernah mendengarnya."Agha yang berdiri di samping langsung berteriak dengan keras, "Nggak perlu peduli siapa dia. Kalau dia berani datang ke sini, aku pasti akan membuatnya nggak bisa kembali."Mendengar perkataan Agha, semua orang tertawa terbahak-bah

  • Perjalanan Dimensi Waktu Sang Genius   Bab 3103

    Bukan hanya Adjie dan yang lainnya, bahkan Wira yang berdiri di depan Kunaf pun tertegun setelah mendengar perkataan itu. Dia benar-benar tidak menyangka Bimala malah mengerahkan pasukan besar hanya untuk menangkapnya, benar-benar menghargainya.Agha yang mudah emosi pun langsung menendang Kunaf dan memarahi, "Katakan dengan jelas, kali ini ada berapa banyak pasukan utara yang dikirim?"Kunaf meludah ke tanah, lalu tertawa dingin dan berkata, "Hehe. Semuanya ada 100 ribu pasukan untuk menjaga perbatasan. Begitu pasukan besar itu tiba, kalian semua nggak akan bisa kabur lagi. Kalau kalian melepasku sekarang ...."Namun, sebelum Kunaf selesai berbicara, Nafis langsung menendang tubuh Kunaf untuk memaksanya menahan kata-kata berikutnya. "Melepaskanmu? Kamu bermimpi. Sayangnya, kamu nggak akan bisa keluar dari sini hidup-hidup lagi."Tak disangka, ekspresi Kunaf malah tetap datar saat mendengar perkataan Nafis. Sebaliknya, dia malah tertawa dan berkata, "Hehe. Nggak masalah. Lagi pula, kal

  • Perjalanan Dimensi Waktu Sang Genius   Bab 3102

    Adjie menganggukkan kepalanya karena sangat setuju dengan pengaturan Agha. Jika terjadi sesuatu yang tak terduga pada saat seperti ini, semua usaha mereka sebelumnya akan sia-sia.Saat ini, di gerbang kota. Wira yang sedang memimpin sekelompok orang pun memandang ke langit di kejauhan, lalu memanggil Nafis dan bertanya dengan nada pelan, "Ada kabar dari para mata-mata?"Begitu menguasai kota, Wira langsung mengirim banyak mata-mata untuk menyambut 200 ribu pasukan dari Kerajaan Nuala.Nafis memberi hormat dan menjawab, "Belum ada kabar. Tapi, berdasarkan informasi sebelumnya dari para mata-mata, mereka harusnya sudah dekat."Wira menganggukkan kepala. Tidak boleh ada kesalahan sedikit pun pada saat seperti ini.Tepat pada saat itu, ada seorang prajurit yang berlari mendekat. Setelah melihat keduanya, dia langsung memberi hormat dan berkata, "Tuan, Kak Nafis, Kak Adjie dan yang lainnya sudah kembali. Mereka bahkan berhasil menangkap Kunaf."Mendengar laporan itu, Nafis merasa sangat sen

  • Perjalanan Dimensi Waktu Sang Genius   Bab 3101

    Mendengar Latif berkata demikian, Adjie merasa agak ragu karena saat ini situasinya sangat mendesak. Jika dia melepaskan mereka begitu saja, dia akan kesulitan.Menyadari Adjie sepertinya merasa agak kesulitan, Latif yang berdiri di depan pintu tersenyum dan berkata sambil memberi hormat, "Kalau Kak Adjie merasa agak kesulitan, kamu bisa menahan kami di halaman ini dulu. Selama nyawa kami nggak terancam, kami bisa menerima cara lainnya."Melihat Latif yang begitu pengertian, Adjie membalas hormat itu dengan tersenyum. Setelah ragu sejenak, dia berkata perlahan-lahan, "Melihat Jenderal Latif begitu sungkan, aku akan terus terang saja. Saat fajar nanti, 200 ribu pasukan dari Kerajaan Nuala akan langsung masuk ke kota.""Sekarang kami sudah menguasai gerbang kota dan kediaman wali kota juga. Begitu pasukan tiba mereka bisa langsung menerobos masuk tanpa hambatan."Kata-kata Adjie ini membuat Latif sangat bersemangat karena tidak ada satu pun dari mereka yang ingin menjadi seorang penjaga

  • Perjalanan Dimensi Waktu Sang Genius   Bab 3100

    Tanpa basa-basi, Agha langsung menampar kedua selir Kunaf. Mereka pun langsung diam, tak berani berteriak lagi.Namun, saat itu juga, Agha mencium bau pesing yang menyengat dan sontak mengumpat pelan, "Sialan!"Setelah beberapa saat, Kunaf sudah diikat erat. Adjie lalu menoleh ke arah Agha dan bertanya, "Apa kita perlu mengabari Tuan Wira? Sekarang situasi di dalam kota sudah terkendali, tinggal menunggu pasukan Kerajaan Nuala tiba."Mendengar nama Kerajaan Nuala, Kunaf yang tergeletak di lantai langsung mengeluarkan suara dari mulutnya yang disumpal dengan kain. Tubuhnya meronta-ronta.Adjie tidak berkata apa-apa dan hanya menendang tubuh Kunaf agar tetap diam. Setelah itu, dia duduk perlahan di kursi dan berkata dengan tenang, "Aku sudah mengutus orang untuk memberi tahu Wira. Tapi sebelum itu, ada sesuatu yang perlu kita lakukan.""Apa itu?""Dengan menggunakan perintah Kunaf, kita panggil semua kepala penjaga gerbang ke sini dengan alasan rapat mendadak. Begitu mereka masuk ke hala

  • Perjalanan Dimensi Waktu Sang Genius   Bab 3099

    Selama mereka bisa menguasai tembok kota, saat fajar tiba dan pasukan Kerajaan Nuala memasuki kota, mereka dapat bergerak menuju tiga gerbang lainnya melalui jalur yang menghubungkan tembok kota.Nafis memberi hormat, lalu segera memimpin 100 orang untuk naik. Begitu mereka mencapai tembok kota, mereka mendapati bahwa para prajurit musuh di sana ternyata tertidur dengan bersandar pada dinding.Wira yang baru saja naik ke tembok juga melihat pemandangan itu dan hanya bisa tersenyum getir. Setelah beberapa saat, dia memberi isyarat untuk tetap diam dan memberi isyarat tangan untuk membunuh mereka.Orang-orang di belakangnya langsung mengerti maksudnya. Dengan hati-hati, mereka berjalan berjongkok menuju para prajurit yang sedang tertidur.Para prajurit dari pasukan utara itu bahkan tidak menyadari bahwa tidur mereka kali ini akan membawa mereka ke akhir hayat.....Sementara itu, di kediaman Kunaf.Meskipun kota dalam keadaan siaga penuh, sebagai tempat kediaman penguasa tertinggi di kot

  • Perjalanan Dimensi Waktu Sang Genius   Bab 3098

    Setelah pasukan terbagi, Wira memimpin kelompoknya keluar dari hutan lebat.Karena Kunaf telah mengeluarkan perintah untuk menangkap Wira, gerbang kota berada dalam keadaan siaga penuh.Namun, karena Kunaf yakin bahwa Wira telah melarikan diri ke utara, dia lantas menarik kembali setengah dari pasukannya.Melihat jumlah patroli di gerbang kota berkurang, Nafis berbisik, "Tuan, kenapa jumlah prajurit tampak jauh lebih sedikit dibandingkan siang tadi? Jangan-jangan ini jebakan?"Wira tersenyum dan menyahut, "Nggak. Ini pasti karena Latif memberi tahu Kunaf kita kabur ke utara."Mendengar itu, yang lainnya tersenyum kecil. Jika Kunaf benar-benar mempercayai informasi itu,berarti dia benar-benar bodoh.Bagaimana mungkin mereka yang telah melarikan diri dari utara justru kembali ke arah sana? Itu sama saja mencari mati!"Nafis, kamu yang memimpin di depan. Sebarkan pasukan, jangan berkumpul di satu tempat. Habisi prajurit musuh yang menjaga gerbang, lalu kenakan seragam mereka. Lakukan den

  • Perjalanan Dimensi Waktu Sang Genius   Bab 3097

    Mendengar laporan itu, Kunaf langsung berseri-seri dan segera menyuruh para penari untuk pergi.Setelah aula menjadi kosong, Kunaf menatap Latif dengan penuh antusiasme. Dia bahkan lupa menyuruhnya berdiri.Kunaf sangat memahami perintah dari Bimala. Tidak peduli apa pun caranya, Wira harus ditangkap. Jika berhasil, Kunaf bisa meninggalkan tempat ini.Latif perlahan-lahan berdiri, lalu menangkupkan tangannya sambil berujar dengan tenang, "Lapor, Jenderal. Kami telah mencari di dalam hutan untuk waktu yang lama, tapi nggak menemukan jejak musuh. Aku menduga mereka sudah meninggalkan area ini.""Nggak ada jejak?" Ekspresi Kunaf yang tadinya bersemangat langsung berubah. Dia lantas terdiam beberapa saat sebelum mengerutkan kening dan bertanya, "Kalau begitu, apa ada informasi dari penjaga gerbang?"Latif bertugas di benteng utama, jadi pertanyaan itu masih berada dalam ranah tanggung jawabnya. Dia segera menjawab, "Saat kembali, aku sudah menanyakan kepada penjaga gerbang. Hingga saat ini

  • Perjalanan Dimensi Waktu Sang Genius   Bab 3096

    Mengingat semua hal besar yang telah dilakukan oleh Wira, Latif merasa sangat bersemangat. Ini adalah pertama kalinya dia bertemu langsung dengan Wira.Latif segera menangkupkan tangan dan berkata, "Aku sudah lama mengetahui nama besar Tuan Wira. Hari ini, aku akhirnya bisa bertemu langsung denganmu. Ini benar-benar suatu kehormatan bagiku. Aku Latif, mohon ampuni nyawaku."Wira terkekeh-kekeh dan membalas, "Haha. Dengan cara pencarian seperti ini, kamu nggak takut Kunaf mengetahuinya dan memenggal kepalamu?"Saat berbicara, Wira menunjuk ke arah para prajurit yang masih memegang obor di kejauhan. Kini, dia sudah bisa menebak maksud Latif. Rupanya, dia sedang berusaha membantu Wira sebagai tanda persahabatan.Latif hanya bisa tertawa canggung dan berkata dengan suara rendah, "Jujur saja, aku nggak terlalu menyukai Kunaf. Lagian, dia nggak ada di sini. Dia nggak akan tahu apa yang sebenarnya terjadi.""Hari ini, ketika aku melihat Tuan berada dalam situasi sulit, aku ingin membantu sebi

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status