Wira tersenyum dan menjawab, “Tapi aku tahu cara menggalinya.”Fabrian buru-buru mencegah, “Paman Wira, jangan bercanda! Menggali tambak garam bukanlah pekerjaan yang gampang.”“Tuan, mereka bertujuh menghabiskan waktu tiga tahun dan baru sanggup menggali sedalam 10 meter!” Dian juga membujuk, “Kita paling lama hanya bisa tinggal di sini selama empat hari. Nggak mungkin kita bisa menggali cukup dalam.”Danu, Doddy, dan yang lain merasa bingung, tetapi tidak meragukan Wira.Wira bertanya, “Gimana kalau aku bisa membuat mereka menggali lebih dari 10 meter dalam waktu tiga hari?”Dian menjawab dengan serius, “Kalau Tuan bisa melakukannya, aku akan mematuhi semua perintahmu kelak!”Wira berkata sambil mengedipkan matanya, “Pada saat itu, aku akan menyuruhmu menyetujui sebuah permintaan yang akan sangat menyulitkanmu!”Dian memikirkan apa maksud Wira, lalu menjadi agak tersipu. Dia menjawab, “Kalau Tuan benar-benar berhasil, aku akan menyetujui semua permintaanmu. Sebaliknya, kalau Tuan gag
“Dia cuma seorang anak bau kencur dari desa. Apa yang bisa dilakukannya untuk menyusahkan Keluarga Yumandi?” Sanur bertanya dengan meremehkan, “Memangnya ada pemilik tambak garam yang berani menjual garam untuknya?”“Nggak!” Johan menjawab dengan hati-hati, “Di hari pertama bocah itu sampai di Fica, dia hendak membeli garam dengan harga 2-3 kali lipat lebih tinggi dari harga pasaran. Di hari kedua, meskipun sudah pergi ke Dusun Lofita, dia masih menyuruh orang untuk membeli garam di desa dan menawarkan harga yang 3-4 kali lipat lebih tinggi. Di hari ketiga, dia menawarkan harga setinggi 6-7 kali lipat. Hari ini sudah hari keempat, dia menawarkan harga yang 10 kali lipat lebih tinggi!”“Bangsat!” Sanur menggebrak meja dan memaki dengan marah, “Apa sebenarnya yang mau dilakukan anak desa itu! Apa dia mau menggoyahkan fondasi Keluarga Yumandi? Bernyali sekali dia! Bagaimana reaksi para pemilik tambak garam dan pekerja mereka?”Jangankan sepuluh kali lipat, mereka bahkan sudah tergiur saat
Wandi dan Wahid memutar katrol untuk mengangkat kembali bor besi seberat 100 kilogram itu dengan mudah.Dung ... dung .... Suara penggalian tidak berhenti berbunyi selama tiga hari terakhir.Selain Wandi dan Wahid, Wisnu masih memiliki empat adik yang masih muda. Dua pemuda yang bernama Wadya dan Wafid turun ke tambak garam untuk mengumpulkan pecahan batu ke ember kayu. Di sisi lain, dua remaja yang bernama Waldo dan Walif mengangkut pergi pecahan batu tersebut.“Kita berhasil menggali 3 meter lebih dalam lagi!” Terdengar suara Walif yang bersemangat dari dalam tambak garam.Mendengar ucapan itu, enam saudaranya yang sudah kelelahan langsung terlihat gembira.Tiga hari yang lalu, Wisnu mengira Wira hanya iseng. Dia menyetujui permintaan Wira juga demi membalas budi Wira. Siapa sangka setelah mereka bergadang membuat alat yang digambar Wira, efisiensi dalam menggali tambak garam pun meningkat hingga lebih dari 100 kali lipat.Pada hari pertama, mereka berhasil menggali sedalam 16,5 met
“Akhirnya selesai juga!” Setelah mengajari anak-anak mandi, Wira pun memijat-mijat pinggangnya dan meregangkan tubuhnya.Para penduduk buru-buru mendekat dan membawa pergi anak-anak yang masih tidak bersedia meninggalkan Wira.Saat Wira melambaikan tangan kepada anak-anak itu, tiba-tiba ada sepasang tangan kecil yang memijat pundaknya. Lalu, terdengar suara Dian bertanya, “Tuan, capek nggak?”Pijatan Dian membuat tubuh Wira yang sakit terasa hangat. Wira pun menjadi tegang dan berkata, “Tadi memang agak capek, tapi pijatanmu sudah membuatku segar kembali!”“Kalau begitu, kupijat sebentar lagi ya.” Dian mengalihkan topik pembicaraan dengan berkata, “Alat penggali itu sangat berharga, kamu harus menyuruh Wisnu dan saudara-saudaranya untuk menjaga rahasia. Lebih baik kalian buat surat perjanjian saja. Selain diberikan kepada pemerintah, garam yang diproduksi mereka hanya boleh dijual kepada kita. Nggak ada yang bisa menandingi keefektifan surat perjanjian. Sebaiknya kita melakukan tindaka
Jika bukan karena mereka kekurangan, Wisnu bahkan bersedia memberikan garamnya secara gratis kepada Wira. Namun, harga pasar garam hanya 4-5 gabak per setengah kilogram. Sementara itu, mereka masih perlu membeli sejumlah besar kayu dan arang, juga harus menyerahkan 30% garam kepada pihak pemerintah dan membayar pajak.Sedikit uang yang tersisa dari penjualan garam hanya bisa memenuhi kebutuhan hidup yang paling mendasar. Bahkan menurunkan harga satu gabak saja sudah sangat berpengaruh. Dengan menurunkan dua gabak, mereka tidak akan cukup makan.Namun, tanpa bantuan Wira, Wisnu tidak mungkin bisa menolong putranya dan tambak garam mereka juga tidak mungkin bisa menghasilkan air garam. Dia harus membalas kebaikan Wira.Wira menggeleng dan berkata, “Wisnu, kamu salah paham. Aku bukan mau kamu mengurangi harga garamnya, melainkan merasa harganya terlalu murah. Menurut harga pasar, setengah kilogram garam harganya empat gabak. Dengan harga begitu, kalian juga hanya bisa memenuhi kebutuhan h
Jika seseorang menyinggung inspektur, jangankan waktu memasak garam yang akan dipersingkat, orang itu juga mungkin tidak diizinkan untuk memasak garam lagi. Dengan mengendalikan para pejabat kecil di gudang garam, Keluarga Yumandi baru bisa memonopoli produksi dan perdagangan garam.Begitu melihat Wira, tatapan Maudi langsung menjadi dingin. Dia berjalan ke hadapan Wisnu, lalu bertepuk tangan. Kedua pengawal pun berlari mendekat dengan membawa sebuah kotak kecil, lalu menaruhnya di atas lantai dan membukanya. Isi kotak itu adalah uang perak.Tujuh bersaudara Keluarga Lofita dan sekelompok penduduk dusun pun menatap uang perak itu dengan terkejut.“Wisnu, di sini ada satu juta gabak.” Maudi berkata dengan angkuh, “Tambak garammu sudah menghasilkan air asin lagi. Jadi, Keluarga Yumandi memutuskan untuk mendukungmu. Asalkan kamu menandatangani surat perjanjian dengan Keluarga Yumandi, kelak garam produksi dusun kalian akan dibeli Keluarga Yumandi. Uang ini juga akan jadi milikmu.”Sebena
Nada bicara dan tindakan Fabrian sudah membuat Linus murka. Dia pun memaki, “Be ... beraninya kamu memukulku!”Plak! Fabrian menamparnya lagi dan mendengus, “Asal kamu tahu, aku bukan hanya akan memukulmu. Kalau sudah kembali ke kota pusat pemerintahan nanti, aku juga akan menyuruh orang untuk menghukummu! Habis itu, aku juga akan menyelidiki seberapa banyak penduduk yang sudah kamu peras selama ini dan menjebloskanmu ke penjara!”Linus langsung berkeringat dingin dan bertanya, “Si ... siapa kamu sebenarnya?”“Aku Fabrian Gumilar, putra sulung Keluarga Gumilar!” jawab Fabrian.Setelah mendengar ucapan Fabrian, ekspresi Maudi langsung berubah drastis. Di sisi lain, para penduduk Dusun Lofita juga terkejut. Keluarga Gumilar merupakan keluarga bangsawan dan keluarganya Putro!Bruk! Linus langsung berlutut dan memohon, “Tuan Fabrian, maafkan aku yang nggak mengenalimu. Jangan ambil hati ya! Anggap saja aku nggak mengatakan apa-apa!”“Buat apa kamu memohon padaku? Yang kamu singgung itu Pa
Di dalam kereta kuda, Wira membuka matanya dan berkata, “Kalau kamu terus menatapku, aku akan minta bayaran lho!”“Ah! Tuan, a ... aku ....” Dian yang ketahuan mengintip Wira langsung merasa malu dan kewalahan.Wira pun berkata sambil tersenyum, “Aku cuma bercanda.”Wanita di era ini sangat mudah tersipu. Digoda sedikit saja sudah langsung panik.Dian berkata dengan malu, “Tuan, aku sudah kalah taruhan. Permintaan sulit apa yang kamu mau aku setujui?”Wira merasa agak malu dan berkata, “Umm .... Permintaan itu agak sulit diutarakan. Soalnya, memang agak keterlaluan dan bertentangan dengan moral. Jadi, aku nggak akan memaksamu untuk setuju meskipun kamu kalah taruhan.”Wajah Dian sudah semerah tomat. Dia menjawab, “Tu ... Tuan, boleh nggak kita tunggu sampai kembali ke kota? Di ... di sini kurang nyaman!”Wira mengatakan permintaan itu sulit diutarakan, keterlaluan, dan bertentangan dengan moral. Selain tidur bersama, ada hal lain apa lagi? Dian tidak menyangka ternyata Wira adalah oran