Di dalam kereta kuda, Wira membuka matanya dan berkata, “Kalau kamu terus menatapku, aku akan minta bayaran lho!”“Ah! Tuan, a ... aku ....” Dian yang ketahuan mengintip Wira langsung merasa malu dan kewalahan.Wira pun berkata sambil tersenyum, “Aku cuma bercanda.”Wanita di era ini sangat mudah tersipu. Digoda sedikit saja sudah langsung panik.Dian berkata dengan malu, “Tuan, aku sudah kalah taruhan. Permintaan sulit apa yang kamu mau aku setujui?”Wira merasa agak malu dan berkata, “Umm .... Permintaan itu agak sulit diutarakan. Soalnya, memang agak keterlaluan dan bertentangan dengan moral. Jadi, aku nggak akan memaksamu untuk setuju meskipun kamu kalah taruhan.”Wajah Dian sudah semerah tomat. Dia menjawab, “Tu ... Tuan, boleh nggak kita tunggu sampai kembali ke kota? Di ... di sini kurang nyaman!”Wira mengatakan permintaan itu sulit diutarakan, keterlaluan, dan bertentangan dengan moral. Selain tidur bersama, ada hal lain apa lagi? Dian tidak menyangka ternyata Wira adalah oran
“Hati-hati!” Wira menarik Dian ke tengah kereta kuda, lalu mengeluarkan sebuah busur silang dan mengadang di depannya dengan ekspresi serius.Dian pun ketakutan dan mematung di tempat.Di luar kereta kuda, sebelas orang bertopeng menerjang keluar. Mereka semua terlihat kekar dan kuat.“Jangan pedulikan kereta di depan, bunuh saja pria yang ada di kereta belakang itu!” teriak pemimpin bertopeng itu. Setelah itu, dia menunjuk ke arah Danu dan Doddy, lalu berkata pada pria paruh baya bertatapan dingin itu, “Kamu hanya perlu halangi mereka berdua!”Sebagai praktisi seni bela diri, dia langsung tahu bahwa Danu dan Doddy adalah ancaman terbesar. Sementara itu, kemampuan Gandi dan Ganjar seharusnya kurang lebih sama dengan bawahannya. Jadi, dia tidak takut pada mereka.Pria paruh baya bertatapan dingin itu berkata dengan lantang, “Kedua anak itu sepertinya sangat hebat. Aku seharusnya nggak bakal bisa menghalangi mereka tanpa mengerahkan kekuatan penuh. Kalau mereka terluka atau terbunuh, kam
“Jangan pakai busur silang dulu!” Wira yang berada dalam kereta kuda berkata dengan suara tajam, “Ini bukan perampokan, mereka datang untuk membunuh kita. Danu, apa kamu bisa menangkap pemimpin mereka hidup-hidup?”Jika menggunakan busur silang, mereka semua harus dibunuh dan kematian mereka harus disamarkan dengan luka tebasan pedang. Namun, apabila bisa menangkap pemimpin itu, mereka bisa mengetahui dalang di balik penyerangan ini.Danu turun dari kuda sambil memegang pedangnya, lalu menjawab, “Mereka semua menguasai keterampilan seni bela diri, juga nggak kalah hebat dari Gandi dan Ganjar. Tapi, aku akan mencobanya. Kalian lindungi Kak Wira dan Tuan Fabrian dengan baik!”Sekelompok orang pun berjaga di depan kereta kuda Wira dan Fabrian.“Anak itu sombong sekali! Beraninya dia melawan kita semua sendirian. Dia benar-benar sudah bosan hidup!” cibir pemimpin bertopeng itu. Kemudian, dia mengisyaratkan empat bawahannya untuk menyerang Danu dari segala sisi.Prang! Krek!Begitu Danu men
“Dulu, Kak Hasan pernah bilang dia punya dua putra. Putra sulungnya bertemperamen tenang, sedangkan putra bungsunya sangat pemberani. Kalau begitu, kamu pasti Danu dan kamu itu Doddy.” Andi berdiri, lalu berkata sambil menunjuk ke arah Danu dan Doddy. Kemudian, dia menunjuk ke arah Wira dan bertanya, “Siapa dia?”Wira mengamati pria paruh baya itu, lalu menjawab, “Aku kakak sepupu mereka. Kamu anggota Pasukan Zirah Hitam?”Pemilik tubuh sebelumnya pernah mendengar tentang Pasukan Zirah Hitam saat belajar di kota kabupaten. Mereka adalah pasukan militer Nuala yang terkuat. Setelah menghadapi Desa Tiga Harimau, Wira juga tahu bahwa Hasan dan Kadir adalah anggota Pasukan Zirah Hitam. Beberapa saat yang lalu, Putro juga pernah mengucapkan kata-kata mabuk tentang Pasukan Zirah Hitam yang sudah dibubarkan dan khawatir Wira akan menjadi Dirga kedua.Andi berkata dengan bangga, “Aku ini pengawal pribadi Panglima Dirga yang kesembilan.”Doddy bertanya, “Siapa itu Panglima Dirga?”Doddy sudah b
Doddy menggaruk kepalanya dan berkata sambil tersenyum menyesal, “Paman Andi, itu karena aku nggak tahu kamu itu siapa sebelumnya!”Andi berbalik dan menjawab dengan acuh tak acuh, “Ya sudahlah. Kasih tahu ayahmu, Panglima Muda berhasil diselamatkan dan belum mati. Dia juga tinggal di Kota Pusat Pemerintahan Jagabu. Kalau dia mau bertemu dengan Panglima Muda, suruh saja dia pergi ke kota bagian barat. Rumahnya itu rumah ketiga di bagian selatan Jalan Wubi.”Doddy bertanya dengan bingung, “Paman, siapa Panglima Muda itu?”Andi berlari ke arah hutan sambil menjawab, “Ayahmu tahu siapa dia!”Doddy bertanya lagi, “Paman, aku belum tahu nama lengkapmu!”“Andi Tanjaya!”Setelah sosok Andi hilang, ketiga orang itu kembali ke kereta kuda.Fabrian berkata dengan murung, “Paman Wira, apa yang harus kita lakukan selanjutnya? Kalau mau ambil jalur hukum, kita bisa mencari temanku di pengadilan daerah dan menghabisi si Johan. Tapi, kita nggak mungkin bisa sekalian menyeret Keluarga Yumandi. Kalau l
Johan berkata sambil tersenyum, “Ini semua berkat bantuan Tuan Sanur!”Kedua orang itu pun tertawa sombong.“Tuan Sanur, gawat!” Seorang pengawal berlari masuk dengan terburu-buru dan melapor, “Kepala petugas patroli sedang membawa sekelompok orang untuk datang menangkap Pak Johan atas percobaan pembunuhan. Dari 12 pembunuh bayaran, 8 orang sudah mati, 1 orang tertangkap, dan 1 lagi berhasil melarikan diri. Yang tertangkap itu pemimpinnya. Dia sudah mengaku siapa dalangnya sehingga pengadilan punya bukti dan saksi.”“Mereka mau menangkap Pak Johan untuk diadili, juga meminta Tuan Sanur untuk ikut pergi ke pengadilan agar bisa diinterogasi. Mereka bilang Tuan Sanur mungkin juga adalah dalangnya.”Prang! Tubuh Sanur yang gemuk pun gemetar hebat. Cangkir teh yang digenggamnya jatuh ke lantai dan hancur berkeping-keping.Bruk! Johan terjatuh ke lantai dengan wajah pucat dan bergumam, “Nggak mungkin! Mana mungkin? Aku sudah menyelidiki mereka dengan teliti. Dari 11 orang yang dibawa bocah i
Sanur berteriak, “Ada masalah apa lagi?”Ada masalah apa lagi yang lebih besar daripada percobaan pembunuhan yang gagal dan pemberontakan penduduk Desa Fica?Pengawal itu berbisik, “Ada pengumuman yang sudah tersebar di seluruh kota. Isinya, Keluarga Yumandi membeli kupon garam dan kutipan garam dengan harga masing-masing 5 gabak, juga garam dengan harga 4 gabak. Totalnya hanya 14 gabak, tapi kita malah menjualnya dengan harga 35 gabak dan mengambil keuntungan 21 gabak per setengah kilogram!”“Siapa yang menempel pengumuman itu? Ini pasti ulah si Wira!” Sanur bertanya dengan marah, “Memangnya kenapa kalau Keluarga Yumandi mengambil keuntungan 21 gabak per setengah kilogram? Dia kira dengan memprovokasi rakyat, dia bisa menggoyahkan kedudukan Keluarga Yumandi?”Selain membeli garam, kutipan garam, dan kupon garam, Keluarga Yumandi masih perlu menyogok pejabat dan distributor juga perlu mendapatkan keuntungan. Dari 21 gabak itu, Keluarga Yumandi hanya mendapatkan keuntungan bersih 10 gab
Pengemis di kota ini tak terhitung jumlahnya. Begitu mendengar bisa menagih utang leluhur mereka dari Keluarga Yumandi, semua orang pun ingin mencobanya.Saat ini, Sanur sangat menyesal karena sudah membantu Keluarga Silali untuk mempersulit Wira.“Tuan Sanur!” Pengawal itu langsung berteriak dengan panik, “Pelayan, Tuan Sanur memuntahkan darah gara-gara terlalu emosi. Cepat suruh dokter kemari!”Sebelum orang dari Keluarga Yumandi sempat keluar rumah, sekelompok pengemis sudah memblokir gerbang Kediaman Yumandi.“Di rumahku ada 20 orang, utang Keluarga Yumandi selama 100 tahun seharusnya 200 ribu gabak. Tapi, kalian nggak usah bayar sebanyak itu. Asal kalian membayarku 20 ribu gabak, aku akan pergi!”“Keluarga leluhurku 30 orang .... Berikan saja aku 30 ribu gabak!”“Keluarga Yumandi, kasih aku 10 ribu gabak! Kalau nggak, aku nggak akan pergi!”...Di Kediaman Gumilar.“Bajingan! Aku menyuruhmu mendukung Wahyudi, bukan membantunya mencari penulis untuk menuliskan pengumuman ini dan me