Share

Pergerakan Penyihir Hitam
Pergerakan Penyihir Hitam
Penulis: Choisef

0. Prolog

Hujan yang sangat deras pun tidak dapat menyamarkan suara teriakan wanita dari luar. Anzelion mendengarnya walau hanya sekilas. Tangannya meraba ke sebelahnya, mencari keberadaan sang istri. Ternyata wanita itu tidak ada di sana.

Anzelion memaksakan diri untuk bangun. Ia bergegas keluar dari kamar. Ia harus memastikan keberadaan istrinya baru bisa merasa tenang. Anzelion masih mengumpulkan kesadarannya yang belum sepenuhnya ia miliki saat ini.

Mata Anzelion melihat ke arah pintu rumah yang terbuka lebar. Kantuknya seketika menghilang. Ia merasa ini sangat janggal, apalagi masih jam dua malam. Tidak mungkin Xyora ke luar. Ia mencarinya hingga ke tiap sudut ruangan sekaligus waspada akan kemungkinan pencuri yang masuk.

"Xyora!!" panggil Anzelion sekeras mungkin, berharap ada jawaban. Ia harus segera menemukan Xyora, lebih tepatnya sekarang juga. Pintu kamar anaknya ia buka dengan cepat dan menimbulkan bunyi yang cukup keras. Tapi Anzelion sudah tidak peduli apapun lagi selain menemukan keberadaan Xyora. Ia melanjutkan pencarian di tempat lain karena tidak menemukan istrinya itu. Anzelion mendatangi ruangan paling ujung dari rumahnya yang hanya satu lantai, yaitu dapur.

"XYORA!!!" teriak Anzelion, napasnya tercekat. Bukannya pencuri yang ia temukan, tetapi ia malah melihat Xyora tergeletak bersimbah darah di ruangan itu. Tubuh Anzelion mendadak kaku, jantungnya berhenti berdetak sepersekian detik. Ia terkejut bukan main menemukan Xyora dengan beberapa luka tusukan yang cukup dalam. Darahnya tanpa henti mengalir keluar membuat Anzelion bertambah panik campur khawatir. Pikirannya kacau.

"Xyora apakah kamu bisa mendengarku?" ucap Anzelion sambil mendekatinya, ia berusaha memastikan apakah Xyora masih memiliki kesadaran atau sebaliknya. Tidak adanya respon dari xyora membuat Anzelion tambah kelimpungan.

Anzelion mencoba berpikir jernih walau tidak bisa. Ia memeriksa denyut nadi dan napas Xyora dengan sisa kewarasannya. Syukurlah masih ada tanda-tanda kehidupan di sana. Walaupun sudah tidak beraturan.

Pria itu segera berlari ke arah telepon rumah. Ia harus menelpon seseorang untuk meminta tolong menjaga anaknya. Hanya satu nama yang terbesit di pikirannya. Elle -orang terdekat dari rumahnya yang dapat ia percayai menjaga ketiga anaknya.

Telepon berdering dua kali sebelum diangkat. Namun itu terasa sangat lama bagi Anzelion yang tengah dikejar waktu.   "Elle, datanglah ke rumahku untuk menjaga anak-anakku. Xyora ditusuk dan aku harus mengantarnya ke rumah sakit," jelas Anzelion singkat tapi padat pada Elle.

Elle terdiam masih mencerna kalimat Anzelion, "Apa?!" Elle meminta Anzelion menjelaskan kembali. Sepertinya ia salah dengar.

"Jagalah anak-anakku, Xyora sedang sekarat!!" tegas Anzelion, kesal. Kalimat yang sudah ia rangkai agar singkat, padat, dan dapat mudah dimengerti itu apakah sebegitu sulitnya dicerna?

"Apa?? Xyora sekarat?!!" Elle sangat kaget. Apa yang ia dengar sebelumnya ternyata betulan karena ia sedang mengantuk hingga salah tangkap saja. "Aku ke sana sekarang,"

Mendengar Elle mengiyakan permintaannya, Anzelion meletakkan telepon secara asal. Telepon itu masih tersambung, Elle dapat mendengar suara benturan gagangnya yang terbentur dengan benda keras di sekitarnya.

Saat Anzelion kembali ke dapur, kedua anaknya -Skiones dan Fiento sudah berada di sisi Xyora. Menatapnya dengan kepiluan. Keduanya membatu tanpa berani untuk sangat mendekat di kondisi bundanya yang seperti itu. Anzelion sangat menyesal karena anaknya melihat Xyora dengan penuh darah. Seharusnya ia bisa mencegah hal ini.

"Ayah, bunda kenapa?" lirih Skiones setelah mengumpulkan segenap keberanian untuk bertanya.

"Ion tau kan bukan saatnya bertanya begitu," ujar Anzelion. Ia tidak tau harus menjawab apa untuk pertanyaan anak sulungnya itu.

"Jagalah adikmu sampai Elle datang." pinta Anzelion sambil menatap lurus ke arah Skiones penuh kepercayaan.

Skiones mengangguk kemudian berlari ke arah kamar Aeliora -adiknya yang berusia tiga tahun. Sedangkan Fiento masih terdiam di sana, menatap wajah sang bunda yang matanya terpejam dengan tatapan yang sulit diartikan. Ia ditarik paksa oleh Skiones yang kembali untuk menjemput adiknya yang enggan meninggalkan bunda mereka.

Anzelion segera menggendong tubuh Xyora yang mendingin. Ia menggunakan teleportasi -kemampuan untuk berpindah tempat, untuk sampai secepatnya di rumah sakit. Baju Anzelion dibasahi oleh darah Xyora yang keluar tanpa penghalang bagaikan air terjun.

Para dokter berlarian menghampiri ruang operasi setelah mendapat panggilan terdapat pasien yang datang dengan luka tusuk yang serius. Dokter maupun dokter magis memadati kamar operasi. Ketegangan di sana bertambah ketika tubuh Xyora terasa begitu dingin dan detak jantungnya melambat. Xyora mendapat beberapa kantong transfusi darah untuk menggantikan darahnya yang berceceran banyak.

Anzelion di luar ruangan menunggu dengan cemas. Ia tau kondisi Xyora sangat parah. Tapi ia juga yakin kalau Xyora dapat sembuh dan dapat bersama dirinya lagi nanti. Anzelion merenung. Saat ini dia sangat tidak berdaya. Penyesalan terbesarnya adalah mengapa Xyora bisa dilukai padahal ia berada disekitarnya. Rumahnya juga sudah ia pasangi sihir pelindung, apakah kurang kuat? atau orang yang melukai Xyora sangat kuat?

Anzelion jadi bertanya-tanya apa tujuan dari orang tersebut? Kenapa bukan dirinya saja yang terluka?

Beruntung, Anzelion membawa Xyora tepat waktu. Terlambat sedikit saja, entahlah hanya tuhan yang tau apa yang akan terjadi. Para dokter berhamburan ke luar ruangan operasi. Mereka semua terlihat lelah. Operasi rumit di pagi buta sangat menguras energi.

Salah satu dokter muda dengan pakaian yang sedikit berbeda dari dokter kebanyakan, atau lebih tepatnya dokter magis itu mendatangi Anzelion secara khusus. "Permisi apakah anda suami Bu Xyora?" tanyanya.

"Iya betul, bagaimana dengan istri saya dok?" tanya Anzelion.

"Bu Xyora sudah melewati masa  kritisnya." mendengar jawaban si dokter magis itu, Anzelion bersyukur. Bebannya terasa terangkat seketika.

Dokter itu seperti berpikir lama dan memutuskan menanyakan hal yang mengganjal di benaknya, "Apakah istri anda itu seorang penyihir atau keturunan penyihir?" tanya dokter magis berambut hazel itu.

Meskipun Anzelion merasa aneh dengan pertanyaannya, ia tetap berpikir keras mengenai apakah Xyora itu memiliki keturunan penyihir atau bukan. Namun seingat Anzelion orang tua Xyora tidak berdarah penyihir sama sekali, untuk pertanyaan yang satunya lagi, bukannya sudah jelas bahwa Xyora tidak memiliki mana -aliran energi untuk mengaktifkan sihir. Bukannya dia sendiri dapat merasakannya?

"Tidak keduanya," jawab Anzelion penuh keyakinan.

*****

Di rumah Anzelion Elle tiba di menit ke sembilan setelah Anzelion menelpon. Entah seberapa cepat ia telah mengendarai mobil sihir itu. Elle memasuki rumah dengan payung. Hujan masih belum reda

Elle masuk ke rumah kemudian mencari keberadaan keponakannya. Ia tidak bersuara karena takut membangunkan mereka yang masih tertidur. Satu per satu Elle telusuri rumah yang hanya memiliki satu lantai tapi teramat luas.

Suara langkah kaki yang kian mendekat membuat Skiones dan Fiento ketakutan setengah mati. Imajinasi buruk mereka berkerja. Bagaimana kalau itu penjahat?

Fiento melihat ke tiap inci isi kamar Aeliora. Mencari benda keras yang dapat ia gunakan untuk melawan, kalau imajinasinya benar-benar terjadi.

Gagang pintu yang ditarik turun, mencoba dibuka membuat mereka tambah takut. Tapi Skiones dan Fiento mencoba untuk tidak bersuara sedikitpun.

"Ion, Fien, kalian ada di dalam?" ucap Elle membuat kepanikan mereka mereda. Mereka sangat bersyukur kalau imajinasinya tidak menjadi kenyataan. "Iya tante kami ada di sini," ujar Skiones setelah menatap Fiento yang tidak beranjak dari dekat Aeliora.

Skiones membuka kunci pintu lalu mempersilahkan Elle masuk ke dalam. Kekhawatiran Elle terhadap mereka menghilang, keponakannya tampak baik-baik saja.

Elle langsung membawa Aeliora ke dalam pelukannya. Anak itu masih pulas terlelap. "Ion dan Fien ikuti tante ya," pinta Elle, mereka menurut saja.

Elle meletakkan Aeliora di bangku belakang dengan dipayungi oleh Skiones, walaupun ia tetap basah, setidaknya Aeliora tidak terkena air sama sekali. Fiento duduk di samping Aleiora, dan Skiones di depan, di sebelah bangku pengemudi.

Mata Skiones sekarang berkaca-kaca. Tadi ia mencoba untuk kuat karena harus menjaga kedua adiknya. Namun ketika sudah berada di sebelah Elle, ia merasa sudah ada orang yang bisa menjaganya, air matanya akhirnya jatuh juga.

Elle mengerti dengan cepat, mereka pasti sudah melihat kondisi Xyora yang berantakan. Ia seharusnya sudah langsung menyadari kalau keduanya telah melihat bunda mereka, sewajarnya anak kecil tidak akan terbangun di jam sekarang.

Elle memeluk Skiones, ia tambah menangis kencang. Pelukan hangat dari Elle sangat berarti untuk jiwanya yang tengah terluka. Skiones menggambarkan kesedihan lewat air matanya. Berbanding terbalik dengan Fiento yang terdiam dengan tatapan kosong. Tangannya menepuk-nepus Aeliora yang kepalanya berada di pahanya.

Perasaan sangat menusuk Elle rasakan. Fiento dan Skiones memiliki perbedaan dalam menunjukkan kesedihannya. Tapi Elle tau mereka sedih. Sangat sedih. "Andaikan aku juga bisa menghapus ingatan buruk kalian," batinnya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status