Hujan yang sangat deras pun tidak dapat menyamarkan suara teriakan wanita dari luar. Anzelion mendengarnya walau hanya sekilas. Tangannya meraba ke sebelahnya, mencari keberadaan sang istri. Ternyata wanita itu tidak ada di sana.
Anzelion memaksakan diri untuk bangun. Ia bergegas keluar dari kamar. Ia harus memastikan keberadaan istrinya baru bisa merasa tenang. Anzelion masih mengumpulkan kesadarannya yang belum sepenuhnya ia miliki saat ini. Mata Anzelion melihat ke arah pintu rumah yang terbuka lebar. Kantuknya seketika menghilang. Ia merasa ini sangat janggal, apalagi masih jam dua malam. Tidak mungkin Xyora ke luar. Ia mencarinya hingga ke tiap sudut ruangan sekaligus waspada akan kemungkinan pencuri yang masuk. "Xyora!!" panggil Anzelion sekeras mungkin, berharap ada jawaban. Ia harus segera menemukan Xyora, lebih tepatnya sekarang juga. Pintu kamar anaknya ia buka dengan cepat dan menimbulkan bunyi yang cukup keras. Tapi Anzelion sudah tidak peduli apapun lagi selain menemukan keberadaan Xyora. Ia melanjutkan pencarian di tempat lain karena tidak menemukan istrinya itu. Anzelion mendatangi ruangan paling ujung dari rumahnya yang hanya satu lantai, yaitu dapur. "XYORA!!!" teriak Anzelion, napasnya tercekat. Bukannya pencuri yang ia temukan, tetapi ia malah melihat Xyora tergeletak bersimbah darah di ruangan itu. Tubuh Anzelion mendadak kaku, jantungnya berhenti berdetak sepersekian detik. Ia terkejut bukan main menemukan Xyora dengan beberapa luka tusukan yang cukup dalam. Darahnya tanpa henti mengalir keluar membuat Anzelion bertambah panik campur khawatir. Pikirannya kacau. "Xyora apakah kamu bisa mendengarku?" ucap Anzelion sambil mendekatinya, ia berusaha memastikan apakah Xyora masih memiliki kesadaran atau sebaliknya. Tidak adanya respon dari xyora membuat Anzelion tambah kelimpungan. Anzelion mencoba berpikir jernih walau tidak bisa. Ia memeriksa denyut nadi dan napas Xyora dengan sisa kewarasannya. Syukurlah masih ada tanda-tanda kehidupan di sana. Walaupun sudah tidak beraturan. Pria itu segera berlari ke arah telepon rumah. Ia harus menelpon seseorang untuk meminta tolong menjaga anaknya. Hanya satu nama yang terbesit di pikirannya. Elle -orang terdekat dari rumahnya yang dapat ia percayai menjaga ketiga anaknya. Telepon berdering dua kali sebelum diangkat. Namun itu terasa sangat lama bagi Anzelion yang tengah dikejar waktu. "Elle, datanglah ke rumahku untuk menjaga anak-anakku. Xyora ditusuk dan aku harus mengantarnya ke rumah sakit," jelas Anzelion singkat tapi padat pada Elle. Elle terdiam masih mencerna kalimat Anzelion, "Apa?!" Elle meminta Anzelion menjelaskan kembali. Sepertinya ia salah dengar. "Jagalah anak-anakku, Xyora sedang sekarat!!" tegas Anzelion, kesal. Kalimat yang sudah ia rangkai agar singkat, padat, dan dapat mudah dimengerti itu apakah sebegitu sulitnya dicerna? "Apa?? Xyora sekarat?!!" Elle sangat kaget. Apa yang ia dengar sebelumnya ternyata betulan karena ia sedang mengantuk hingga salah tangkap saja. "Aku ke sana sekarang," Mendengar Elle mengiyakan permintaannya, Anzelion meletakkan telepon secara asal. Telepon itu masih tersambung, Elle dapat mendengar suara benturan gagangnya yang terbentur dengan benda keras di sekitarnya. Saat Anzelion kembali ke dapur, kedua anaknya -Skiones dan Fiento sudah berada di sisi Xyora. Menatapnya dengan kepiluan. Keduanya membatu tanpa berani untuk sangat mendekat di kondisi bundanya yang seperti itu. Anzelion sangat menyesal karena anaknya melihat Xyora dengan penuh darah. Seharusnya ia bisa mencegah hal ini. "Ayah, bunda kenapa?" lirih Skiones setelah mengumpulkan segenap keberanian untuk bertanya. "Ion tau kan bukan saatnya bertanya begitu," ujar Anzelion. Ia tidak tau harus menjawab apa untuk pertanyaan anak sulungnya itu. "Jagalah adikmu sampai Elle datang." pinta Anzelion sambil menatap lurus ke arah Skiones penuh kepercayaan. Skiones mengangguk kemudian berlari ke arah kamar Aeliora -adiknya yang berusia tiga tahun. Sedangkan Fiento masih terdiam di sana, menatap wajah sang bunda yang matanya terpejam dengan tatapan yang sulit diartikan. Ia ditarik paksa oleh Skiones yang kembali untuk menjemput adiknya yang enggan meninggalkan bunda mereka. Anzelion segera menggendong tubuh Xyora yang mendingin. Ia menggunakan teleportasi -kemampuan untuk berpindah tempat, untuk sampai secepatnya di rumah sakit. Baju Anzelion dibasahi oleh darah Xyora yang keluar tanpa penghalang bagaikan air terjun. Para dokter berlarian menghampiri ruang operasi setelah mendapat panggilan terdapat pasien yang datang dengan luka tusuk yang serius. Dokter maupun dokter magis memadati kamar operasi. Ketegangan di sana bertambah ketika tubuh Xyora terasa begitu dingin dan detak jantungnya melambat. Xyora mendapat beberapa kantong transfusi darah untuk menggantikan darahnya yang berceceran banyak. Anzelion di luar ruangan menunggu dengan cemas. Ia tau kondisi Xyora sangat parah. Tapi ia juga yakin kalau Xyora dapat sembuh dan dapat bersama dirinya lagi nanti. Anzelion merenung. Saat ini dia sangat tidak berdaya. Penyesalan terbesarnya adalah mengapa Xyora bisa dilukai padahal ia berada disekitarnya. Rumahnya juga sudah ia pasangi sihir pelindung, apakah kurang kuat? atau orang yang melukai Xyora sangat kuat? Anzelion jadi bertanya-tanya apa tujuan dari orang tersebut? Kenapa bukan dirinya saja yang terluka? Beruntung, Anzelion membawa Xyora tepat waktu. Terlambat sedikit saja, entahlah hanya tuhan yang tau apa yang akan terjadi. Para dokter berhamburan ke luar ruangan operasi. Mereka semua terlihat lelah. Operasi rumit di pagi buta sangat menguras energi. Salah satu dokter muda dengan pakaian yang sedikit berbeda dari dokter kebanyakan, atau lebih tepatnya dokter magis itu mendatangi Anzelion secara khusus. "Permisi apakah anda suami Bu Xyora?" tanyanya. "Iya betul, bagaimana dengan istri saya dok?" tanya Anzelion. "Bu Xyora sudah melewati masa kritisnya." mendengar jawaban si dokter magis itu, Anzelion bersyukur. Bebannya terasa terangkat seketika. Dokter itu seperti berpikir lama dan memutuskan menanyakan hal yang mengganjal di benaknya, "Apakah istri anda itu seorang penyihir atau keturunan penyihir?" tanya dokter magis berambut hazel itu. Meskipun Anzelion merasa aneh dengan pertanyaannya, ia tetap berpikir keras mengenai apakah Xyora itu memiliki keturunan penyihir atau bukan. Namun seingat Anzelion orang tua Xyora tidak berdarah penyihir sama sekali, untuk pertanyaan yang satunya lagi, bukannya sudah jelas bahwa Xyora tidak memiliki mana -aliran energi untuk mengaktifkan sihir. Bukannya dia sendiri dapat merasakannya? "Tidak keduanya," jawab Anzelion penuh keyakinan. ***** Di rumah Anzelion Elle tiba di menit ke sembilan setelah Anzelion menelpon. Entah seberapa cepat ia telah mengendarai mobil sihir itu. Elle memasuki rumah dengan payung. Hujan masih belum reda Elle masuk ke rumah kemudian mencari keberadaan keponakannya. Ia tidak bersuara karena takut membangunkan mereka yang masih tertidur. Satu per satu Elle telusuri rumah yang hanya memiliki satu lantai tapi teramat luas. Suara langkah kaki yang kian mendekat membuat Skiones dan Fiento ketakutan setengah mati. Imajinasi buruk mereka berkerja. Bagaimana kalau itu penjahat? Fiento melihat ke tiap inci isi kamar Aeliora. Mencari benda keras yang dapat ia gunakan untuk melawan, kalau imajinasinya benar-benar terjadi. Gagang pintu yang ditarik turun, mencoba dibuka membuat mereka tambah takut. Tapi Skiones dan Fiento mencoba untuk tidak bersuara sedikitpun. "Ion, Fien, kalian ada di dalam?" ucap Elle membuat kepanikan mereka mereda. Mereka sangat bersyukur kalau imajinasinya tidak menjadi kenyataan. "Iya tante kami ada di sini," ujar Skiones setelah menatap Fiento yang tidak beranjak dari dekat Aeliora. Skiones membuka kunci pintu lalu mempersilahkan Elle masuk ke dalam. Kekhawatiran Elle terhadap mereka menghilang, keponakannya tampak baik-baik saja. Elle langsung membawa Aeliora ke dalam pelukannya. Anak itu masih pulas terlelap. "Ion dan Fien ikuti tante ya," pinta Elle, mereka menurut saja. Elle meletakkan Aeliora di bangku belakang dengan dipayungi oleh Skiones, walaupun ia tetap basah, setidaknya Aeliora tidak terkena air sama sekali. Fiento duduk di samping Aleiora, dan Skiones di depan, di sebelah bangku pengemudi. Mata Skiones sekarang berkaca-kaca. Tadi ia mencoba untuk kuat karena harus menjaga kedua adiknya. Namun ketika sudah berada di sebelah Elle, ia merasa sudah ada orang yang bisa menjaganya, air matanya akhirnya jatuh juga. Elle mengerti dengan cepat, mereka pasti sudah melihat kondisi Xyora yang berantakan. Ia seharusnya sudah langsung menyadari kalau keduanya telah melihat bunda mereka, sewajarnya anak kecil tidak akan terbangun di jam sekarang. Elle memeluk Skiones, ia tambah menangis kencang. Pelukan hangat dari Elle sangat berarti untuk jiwanya yang tengah terluka. Skiones menggambarkan kesedihan lewat air matanya. Berbanding terbalik dengan Fiento yang terdiam dengan tatapan kosong. Tangannya menepuk-nepus Aeliora yang kepalanya berada di pahanya. Perasaan sangat menusuk Elle rasakan. Fiento dan Skiones memiliki perbedaan dalam menunjukkan kesedihannya. Tapi Elle tau mereka sedih. Sangat sedih. "Andaikan aku juga bisa menghapus ingatan buruk kalian," batinnya.Divisi Penegakkan Hukum atau lebih dikenal dengan polisinya Organisasi Pas Compris merupakan divisi yang memiliki tiga unit bagian, diantaranya: Badan Reverse Kriminal, Badan Pemeliharaan Keamanan, serta Badan Operasi Khusus. Ketiganya dibuat dengan tujuan untuk melindungi masyarakat. Mereka diberikan alat-alat sihir sebagai senjata untuk melawan sesuatu yang berertentangan dengan hukum. Anzelion merupakan salah satu ketua tim dari Badan Reverse Kriminal yang diketuai oleh Luxius. Menjelang pagi, Luxius mendapatkan telepon dari Elle -sekretaris yang menjabat di Organisasi Pas Compris. Ia meminta untuk mengantarkan beberapa orang untuk datang ke rumah Anzelion karena di sana terdapat sebuah kejadian buruk yang semakin cepat ditangani, makin baik. Sesuai permintaan Elle, Luxius menelpon Eron -ketua tim Badan Operasi Khusus dan juga menghubungi polisi yang sedang shift malam untuk bersiap untuk menangani kasus. Keduanya beranjak pergi menuju rumah Anzelion, berupaya menyelidiki dan me
Anzelion melihat ketiga anaknya berkeliaran di rumah sakit karena nenek mereka -Dirly tidak ingin meninggalkan Xyora kecuali di malam hari. Mereka akan tidur di hotel dekat rumah sakit ketika malam dan memaksa masuk di pagi hari, ingin terus berada di sebelah Xyora. Begitulah katanya. Ayah mana yang hatinya tidak tercabik ketika melihat perubahan yang banyak terjadi pada anaknya. Anzelion sedang melihat hal tersebut. Skiones yang keceriaannya berkurang dan selalu memaksakan senyuman ketika berada di dekatnya, seperti memberikan dorongan untuk terus kuat dan tabah. Terlalu menyakitkan untuknya. Semestinya ia yang menguatkan anaknya kan? Berbeda dengan Fiento, anak itu tidak bicara sama sekali jika menurutnya tidak terlalu penting. Memang dia pendiam, tapi sekarang bertambah parah. Fiento juga menghabiskan banyak waktu untuk berada di sebelah Xyora. Memandanginya dan mengamati alat yang terpasang pada tubuh Xyora beserta bunyinya. Fiento seperti sudah menghafal iramanya, tiap kali ada
Anzelion memutuskan untuk segera kembali setelah memastikan tidak ada korban yang terluka. Ia harus melaporkan kejadian hari ini pada Luxius, beserta kemungkinan mereka akan datang lagi karena tujuannya belum tercapai. "Pak, saya tidak ingin membuat laporan. Tolong dengarkan saya baik-baik," ujar Anzelion dihadapan Luxius. Ia ingin cepat pulang. Luxius hanya meliriknya sebentar dan melanjutkan tugasnya kembali. Anzelion menyimpulkan Luxius menyetujui ucapannya, "Mereka melarikan diri... muncul kabut hitam lalu mereka berteleportasi," ia terdiam sejenak,. "Mata para pemungut pajak itu juga terlihat kosong." Kini Luxius mulai tertarik mendengarkan ucapan Anzelion dengan serius, ia menyingkirkan kertas yang sedang ia baca. "Lanjutkan laporanmu." kata Luxius tegas. Anzelion mengingat-ngingat, kejadian penting hari ini hanyalah itu, memang apa lagi yang harus ia laporkan? "Sepertinya mereka akan mencoba di tempat lain karena hari ini tidak berhasil." Anzelion berkata demikian. Ia bingun
Anzelion berlarian di koridor rumah sakit. Walaupun sihirnya cukup tinggi, ia tidak bisa berteleportasi langsung ke ruangan istrinya karena sihir perlindungan yang terdapat di sana. Setelah mendengar Xyora yang diculik, Anzelion merasa sedang dibohongi atau semacamnya. Tapi raut wajah Luxius yang sangat serius membuat Anzelion setengah yakin. Setengahnya lagi akan dibuktikan ketika ia melihat kamar rawat Xyora. Langkahnya terhenti di depan pintu yang telah terbuka lebar. Anzelion bisa melihat Meimi -ketua Divisi Pemantauan dan Kontrol sekaligus penyihir terkuat di organisasi berdiri di sana, mengamati sisa mana gelap yang tertinggal. Anzelion melihat tempat tidur Xyora yang kosong hanya bisa terdiam menyalahkan diri sendiri. Ia seharusnya menyebarkan berita mengenai tanda-tanda penyihir jahat saat mengerjakan kasus di siang itu, walau masih kemungkinan saja. Ia sangat menyesal. Meimi yang bertubuh mungil melewati Anzelion yang mematung untuk membangunkan anak dan ibu mertua Anzelion
Anzelion melirik sinis pada Meimi yang tak berhenti menggerutu saat berjalan ke arah ruangan Kenzo. Padahal seharusnya yang marah adalah dirinya, bukan wanita pendek itu. Ia bahkan tidak diberi waktu untuk mandi ataupun sekedar cuci muka. "Hentikan lirikanmu itu! aku hanya membantumu ke sini untuk bertemu Kenzo," kata Meimi sambil menyilangkan tangannya di dada seraya melangkah dengan angkuh. "Terima kasih Meimi." jawab Anzelion singkat dengan nada yang dibuat-buat, ia terlalu malas untuk berdebat. Di depan pintu ruangan Kenzo, Anzelion menarik napas dalam. Ia harus menyingkirkan perasaannya sebelum bertemu dengan Kenzo. Biasanya Anzelion akan tegang ketika menemui ketua divisi itu, tapi kali ini ia merasa biasa saja. Apalagi Meimi terlihat ingin ikut dalam percakapan dengan Kenzo membuat perasaan gugupnya menghilang. Anzelion sedang bersiap untuk mengetuk pintu, ia terhenti ketika Meimi melenggang masuk tanpa dosa mendahuluinya. "Kenzo aku datang!!" ujar Meimi dengan ceria, "Aku
Anzelion merasa tidak enak badan dan sakit kepala setelah terpapar sihir gelap. Tubuhnya bagaikan bertarung melawan aura negatif yang menempel, menimbulkan efek yang cukup menyakitkan. Ia kembali ke gedung organisasi untuk menanyakan langkah apa yang akan dilakukan sesuai arahan Luxius. Sedangkan Meimi pergi entah kemana, ia tidak bilang pada Anzelion. Wanita itu bertingkah seenaknya lagi. Bukan Meimi jika bertingkah normal tanpa keunikan. Anzelion mencari Luxius. Rupanya ia tidak ada di ruangan, sedang mengadakan rapat bersama ketua tim dari badan yang ia naungi. Meski terlambat Anzelion tetap datang di akhir rapat, mendengarkan omongan Luxius. "Pembagian untuk hari ini yaitu tim satu dan dua mencari Xyora dan yang lainnya akan tetap menjalani kasus seperti biasa." ujar Luxius membeberkan apa yang telah ia mempertimbangkan sebelumnya. "Erden dan Anzelion temui aku di ruangan," katanya sambil melirik pada ketua tim yang ditugaskan mencari Xyora itu. Luxius akan menjadi orang yang mem
Hari masih panjang, sinar mentari sangat menusuk ke kulit. Anzelion sedang beristirahat sejenak karena dipaksa oleh Luxius untuk ikut mengisi tenaga. Anzelion diajak ke restoran favoritnya, walau begitu ia tidak memiliki nafsu makan sama sekali, makanan yang masuk ke dalam mulut rasanya hambar. Ia merasa tidak berselera. Tempat itu sering ia kunjungi bersama Xyora, beberapa ingatan masa bahagia mereka muncul tanpa permisi. Namun Anzelion tetap berusaha menelan tiap suapannya agar cepat habis dan dapat melanjutkan kegiatan pencarian. "Perlahan saja makannya Anzelion," saran Luxius yang tengah menikmati makanan dengan perlahan, ia bingung Anzelion kenapa sebegitu ingin cepat melahapnya, apakah ia memang lapar? Eron muncul dengan lingkar hitam di kantung matanya. Entah sudah berapa hari ia tidak tidur untuk mencari informasi terkait darah Xyora. Ia tidak puas dengan hasil temuannya, Eron merasa bisa menemukan lebih banyak dari yang bisa diungkap. Rasanya sangat menyebalkan. Tak lama be
Erden membuka matanya. Cahaya sayup masuk ke mata perlahan, menampakkan ruangan introgasi yang berbentuk kotak minim cahaya. Tubuhnya didudukkan pada suatu bangku. Erden dapat melihat pria berkulit sawo matang yang dari gesturnya menunggu Erden untuk bangun. "Apa tujuanmu menemui penyihir itu!" todongnya, Erden langsung tau kalau itulah alasannya dibawa. Mereka ingin menggali informasi entah untuk apa. Berulang kali ia dipaksa membuka mulut, tapi ia tetap bungkam. Erden sangat setia pada organisasi. Setaunya kasus ini belum diizinkan tersebar luas dan ia tidak ingin menjadi orang yang menyebarkannya.Tanpa aba-aba Erden mendapat pukulan tepat di perut, ia bahkan tidak punya waktu untuk melawan maupun menghindar. Rasa sakitnya menjalar ke seluruh tubuh. Sihir Erden menurut dirinya sendiri cukup lemah jika dibandingkan dengan anggota organisasi. Oleh karena itu ia menutupinya dengan cara lain. Ia berusaha menjaga hubungan baik dengan siapapun di organisasi. Sihir yang lemah dengan anti