Anna berteriak, semua orang menyaksikan, membuat Akira dengan terpaksa melepas genggamannya. Anna tidak melewatkan kesempatan melarikan diri menjauh dari kerumunan itu, mengamankan diri dan mencari sebuah toilet.
Sementara Akira dengan seluruh kebingungan, kelegaan, dan marah bercampur aduk namun dia masih tidak bergeming, memandangi gadis yang ia cari puluhan tahun sekrang sedang berlari menjauhinya tanpa menoleh. Sementara, ajudannya dengan cepat segera menelepon untuk mengetahu seluruh informasi tentang Anna.
"Apa karena penutup kepala itu, aku tidak pernah menemukannya bahkan dengan data milik FBI sekalipun?" gumam Akira, dia menatap anak buahnya, "Bawa dia kepadaku secepatnya!" perintahnya tegas. Semua anak buah yang mendampingin berpencar ke posisi masing-masing. Menyisakan dua hingga tiga saja yang masih bersama Akira menuju ruang VIP. Dia telah mempersiapkan diri untuk meraih paksa hidup seorang gadis masuk ke kehidupannya.
Wangi tubuh Anna masih hingga di tangannya, tangan itu mengepal, menghirup udara dan wangi tangan lembut yang khas di indra penciumannya.
Sementara itu, Anna dengan napas masih memburu, dia tidak pernah setakut itu sebelumnya, lengan yang diraih oleh lelaki yang sedikit tua itu memerah karena digenggam kuat olehnya. Anna membersihkan wajahnya, ada kekhawatiran besar di sana, yang ia tidak tahu dari mana asalnya. Dia membenahi pakaiannya yang cukup berantakan karena berlarian tadi. Memastikan tidak ada yang mencurigakan di sekelilingnya Namun, ia menatap sepasang mata pemilik cleaner yang ia taksir memerhatikannya dari tadi, Anna memutuskan menyapanya ramah sambil tersenyum dan menganggukkan kepala, lalu ia dengan cepat meninggalkan tempat itu menuju pintu keberangkatannya, sambil terus memperhatikan sekeliling.
Akira di ruangan tunggu pribadinya tidak sabar menunggu salah satu informannya datang, entah membawa gadis itu secara paksa atau setidaknya sesuatu tentangnya yang harus ia ketahui. Sudah sepuluh menit dan dia semakin tidak tenang. Tepat sebelum ia hendak murka, informan yang berdiri di barisan anak buahnya membawakan tab dan menyerahkan berkas digital itu kepadanya.
"Annastasia...." gumamnya, "nama yang bagus sekali!" Akira terus membaca, menemukan bahwa gadis itu
"Kami berencana membawanya tanpa keributan, jadi kemungkinan kita akan mendapatkannya dalam 15 menit. "
"KENAPA LAMA SEKALI!" Akira benar-benar kehilangan kesabaran, belasan tahun dia mencari, tapi bahkan menunggu beberapa menit saat dia tepat di hadapannya sungguh membuatnya menderita.
"Gadis itu tampak masih waspada dan mengawasi sekelilingnya, dia akan menarik perhatian jika kita memaksa membawanya sekarang, saya sedang melakukan satu cara yang bisa membawanya ke sini dengan mata terbuka..."
"Hei kau, bawakan aku bir, aku tidak bisa tenang menunggu seperti ini," salah satu bawahannya bergegas mencari minuman itu.
Dia kembali melihat informasi tentang Anna. Dia masih sangat muda, usinyanya masih 24 tahun, seorang gadis yang nampak cerdas, sayangnya dia yatim piatu dan menghidupi dirinya sendiri. Dan wajah cantik khas asia campuran yang memiliki titik bersinar di pipi atas kiri tepat di bawah matanya, sangat cantik sekali, "Anna, akhirnya, aku menemukanmu.."
...
Anna sampai di gate keberangkatannya, dia masih berusaha tenang dan berpikir positif, tidak mungkin terjadi apa-apa jika dia tetap berada di keramaian. Waktu keberangkatannya masih lima belas menit lagi, tapi antrian memasuki pesawat sudah dibuat. Anna selalu menunggu semua orang masuk baru mengambil tempat di antrian, namun, kali ini, dia memutuskan untuk antri lebih awal karena ingin masuk pesawat lebih cepat, tanpa menunggu semua penumpang masuk.
Tibalah saat pemeriksaan akhir paspor dan boarding pass, waktu yang dibutuhkan memeriksa dokumen Anna lebih lambat daripada yang lain.
"Nona Annastasia?" petugas itu memastika namanya.
"Ya, apakah ada masalah?" tanyanya ragu, semuanya seharusnya baik-baik saja.
"Hmm begini nona, ada masalah terhadap bagasi yang Anda daftarkan, ada dua warna yang sama namun tidak ditemukannya tag yang benar, kami takut terjadi pertukaran yang tidak disengaja, apakah nona bersedia ikut dengan kami dan memastikan koper mana yang merupakan milik nona?"
"Kenapa bisa bisa begitu ya? Kenapa aku baru diberitahu sekarang?" Anna ingat betul saat melakukan check-in dan semuanya terlihat benar, ada label yang ditempelkan di kper miliknya.
Mohon maaf nona atas kelalaian petugas kami," petugas itu berhenti sejenak, seorang petugas lainnya membisikkan sesuatu padanya, membuat Anna semakin tidak enak hati. "... sebagai gantinya, bagaimana jika penerbangan ini diberikan pengembalian dana 100% atas masalah terjadi?" tawarnya seketika membuat Anna tergiur. Namun juga membuatnya semakin curiga, tapi jika benar, dia tidak ingin tiba2 membawa koper orang lain, kesempatan yang bagus mendapatkan tiket pesawat gratis.
"Baiklah, kemana saya harus pergi?"
Petugas itu tersenyum puas, "Mari ikut saya, Nona."
Anna dibawa ke sisi lain menjauhi pintu keberangkatan tempat ia seharusnya berada. Dia mengingat nomor yang ditulis besar di badan pesawatnya, semoga dia cepat kembali dari penyelesaian masalah ini.
"Kita akan ke mana?" Anna baru menyadari bahwa dia di bawa terlalu jauh dari pintu keberangkatan, seharusnya koper bagasi sudah ada di dalam atau setidaknya di dekat pesawat. Namun petugas itu hanya diam dan terus berjalan.
"Ini saya sebenarnya dibawa kemana?" Anna mulai menaikkan nada bicara, merasa sesuatu yang tidak beres sedang terjadi.
"Kopernya ada di ruangan itu, Nona. Mari ikut saya.." ini sungguh semakin mencurigikan, persentan dengan kopernya, Anna memutuskan untuk lari diam-diam menjauhi tempat ini. Namun, tepat sebelum ia sempat mundur dan berbalik badan, dua badan besar tegap sudah menguncinya kedua lengannya dan memaksanya terus berjalan ke depan.
"Lepas! LEPASKAN AKU! KALIAN SIAPA!" Anna berteriak, namun dia baru sadar tidak ada orang di sekitarnya, suasana sudah lengang dan mulutnya sedang di bungkam. Petugas perempuan di depannya terus berjalan menuju sebuah pintu megah, sebuah ruangan yang ketika dibuka, sedang duduk seseorang yang satu jam belakangan terbanyang-banyang di benaknya dan membuatnya ketakutan. Anna meremas lengannya, rasa sakit akibat digenggam terlalu keras kembali membuatnya kesakitan.
Udara di ruangan itu terasa dingin mencekam. Akira yang tadinya duduk, berdiri tegap menghampiri Anna. Anna mundur beberapa langkah, tapi di belakangnya juga sedang berdiri dua orang berbadan yang cukup untuk meremukkan tubuh kecilnya. Anna bertubuh standar gadis asia dengan tinggi 158 cm, sedangkan Akira, melihatnya ke bawah dengan tinggi setidaknya 185 cm. Ia sempat mengusir seluruh anak buahnya keluar ruangan dan menyisakan satu dari mereka menghadap ke pintu. Ruangan ini terlalu sempit untuk melarikan diri. Anna hanya diam membeku, terus memikirkan bagaimana cara melarikan diri.
Akira membungkukkan badannya, melihat tepat ke wajah Anna yang memalingkan pandangan karena ketakutan.
"Hai.." Akira menyapa dengan suara gemetar. Ini sangat bersemangat menyapa gadis di depannya.
"Siapa nama kamu?" Akira bertanya dengan lembut, namun tetap sangat menakutkan di pendengaran Anna.
"Kamu yang siapa, kenapa membawaku ke sini? Apakah aku mengenalmu? Apakah aku berbuat salah padamu!" Anna tergesa-gesa melontarkan sembarang pertanyaan.
Tapi, Akira sama sekali tidak memperhatikan apa pun selain bibir mungil milik Anna, bibir tipis favoritnya yang seolah terus meminta mencumbuinya. "Benar, salahmu kenapa baru muncul ke kehidupan nyataku! Kamu seharusnya datang lebih cepat dan mengakhiri penderitaan yang kamu sebabkan."
"KAMU GILA YA!"
"Lalu kenapa jika aku tergila-gila denganmu, hah?" tanpa menunggu lagi, Akira meraih pinggang Anna, menahan kedua lengannya di belakang dengan tangan kirinya, dan menahan dagunya agar siap menerima ciuman panas darinya.
"Lalu kenapa jika aku tergila-gila denganmu, hah?" tanpa menunggu lagi, Akira meraih pinggang Anna, menahan kedua lengannya di belakang dengan tangan kirinya, dan menahan dagunya agar siap menerima ciuman darinya. Ciuman itu begitu lembut membuat Anna diam membeku sejenak saking terkejut, namun kedua tangannya tengah ditahan begitu erat hingga ia tidak mampu bergerak sedikit pun, ia mencoba meronta-ronta, mendorongnya sekuat tenaga, tapi hasilnya nihil. Tubuh kecilnya tidak mampu bersaing dengan tubuh pria matang yang sedang mendekap tubuhnya.Anna menutup bibirnya rapat sambil terus meronta dan melepaskan diri. Ia kehabisan napas, namun Akira hanya sempat melepaskan pagutannya dua detik lantas langsung mengejar bibir kecil yang memesona itu dengan ganasnya. Bibir ini selalu ia rasakan setiap malam di dalam mimpinya. Bibir yang manis dan lembut, membuat siapa saja yang menyentuhkan ingin kembali menyentuhnya. Anna masih mencoba melepaskan diri, Akira menggigit bibirnya, membuka cela
Akira menuju meja kerjanya, menekan beberapa nomor kenalannya dan mengatur jadwal video-call dalam sepuluh menit. Ya, dia sedang mengatur pertemuan dengan dokter kejiwaan pribadinya. Berniat memberitahunya bahwa mungkin pertemuan dengannya tidak harus seserign mungkin karena akar masalah kejiwaannya telah membawa penyembuhnya."Jadi gadis yang persis seperti dia sudah kau bawa ke mansionmu? Dengan apa? Kau menculiknya?" kata dokter sekaligus kawan baiknya bertanya menyelidiki."Dia bukan gadis yang persis, tapi dialah gadis itu, hanya saja jauh lebih muda dari dugaanku. Terlebih lagi, dia tidak memiliki ingatan apa-apa tentangku.""Berapa usianya?""11 tahun lebih muda dariku, aku perlu kau melakukan pengecekan terhadap ingatannya, mungkin ia pernah berjumpa denganku di mimpinya."Dokter Haruto memelas, dia tahu persis jenis kejiwaan apa yang mempengaruhi alam bawah sadar Akira. Sejak kecil, sahabatnya selalu menginginkan sosok teman hidup yang layak, sesuatu yang tidak pernah ia dapa
Saat Akira keluar, di depan kamar Bibi Sur menunggu membawakan segelas air hangat dan membawakannya sebuah kardigan."Tuan Muda," angguk Bibi Sur memberi sapaan."Paksa dia makan, dia tidak makan apa pun sejak tadi siang!""Baik, Tuan Muda!"Bibi Sur memasuki kamar mendapati Anna sedang memeluk dirinya sambil menangis tersedu-sedu. Dia menghampiri Anna, mengelus pelan punggungnya."Aku ingin pulang, Bu, tolong bantu aku..." tangisnya merengek pada Bibi Sur. Perasaan perempuan tua itu campur aduk. Dia sangat senang ketika pada akhirnya Tuan Muda membawa seorang gadis ke rumah, untuk pertama kalinya sejak belasan tahun, ia melihat cahaya di wajah majikannya. Namun, ia tidak tahu bahwa Nona Muda yang dibawa oleh Akira, adalah sebuah penculikan. Ia merasa kasihan pada Anna."Maafkan Bibi, anakku, tapi tolong tinggallah dan mencoba hidup baru di sini, Bibi yakin dia akan sangat mencintai dan melindungimu."Anna menggeleng, menolak kenyataan. Sekarang, benar-benar tidak ada yang akan mendeng
Halo guys, makasih ya udah baca sejauh ini, aku cuma mau ngasih tahu kalau cerita ini bakal update 4x seminggu ya, hehe.Berikut jadwal yang aku pilih buat update:1. Senin, pukul 20.00 WIB2. Rabu, pukul 20.00 WIB3. Jumat, pukul 20.00 WIB4. Minggu, pukul 20.00 WIBJadwal ini mungkin akan berubah sewaktu-waktu kalau aku gabisa stok bab hehe, tapi bakal aku usahain kok buat selalu update di jadwal yang terpilih.Kalau teman-teman ada saran alur dan pemanis cerita, boleh komen di kolom komentar ya, terima kasih
Haruto kembali ke ruangan pertemuannya dengan Akira pagi itu, tapi tidak ia temukan Akira di mana pun. Bertanya dengan Bibi Sur pun tidak mendapat jawaban yang pasti. Ia memutuskan untuk menunggu.Ada banyak hal berkecamuk di benak Haruto, dan yang paling membuatnya tidak habis pikir adalah bagaimana interaksi dengan Anna, membuat degup jantungnya lebih cepat. Benar-benar perempuan yang ia temukan sebagai pribadi yang berbeda dari kebanyakan perempuan di luar sana. Tapi yang jelas, dia ingin sekali membebaskan Anna dari jeratan Akira, membiarkan gadis cantik itu meraih mimpinya selayaknya orang biasa di luar sana.Bersama orang asing yang tidak ia kenal dengan banyak rencana hidup yang telah ia bangun membuat Haruto merasa kasihan. Di dalam pengaruh obat, Anna menangis padanya betapa ia merindukan rumah. Ya, rumah yang tidak berpenghuni namun menyimpan banyak kenangan yang selalu ingin ia renungi setiap malam. Dia hanya gadis low profile luar biasa yang berani ti
Malam yang teduh, Akira hanya memandangi jendela, melihat beberapa anak buahnya menangani satu masalah di bawah sana. Sedangkan dari atas sini, dia bergelut dengan pikirannya, yang juga sedang bertarung dengan masalahnya sendiri. Dia menggenggam sebotol cairan semprot yang sengaja dibelinya saat keluar tadi. Cairan yang akan menghilangkan kesadaran seseorang yang menghirupnya, juga membangkitkan alam sadar seseorang itu. Biasanya cairan ini digunakan untuk menemukan orang-orang pembohong untuk mengatakan kebenaran.Bibi Sur datang menghampiri, "Ya Tuan Muda, ada yang bisa Bibi bantu?""Bibi Sur, semprotkan cairan ini ke ruangannya, saat dia sudah tidak sadar, bersihkan dan ganti pakaiannya dengan yang baru saja kusiapkan di atas meja. Aku akan masuk dalam 30 menit." Akira memberi perintah."Apa tidak sebaiknya memberikan obat perangsang saja, Tuan Muda!" Bibi Sur jelas ada di pihak Akira, memberinya pilihan lain yang lebih baik.Dia tahu bahwa Bibi
Akira mengingat-ingat, semakin lama menggendongnya, rasanya semakin ringan tubuh ini. Sepertinya Anna mengalami penurunan berat badan yang drastis. Dia meletakkan tubuh Anna pelan-pelan ke atas kasur empuk itu, mengibaskan rambutnya yang terurai ke atas bantal. Sisa-sisa rambut di wajahnya diketepikan, tangannya masih berada di belakang kepada Anna, membuat jarak pandangnya sangat dekat. Akira menatap wajah itu lamat-lamat, dielusnya pipi berisi Anna, membuatnya semakin gemas ingin mencubitnya. Dia tersenyum bahagia, ini pertama kalinya di dunia nyata ia sangat dekat untuk waktu yang lama. Rasa kesal karena dia kabur lenyap seketika. Anna menggeliat, sayup-sayup membuka matanya yang masih sangat berat, dia tahu Akira sedang menatapnya dalam jarak kurang dari 5 cm. "Hey..." suara lembut Akira menyapanya.Anna benar-benar tidak tahu apa yang terjadi. Kepalanya berat. Ia mencoba bergerak menggunakan tangannya, dan justru berakhir menyentuh dada bidang Akira. Namun, tidak ada kekuatan d
Anna tidak berani menjawab. Di dalam benaknya tergambar serangkaian kemungkinan untuk terus melepaskan diri."Hey katakan sesuatu, jangan diam saja, Bukankah beberapa jam yang lalu kamu masih dengan lantang meneriakiku, apa yang sedang kamu pikirkan?" Akira mengatakannya sembari mendekati wajah Anna, Anna mendorongnya pelan, hingga bagian belakang tubuhnya bersandar pada bantal yang tegak membatasi gerak mundurnya hingga tidak lagi bisa menghindari Akira."Ayo kita makan setelah ini!" ajaknya lembut, dia merasa Anna sudah sedikit melunak.Anna hanya mengangguk."Apakah kamu ingat, apa yang kita lakukan beberapa saat lalu? Tahukah kamu bahwa Itu adalah momen terbaik yang tidak akan aku lupakan!""Tidak, aku tidak ingat apa pun!" bantah Anna tegas."Haruskah kita ulangi lagi supaya kamu ingat?"Anna dengan kekuatan lebih kuat mendorongnya hingga mereka berdua kembali dalam posisi duduk."Aku lapar!" Anna mengalihkan pembica