Share

BAB 5: Semua Memori adalah Sebuah Ketiadaan

Saat Akira keluar, di depan kamar Bibi Sur menunggu membawakan segelas air hangat dan membawakannya sebuah kardigan.

"Tuan Muda," angguk Bibi Sur memberi sapaan.

"Paksa dia makan, dia tidak makan apa pun sejak tadi siang!"

"Baik, Tuan Muda!"

Bibi Sur memasuki kamar mendapati Anna sedang memeluk dirinya sambil menangis tersedu-sedu. Dia menghampiri Anna, mengelus pelan punggungnya.

"Aku ingin pulang, Bu, tolong bantu aku..." tangisnya merengek pada Bibi Sur. Perasaan perempuan tua itu campur aduk. Dia sangat senang ketika pada akhirnya Tuan Muda membawa seorang gadis ke rumah, untuk pertama kalinya sejak belasan tahun, ia melihat cahaya di wajah majikannya. Namun, ia tidak tahu bahwa Nona Muda yang dibawa oleh Akira, adalah sebuah penculikan. Ia merasa kasihan pada Anna.

"Maafkan Bibi, anakku, tapi tolong tinggallah dan mencoba hidup baru di sini, Bibi yakin dia akan sangat mencintai dan melindungimu."

Anna menggeleng, menolak kenyataan. Sekarang, benar-benar tidak ada yang akan mendengarkannya, atau membantunya. Anna melepaskan genggamannya pada lengan Bibi Sur dan kembali menangis memeluk tubuhnya. Bibi Sur menyerahkan air hangat kepadanya, namun ia memalingkan wajah menjauhi pemberian wanita tua itu.

"Ayo makan sedikit ya! Nanti Nona Muda malah sakit dan semakin tidak bertenaga!"

"Biarkan saja aku mati!"

"Jangan begitu Non, ayo biar Bibi suapi ya," Bibi Sur menyodorkan satu sendok makanan ke mulutnya.

"Pergilah! Aku tidak mau!" 

Bibi Sur menyerah, "Kalau begitu apakah ada yang Nona ingin Bibi bawakan?"

Anna menggeleng dan mencoba menjauhi makanan itu, Bibi Sur hanya bisa terdiam dan meletakkan kembali makanan itu. Ia meraih kardigan dan memakaiannya menutupi bagian belakang tubuh Anna. Kemudian berlalu keluar membawa beberapa makanan dan menyisakan yang lainnya di atas meja berharap Anna lapar dan memakannya sedikit.

Sementara itu, Akira sedang memperhatikan Anna di layar komputernya, ada banyak kamera kecil yang dipasangnya di berbagai sudut untuk memperhatikan gerak gerik Anna. Sembari mengigit bibirnya, mengulang kembali memori saat dia dengan lembut akan membalas ciumannya. Namun sekarang, bahkan sekadar menyentuhnya ia tidak leluasa. Ia mengambil tab kecil di laci meja, memindahkan layar komputer ke tab miliknya, menuju tempat tidur sambil terus memandangi Anna hingga ia terlelap.

...

Walaupun tidak bisa tidur nyenyak, Akira tetap bangun pagi, melakukan olahraga angkat beban sederhana, sesekali ia akan melihat Anna di tab miliknya, Anna masih tertidur, ia menghabiskan waktu menangis 4 jam penuh dan berusaha melepaskan diri dari borgol yang membatasi ruang geraknya sebelum kemudian kelelahan dan tertidur.

Ia sudah memiliki janji dengan Haruto, yang sekarang sudah berada di ruangan terbuka di depan ruangan besar yang berisi tiga kamar besar itu. 

"Kau datang lebih awal," sapa Akira.

"Kau juga sudah siap lebih awal! Padahal aku bisa menunggu tiga puluh menit lagi.

"Tidak usah, masuklah."

Haruto dan dua petugas medis yang ikut bersamanya memasuki ruangan. 

"Dia ada di ruangan itu," tunjuk Akira memberitahu. 

"Apakah dia sudah bersedia? Siapa namanya?

"Annastasia, dia mungkin akan memberontak, tapi tenang saja, aku sudah mengikatnya!"

"Kau mengurung dan mengikatnya?"

"Kalau tidak dia akan melarikan diri."

"Kenapa tidak awasi saja dengan pengawal di depan pintumu."

"Baru akan aku lakukan hari ini. Kau lakukan saja apa yang aku perintahkan, jangan kurang dan jangan lebih, aku tidak membayarmu untuk mengaturku!"

Haruto tersenyum miring, memasuki ruangan, mendapati Anna yang duduk dengan tatapan kosong memandang ke depan. Ia juga melihat makanan yang sepertinya belum tersentuh di meja sebelahnya.

"Selamat pagi, Nona Anna. Bagaimana kabarmu?"

Anna tidak menghiraukan Haruto. 

"Jika kamu mau bekerja sama, aku mungkin akan membantumu lepas dari Akira, tapi kamu harus mendengarkan kata-kataku."

Anna mendengar hal itu, langsung melempar pandangan ke arah Haruto. Dengan harapan yang besar, dia akhirnya mulai buka suara, "Kamu siapa?"

"Aku dokter kejiwaaan Akira, dia memintaku melakukan pemeriksaan padamu!"

"Sudah kuduga, dia orang gila! BEBASKAN AKU, KAU BILANG KAU BISA MELAKUKANNYA!" ujar Anna menaikkan suara mulai hilang kesabaran. Orang gila mana yang menculik seseorang dan merasa sok kenal, dia, dia orang gilanya.

"Akan aku usahakan jika kamu mau bekerja sama."  Haruto menaruh koper berisi peralatan scan otak dan beberapa alat medis lainnya. Terlihat tak jauh dari sana, dua asisten lainnya memasang monitor.

"Apa yang akan kamu lakukan?" tanya Anna gugup.

Haruto mengambil kursi yang tak jauh darinya. "Kamu yakin kamu tidak sedikit pun tahu dan merasa ada yang familiar saat bertemu dengan Akira?"

"Demi tuhan aku tidak tahu siapa laki-laki tua itu! Dia menculik dan melecehkanku tanpa memberi penjelasan apa pun."

"Baiklah, aku percaya padamu! Aku bahkan tidak tahu mengapa aku bertanya hal yang jelas-jelas aku tahu jawabnnya. Baiklah begini saja, kau lihat kan alat-alat ini, aku perlu memeriksa gelombang otakmu, menyesuaikan dengan apa yang kamu katakan padaku."

Haruto membuka borgol di tangan Anna dengan kunci yang sempat diserahkan Akira padanya. Untuk sementara, dia merasakan kebebasan pada lengannya yang cukup kebas berada di tempat dengan ruang gerak terbatas saban hari.

Anna hanya diam membiarkan Haruto memasangkan serangkaian kabel berdenyut dan monitor yang hanya menampilkan gelombang dan garis pada layarnya. 

"Kamu akan kubius!" tanpa peduli apakah Anna mendengar aba-aba, Haruto sudah lebih dulu menyuntikkan cairan di pergelangan tangannya. Kejadian yang begitu cepat membuat Anna tidak sempat berpikir tentang apa yang terjadi. Tiba-tiba saja, kepalanya teramat pening dan dia menuju tidak sadarkan diri.

Sementara itu, Akira dengan layar kamera pengintainya senantiasa memerhatikan gerak-gerik Haruto dan dua perawat yang dibawanya. Matanya juga tidak lepas memandangi Anna yang terlihat sangat menurut. Tidak seperti saat dengannya, selalu membangkang dan menjauhinya. Akira berpikir untuk menambahkan penyadap suara di kamar itu. 

Di sisi lain, Haruto telah selesai dengan pemeriksaannya, ada hal yang secara tidak sengaja ia temukan. Setelah memastikan Anna istirahat tanpa pengaruh obat, Haruto meninggalkan ruangan dan segera menemui Akira. 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status