Saat Akira keluar, di depan kamar Bibi Sur menunggu membawakan segelas air hangat dan membawakannya sebuah kardigan.
"Tuan Muda," angguk Bibi Sur memberi sapaan.
"Paksa dia makan, dia tidak makan apa pun sejak tadi siang!"
"Baik, Tuan Muda!"
Bibi Sur memasuki kamar mendapati Anna sedang memeluk dirinya sambil menangis tersedu-sedu. Dia menghampiri Anna, mengelus pelan punggungnya.
"Aku ingin pulang, Bu, tolong bantu aku..." tangisnya merengek pada Bibi Sur. Perasaan perempuan tua itu campur aduk. Dia sangat senang ketika pada akhirnya Tuan Muda membawa seorang gadis ke rumah, untuk pertama kalinya sejak belasan tahun, ia melihat cahaya di wajah majikannya. Namun, ia tidak tahu bahwa Nona Muda yang dibawa oleh Akira, adalah sebuah penculikan. Ia merasa kasihan pada Anna.
"Maafkan Bibi, anakku, tapi tolong tinggallah dan mencoba hidup baru di sini, Bibi yakin dia akan sangat mencintai dan melindungimu."
Anna menggeleng, menolak kenyataan. Sekarang, benar-benar tidak ada yang akan mendengarkannya, atau membantunya. Anna melepaskan genggamannya pada lengan Bibi Sur dan kembali menangis memeluk tubuhnya. Bibi Sur menyerahkan air hangat kepadanya, namun ia memalingkan wajah menjauhi pemberian wanita tua itu.
"Ayo makan sedikit ya! Nanti Nona Muda malah sakit dan semakin tidak bertenaga!"
"Biarkan saja aku mati!"
"Jangan begitu Non, ayo biar Bibi suapi ya," Bibi Sur menyodorkan satu sendok makanan ke mulutnya.
"Pergilah! Aku tidak mau!"
Bibi Sur menyerah, "Kalau begitu apakah ada yang Nona ingin Bibi bawakan?"
Anna menggeleng dan mencoba menjauhi makanan itu, Bibi Sur hanya bisa terdiam dan meletakkan kembali makanan itu. Ia meraih kardigan dan memakaiannya menutupi bagian belakang tubuh Anna. Kemudian berlalu keluar membawa beberapa makanan dan menyisakan yang lainnya di atas meja berharap Anna lapar dan memakannya sedikit.
Sementara itu, Akira sedang memperhatikan Anna di layar komputernya, ada banyak kamera kecil yang dipasangnya di berbagai sudut untuk memperhatikan gerak gerik Anna. Sembari mengigit bibirnya, mengulang kembali memori saat dia dengan lembut akan membalas ciumannya. Namun sekarang, bahkan sekadar menyentuhnya ia tidak leluasa. Ia mengambil tab kecil di laci meja, memindahkan layar komputer ke tab miliknya, menuju tempat tidur sambil terus memandangi Anna hingga ia terlelap.
...
Walaupun tidak bisa tidur nyenyak, Akira tetap bangun pagi, melakukan olahraga angkat beban sederhana, sesekali ia akan melihat Anna di tab miliknya, Anna masih tertidur, ia menghabiskan waktu menangis 4 jam penuh dan berusaha melepaskan diri dari borgol yang membatasi ruang geraknya sebelum kemudian kelelahan dan tertidur.
Ia sudah memiliki janji dengan Haruto, yang sekarang sudah berada di ruangan terbuka di depan ruangan besar yang berisi tiga kamar besar itu.
"Kau datang lebih awal," sapa Akira.
"Kau juga sudah siap lebih awal! Padahal aku bisa menunggu tiga puluh menit lagi.
"Tidak usah, masuklah."
Haruto dan dua petugas medis yang ikut bersamanya memasuki ruangan.
"Dia ada di ruangan itu," tunjuk Akira memberitahu.
"Apakah dia sudah bersedia? Siapa namanya?
"Annastasia, dia mungkin akan memberontak, tapi tenang saja, aku sudah mengikatnya!"
"Kau mengurung dan mengikatnya?"
"Kalau tidak dia akan melarikan diri."
"Kenapa tidak awasi saja dengan pengawal di depan pintumu."
"Baru akan aku lakukan hari ini. Kau lakukan saja apa yang aku perintahkan, jangan kurang dan jangan lebih, aku tidak membayarmu untuk mengaturku!"
Haruto tersenyum miring, memasuki ruangan, mendapati Anna yang duduk dengan tatapan kosong memandang ke depan. Ia juga melihat makanan yang sepertinya belum tersentuh di meja sebelahnya.
"Selamat pagi, Nona Anna. Bagaimana kabarmu?"
Anna tidak menghiraukan Haruto.
"Jika kamu mau bekerja sama, aku mungkin akan membantumu lepas dari Akira, tapi kamu harus mendengarkan kata-kataku."
Anna mendengar hal itu, langsung melempar pandangan ke arah Haruto. Dengan harapan yang besar, dia akhirnya mulai buka suara, "Kamu siapa?"
"Aku dokter kejiwaaan Akira, dia memintaku melakukan pemeriksaan padamu!"
"Sudah kuduga, dia orang gila! BEBASKAN AKU, KAU BILANG KAU BISA MELAKUKANNYA!" ujar Anna menaikkan suara mulai hilang kesabaran. Orang gila mana yang menculik seseorang dan merasa sok kenal, dia, dia orang gilanya.
"Akan aku usahakan jika kamu mau bekerja sama." Haruto menaruh koper berisi peralatan scan otak dan beberapa alat medis lainnya. Terlihat tak jauh dari sana, dua asisten lainnya memasang monitor.
"Apa yang akan kamu lakukan?" tanya Anna gugup.
Haruto mengambil kursi yang tak jauh darinya. "Kamu yakin kamu tidak sedikit pun tahu dan merasa ada yang familiar saat bertemu dengan Akira?"
"Demi tuhan aku tidak tahu siapa laki-laki tua itu! Dia menculik dan melecehkanku tanpa memberi penjelasan apa pun."
"Baiklah, aku percaya padamu! Aku bahkan tidak tahu mengapa aku bertanya hal yang jelas-jelas aku tahu jawabnnya. Baiklah begini saja, kau lihat kan alat-alat ini, aku perlu memeriksa gelombang otakmu, menyesuaikan dengan apa yang kamu katakan padaku."
Haruto membuka borgol di tangan Anna dengan kunci yang sempat diserahkan Akira padanya. Untuk sementara, dia merasakan kebebasan pada lengannya yang cukup kebas berada di tempat dengan ruang gerak terbatas saban hari.
Anna hanya diam membiarkan Haruto memasangkan serangkaian kabel berdenyut dan monitor yang hanya menampilkan gelombang dan garis pada layarnya.
"Kamu akan kubius!" tanpa peduli apakah Anna mendengar aba-aba, Haruto sudah lebih dulu menyuntikkan cairan di pergelangan tangannya. Kejadian yang begitu cepat membuat Anna tidak sempat berpikir tentang apa yang terjadi. Tiba-tiba saja, kepalanya teramat pening dan dia menuju tidak sadarkan diri.
Sementara itu, Akira dengan layar kamera pengintainya senantiasa memerhatikan gerak-gerik Haruto dan dua perawat yang dibawanya. Matanya juga tidak lepas memandangi Anna yang terlihat sangat menurut. Tidak seperti saat dengannya, selalu membangkang dan menjauhinya. Akira berpikir untuk menambahkan penyadap suara di kamar itu.
Di sisi lain, Haruto telah selesai dengan pemeriksaannya, ada hal yang secara tidak sengaja ia temukan. Setelah memastikan Anna istirahat tanpa pengaruh obat, Haruto meninggalkan ruangan dan segera menemui Akira.
Halo guys, makasih ya udah baca sejauh ini, aku cuma mau ngasih tahu kalau cerita ini bakal update 4x seminggu ya, hehe.Berikut jadwal yang aku pilih buat update:1. Senin, pukul 20.00 WIB2. Rabu, pukul 20.00 WIB3. Jumat, pukul 20.00 WIB4. Minggu, pukul 20.00 WIBJadwal ini mungkin akan berubah sewaktu-waktu kalau aku gabisa stok bab hehe, tapi bakal aku usahain kok buat selalu update di jadwal yang terpilih.Kalau teman-teman ada saran alur dan pemanis cerita, boleh komen di kolom komentar ya, terima kasih
Haruto kembali ke ruangan pertemuannya dengan Akira pagi itu, tapi tidak ia temukan Akira di mana pun. Bertanya dengan Bibi Sur pun tidak mendapat jawaban yang pasti. Ia memutuskan untuk menunggu.Ada banyak hal berkecamuk di benak Haruto, dan yang paling membuatnya tidak habis pikir adalah bagaimana interaksi dengan Anna, membuat degup jantungnya lebih cepat. Benar-benar perempuan yang ia temukan sebagai pribadi yang berbeda dari kebanyakan perempuan di luar sana. Tapi yang jelas, dia ingin sekali membebaskan Anna dari jeratan Akira, membiarkan gadis cantik itu meraih mimpinya selayaknya orang biasa di luar sana.Bersama orang asing yang tidak ia kenal dengan banyak rencana hidup yang telah ia bangun membuat Haruto merasa kasihan. Di dalam pengaruh obat, Anna menangis padanya betapa ia merindukan rumah. Ya, rumah yang tidak berpenghuni namun menyimpan banyak kenangan yang selalu ingin ia renungi setiap malam. Dia hanya gadis low profile luar biasa yang berani ti
Malam yang teduh, Akira hanya memandangi jendela, melihat beberapa anak buahnya menangani satu masalah di bawah sana. Sedangkan dari atas sini, dia bergelut dengan pikirannya, yang juga sedang bertarung dengan masalahnya sendiri. Dia menggenggam sebotol cairan semprot yang sengaja dibelinya saat keluar tadi. Cairan yang akan menghilangkan kesadaran seseorang yang menghirupnya, juga membangkitkan alam sadar seseorang itu. Biasanya cairan ini digunakan untuk menemukan orang-orang pembohong untuk mengatakan kebenaran.Bibi Sur datang menghampiri, "Ya Tuan Muda, ada yang bisa Bibi bantu?""Bibi Sur, semprotkan cairan ini ke ruangannya, saat dia sudah tidak sadar, bersihkan dan ganti pakaiannya dengan yang baru saja kusiapkan di atas meja. Aku akan masuk dalam 30 menit." Akira memberi perintah."Apa tidak sebaiknya memberikan obat perangsang saja, Tuan Muda!" Bibi Sur jelas ada di pihak Akira, memberinya pilihan lain yang lebih baik.Dia tahu bahwa Bibi
Akira mengingat-ingat, semakin lama menggendongnya, rasanya semakin ringan tubuh ini. Sepertinya Anna mengalami penurunan berat badan yang drastis. Dia meletakkan tubuh Anna pelan-pelan ke atas kasur empuk itu, mengibaskan rambutnya yang terurai ke atas bantal. Sisa-sisa rambut di wajahnya diketepikan, tangannya masih berada di belakang kepada Anna, membuat jarak pandangnya sangat dekat. Akira menatap wajah itu lamat-lamat, dielusnya pipi berisi Anna, membuatnya semakin gemas ingin mencubitnya. Dia tersenyum bahagia, ini pertama kalinya di dunia nyata ia sangat dekat untuk waktu yang lama. Rasa kesal karena dia kabur lenyap seketika. Anna menggeliat, sayup-sayup membuka matanya yang masih sangat berat, dia tahu Akira sedang menatapnya dalam jarak kurang dari 5 cm. "Hey..." suara lembut Akira menyapanya.Anna benar-benar tidak tahu apa yang terjadi. Kepalanya berat. Ia mencoba bergerak menggunakan tangannya, dan justru berakhir menyentuh dada bidang Akira. Namun, tidak ada kekuatan d
Anna tidak berani menjawab. Di dalam benaknya tergambar serangkaian kemungkinan untuk terus melepaskan diri."Hey katakan sesuatu, jangan diam saja, Bukankah beberapa jam yang lalu kamu masih dengan lantang meneriakiku, apa yang sedang kamu pikirkan?" Akira mengatakannya sembari mendekati wajah Anna, Anna mendorongnya pelan, hingga bagian belakang tubuhnya bersandar pada bantal yang tegak membatasi gerak mundurnya hingga tidak lagi bisa menghindari Akira."Ayo kita makan setelah ini!" ajaknya lembut, dia merasa Anna sudah sedikit melunak.Anna hanya mengangguk."Apakah kamu ingat, apa yang kita lakukan beberapa saat lalu? Tahukah kamu bahwa Itu adalah momen terbaik yang tidak akan aku lupakan!""Tidak, aku tidak ingat apa pun!" bantah Anna tegas."Haruskah kita ulangi lagi supaya kamu ingat?"Anna dengan kekuatan lebih kuat mendorongnya hingga mereka berdua kembali dalam posisi duduk."Aku lapar!" Anna mengalihkan pembica
Akira tersenyum kecut, dia mendapatkan ide cemerlang seandainya Anna berhasil melarikan diri lagi."Baiklah kalau begitu maumu!" jawabnya kemudian berlalu meninggalkan Anna menuju kamar pribadinya.Sesaat saat dia menutup pintu, dia menghempaskan tubuhnya ke ranjang. Telah banyak hal yang terjadi hari ini. Mulai dari pria tua mabuk yang berusaha membunuhnya, namun gagal karena tembakan salah sasaran dan justru menciderai salah satu anak buahnya, sebagai gantinya, dia terpaksa membunuh pria itu di tempat dengan dua tembakan di kepala. Belum lagi ketika Anna dengan mudahnya sampai ke halaman depan mansion, di mana sedikit lagi saja dia bisa kehilangan Anna. Tapi yang paling ingin dia bayangkan adalah saat-saat menyentuh gadis kesayangannya itu. Dia menjilat bibirnya, berharap ada aroma manis yang masih tertinggal di sana. Untuk pertama kali di dunia nyata ia merasakan kelembutan gadis itu. Dia menyentuh dadanya, membayangkan saja membuat degup jantungnya tak karuan, lantas tersenyum.Pa
Malam itu, ia memakai dress di atas lutut berwarna merah, menampakkan paha kecil putih mulus miliknya. Tidak ada yang lebih cantik bagi Akira selain ketika perempuan yang begitu dicintainya memakai pakaian terbaik untuk menggodanya. Ciuman hangat perlahan berubah menjadi lebih ganas. Walaupun perempuan ini sudah berpengalaman, dia ternyata belum bisa mengatur napasnya ketika berciuman, sehingga dalam beberapa saat, dia melepaskan ciumannya sejenak untuk bernapas. Seidkit berbeda seperti Anna di dunia nyatanya, yang terlihat begitu lugu dan seperti tidak pernah dicumbu lelaki lain, perempuan ini sangat lihai melayani Akira, melayaninya dengan cara kreatif dan tidak pernah ia sangka-sangka."Aku suka kamu memakai ini?" di tengah jeda berciuman itu, Akira mengambil kesempatan untuk memuji, sedangkan perempuan itu masih terengah-engah."Ah benarkah, bukankah kamu lebih suka aku tidak memakai apa pun?"Akira tertawa lepas, lalu mengangguk. "Jika itu ada padamu, maka segala hal aku akan suka
"LAKUKAN....! Lakukan semaumu..." sambil berderai air mata dan suara serak, ia memberi sebuah keputusan besar.“Lakukan saja apa yang kamu mau sesegera mungkin, kenapa harus menahanku!!!” ujarnya setengah berteriak dan tubuh menggigil di bawah shower.“Tapi aku mohon, berjanjilah untuk melepaskan aku setelah itu…”Akira terpaku di tempatnya, dengan pandangan yang tajam dia mencerna semua perkataan Anna dengan baik, didekatinya Anna, sembari menelan ludah yang sedari tadi menggenang di tenggorokannya, “Kalau begitu yang kamu mau, Baiklah!! Aku tidak akan sungkan sekarang!!”Segera setelah mengatakannya, dengan sigap diraihnya tubuh ringan itu dan menggendongnya segera keranjang. Anna sendiri dengan berderai air mata, menurut dan mempersilakan Akira menikmati tubuhnya malam ini, jika memang inilah harga yang harus ia bayar untuk kebebasannya. Anna benar-benar ingin lepas dari jeratan Akira, bagaimana pun caranya, termasuk menyerahkan kesuciannya sendiri.Akira menurunkan pelan tubuh Anna