Haruto kembali ke ruangan pertemuannya dengan Akira pagi itu, tapi tidak ia temukan Akira di mana pun. Bertanya dengan Bibi Sur pun tidak mendapat jawaban yang pasti. Ia memutuskan untuk menunggu.
Ada banyak hal berkecamuk di benak Haruto, dan yang paling membuatnya tidak habis pikir adalah bagaimana interaksi dengan Anna, membuat degup jantungnya lebih cepat. Benar-benar perempuan yang ia temukan sebagai pribadi yang berbeda dari kebanyakan perempuan di luar sana. Tapi yang jelas, dia ingin sekali membebaskan Anna dari jeratan Akira, membiarkan gadis cantik itu meraih mimpinya selayaknya orang biasa di luar sana.
Bersama orang asing yang tidak ia kenal dengan banyak rencana hidup yang telah ia bangun membuat Haruto merasa kasihan. Di dalam pengaruh obat, Anna menangis padanya betapa ia merindukan rumah. Ya, rumah yang tidak berpenghuni namun menyimpan banyak kenangan yang selalu ingin ia renungi setiap malam. Dia hanya gadis low profile luar biasa yang berani tinggal di negeri yang jauh menimba ilmu dan dengan besar hari bersedia kembali ke kampung halaman melanjutkan hidup.
"Ada banyak kenangan ayah dan ibu yang harus aku jaga. Ada banyak mimpi yang mau aku kejar. Aku mau pulang, tolong bantu aku keluar dari tempat ini..." lirihnya sambil berurai air mata.
...
Ia memperbaiki posisi kacamatanya. Mencoba berpikir lebih waras dan fokus pada pekerjaannya. Dalam proses berpikir itu, Bibi Sur datang memberitahu bahwa Tuan Muda Akira sedang menunggunya di ruang kerja. Tanpa menunggu lebih lama, Haruto segera menuju ruang yang diberitahukan.
Dari kejauhan, ia melihat Akira duduk sembari memandangi luar jendela. Pandangan yang ia tahu begitu jauh sebanding dengan apa yang ada di dalam kepalanya saat itu. Dia terus mendekat, menemukan satu kursi yang ditaksirkan memang telah dipersiapkan untuknya.
"Kamu harus lepaskan perempuan itu!" ini adalah kalimat pembuka yang sudah diduga oleh Akira. Ia tersenyum getir.
"Kamu benar-benar harus melepaskan Anna, dia bukan perempuan yang kamu cari! Tidak ada indikasi yang menunjukkan bahwa dia mengenal dan mengingat apa pun tentang kamu."
Akira dengan tenang menunggu Haruto selesai dengan penjelasannya, sembari memandangi dengan angkuh segelas wine di dalam gelas yang sedai tadi di genggamannya. Melihat Akira yang masih belum angkat bicara, "Apa yang kau pikirkan sekarang?"
Akira tersenyum getir sekali lagi, menaruh segelas wine dan kembali duduk menyilangkan kakinya, menatap lurus ke arah Haruto dengan wajah datar.
"Kamu pikir, aku peduli dengan hasil pemeriksaanmu yang konyol itu,"
Haruto mengernyitkan dahi, "Apa maksudmu?"
"Cihhh! Aku tidak peduli, Haruto." Pandangannya berubah menjadi tajam.
"Aku muak dengan semua dugaan berdasarkan science yang terus kamu bahas kepadaku. Kamu adalah teman masa kecilku. Hampir semua tentangku kamu tahu, aku bahkan lebih percaya kamu daripada penilaian diriku sendiri. Kamu bilang aku impoten, kubeli banyak pelacur, mengosumsi banyak obat, serta melakukan olahraga kekuatan sebanyak mungkin. Lantas ketika semuanya tidak ada yang bekerja, kamu mulai menganggapku gila dan melakukan terapi yang tidak jelas muaranya. Dan ketika semua hal tidak masuk akal yang aku ceritakan itu ada di depan matamu, kau menyuruhku apa? Melepaskannya? Membebaskannya?????"
"Hei, bukan itu maksudku...."
Sebelum Haruto sempat menjelaskan, Akira mengangkat tangan, memotong pembicaraan, "Dengar, aku sama sekali tidak peduli dengan semua itu sekarang. Penantian belasan tahun ini sudah harus berakhir. Bertahun-tahun, kau tahu aku telah melakukan banyak hal untuk menemukan dia, tidak penting dia mengenalku atau tidak, yang terpenting bagiku, kenyataan bahwa dia akan terus berada di sisiku mulai saat ini. AKAN AKU SINGKIRKAN SEMUA HAL YANG MENCOBA MENGHALANGIKU,"
"Hasil pemeriksaanmu hanya memperjelas posisiku untuk mulai dari mana, jika dia tidak mengenalku, maka akan aku mulai dengan memperkenalkan diri, membuatnya terus bersama denganku, aku tidak peduli jika aku harus menghalalkan segala cara untuk melakukannya."
Akira bangkit dari duduknya, "kau pergilah, aku sudah tidak membutuhkanmu sekarang. Berhenti berpura-pura bahwa kau selalu membantuku!"
"Apa pun yang terjadi, biar aku yang wujudkan, semua mimpi malam yang menghantuiku selama belasan tahun."
Akira meninggalkan ruangan, membiarkan Haruto diam seribu bahasa, memberinya ruang untuk memikirkan kalimat yang didengarnya barusan.
...
Akira menuju ruang tidur Anna. Di sana, masih terbaring Anna yang sedang tertidur dengan mata sembab. Dilihatnya lamat-lamat wajah yang selalu ia rindukan, wajah yang di kehidupan nyata tidak pernah seteduh ketika bertemu di mimpi-mimpi malamnya. Wajah yang selalu ketakutan melihatnya. Ada bekas memerah di pergelangan tangan Anna, sepertinya ia berusaha sangat keras melepaskan diri, tidak peduli jika itu menyakiti dirnya sendiri.
Akira mendekat, menyentuh lembut wajah Anna. Raut wajah yang terlihat lelah dan tidak bertenaga, seingatnya, dia belum mau makan apa pun sejak dua hari lalu. Ia bahkan tidak berniat membersihkan dirinya. Ia menghidup napas panjang, menghembuskannya kuat. Berpikir rencana apa yang akan dilakukannya.
Bibi Sur perlahan mendekatinya, "Tuan Muda, adakah yang perlu Bibi bantu, Nak?"
Sembari terus memandangi Anna, "Apa yang kira-kira harus aku lakukan untuk meluluhkannya, Bi? Aku tidak tahu cara memperlakukan perempuan dengan baik..."
Bibi Sur diam, tidak tahu harus menjawab apa.
"Paksa dia makan, aku tidak suka melihatnya kurus... bersihkan juga tubuhnya, dan borgol ini.... jangan berikan lagi, dia menyakiti diri sendiri..."
"Baik, Tuan Muda,"
Akira segera meninggalkan ruangan, menuju kamar pribadinya.
Malam yang teduh, Akira hanya memandangi jendela, melihat beberapa anak buahnya menangani satu masalah di bawah sana. Sedangkan dari atas sini, dia bergelut dengan pikirannya, yang juga sedang bertarung dengan masalahnya sendiri. Dia menggenggam sebotol cairan semprot yang sengaja dibelinya saat keluar tadi. Cairan yang akan menghilangkan kesadaran seseorang yang menghirupnya, juga membangkitkan alam sadar seseorang itu. Biasanya cairan ini digunakan untuk menemukan orang-orang pembohong untuk mengatakan kebenaran.Bibi Sur datang menghampiri, "Ya Tuan Muda, ada yang bisa Bibi bantu?""Bibi Sur, semprotkan cairan ini ke ruangannya, saat dia sudah tidak sadar, bersihkan dan ganti pakaiannya dengan yang baru saja kusiapkan di atas meja. Aku akan masuk dalam 30 menit." Akira memberi perintah."Apa tidak sebaiknya memberikan obat perangsang saja, Tuan Muda!" Bibi Sur jelas ada di pihak Akira, memberinya pilihan lain yang lebih baik.Dia tahu bahwa Bibi
Akira mengingat-ingat, semakin lama menggendongnya, rasanya semakin ringan tubuh ini. Sepertinya Anna mengalami penurunan berat badan yang drastis. Dia meletakkan tubuh Anna pelan-pelan ke atas kasur empuk itu, mengibaskan rambutnya yang terurai ke atas bantal. Sisa-sisa rambut di wajahnya diketepikan, tangannya masih berada di belakang kepada Anna, membuat jarak pandangnya sangat dekat. Akira menatap wajah itu lamat-lamat, dielusnya pipi berisi Anna, membuatnya semakin gemas ingin mencubitnya. Dia tersenyum bahagia, ini pertama kalinya di dunia nyata ia sangat dekat untuk waktu yang lama. Rasa kesal karena dia kabur lenyap seketika. Anna menggeliat, sayup-sayup membuka matanya yang masih sangat berat, dia tahu Akira sedang menatapnya dalam jarak kurang dari 5 cm. "Hey..." suara lembut Akira menyapanya.Anna benar-benar tidak tahu apa yang terjadi. Kepalanya berat. Ia mencoba bergerak menggunakan tangannya, dan justru berakhir menyentuh dada bidang Akira. Namun, tidak ada kekuatan d
Anna tidak berani menjawab. Di dalam benaknya tergambar serangkaian kemungkinan untuk terus melepaskan diri."Hey katakan sesuatu, jangan diam saja, Bukankah beberapa jam yang lalu kamu masih dengan lantang meneriakiku, apa yang sedang kamu pikirkan?" Akira mengatakannya sembari mendekati wajah Anna, Anna mendorongnya pelan, hingga bagian belakang tubuhnya bersandar pada bantal yang tegak membatasi gerak mundurnya hingga tidak lagi bisa menghindari Akira."Ayo kita makan setelah ini!" ajaknya lembut, dia merasa Anna sudah sedikit melunak.Anna hanya mengangguk."Apakah kamu ingat, apa yang kita lakukan beberapa saat lalu? Tahukah kamu bahwa Itu adalah momen terbaik yang tidak akan aku lupakan!""Tidak, aku tidak ingat apa pun!" bantah Anna tegas."Haruskah kita ulangi lagi supaya kamu ingat?"Anna dengan kekuatan lebih kuat mendorongnya hingga mereka berdua kembali dalam posisi duduk."Aku lapar!" Anna mengalihkan pembica
Akira tersenyum kecut, dia mendapatkan ide cemerlang seandainya Anna berhasil melarikan diri lagi."Baiklah kalau begitu maumu!" jawabnya kemudian berlalu meninggalkan Anna menuju kamar pribadinya.Sesaat saat dia menutup pintu, dia menghempaskan tubuhnya ke ranjang. Telah banyak hal yang terjadi hari ini. Mulai dari pria tua mabuk yang berusaha membunuhnya, namun gagal karena tembakan salah sasaran dan justru menciderai salah satu anak buahnya, sebagai gantinya, dia terpaksa membunuh pria itu di tempat dengan dua tembakan di kepala. Belum lagi ketika Anna dengan mudahnya sampai ke halaman depan mansion, di mana sedikit lagi saja dia bisa kehilangan Anna. Tapi yang paling ingin dia bayangkan adalah saat-saat menyentuh gadis kesayangannya itu. Dia menjilat bibirnya, berharap ada aroma manis yang masih tertinggal di sana. Untuk pertama kali di dunia nyata ia merasakan kelembutan gadis itu. Dia menyentuh dadanya, membayangkan saja membuat degup jantungnya tak karuan, lantas tersenyum.Pa
Malam itu, ia memakai dress di atas lutut berwarna merah, menampakkan paha kecil putih mulus miliknya. Tidak ada yang lebih cantik bagi Akira selain ketika perempuan yang begitu dicintainya memakai pakaian terbaik untuk menggodanya. Ciuman hangat perlahan berubah menjadi lebih ganas. Walaupun perempuan ini sudah berpengalaman, dia ternyata belum bisa mengatur napasnya ketika berciuman, sehingga dalam beberapa saat, dia melepaskan ciumannya sejenak untuk bernapas. Seidkit berbeda seperti Anna di dunia nyatanya, yang terlihat begitu lugu dan seperti tidak pernah dicumbu lelaki lain, perempuan ini sangat lihai melayani Akira, melayaninya dengan cara kreatif dan tidak pernah ia sangka-sangka."Aku suka kamu memakai ini?" di tengah jeda berciuman itu, Akira mengambil kesempatan untuk memuji, sedangkan perempuan itu masih terengah-engah."Ah benarkah, bukankah kamu lebih suka aku tidak memakai apa pun?"Akira tertawa lepas, lalu mengangguk. "Jika itu ada padamu, maka segala hal aku akan suka
"LAKUKAN....! Lakukan semaumu..." sambil berderai air mata dan suara serak, ia memberi sebuah keputusan besar.“Lakukan saja apa yang kamu mau sesegera mungkin, kenapa harus menahanku!!!” ujarnya setengah berteriak dan tubuh menggigil di bawah shower.“Tapi aku mohon, berjanjilah untuk melepaskan aku setelah itu…”Akira terpaku di tempatnya, dengan pandangan yang tajam dia mencerna semua perkataan Anna dengan baik, didekatinya Anna, sembari menelan ludah yang sedari tadi menggenang di tenggorokannya, “Kalau begitu yang kamu mau, Baiklah!! Aku tidak akan sungkan sekarang!!”Segera setelah mengatakannya, dengan sigap diraihnya tubuh ringan itu dan menggendongnya segera keranjang. Anna sendiri dengan berderai air mata, menurut dan mempersilakan Akira menikmati tubuhnya malam ini, jika memang inilah harga yang harus ia bayar untuk kebebasannya. Anna benar-benar ingin lepas dari jeratan Akira, bagaimana pun caranya, termasuk menyerahkan kesuciannya sendiri.Akira menurunkan pelan tubuh Anna
Setelah sekitar dua menit dalam posisi berpelukan yang sama, dan dengan Anna yang sudah bertelanjang dada, menyisakan CD yang pasti juga akan lucut sebentar lagi. Akira perlahan mendorong tubuh Anna untuk kembali terlentang. Anna panik setengah mati, ia merasa sangat malu karena kedua gunung kembarnya sedang tidak ditutupi oleh sehelai benang pun.Akira yang paham akan posisinya segera meraih selimut tebal dan menariknya ke belakang punggungnya hingga juga menutupi sebagian tubuh Anna.Anna benar-benar linglung, perasaan macam apa ini. Kenapa sekarang dia justru secara sukarela menginginkan pria ini berbuat demikian. Ada sensasi berbeda yang dapat ia rasakan dari dalam tubuhnya. Kulitnya dingin, namun perasaanya hangat.Anna masih dengan setia menutupi dadanya, membuat Akira tersenyum miring melihat tingkat gadisnya yang menggemaskan ini. Dibelainya rambut Anna, ada bau wangi yang identik dari setiap helaian rambutnya, dengan perlahan, wajahnya
"Ah.. Uhhh.. Ahh Ahhh Ahhhhh.." Suara perempuan itu selalu merdu terdengar di pendengarannya. Desahan yang membuatnya semakin bersemangat mempercepat gerakan masuk keluar pada lubang kenikmatan kekasihnya. Akira selalu menantikan momen ini ketika ia menuju ranjangnya."Aku.... mauu.... keluar, Sayang!!" jerit perempuan itu. Suaranya selalu membuat candu. Akira semakin mempercepat genjotannya dan, "Ahhhhhh..." iya melihat cairan licin keluar, perempuan yang selalu dia mimpikan selama belasan tahun ini.Akira tidak pernah bosan melihat wajahnya. Setiap inci tubuh di hadapannya ini, telah terpaut dalam ingatannya. Akira sangat menyukai tahi lalat di lengan sebelah atas tepat lima ruas jari di bawah ketiaknya. Sebuah tanda coklat yang cantik di kulit putih bersih milik perempuan itu. Tubuhnya sedikit berisi tapi tidak gemuk. Bibirnya tipis dan rasanya selalu manis membuat Akira tidak berhenti menciuminya. Walaupun payudaranya tidak besar, namun, ia memiliki pinggul bulat seperti buah peac