Akira menuju meja kerjanya, menekan beberapa nomor kenalannya dan mengatur jadwal video-call dalam sepuluh menit. Ya, dia sedang mengatur pertemuan dengan dokter kejiwaan pribadinya. Berniat memberitahunya bahwa mungkin pertemuan dengannya tidak harus seserign mungkin karena akar masalah kejiwaannya telah membawa penyembuhnya.
"Jadi gadis yang persis seperti dia sudah kau bawa ke mansionmu? Dengan apa? Kau menculiknya?" kata dokter sekaligus kawan baiknya bertanya menyelidiki.
"Dia bukan gadis yang persis, tapi dialah gadis itu, hanya saja jauh lebih muda dari dugaanku. Terlebih lagi, dia tidak memiliki ingatan apa-apa tentangku."
"Berapa usianya?"
"11 tahun lebih muda dariku, aku perlu kau melakukan pengecekan terhadap ingatannya, mungkin ia pernah berjumpa denganku di mimpinya."
Dokter Haruto memelas, dia tahu persis jenis kejiwaan apa yang mempengaruhi alam bawah sadar Akira. Sejak kecil, sahabatnya selalu menginginkan sosok teman hidup yang layak, sesuatu yang tidak pernah ia dapatkan. Ia hidup terlalu keras terhadap dirinya sendiri. Pengalaman masa lalu membuatnya membangun sebuah angan-angan semu yang membuatnya yakin bahwa suatu saat, mimpi-mimpi itu menjadi kenyataan. Tapi apa yang terjadi? Haruto dibuatnya bingung dengan pernyataan bahwa dia telah menemukan wanita yang seperti di dalam mimpinya, dan wajah Akira sepertinya memang tidak sedang berhalusinasi.
Haruto mengiyakan, "Kau ingin melakukan pemeriksaan di rumah sakit atau aku yang ke sana?"
"Kau yang ke sini, gadisku itu cerdas, sekali lengah, dia bisa melarikan diri dan aku bisa kehilangan dia, walaupun tidak segesit aku, aku tidak bisa meremehkan seorang gadis yang hidup sebatang kara mengelabuiku, dia pasti punya banyak cara yang tidak terduga nantinya. Sampai jumpa besok!"
"Tentu saja, aku sungguh penasaran dengan wujud perempuan yang membuatmu sebersinar ini sebelum tidur. Sampai jumpa besok!"
...
Anna masih merasakan pusing yang membuatnya sangat mengantuk. Dia membuka matanya, tubuhnya terasa rileks sekali, masih terasa hangatnya air di pori-pori kulitnya. Ia melihat seorang wanita paruh baya dan 2 pelayan yang lebih muda darinya sedang menata makanan di atas meja dan memakaikan alas kaki padanya. Anna reflek bangun dan menarik kakinya, membuat Bibi Sur mundur dan meminta maaf, "Maafkan saya, Nona, membuatmu terbangun."
"Siapa kamu? Aku ada di mana?"
"Nona Muda sedang ada di rumah, Tuan Muda yang membawa Nona Cantik ke sini, nama Nona siapa ya?" tanya Bibi Sur ramah sambil merapikan selimut yang berantakan.
"Membawa? TIDAK! DIA MENCULIKKU!!"
"A-a-paa?"
"To-tolong aku, Bu, lepaskan aku," tepat saat ia mencoba bangkit, Anna menyadari bahwa tangannya sedang diborgol ke tepi tempat tidur besar itu, di saat itu pula ia menyadari, ia sedang mengenakan dress tidur berwarna putih. Anna bahkan sudah tidak mengenali tubuhnya lagi, ada wangi tubuh yang tidak ia kenali ada di tubuhnya, dan rambut yang digeraikan lebih lurus dan lembut dari yang biasanya.
Tiba-tiba, sosok menakutkan dengan derap langkah berat datang memasuki ruangan itu, Bibi Sur dan dua pelayan lainnya memberi hormat padanya, namun pandangan pria itu hanya tertuju pada Anna.
"Apakah kau sudah makan?"
"Lepaskan aku, to-tolong lepaskan aku! Aku harus pulang!" Anna memohon padanya.
Bibi Sur menjawab, "Nona Muda baru saja bangun, Tuan,"
"Tanyai dia apakah dia ingin sesuatu," perintah Akira.
"Nona, apakah Nona perlu sesuatu?" Bibi Sur membungkuk menerima perintah.
"To-tolong aku, Bi...." Anna dengan tatapan penuh harap mencoba merayu Bibi Sur. Bibi Sur memandangi Akira, hanya wajah datar seperti memintanya segera pergi.
"Kalau tidak ada pergilah!" Bibi Sur Mengangguk dan melepaskan genggaman Anna, namun ditarik kembali oleh Anna dan berbisik pelan. "A-ak-ku kedi-ngi-nan, Tolong bawakan aku pakaian yang lebih tertutup."
Bibi Sur mengangguk dan melepaskan tangannya yang masih digenggam erat oleh Anna. "Tolong tinggalah bersamaku sebentar saja," Anna terus memohon.
"KOSONGKAN RUANGAN INI SEGERA!" suara datar Akira cukup membuat ketiga pelayan itu bergegas meninggalkan ruangan.
Anna meringsut mundur, menarik selimut menutupi bagian tubuhnya yang terbuka. Bersiap-siap dengan kemungkinan buruk yang akan terjadi.
Akira datang mendekatinya, meraih kursi di sebelahnya dan duduk tak jauh dari ranjang Anna, "Mari kita bicara, aku tidak berniat menyakitimu, sungguh."
Anna diam seribu bahasa, dia tidak berani berbicara sedikit pun.
"Annastasia.... namaku Akira," kalimat perkenalan diri Akira cukup membuat bulu kuduk Anna berdiri. Untuk pertama kali, namanya terasa menyakitkan terdengar.
"Apakah kamu sedikit saja merasa akrab dengan nama, suara dan wajahku!" Akira menatap wajah Anna yang sengaja tertutupi rambut indah kecoklatan miliknya.
Anna hanya berdiam diri, tidak berani angkat bicara.
"JAWAB AKU! Atau aku akan mendapatkan jawaban dengan cara lain!" ancamnya, Anna dengan ketakutan menggeleng.
Akira bangkit dari duduknya, bergabung dengan Anna di atas ranjang, Anna reflek menjauhi, namun ikatan di pergelangan tangannya membatasi ruang gerak. Akira mendekat, menyentuh wajah Anna dan memindahkan rambutnya ke belakang telinga Anna.
"Biarkan aku melihat wajahmu!"
Tangan besar itu menyentuh lembut pundak Anna, ada tahi lalat favoritnya di lengan atas dekat ketiaknya, di dalam mimpi, Akira sering menciumi bagian itu sebelum menyambar kedua gunung kembar tak jauh darinya.
Anna menepis belaian itu, dia akhirnya berbicara, "Kau bilang ingin berbicara, kalau begitu ayo berbicara dan menjauhlah dariku!"
"Baiklah! Memang beginilah maksudku, gunakan suaramu untuk menjawab, BUKAN MENGGUNAKAN TUBUHMU dan mengundangku untuk menyentuhnya!"
Akira mundur selangkah, tetapi masih di ranjang yang sama, dia tidak kembali ke kursi di belakangnya.
"Mulai sekarang, ini akan menjadi rumahmu, dan kau harus menurut dengan semua perkataanku jika ingin selamat. Kalau tidak..."
"Kalau tidak apa? Apa yang akan kau lakukan padaku?"
"Soal itu bisa dibicarakan," Akira mencoba mendekati tubuh Anna, mencoba berbicara dengan intens dengannya.
"A-aku.. bukaann, pelacur!" kalimat itu menghentikan aksi Akira yang baru saja ingin menyentuh rambutnya.
"Apa yang membuatmu berpikir aku akan membuatmu menjadi pelacur?"
"Lalu kenapa? Untuk apa kamu membawaku ke sini? Kembalikan aku! Kenapa aku..."
"Karena tempatmu tidak bisa digantikan oleh orang lain, memang harus kamu yang ada di sisiku, Anna... Akan kubuat kau menjadi wanita paling bahagia di dunia ini jika kamu mau menurut kepadaku...."
"Kau ini gila yaaa, AKU TIDAK TAHU SIAPA KAMU, HIDUPKU SUDAH SANGAT BAHAGIA BEBERAPA WAKTU YANG LALU SEBELUM KAU DATANG ENTAH DARI MANA MEMBAWAKU! Apa yang sedang kau bicarakan! Kembalikan hidupku! Aku punya keluarga yang menungguku pulang!" suara Anna berteriak terdengan mulai serak, matanya berlinang air mata, menyampaikan semua yang ingin dia sampaikan.
Namun, di sisi lain, Akira hanya tersenyum miring, "Kamu yatim piatu, keluarga mana yang akan menunggumu pulang!" kalimatnya sungguh menyekiti perasaan Anna, membuatnya sadar, bahwa pria kejam di depannya ini, mungkin sudah menggali informasi mengenai dirinya.
"Dengar..." Akira menyentuh lembut punggung tangan Anna, namun segera ditepis olehnya.
"Lihat mataku jika aku sedang bicara!" perintahnya meraih dagu Anna memaksanya melihat ke wajahnya.
"Aku... akulah rumah baru bagimu! Apa pun akan aku lakukan untuk membuatmu tetap berada di sini bersamaku, jadi jangan pernah berpikir untuk melarikan diri," dengan lembut ia mendekati wajah Anna, berniat mencumbunya. Namun Anna memalingkan muka.
"Aku tidak akan memaksamu untuk melakukannya denganku, aku akan menunggumu sampai kau menyerah dengan sendirinya, akan kau buat kau memohon padaku, menginginkanku, merindukanku, akan kubuat hal ini menjadi nyata, Selamat malam sayang!" ujarnya sebelum kemudian menjauh meninggalkan Anna di dalam kamar itu.
Saat Akira keluar, di depan kamar Bibi Sur menunggu membawakan segelas air hangat dan membawakannya sebuah kardigan."Tuan Muda," angguk Bibi Sur memberi sapaan."Paksa dia makan, dia tidak makan apa pun sejak tadi siang!""Baik, Tuan Muda!"Bibi Sur memasuki kamar mendapati Anna sedang memeluk dirinya sambil menangis tersedu-sedu. Dia menghampiri Anna, mengelus pelan punggungnya."Aku ingin pulang, Bu, tolong bantu aku..." tangisnya merengek pada Bibi Sur. Perasaan perempuan tua itu campur aduk. Dia sangat senang ketika pada akhirnya Tuan Muda membawa seorang gadis ke rumah, untuk pertama kalinya sejak belasan tahun, ia melihat cahaya di wajah majikannya. Namun, ia tidak tahu bahwa Nona Muda yang dibawa oleh Akira, adalah sebuah penculikan. Ia merasa kasihan pada Anna."Maafkan Bibi, anakku, tapi tolong tinggallah dan mencoba hidup baru di sini, Bibi yakin dia akan sangat mencintai dan melindungimu."Anna menggeleng, menolak kenyataan. Sekarang, benar-benar tidak ada yang akan mendeng
Halo guys, makasih ya udah baca sejauh ini, aku cuma mau ngasih tahu kalau cerita ini bakal update 4x seminggu ya, hehe.Berikut jadwal yang aku pilih buat update:1. Senin, pukul 20.00 WIB2. Rabu, pukul 20.00 WIB3. Jumat, pukul 20.00 WIB4. Minggu, pukul 20.00 WIBJadwal ini mungkin akan berubah sewaktu-waktu kalau aku gabisa stok bab hehe, tapi bakal aku usahain kok buat selalu update di jadwal yang terpilih.Kalau teman-teman ada saran alur dan pemanis cerita, boleh komen di kolom komentar ya, terima kasih
Haruto kembali ke ruangan pertemuannya dengan Akira pagi itu, tapi tidak ia temukan Akira di mana pun. Bertanya dengan Bibi Sur pun tidak mendapat jawaban yang pasti. Ia memutuskan untuk menunggu.Ada banyak hal berkecamuk di benak Haruto, dan yang paling membuatnya tidak habis pikir adalah bagaimana interaksi dengan Anna, membuat degup jantungnya lebih cepat. Benar-benar perempuan yang ia temukan sebagai pribadi yang berbeda dari kebanyakan perempuan di luar sana. Tapi yang jelas, dia ingin sekali membebaskan Anna dari jeratan Akira, membiarkan gadis cantik itu meraih mimpinya selayaknya orang biasa di luar sana.Bersama orang asing yang tidak ia kenal dengan banyak rencana hidup yang telah ia bangun membuat Haruto merasa kasihan. Di dalam pengaruh obat, Anna menangis padanya betapa ia merindukan rumah. Ya, rumah yang tidak berpenghuni namun menyimpan banyak kenangan yang selalu ingin ia renungi setiap malam. Dia hanya gadis low profile luar biasa yang berani ti
Malam yang teduh, Akira hanya memandangi jendela, melihat beberapa anak buahnya menangani satu masalah di bawah sana. Sedangkan dari atas sini, dia bergelut dengan pikirannya, yang juga sedang bertarung dengan masalahnya sendiri. Dia menggenggam sebotol cairan semprot yang sengaja dibelinya saat keluar tadi. Cairan yang akan menghilangkan kesadaran seseorang yang menghirupnya, juga membangkitkan alam sadar seseorang itu. Biasanya cairan ini digunakan untuk menemukan orang-orang pembohong untuk mengatakan kebenaran.Bibi Sur datang menghampiri, "Ya Tuan Muda, ada yang bisa Bibi bantu?""Bibi Sur, semprotkan cairan ini ke ruangannya, saat dia sudah tidak sadar, bersihkan dan ganti pakaiannya dengan yang baru saja kusiapkan di atas meja. Aku akan masuk dalam 30 menit." Akira memberi perintah."Apa tidak sebaiknya memberikan obat perangsang saja, Tuan Muda!" Bibi Sur jelas ada di pihak Akira, memberinya pilihan lain yang lebih baik.Dia tahu bahwa Bibi
Akira mengingat-ingat, semakin lama menggendongnya, rasanya semakin ringan tubuh ini. Sepertinya Anna mengalami penurunan berat badan yang drastis. Dia meletakkan tubuh Anna pelan-pelan ke atas kasur empuk itu, mengibaskan rambutnya yang terurai ke atas bantal. Sisa-sisa rambut di wajahnya diketepikan, tangannya masih berada di belakang kepada Anna, membuat jarak pandangnya sangat dekat. Akira menatap wajah itu lamat-lamat, dielusnya pipi berisi Anna, membuatnya semakin gemas ingin mencubitnya. Dia tersenyum bahagia, ini pertama kalinya di dunia nyata ia sangat dekat untuk waktu yang lama. Rasa kesal karena dia kabur lenyap seketika. Anna menggeliat, sayup-sayup membuka matanya yang masih sangat berat, dia tahu Akira sedang menatapnya dalam jarak kurang dari 5 cm. "Hey..." suara lembut Akira menyapanya.Anna benar-benar tidak tahu apa yang terjadi. Kepalanya berat. Ia mencoba bergerak menggunakan tangannya, dan justru berakhir menyentuh dada bidang Akira. Namun, tidak ada kekuatan d
Anna tidak berani menjawab. Di dalam benaknya tergambar serangkaian kemungkinan untuk terus melepaskan diri."Hey katakan sesuatu, jangan diam saja, Bukankah beberapa jam yang lalu kamu masih dengan lantang meneriakiku, apa yang sedang kamu pikirkan?" Akira mengatakannya sembari mendekati wajah Anna, Anna mendorongnya pelan, hingga bagian belakang tubuhnya bersandar pada bantal yang tegak membatasi gerak mundurnya hingga tidak lagi bisa menghindari Akira."Ayo kita makan setelah ini!" ajaknya lembut, dia merasa Anna sudah sedikit melunak.Anna hanya mengangguk."Apakah kamu ingat, apa yang kita lakukan beberapa saat lalu? Tahukah kamu bahwa Itu adalah momen terbaik yang tidak akan aku lupakan!""Tidak, aku tidak ingat apa pun!" bantah Anna tegas."Haruskah kita ulangi lagi supaya kamu ingat?"Anna dengan kekuatan lebih kuat mendorongnya hingga mereka berdua kembali dalam posisi duduk."Aku lapar!" Anna mengalihkan pembica
Akira tersenyum kecut, dia mendapatkan ide cemerlang seandainya Anna berhasil melarikan diri lagi."Baiklah kalau begitu maumu!" jawabnya kemudian berlalu meninggalkan Anna menuju kamar pribadinya.Sesaat saat dia menutup pintu, dia menghempaskan tubuhnya ke ranjang. Telah banyak hal yang terjadi hari ini. Mulai dari pria tua mabuk yang berusaha membunuhnya, namun gagal karena tembakan salah sasaran dan justru menciderai salah satu anak buahnya, sebagai gantinya, dia terpaksa membunuh pria itu di tempat dengan dua tembakan di kepala. Belum lagi ketika Anna dengan mudahnya sampai ke halaman depan mansion, di mana sedikit lagi saja dia bisa kehilangan Anna. Tapi yang paling ingin dia bayangkan adalah saat-saat menyentuh gadis kesayangannya itu. Dia menjilat bibirnya, berharap ada aroma manis yang masih tertinggal di sana. Untuk pertama kali di dunia nyata ia merasakan kelembutan gadis itu. Dia menyentuh dadanya, membayangkan saja membuat degup jantungnya tak karuan, lantas tersenyum.Pa
Malam itu, ia memakai dress di atas lutut berwarna merah, menampakkan paha kecil putih mulus miliknya. Tidak ada yang lebih cantik bagi Akira selain ketika perempuan yang begitu dicintainya memakai pakaian terbaik untuk menggodanya. Ciuman hangat perlahan berubah menjadi lebih ganas. Walaupun perempuan ini sudah berpengalaman, dia ternyata belum bisa mengatur napasnya ketika berciuman, sehingga dalam beberapa saat, dia melepaskan ciumannya sejenak untuk bernapas. Seidkit berbeda seperti Anna di dunia nyatanya, yang terlihat begitu lugu dan seperti tidak pernah dicumbu lelaki lain, perempuan ini sangat lihai melayani Akira, melayaninya dengan cara kreatif dan tidak pernah ia sangka-sangka."Aku suka kamu memakai ini?" di tengah jeda berciuman itu, Akira mengambil kesempatan untuk memuji, sedangkan perempuan itu masih terengah-engah."Ah benarkah, bukankah kamu lebih suka aku tidak memakai apa pun?"Akira tertawa lepas, lalu mengangguk. "Jika itu ada padamu, maka segala hal aku akan suka