Share

BAB 4: Perbincangan Tentang Kita

Akira menuju meja kerjanya, menekan beberapa nomor kenalannya dan mengatur jadwal video-call dalam sepuluh menit. Ya, dia sedang mengatur pertemuan dengan dokter kejiwaan pribadinya. Berniat memberitahunya bahwa mungkin pertemuan dengannya tidak harus seserign mungkin karena akar masalah kejiwaannya telah membawa penyembuhnya.

"Jadi gadis yang persis seperti dia sudah kau bawa ke mansionmu? Dengan apa? Kau menculiknya?" kata dokter sekaligus kawan baiknya bertanya menyelidiki.

"Dia bukan gadis yang persis, tapi dialah gadis itu, hanya saja jauh lebih muda dari dugaanku. Terlebih lagi, dia tidak memiliki ingatan apa-apa tentangku."

"Berapa usianya?"

"11 tahun lebih muda dariku, aku perlu kau melakukan pengecekan terhadap ingatannya, mungkin ia pernah berjumpa denganku di mimpinya."

Dokter Haruto memelas, dia tahu persis jenis kejiwaan apa yang mempengaruhi alam bawah sadar Akira. Sejak kecil, sahabatnya selalu menginginkan sosok teman hidup yang layak, sesuatu yang tidak pernah ia dapatkan. Ia hidup terlalu keras terhadap dirinya sendiri. Pengalaman masa lalu membuatnya membangun sebuah angan-angan semu yang membuatnya yakin bahwa suatu saat, mimpi-mimpi itu menjadi kenyataan. Tapi apa yang terjadi? Haruto dibuatnya bingung dengan pernyataan bahwa dia telah menemukan wanita yang seperti di dalam mimpinya, dan wajah Akira sepertinya memang tidak sedang berhalusinasi.

Haruto mengiyakan, "Kau ingin melakukan pemeriksaan di rumah sakit atau aku yang ke sana?"

"Kau yang ke sini, gadisku itu cerdas, sekali lengah, dia bisa melarikan diri dan aku bisa kehilangan dia, walaupun tidak segesit aku, aku tidak bisa meremehkan seorang gadis yang hidup sebatang kara mengelabuiku, dia pasti punya banyak cara yang tidak terduga nantinya. Sampai jumpa besok!"

"Tentu saja, aku sungguh penasaran dengan wujud perempuan yang membuatmu sebersinar ini sebelum tidur. Sampai jumpa besok!"

...

Anna masih merasakan pusing yang membuatnya sangat mengantuk. Dia membuka matanya, tubuhnya terasa rileks sekali, masih terasa hangatnya air di pori-pori kulitnya. Ia melihat seorang wanita paruh baya dan 2 pelayan yang lebih muda darinya sedang menata makanan di atas meja dan memakaikan alas kaki padanya. Anna reflek bangun dan menarik kakinya, membuat Bibi Sur mundur dan meminta maaf, "Maafkan saya, Nona, membuatmu terbangun."

"Siapa kamu? Aku ada di mana?"

"Nona Muda sedang ada di rumah, Tuan Muda yang membawa Nona Cantik ke sini, nama Nona siapa ya?" tanya Bibi Sur ramah sambil merapikan selimut yang berantakan.

"Membawa? TIDAK! DIA MENCULIKKU!!"

"A-a-paa?"

"To-tolong aku, Bu, lepaskan aku," tepat saat ia mencoba bangkit, Anna menyadari bahwa tangannya sedang diborgol ke tepi tempat tidur besar itu, di saat itu pula ia menyadari, ia sedang mengenakan dress tidur berwarna putih. Anna bahkan sudah tidak mengenali tubuhnya lagi, ada wangi tubuh yang tidak ia kenali ada di tubuhnya, dan rambut yang digeraikan lebih lurus dan lembut dari yang biasanya. 

Tiba-tiba, sosok menakutkan dengan derap langkah berat datang memasuki ruangan itu, Bibi Sur dan dua pelayan lainnya memberi hormat padanya, namun pandangan pria itu hanya tertuju pada Anna.

"Apakah kau sudah makan?"

"Lepaskan aku, to-tolong lepaskan aku! Aku harus pulang!" Anna memohon padanya.

Bibi Sur menjawab, "Nona Muda baru saja bangun, Tuan,"

"Tanyai dia apakah dia ingin sesuatu," perintah Akira.

"Nona, apakah Nona perlu sesuatu?" Bibi Sur membungkuk menerima perintah.

"To-tolong aku, Bi...." Anna dengan tatapan penuh harap mencoba merayu Bibi Sur. Bibi Sur memandangi Akira, hanya wajah datar seperti memintanya segera pergi.

"Kalau tidak ada pergilah!" Bibi Sur Mengangguk dan melepaskan genggaman Anna, namun ditarik kembali oleh Anna dan berbisik pelan. "A-ak-ku kedi-ngi-nan, Tolong bawakan aku pakaian yang lebih tertutup." 

Bibi Sur mengangguk dan melepaskan tangannya yang masih digenggam erat oleh Anna. "Tolong tinggalah bersamaku sebentar saja," Anna terus memohon.

"KOSONGKAN RUANGAN INI SEGERA!" suara datar Akira cukup membuat ketiga pelayan itu bergegas meninggalkan ruangan.

Anna meringsut mundur, menarik selimut menutupi bagian tubuhnya yang terbuka. Bersiap-siap dengan kemungkinan buruk yang akan terjadi. 

Akira datang mendekatinya, meraih kursi di sebelahnya dan duduk tak jauh dari ranjang Anna, "Mari kita bicara, aku tidak berniat menyakitimu, sungguh."

Anna diam seribu bahasa, dia tidak berani berbicara sedikit pun.

"Annastasia.... namaku Akira," kalimat perkenalan diri Akira cukup membuat bulu kuduk Anna berdiri. Untuk pertama kali, namanya terasa menyakitkan terdengar.

"Apakah kamu sedikit saja merasa akrab dengan nama, suara dan wajahku!" Akira menatap wajah Anna yang sengaja tertutupi rambut indah kecoklatan miliknya.

Anna hanya berdiam diri, tidak berani angkat bicara.

"JAWAB AKU! Atau aku akan mendapatkan jawaban dengan cara lain!" ancamnya, Anna dengan ketakutan menggeleng.

Akira bangkit dari duduknya, bergabung dengan Anna di atas ranjang, Anna reflek menjauhi, namun ikatan di pergelangan tangannya membatasi ruang gerak. Akira mendekat, menyentuh wajah Anna dan memindahkan rambutnya ke belakang telinga Anna. 

"Biarkan aku melihat wajahmu!" 

Tangan besar itu menyentuh lembut pundak Anna, ada tahi lalat favoritnya di lengan atas dekat ketiaknya, di dalam mimpi, Akira sering menciumi bagian itu sebelum menyambar kedua gunung kembar tak jauh darinya.

Anna menepis belaian itu, dia akhirnya berbicara, "Kau bilang ingin berbicara, kalau begitu ayo berbicara dan menjauhlah dariku!"

"Baiklah! Memang beginilah maksudku, gunakan suaramu untuk menjawab, BUKAN MENGGUNAKAN TUBUHMU dan mengundangku untuk menyentuhnya!"

Akira mundur selangkah, tetapi masih di ranjang yang sama, dia tidak kembali ke kursi di belakangnya.

"Mulai sekarang, ini akan menjadi rumahmu, dan kau harus menurut dengan semua perkataanku jika ingin selamat. Kalau tidak..."

"Kalau tidak apa? Apa yang akan kau lakukan padaku?"

"Soal itu bisa dibicarakan," Akira mencoba mendekati tubuh Anna, mencoba berbicara dengan intens dengannya.

"A-aku.. bukaann, pelacur!" kalimat itu menghentikan aksi Akira yang baru saja ingin menyentuh rambutnya.

"Apa yang membuatmu berpikir aku akan membuatmu menjadi pelacur?"

"Lalu kenapa? Untuk apa kamu membawaku ke sini? Kembalikan aku! Kenapa aku..."

"Karena tempatmu tidak bisa digantikan oleh orang lain, memang harus kamu yang ada di sisiku, Anna... Akan kubuat kau menjadi wanita paling bahagia di dunia ini jika kamu mau menurut kepadaku...."

"Kau ini gila yaaa, AKU TIDAK TAHU SIAPA KAMU, HIDUPKU SUDAH SANGAT BAHAGIA BEBERAPA WAKTU YANG LALU SEBELUM KAU DATANG ENTAH DARI MANA MEMBAWAKU! Apa yang sedang kau bicarakan! Kembalikan hidupku! Aku punya keluarga yang menungguku pulang!" suara Anna berteriak terdengan mulai serak, matanya berlinang air mata, menyampaikan semua yang ingin dia sampaikan.

Namun, di sisi lain, Akira hanya tersenyum miring, "Kamu yatim piatu, keluarga mana yang akan menunggumu pulang!" kalimatnya sungguh menyekiti perasaan Anna, membuatnya sadar, bahwa pria kejam di depannya ini, mungkin sudah menggali informasi mengenai dirinya.

"Dengar..." Akira menyentuh lembut punggung tangan Anna, namun segera ditepis olehnya.

"Lihat mataku jika aku sedang bicara!" perintahnya meraih dagu Anna memaksanya melihat ke wajahnya.

"Aku... akulah rumah baru bagimu! Apa pun akan aku lakukan untuk membuatmu tetap berada di sini bersamaku, jadi jangan pernah berpikir untuk melarikan diri," dengan lembut ia mendekati wajah Anna, berniat mencumbunya. Namun Anna memalingkan muka.

"Aku tidak akan memaksamu untuk melakukannya denganku, aku akan menunggumu sampai kau menyerah dengan sendirinya, akan kau buat kau memohon padaku, menginginkanku, merindukanku, akan kubuat hal ini menjadi nyata, Selamat malam sayang!" ujarnya sebelum kemudian menjauh meninggalkan Anna di dalam kamar itu.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status