Share

BAB 3: Membawanya Pulang

"Lalu kenapa jika aku tergila-gila denganmu, hah?" tanpa menunggu lagi, Akira meraih pinggang Anna, menahan kedua lengannya di belakang dengan tangan kirinya, dan menahan dagunya agar siap menerima ciuman darinya. 

Ciuman itu begitu lembut membuat Anna diam membeku sejenak saking terkejut, namun kedua tangannya tengah ditahan begitu erat hingga ia tidak mampu bergerak sedikit pun, ia mencoba meronta-ronta, mendorongnya sekuat tenaga, tapi hasilnya nihil. Tubuh kecilnya tidak mampu bersaing dengan tubuh pria matang yang sedang mendekap tubuhnya.

Anna menutup bibirnya rapat sambil terus meronta dan melepaskan diri. Ia kehabisan napas, namun Akira hanya sempat melepaskan pagutannya dua detik lantas langsung mengejar bibir kecil yang memesona itu dengan ganasnya. Bibir ini selalu ia rasakan setiap malam di dalam mimpinya. Bibir yang manis dan lembut, membuat siapa saja yang menyentuhkan ingin kembali menyentuhnya. 

Anna masih mencoba melepaskan diri, Akira menggigit bibirnya, membuka celah untuk lidahnya menerobos masuk membuat Anna terpaku ketakutan dan tidak tahu harus berbuat apa. Ciuman ini, adalah cumbuan pertamanya, dia sangat menjaga dirinya dari lelaki asing. Namun, sesuatu yang ia bayangkan akan begitu indah, justru direbut secara paksa oleh seorang pria kasar yang baru saja ia temui. Tanpa ia sadari, air matanya menetes, ia menangis dan hal ini disadari oleh Akira. Dia tidak menyangka, Anna akan menangis, bahkan saat menangis, ia masih begitu cantik di matanya. 

Akira masih tidak mau melepaskan genggamannya pada dagu dan kedua tangannya. Dia terpesona menatap mata berair dan wajah merah kehabisan napas. 

"Tolong... tanganku sakit, tolong lepaskan aku, Tuan!" sambil menangis dan meringis kesakitan iya terus memohon, hal ini berhasil meruntuhkan pertahanan Akira. Genggaman di tangannya berhasil melepas pertahanannya.

Anna menghapus jejak cumbuan dan air liur di bibirnya, ia merasa jijik dengan dirinya sendiri. Sambil manangis dan dengan tangan gemetar ia melangkah mundur, berjaga-jaga jika pria gila di depannya bertindak di luar jangkauannya lagi. Saat berjalan mundur, ia melihat kaca transparan di depannya, melihat dengan jelas pesawat yang seharusnya membawa dirinya pulang justru meninggalkannya. Ia menangis sejadi-jadinya, dia terus membayangkan hal terburuk yang akan terjadi padanya. Dia punya banyak mimpi dan sesuatu berharga yang hendak dia lakukan di Indonesia. Tapi kendaraan yang seharusnya membawanya pulang, sudah tidak ada lagi.

Akira melangkah maju, dia sangat menggila dan siap memeluk gadis itu, tapi entah apa yang Anna pikirkan, dia hanya ingin lari selaju mungkin, ia ingin melarikan diri, dia sudah tidak peduli lagi apakah akan berhasil atau tidak, ia sudah tidak berani menggunakan akal sehatnya, semakin ia berpikir, semakin bergetar ketakutan ia memikirkan nasib diri ke depannya.

Benar-benar tindakan yang gegabah. Dua laki-laki berbadan besar telah siap menghadangnya dan menyemprotkan cairan ke wajah Anna yang membuatnya kehilangan kesadaran diri. 

"Benar-benar keras kepala!" gumam Akira. Dia segera mendekati Anna yang sedang rangkul oleh salah satu bawahannya, rasanya tidak rela ia melihat sembarang pria menyentuh wanitanya. Segera ia dekati dan meraih tubuh Anna ke pelukannya.

"Siapkan jetnya, biar aku yang bawa dia!" bawahannya mangangguk paham.

Akira memandangi wajah basah Anna, ia mengusap air mata di pipinya, menyeka bibirnya yang lembut. Ia menggendongnya, membawa kepala Anna dekat dengan dadanya yang bidang, tubuh seringan ini tengah berada di pelukannya. Akira meraih selimut di hadapannya dan menutupi tubuh Anna.

Dalam 15 menit, ia sudah berada di jet pribadi miliknya. Menurunkan sandara kursi agar Anna terbaring dengan nyaman. Saat ini perasaannya campur aduk. Ia sangat senang akhirnya dapat menemukan Anna, di sisi lain ia tahu, ia sedang merebut paksa seseorang untuk masuk ke kehidupannya.

Dari wajah polosnya, Anna jelas tidak mengenalinya sama sekali. Akira mengelus wajahnya sekali lagi, wajah yang sangat akrab olehnya, kali ini telah secara nyata dia genggamannya. Ia turun ke hidungnya, tidak mancung, tapi begitu identik dengan tulang hidung sedang khas wanita Asia. Dan bibir tipis ini, Akira menarik napas dalam, mencoba menahan gejolak gairah dalam tubuhnya. Bibir lembut yang membuatnya tergila-gila ini sudah sangat begitu nyata. 

"Annastasia...." Akira menyebut nama itu sekali lagi.

"Permisi, Bos, kita bersiap untuk take-off, Anda harus duduk dan memasang seat belt,"

"Beri aku dua menit," perintahnya agar bawahannya segera enyah dari hadapannya, "..beritahu Bibi Sur untuk mempersiapkan kamar di dekat kamarku!" 

"Baik, Bos!"

Akira memasangkan seat belt untuk Anna, memastikan ia tidur dengan nyaman dan melepas sepatu dari kaki Anna, ia kemudian mengambil tempat di samping Anna sebagai tempat duduknya. Jet itu siap membawa Anna pulang ke rumah yang bukan rumahnya. Akira menggenggam lembut jari jemari Anna, meremasnya pelan, tangan ini lembut sekali. Bahkan dengan keadaan tubuh tertutup, Akira sudah menggila dengan apa yang masih tampak dari dirinya. Sepanjang jalan menuju pulang, Akira tidak henti-hentinya memandanginya. 

Rumah itu menyerupai mansion yang terletak di sebuah desa kecil yang di dekat lautan, ada pantai yang sangat indah di bawah kekuasaannya. Di bagian Selatan Kyoto yang jauh dari keramaian. Rumah di mana telah ia persiapkan seluruhnya demi menyambut seorang gadis yang selalu datang di mimpi-mimpinya. Gadis yang selalu menghiburkan di kala kesepian, menjadi rumah di saat rumah tempat bertumbuhnya hancur. Segala kehangatan di dalam mimpi, telah membuatnya bersumpah, menemukan gadis itu bagaimana pun caranya. 

Mansion megah ini dikelilingi oleh lebih dari 1500 penjagaan ketat oleh pasukan bersenjata. Sebagai keturunan Yakuza paling berpengaruh di generasinya, rumah ini adalah tempat teraman di mana ia bisa tidur dengan aman dan nyaman, jauh dari hiruk-pikuk keramaian dan serangan musuh yang tidak terduga-duga.

Sesampainya di landasan, ia menuju mansion dengan mobil anti peluru yang cukup besar. Jarak antara landasan dan mansion sekitar 5 km. Anna masih belum terjaga dari tidurnya, sepertinya pengaruh obat itu cukup kuat atau mungkin karena keletihan batin yang membuatnya beristirahat cukup lama. Akhirnya, mobil itu memasuki gerbang, tampak dari jauh Bibi Sur sedang menunggunya di luar.

Ia menggendong Anna lagi, bagian ini adalah favoritnya, di mana tubuh gadis kesayangannya sepenuhnya dekat dengannya. Tak jauh di depan pintu Sur menyambut kedatangan Tuan Rumah, namun dia terpaku sejenak, wajah Tuan Muda Akira yang telah ia layani sejak ia masih dalam kandungan, sedang tersenyum merekah kepadanya. Sebuah mimik wajah yang tidak pernah ia lihat sebelumnya ada pada Tuan Muda Akira.  

"Bibi Sur, saya membawa nyonya muda rumah ini, kamu harus bertanggungjawab untuk semua kebutuhannya, paham?"

Sur mengangguk, membukakak pintu lebih lebar untuk mempersilakan Tuan Muda masuk ke dalam bersama seorang wanita di pelukannya. Sur seolah melihat cahaya di setiap langkah Tuan Muda menuju ruangan istirahatnya, membuatnya dengan girang mengikuti Akira bersama dua pelayan perempuan lainnya.

Ia membukakan salah satu dari dua pintu sebuah kamar tertutup di seberang kamar pribadi Tuan Muda Akira. Ini pertama kalinya ruangan ini akan dihuni, sebuah kamar megah yang dipersiapkan namun tidak pernah ditempati. Ia sempat berpikir bahwa Tuan Muda adalah penyuka sesama jenis, atau mungkin pengidap kelainan yang tidak memiliki hasrat seksual karena ia tidak pernah melihatnya membawa siapa pun ke mansion ini. Dia selalu pulang lebih awal setelah bekerja sehingga tidak ada waktu untuk 'jajan di luar'. 

"Bibi Sur, tolong bersihkan dia dengan pakaian yang sebentar lagi aku bawakan, dan siapkan dia makanan untuk disantap ketika dia bangun nanti."

Bibi Sur mengiyakannya, membantunya membuka kerudungnya dan menyeka tubuhnya dengan air hangat. Bibi Sur merasa bahwa gadis ini sangat familiar, tapi ia lupa di mana ia pernah melihatnya. Tuan Muda Akira kembali membawakan pakaian luar dan dalam untuk Anna, bersama parfum dan vitamin rambut yang sudah lama dia simpan.

"Apakah ini ukurannya pas?" Bibi Sur meraih bra dan celana dalam putih yang Akira berikan.

"Pasti muat, aku tahu pasti ukurannya!" Bibi Sur tersenyum. Membuat Akira juga tersipu malu memberikan simpul senyum di ujung bibirnya. 

Aku akan kembali setelah mengurus sesuatu, sebelum dia pergi ia sempat berbalik sejenak. "Apakah rambutnya berwarna coklat panjang sepunggung atas?"

Bibi Sur langsung memeriksa panjang rambutnya, "Ya benar, rambut ini indah berwarna coklat dan sepertinya panjang sepunggung, Tuan Muda, memangnya kenapa?"

Akira tersenyum memandangi Anna, kemudian berbalik badan. Menjauhi ruangan itu menuju ruangan kerjanya. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status