"Lalu kenapa jika aku tergila-gila denganmu, hah?" tanpa menunggu lagi, Akira meraih pinggang Anna, menahan kedua lengannya di belakang dengan tangan kirinya, dan menahan dagunya agar siap menerima ciuman darinya.
Ciuman itu begitu lembut membuat Anna diam membeku sejenak saking terkejut, namun kedua tangannya tengah ditahan begitu erat hingga ia tidak mampu bergerak sedikit pun, ia mencoba meronta-ronta, mendorongnya sekuat tenaga, tapi hasilnya nihil. Tubuh kecilnya tidak mampu bersaing dengan tubuh pria matang yang sedang mendekap tubuhnya.
Anna menutup bibirnya rapat sambil terus meronta dan melepaskan diri. Ia kehabisan napas, namun Akira hanya sempat melepaskan pagutannya dua detik lantas langsung mengejar bibir kecil yang memesona itu dengan ganasnya. Bibir ini selalu ia rasakan setiap malam di dalam mimpinya. Bibir yang manis dan lembut, membuat siapa saja yang menyentuhkan ingin kembali menyentuhnya.
Anna masih mencoba melepaskan diri, Akira menggigit bibirnya, membuka celah untuk lidahnya menerobos masuk membuat Anna terpaku ketakutan dan tidak tahu harus berbuat apa. Ciuman ini, adalah cumbuan pertamanya, dia sangat menjaga dirinya dari lelaki asing. Namun, sesuatu yang ia bayangkan akan begitu indah, justru direbut secara paksa oleh seorang pria kasar yang baru saja ia temui. Tanpa ia sadari, air matanya menetes, ia menangis dan hal ini disadari oleh Akira. Dia tidak menyangka, Anna akan menangis, bahkan saat menangis, ia masih begitu cantik di matanya.
Akira masih tidak mau melepaskan genggamannya pada dagu dan kedua tangannya. Dia terpesona menatap mata berair dan wajah merah kehabisan napas.
"Tolong... tanganku sakit, tolong lepaskan aku, Tuan!" sambil menangis dan meringis kesakitan iya terus memohon, hal ini berhasil meruntuhkan pertahanan Akira. Genggaman di tangannya berhasil melepas pertahanannya.
Anna menghapus jejak cumbuan dan air liur di bibirnya, ia merasa jijik dengan dirinya sendiri. Sambil manangis dan dengan tangan gemetar ia melangkah mundur, berjaga-jaga jika pria gila di depannya bertindak di luar jangkauannya lagi. Saat berjalan mundur, ia melihat kaca transparan di depannya, melihat dengan jelas pesawat yang seharusnya membawa dirinya pulang justru meninggalkannya. Ia menangis sejadi-jadinya, dia terus membayangkan hal terburuk yang akan terjadi padanya. Dia punya banyak mimpi dan sesuatu berharga yang hendak dia lakukan di Indonesia. Tapi kendaraan yang seharusnya membawanya pulang, sudah tidak ada lagi.
Akira melangkah maju, dia sangat menggila dan siap memeluk gadis itu, tapi entah apa yang Anna pikirkan, dia hanya ingin lari selaju mungkin, ia ingin melarikan diri, dia sudah tidak peduli lagi apakah akan berhasil atau tidak, ia sudah tidak berani menggunakan akal sehatnya, semakin ia berpikir, semakin bergetar ketakutan ia memikirkan nasib diri ke depannya.
Benar-benar tindakan yang gegabah. Dua laki-laki berbadan besar telah siap menghadangnya dan menyemprotkan cairan ke wajah Anna yang membuatnya kehilangan kesadaran diri.
"Benar-benar keras kepala!" gumam Akira. Dia segera mendekati Anna yang sedang rangkul oleh salah satu bawahannya, rasanya tidak rela ia melihat sembarang pria menyentuh wanitanya. Segera ia dekati dan meraih tubuh Anna ke pelukannya.
"Siapkan jetnya, biar aku yang bawa dia!" bawahannya mangangguk paham.
Akira memandangi wajah basah Anna, ia mengusap air mata di pipinya, menyeka bibirnya yang lembut. Ia menggendongnya, membawa kepala Anna dekat dengan dadanya yang bidang, tubuh seringan ini tengah berada di pelukannya. Akira meraih selimut di hadapannya dan menutupi tubuh Anna.
Dalam 15 menit, ia sudah berada di jet pribadi miliknya. Menurunkan sandara kursi agar Anna terbaring dengan nyaman. Saat ini perasaannya campur aduk. Ia sangat senang akhirnya dapat menemukan Anna, di sisi lain ia tahu, ia sedang merebut paksa seseorang untuk masuk ke kehidupannya.
Dari wajah polosnya, Anna jelas tidak mengenalinya sama sekali. Akira mengelus wajahnya sekali lagi, wajah yang sangat akrab olehnya, kali ini telah secara nyata dia genggamannya. Ia turun ke hidungnya, tidak mancung, tapi begitu identik dengan tulang hidung sedang khas wanita Asia. Dan bibir tipis ini, Akira menarik napas dalam, mencoba menahan gejolak gairah dalam tubuhnya. Bibir lembut yang membuatnya tergila-gila ini sudah sangat begitu nyata.
"Annastasia...." Akira menyebut nama itu sekali lagi.
"Permisi, Bos, kita bersiap untuk take-off, Anda harus duduk dan memasang seat belt,"
"Beri aku dua menit," perintahnya agar bawahannya segera enyah dari hadapannya, "..beritahu Bibi Sur untuk mempersiapkan kamar di dekat kamarku!"
"Baik, Bos!"
Akira memasangkan seat belt untuk Anna, memastikan ia tidur dengan nyaman dan melepas sepatu dari kaki Anna, ia kemudian mengambil tempat di samping Anna sebagai tempat duduknya. Jet itu siap membawa Anna pulang ke rumah yang bukan rumahnya. Akira menggenggam lembut jari jemari Anna, meremasnya pelan, tangan ini lembut sekali. Bahkan dengan keadaan tubuh tertutup, Akira sudah menggila dengan apa yang masih tampak dari dirinya. Sepanjang jalan menuju pulang, Akira tidak henti-hentinya memandanginya.
Rumah itu menyerupai mansion yang terletak di sebuah desa kecil yang di dekat lautan, ada pantai yang sangat indah di bawah kekuasaannya. Di bagian Selatan Kyoto yang jauh dari keramaian. Rumah di mana telah ia persiapkan seluruhnya demi menyambut seorang gadis yang selalu datang di mimpi-mimpinya. Gadis yang selalu menghiburkan di kala kesepian, menjadi rumah di saat rumah tempat bertumbuhnya hancur. Segala kehangatan di dalam mimpi, telah membuatnya bersumpah, menemukan gadis itu bagaimana pun caranya.
Mansion megah ini dikelilingi oleh lebih dari 1500 penjagaan ketat oleh pasukan bersenjata. Sebagai keturunan Yakuza paling berpengaruh di generasinya, rumah ini adalah tempat teraman di mana ia bisa tidur dengan aman dan nyaman, jauh dari hiruk-pikuk keramaian dan serangan musuh yang tidak terduga-duga.
Sesampainya di landasan, ia menuju mansion dengan mobil anti peluru yang cukup besar. Jarak antara landasan dan mansion sekitar 5 km. Anna masih belum terjaga dari tidurnya, sepertinya pengaruh obat itu cukup kuat atau mungkin karena keletihan batin yang membuatnya beristirahat cukup lama. Akhirnya, mobil itu memasuki gerbang, tampak dari jauh Bibi Sur sedang menunggunya di luar.
Ia menggendong Anna lagi, bagian ini adalah favoritnya, di mana tubuh gadis kesayangannya sepenuhnya dekat dengannya. Tak jauh di depan pintu Sur menyambut kedatangan Tuan Rumah, namun dia terpaku sejenak, wajah Tuan Muda Akira yang telah ia layani sejak ia masih dalam kandungan, sedang tersenyum merekah kepadanya. Sebuah mimik wajah yang tidak pernah ia lihat sebelumnya ada pada Tuan Muda Akira.
"Bibi Sur, saya membawa nyonya muda rumah ini, kamu harus bertanggungjawab untuk semua kebutuhannya, paham?"
Sur mengangguk, membukakak pintu lebih lebar untuk mempersilakan Tuan Muda masuk ke dalam bersama seorang wanita di pelukannya. Sur seolah melihat cahaya di setiap langkah Tuan Muda menuju ruangan istirahatnya, membuatnya dengan girang mengikuti Akira bersama dua pelayan perempuan lainnya.
Ia membukakan salah satu dari dua pintu sebuah kamar tertutup di seberang kamar pribadi Tuan Muda Akira. Ini pertama kalinya ruangan ini akan dihuni, sebuah kamar megah yang dipersiapkan namun tidak pernah ditempati. Ia sempat berpikir bahwa Tuan Muda adalah penyuka sesama jenis, atau mungkin pengidap kelainan yang tidak memiliki hasrat seksual karena ia tidak pernah melihatnya membawa siapa pun ke mansion ini. Dia selalu pulang lebih awal setelah bekerja sehingga tidak ada waktu untuk 'jajan di luar'.
"Bibi Sur, tolong bersihkan dia dengan pakaian yang sebentar lagi aku bawakan, dan siapkan dia makanan untuk disantap ketika dia bangun nanti."
Bibi Sur mengiyakannya, membantunya membuka kerudungnya dan menyeka tubuhnya dengan air hangat. Bibi Sur merasa bahwa gadis ini sangat familiar, tapi ia lupa di mana ia pernah melihatnya. Tuan Muda Akira kembali membawakan pakaian luar dan dalam untuk Anna, bersama parfum dan vitamin rambut yang sudah lama dia simpan.
"Apakah ini ukurannya pas?" Bibi Sur meraih bra dan celana dalam putih yang Akira berikan.
"Pasti muat, aku tahu pasti ukurannya!" Bibi Sur tersenyum. Membuat Akira juga tersipu malu memberikan simpul senyum di ujung bibirnya.
Aku akan kembali setelah mengurus sesuatu, sebelum dia pergi ia sempat berbalik sejenak. "Apakah rambutnya berwarna coklat panjang sepunggung atas?"
Bibi Sur langsung memeriksa panjang rambutnya, "Ya benar, rambut ini indah berwarna coklat dan sepertinya panjang sepunggung, Tuan Muda, memangnya kenapa?"
Akira tersenyum memandangi Anna, kemudian berbalik badan. Menjauhi ruangan itu menuju ruangan kerjanya.
Akira menuju meja kerjanya, menekan beberapa nomor kenalannya dan mengatur jadwal video-call dalam sepuluh menit. Ya, dia sedang mengatur pertemuan dengan dokter kejiwaan pribadinya. Berniat memberitahunya bahwa mungkin pertemuan dengannya tidak harus seserign mungkin karena akar masalah kejiwaannya telah membawa penyembuhnya."Jadi gadis yang persis seperti dia sudah kau bawa ke mansionmu? Dengan apa? Kau menculiknya?" kata dokter sekaligus kawan baiknya bertanya menyelidiki."Dia bukan gadis yang persis, tapi dialah gadis itu, hanya saja jauh lebih muda dari dugaanku. Terlebih lagi, dia tidak memiliki ingatan apa-apa tentangku.""Berapa usianya?""11 tahun lebih muda dariku, aku perlu kau melakukan pengecekan terhadap ingatannya, mungkin ia pernah berjumpa denganku di mimpinya."Dokter Haruto memelas, dia tahu persis jenis kejiwaan apa yang mempengaruhi alam bawah sadar Akira. Sejak kecil, sahabatnya selalu menginginkan sosok teman hidup yang layak, sesuatu yang tidak pernah ia dapa
Saat Akira keluar, di depan kamar Bibi Sur menunggu membawakan segelas air hangat dan membawakannya sebuah kardigan."Tuan Muda," angguk Bibi Sur memberi sapaan."Paksa dia makan, dia tidak makan apa pun sejak tadi siang!""Baik, Tuan Muda!"Bibi Sur memasuki kamar mendapati Anna sedang memeluk dirinya sambil menangis tersedu-sedu. Dia menghampiri Anna, mengelus pelan punggungnya."Aku ingin pulang, Bu, tolong bantu aku..." tangisnya merengek pada Bibi Sur. Perasaan perempuan tua itu campur aduk. Dia sangat senang ketika pada akhirnya Tuan Muda membawa seorang gadis ke rumah, untuk pertama kalinya sejak belasan tahun, ia melihat cahaya di wajah majikannya. Namun, ia tidak tahu bahwa Nona Muda yang dibawa oleh Akira, adalah sebuah penculikan. Ia merasa kasihan pada Anna."Maafkan Bibi, anakku, tapi tolong tinggallah dan mencoba hidup baru di sini, Bibi yakin dia akan sangat mencintai dan melindungimu."Anna menggeleng, menolak kenyataan. Sekarang, benar-benar tidak ada yang akan mendeng
Halo guys, makasih ya udah baca sejauh ini, aku cuma mau ngasih tahu kalau cerita ini bakal update 4x seminggu ya, hehe.Berikut jadwal yang aku pilih buat update:1. Senin, pukul 20.00 WIB2. Rabu, pukul 20.00 WIB3. Jumat, pukul 20.00 WIB4. Minggu, pukul 20.00 WIBJadwal ini mungkin akan berubah sewaktu-waktu kalau aku gabisa stok bab hehe, tapi bakal aku usahain kok buat selalu update di jadwal yang terpilih.Kalau teman-teman ada saran alur dan pemanis cerita, boleh komen di kolom komentar ya, terima kasih
Haruto kembali ke ruangan pertemuannya dengan Akira pagi itu, tapi tidak ia temukan Akira di mana pun. Bertanya dengan Bibi Sur pun tidak mendapat jawaban yang pasti. Ia memutuskan untuk menunggu.Ada banyak hal berkecamuk di benak Haruto, dan yang paling membuatnya tidak habis pikir adalah bagaimana interaksi dengan Anna, membuat degup jantungnya lebih cepat. Benar-benar perempuan yang ia temukan sebagai pribadi yang berbeda dari kebanyakan perempuan di luar sana. Tapi yang jelas, dia ingin sekali membebaskan Anna dari jeratan Akira, membiarkan gadis cantik itu meraih mimpinya selayaknya orang biasa di luar sana.Bersama orang asing yang tidak ia kenal dengan banyak rencana hidup yang telah ia bangun membuat Haruto merasa kasihan. Di dalam pengaruh obat, Anna menangis padanya betapa ia merindukan rumah. Ya, rumah yang tidak berpenghuni namun menyimpan banyak kenangan yang selalu ingin ia renungi setiap malam. Dia hanya gadis low profile luar biasa yang berani ti
Malam yang teduh, Akira hanya memandangi jendela, melihat beberapa anak buahnya menangani satu masalah di bawah sana. Sedangkan dari atas sini, dia bergelut dengan pikirannya, yang juga sedang bertarung dengan masalahnya sendiri. Dia menggenggam sebotol cairan semprot yang sengaja dibelinya saat keluar tadi. Cairan yang akan menghilangkan kesadaran seseorang yang menghirupnya, juga membangkitkan alam sadar seseorang itu. Biasanya cairan ini digunakan untuk menemukan orang-orang pembohong untuk mengatakan kebenaran.Bibi Sur datang menghampiri, "Ya Tuan Muda, ada yang bisa Bibi bantu?""Bibi Sur, semprotkan cairan ini ke ruangannya, saat dia sudah tidak sadar, bersihkan dan ganti pakaiannya dengan yang baru saja kusiapkan di atas meja. Aku akan masuk dalam 30 menit." Akira memberi perintah."Apa tidak sebaiknya memberikan obat perangsang saja, Tuan Muda!" Bibi Sur jelas ada di pihak Akira, memberinya pilihan lain yang lebih baik.Dia tahu bahwa Bibi
Akira mengingat-ingat, semakin lama menggendongnya, rasanya semakin ringan tubuh ini. Sepertinya Anna mengalami penurunan berat badan yang drastis. Dia meletakkan tubuh Anna pelan-pelan ke atas kasur empuk itu, mengibaskan rambutnya yang terurai ke atas bantal. Sisa-sisa rambut di wajahnya diketepikan, tangannya masih berada di belakang kepada Anna, membuat jarak pandangnya sangat dekat. Akira menatap wajah itu lamat-lamat, dielusnya pipi berisi Anna, membuatnya semakin gemas ingin mencubitnya. Dia tersenyum bahagia, ini pertama kalinya di dunia nyata ia sangat dekat untuk waktu yang lama. Rasa kesal karena dia kabur lenyap seketika. Anna menggeliat, sayup-sayup membuka matanya yang masih sangat berat, dia tahu Akira sedang menatapnya dalam jarak kurang dari 5 cm. "Hey..." suara lembut Akira menyapanya.Anna benar-benar tidak tahu apa yang terjadi. Kepalanya berat. Ia mencoba bergerak menggunakan tangannya, dan justru berakhir menyentuh dada bidang Akira. Namun, tidak ada kekuatan d
Anna tidak berani menjawab. Di dalam benaknya tergambar serangkaian kemungkinan untuk terus melepaskan diri."Hey katakan sesuatu, jangan diam saja, Bukankah beberapa jam yang lalu kamu masih dengan lantang meneriakiku, apa yang sedang kamu pikirkan?" Akira mengatakannya sembari mendekati wajah Anna, Anna mendorongnya pelan, hingga bagian belakang tubuhnya bersandar pada bantal yang tegak membatasi gerak mundurnya hingga tidak lagi bisa menghindari Akira."Ayo kita makan setelah ini!" ajaknya lembut, dia merasa Anna sudah sedikit melunak.Anna hanya mengangguk."Apakah kamu ingat, apa yang kita lakukan beberapa saat lalu? Tahukah kamu bahwa Itu adalah momen terbaik yang tidak akan aku lupakan!""Tidak, aku tidak ingat apa pun!" bantah Anna tegas."Haruskah kita ulangi lagi supaya kamu ingat?"Anna dengan kekuatan lebih kuat mendorongnya hingga mereka berdua kembali dalam posisi duduk."Aku lapar!" Anna mengalihkan pembica
Akira tersenyum kecut, dia mendapatkan ide cemerlang seandainya Anna berhasil melarikan diri lagi."Baiklah kalau begitu maumu!" jawabnya kemudian berlalu meninggalkan Anna menuju kamar pribadinya.Sesaat saat dia menutup pintu, dia menghempaskan tubuhnya ke ranjang. Telah banyak hal yang terjadi hari ini. Mulai dari pria tua mabuk yang berusaha membunuhnya, namun gagal karena tembakan salah sasaran dan justru menciderai salah satu anak buahnya, sebagai gantinya, dia terpaksa membunuh pria itu di tempat dengan dua tembakan di kepala. Belum lagi ketika Anna dengan mudahnya sampai ke halaman depan mansion, di mana sedikit lagi saja dia bisa kehilangan Anna. Tapi yang paling ingin dia bayangkan adalah saat-saat menyentuh gadis kesayangannya itu. Dia menjilat bibirnya, berharap ada aroma manis yang masih tertinggal di sana. Untuk pertama kali di dunia nyata ia merasakan kelembutan gadis itu. Dia menyentuh dadanya, membayangkan saja membuat degup jantungnya tak karuan, lantas tersenyum.Pa