“Tuan Muda, ada apa dengan wajah Anda.” Piper menyambut kedatangan Alfred dengan teriakan paniknya, wajah Alfred terlihat babak belur.“Aku tidak apa-apa,” jawab Alfred melangkah gontai pergi menuju kamarnya.“Bagaimana jika nyonya melihatnya?”“Tutup saja mulutmu Piper, jangan memancing kemarahanku!” ancam Alfred mendengus kesal, tidak ingin terlibat banyak percakapan dengan siapapun. Alfred sedang lelah dan membutuhkan waktu sendirian untuk menerungkan kesalahanya.Melihat kepergian Alfred memasuki lift, dengan cepat Piper mengambil handpone dan menghubungi dokter sebelum pergi memberitahu kedua orang tua Alfred.Alfred menanggalkan satu persatu pakaiannya dan melangkah masuk ke dalam shower, membiarkan dinginnya air menghapus jejak darah yang telah mengering di wajahnya.Pria berdiri terpaku, terdiam merenungkan, terbayang-bayang suara tangisan Floryn dan sorot matanya begitu hancur.Pemandangan itu jauh lebih mengerikan dari apa yang Alfred bayangkan.Alfred telah menghancurkan h
Kereta telah datang saat pagi masih berkabut, Floryn memasuki gerbong kereta dan duduk di sisi jendela, gadis itu memakan roti lapisnya dengan sebotol minuman untuk mengganjal lapar sambil menunggu keberangkatan kereta yang akan segera berangkat dalam waktu beberapa menit lagi.Floryn merongoh sebuah buku kecil dari dalam tasnya dan meletakan di pangkuan. Selama di perjalanan dia harus menulis banyak hal untuk mengingatkan dirinya bila nanti ingatannya menghilang, Floryn tidak ingin kebingungan saat nanti berada diperjalanan, dengan membaca buku petunjuk yang dibuatnya, Floryn yakin dia akan baik-baik saja.Satu persatu orang memasuki kereta dan duduk. Floryn menyandarkan kenignya di jendela, memperhatikan pemandangan disekitrnya mulai berubah kala kereta cepat bergerak meninggalkan stasiun.Sinar mentari pagi yang cerah dan hangat menerobos masuk ke dalam jendela, ketenangan semua orang membawa kedamaian yang membuat Floryn nyaman.Gedung-gedung tinggi terlewati, para pengendara ber
“Flo pergi meninggalkan rumah!”Telinga Alfred berdenging sakit, dengan pupil mata melebar, pria itu mematung beberapa detik berdiri dalam ketegangan. “Apa maksudmu?” bisik Alfred tidak percaya.Julliet menusap wajahnya dengan kasar, butuh waktu beberapa detik untuknya bisa berpikir rasional dan menanggapi ucapan Alfred. “Flo pergi dari rumah dan dia menyerahkan kucinya padaku!” Julliet memberikan salah satu surat yang telah Floryn tulis untuk Alfred. “Dia memberikan surat untukku, salah satunya untukmu,” ucap Julliet seraya memberikan surat itu kepada Alfred.Napas Alfred tertahan didada, terpaku membeku. Alfred terlampau terkejut mengetahui jika Floryn benar-benar telah pergi meninggalkan rumah dan menyiapkan surat untuknya.Floryn pergi kurang dari dua puluh empat jam setelah mengetahui kebohongan Alfred.Seharusnya hal seperti ini tidak terjadi!Apakah Floryn pergi karena terlampau kecewa dan marah kepadanya?Dengan ragu Alfred menerima surat dari tangan Julliet, menatap penuh k
Roan melangkah gontai melewati kesunyian dengan hati yang dilanda gundah. Langkah itu terhenti di pinggiran sungai dengan sepucuk surat yang belum dia baca karena takut. Roan takut jika itu adalah surat perpisahan.Roan masih tidak terima jika Floryn memutuskan pergi seorang diri. Roan menarik napasnya dalam-dalam, membuka amplop itu dengan penuh kehati-hatian dan mulai membaca surat yang telah Floryn tulis untuknya.Roan tersayang, sahabat masa kecilku, cinta pertamaku, keluarga abadiku.Pria yang hebat, berbudi luhur dan penuh rasa hormat.Kata apapun tidak akan pernah sebanding untuk menggabarkan seberapa luar biasanya dirimu.Terima kasih telah mengisi masa kecilku dengan begitu indah, kau tidak pernah mengeluh meski sampai detik ini aku masih ceroboh dan menyusahkan. Kau selalu mendukungku disetiap langkah yang aku ambil.Kau sudah seperti langit, selalu ada dimanapun aku berada.Sejujurnya aku sempat bermipi untuk bisa kembali menari untuk yang terakhir kalinya dibawah langit y
Derak suara pintu sel yang dibuka terdengar, seorang polisi memukul besi pengurung dengan sebuah pentungan. “Rachel De Carloz, bangunlah.”Wajah Rachel terangkat, wanita itu sedikit bergeser memeluk lututnya dengan erat enggan untuk bangun. “aku sudah diintergoasi, kenapa memanggilku lagi?” “Bagun saja.”“Aku tidak mau!” teriak Rachel dengan suara serak.Beberapa kali berada di ruangan interogasi sudah berhasil mengguncang mentalnya, ditambah lagi dia disatu sel kan wanita kasar yang suka memukulnya.Rachel menyerah, dia tidak ingin ketempat mengerikan itu lagi, dia sudah mengakui semua perbuatannya tanpa berusaha menutupi apapun lagi, lantas untuk apa lagi kini polisi itu datang memanggilnya?Beberapa hari terkurung didalam penjara sudah membuat Rachel hampir gila, dia mulai kehilangan banyak berat badannya dan kerontokan rambut. Rachel telah meminta pengacaranya untuk menjual mobil dan semua barang-barang mewahnya yang selama ini telah terkumpulkan, dia butuh lebih banyak pengacara
Dibawah daun-daun merah yang berjatuhan, bulu mata Floryn bergerak dan mulai terbuka usai mendapatkan kesadarannya kembali setelah terbaring lebih dari setengah jam lamanya. Bola mata Floryn bergerak pelan memandangi daun-daun diatasnya dengan tatapan bingung. Floryn terpaku dalam waktu lama, sampai akhirnya dia mulai menggerakan tubuhnya agar bisa duduk. Kebingungan semakin terlihat jelas dimata Floryn saat dia melihat kepenjuru arah, apa yang ada didepan matanya sangat asing. Floryn tidak dapat mengingat apapun yang terjadi, tidak mengerti dengan apa yang harus dilakukan, tidak mengerti alasan dia berada di tempat asing ini, dan tidak tahu harus berbicara apa dengan kebingungan yang berkelut di kepalanya. Floryn termenung mengusap kepalanya beberapa kali, dia berusaha keras untuk mengingat sedikit saja hal yang bisa membuatnya ingat Anehnya, semakin Floryn berusaha mengingat, kepalanya semakin sakit dan berdenyut. Dia seperti jiwa yang tersesat dan terperangkap di dalam
Emier berjalan dengan cepat meninggalkan bandara, setelah mendengar kabar Floryn pergi dari rumah, dia memutuskan untuk mencari keberadaannya sendiri, meninggalkan mobil tuanya yang akan dipakai untuk melakukan perjalanan. Berkat kebaikan beberapa rekan kerja yang masih peduli padanya, akhirnya Emier menemukan titik terang bahwa Floryn pergi North Emit.Emier sudah bisa menduga bahwa North Emit mungkin akan menjadi tujuan utama kepergian Floryn karena dia sangat menyukai tempat itu. Emier masih ingat, dulu sebelum mereka pindah ke ibukota, Floryn sempat menangis berhari-hari dan memohon kepada Emier untuk tidak ikut pergi.Floryn ingin tinggal bersama nenekanya di North Emit dibandingkan pergi ke ibukota dengan Emier.Mungkin pada saa itu Floryn sudah bisa merasakan ada sebuah firasat buruk, akan tetapi Emier tidak mau mendengarkan keinginan Floryn. Emier memaksanya untuk tetap ikut karena Floryn harus berada dalam pantauannya, Emier tidak ingin menyerahkan Floryn kepada neneknya ya
Suasana dermaga masih terlihat ramai meski setengah matahari sudah mulai tenggelam dibalik permukaan lautan. Kapal-kapal besar tengah berlabuh, ribuan kountainer barang sedang diturunkan dengan mesin-mesin.Anak-anak kecil berlarian di dekat pantai, menikmati sisa sore mereka dengan bermain.Kencangnya angin yang berhembus menyapu rambut Alfred, sorot matanya yang keemasan terlihat gelap ditelan sinar matahari yang kemerahan. Pria itu berdiri dalam ketegangan dengan senyuman sedihnya memandangi deburan ombak yang menyapu bibir pantai.Sekali lagi dia telah gagal menemukan keberadaan Floryn.Semua orang telah berkeliling hampir satu jam lamanya mencari keberadaan Floryn ke setiap penjuru tempat, namun tidak ada satu orangpun yang dapat menemukannya.Tidak ada sedikitpun jejaknya yang tertinggal.“Kemana kau sebenarnya Flo? Apa sendirian begitu membuatmu bahagia?” bisik Alfred bertanya kesunyian.Alfred berbalik melangkah gontai, tidak tahu kemana lagi kini dia harus menuju.“Apa kau t