Emier berjalan dengan cepat meninggalkan bandara, setelah mendengar kabar Floryn pergi dari rumah, dia memutuskan untuk mencari keberadaannya sendiri, meninggalkan mobil tuanya yang akan dipakai untuk melakukan perjalanan. Berkat kebaikan beberapa rekan kerja yang masih peduli padanya, akhirnya Emier menemukan titik terang bahwa Floryn pergi North Emit.Emier sudah bisa menduga bahwa North Emit mungkin akan menjadi tujuan utama kepergian Floryn karena dia sangat menyukai tempat itu. Emier masih ingat, dulu sebelum mereka pindah ke ibukota, Floryn sempat menangis berhari-hari dan memohon kepada Emier untuk tidak ikut pergi.Floryn ingin tinggal bersama nenekanya di North Emit dibandingkan pergi ke ibukota dengan Emier.Mungkin pada saa itu Floryn sudah bisa merasakan ada sebuah firasat buruk, akan tetapi Emier tidak mau mendengarkan keinginan Floryn. Emier memaksanya untuk tetap ikut karena Floryn harus berada dalam pantauannya, Emier tidak ingin menyerahkan Floryn kepada neneknya ya
Suasana dermaga masih terlihat ramai meski setengah matahari sudah mulai tenggelam dibalik permukaan lautan. Kapal-kapal besar tengah berlabuh, ribuan kountainer barang sedang diturunkan dengan mesin-mesin.Anak-anak kecil berlarian di dekat pantai, menikmati sisa sore mereka dengan bermain.Kencangnya angin yang berhembus menyapu rambut Alfred, sorot matanya yang keemasan terlihat gelap ditelan sinar matahari yang kemerahan. Pria itu berdiri dalam ketegangan dengan senyuman sedihnya memandangi deburan ombak yang menyapu bibir pantai.Sekali lagi dia telah gagal menemukan keberadaan Floryn.Semua orang telah berkeliling hampir satu jam lamanya mencari keberadaan Floryn ke setiap penjuru tempat, namun tidak ada satu orangpun yang dapat menemukannya.Tidak ada sedikitpun jejaknya yang tertinggal.“Kemana kau sebenarnya Flo? Apa sendirian begitu membuatmu bahagia?” bisik Alfred bertanya kesunyian.Alfred berbalik melangkah gontai, tidak tahu kemana lagi kini dia harus menuju.“Apa kau t
Suara decitan halus bus yang berhenti terdengar di jalanan. Emier keluar dari bus yang ditumpanginya dengan menggendong tas besar dan koper.Sejak dari kejauhan Emier tidak dapat mengalihkan perhatiannya pada tempat ini.Dan kini, dia berdiri dalam ketegangan dengan kaki yang lemas, diam terpaku tidak dapat menglihkan pandangannya dari rumah lamanya yang telah dijual, kini hanya tersisa puing-puing bebatuan dan baru diratakan dengan alat berat.Rumah yang Emier harapkan bisa dibeli kembali ternyata telah hancur tanpa menyisakan apapun, bahkan barang-barang dari rumah yang memiliki banyak kenangannya dengan Rafaela dan Floryn tidak tersisa satupun dan telah diangkut ke pabrik pengolahan sampah.Pupus sudah harapan Emier untuk bisa menghabiskan masa tuanya di rumah itu lagi. Hilang sudah harapan Emier untuk bisa mengembalikan hak Floryn yang sempat dia rebut.Tangan Emier terkepal kuat menahan erangan kecewanya, dia berteriak memaki dirinya sendiri dengan penuh kemarahan.Lagi dan lagi
“Nona,” sambut Anastasia melihat kedatangan Floryn yang sudah rapi dan kembali menggendong tasnya keluar dari ruangan tempat dia menginap. “Apa ini tidak terlalu pagi?” Floryn tersenyum cerah, tubuhnya terasa lebih ringan dari biasanya setelah bangun tidur. Semalam Floryn bisa tidur dengan lelap dan penuh kenyamanan, Floryn yakin jika hari ini tidak akan seberat hari kemarin karena perjalananya menuju desa hanya membutuhkan waktu singkat. “Sebaiknya Anda sarapan bersama dengan kami dulu,” bujuk Anastasia terdengar penuh permohonan. “Tidak apa-apa suster, saya ingin memburu matahari pagi saat nanti sampai di pantai,” jawab Floryn masih dengan senyuman cerahnya. Tangan Anastasia saling bertautan dengan kuat dibelakang punggung, dia tidak dapat menutupi kegelisahan yang masih bergelayut didalam hatinya bila melepas pergi Floryn begitu saja. Kepala biara tidak memberikan banyak tanggapan sejak Floryn datang untuk menginap. Elizabeth justru menasihati Anasatasia untuk tidak terlalu ber
Keheningan menjebak Issabel dan Nolan didalam ruangan kecil pertemuan. Keduanya baru kembali saling bertemu setelah hari dimana Issabel terkena serangan stroke.Issabel sangat bahagia sekaligus canggung, dia sadar sepenuhnya jika kemungkinan Nola datang menemuinya didasari oleh sebuah alasan. Namun jauh dihati terdalam Issabel, dia sangat mengharapkan Nolan masih bersikap baik kepadanya seperti dulu sekalipun kini dia tidak terawat dan tidak cantik lagi.“Bagaimana kabar Erika?” bisik Issabel bertanya, dia sangat merindukan putrinya, sudah beberapa hari ini mereka tidak bertemu.Tubuh Nolan menegak, “Dia baik-baik sekarang, meski sempat menangis mempertanyakan keluarganya.”Issabel tertunduk sedih menempatkan tangannya diatas meja, jari-jarinya mulai keriput itu saling bertautan dengan erat. Setiap kali dia mengingat Erika, Issabel begitu menyesal dan menangis.Erika adalah korban dari kesalahannya, walau bagaimanapun dia tidak pantas menderita.“Mengapa kau tidak membawa Erika kemar
Flashback..Langit sudah gelap, beberapa nelayan yang akan pergi ke lautan terlihat menggunakan sepeda mereka dengan menjinjing lampu ditangan. Rembulan begitu besar di langit membawa remang-remang cahaya yang memperlihatkan pergerakan mereka.Saat suara angin terndengar dan menggerakan pepohonan, puluhan kunang-kunang berterbangan membawa cahaya mereka di antara kegelapan.Floryn duduk meringkuk di teras rumah kayu neneknya, gadis itu tengah menangis sendirian.“Flo, berhentilah menangis. Sebaiknya kau pergi tidur karena besok ayahmu akan datang menjemput,” nasihat Gritte tengah merapikan hasil pekerjaannya.Floryn menggeleng, suara isakan tangisnya terdengar lebih kuat. Floryn sangat marah dan kecewa karena neneknya tidak menahannya, padahal Gritte sangat tahu jika selama ini Floryn mengalami banyak kesulitan semenjak Issabel dan Rachel ada di rumah.Di North Emit, Floryn masih bisa pergi kabur ke rumah roan dan neneknya ketika mengalami masalah.Lantas kemana nanti dia akan pergi
Keadaan rumah nenek Floryn berada dalam keadaan yang cukup rapi meski sudah bertahun-tahun ditinggalkan.Floryn hanya menyingkirkan debu-debu dan beberapa sarang laba-laba disudut-sudut tempat dan mengepel lantai. Jendela-jendela rumah dia buka agar udara segar bisa masuk.Rumah nenek Floryn tidaklah besar, hanya terdiri dari dua kamar kecil, sebuah ruangan bekerja, dapur dan kamar mandi.Semua alat-alat bekerja Grette tersimpan begitu rapi, beberapa jenis formula farpume terkunci dibalik lemari kaca tanpa ada yang merusaknya.Kejujuran penduduk desa membuat rumah tidak kekurangan apapun meski pintu sama sekali tidak terkunci selama bertahun-tahun lamanya.Setiap sudut tempat Floryn bersihkan dengan perlahan karena kondisi tubuhnya yang lemah dan sesak napas yang sangat mengganggu.Floryn menarik ke sisi pintu kayu ke sisi, memasuki kamar Grette, menyibak gorden dan membuka jendela.Keadaan kamar Grette jauh lebih rapi dari apa yang dipikirkan meski dia sempat sakit demensia. Tumpukan
Kaki Floryn berjinjit, menarik ranting pohon persik. Ada banyak pepohonan berbuah tumbuh didekat rumah, termasuk kebun kentang yang selalu nenek Floryn tanam kini telah merambat luas karena tidak ada yang mengambil.Floryn tidak perlu memusingkan apa yang harus dia makan meski selera makannya akhir-akhir ini semakin berkurang, ada banyak buah yang bisa dia petik di halaman rumah.Sore ini Floryn akan pergi ke sebuah toko di desa ini, dia ingin membeli gaun putih impiannya. Floryn tidak dapat menundanya hari esok, dia tidak tahu kapan kakinya akan benar-benar lumpuh tidak mampu untuk bergerak lagi.Beberapa buah telah dia masukan ke dalam keranjang rotan.Floryn segera duduk dibawah pohon persik, dia butuh waktu untuk kembali beristirahat sebelum sebelum melakukan sesuatu yang lainnya.Sambil duduk santai menikmati buah persik yang telah dipetiknya, gadis itu tidak berhenti memadangi rumah neneknya yang kini telah mengeluarkan asap dari cerobong.Pemandangan yang begitu cantik penuh