“Apa yang harus aku lakukan agar kau lebih bahagia dari hari ini?” tanya Alfred degan nada bergetar seperti menahan kesedihan.Alfred putus asa dan merasa segala hal yang dia miliki menjadi tidak ada artinya lagi, dia sangat ingin melihat Floryn hidup lebih lama lagi, disisi lain dia benci memikirkan Floryn harus hidup dengan kesakitan yang lebih lama lagi karena alat medis yang terpasang ditubuhnya.Alfred mendesah frustasi, tidak tahu harus dengan cara apa sebenarnya dia malakukan sesuatu untuk Floryn. “Katakan padaku Flo, aku mohon, aku akan memberikan semua yang kau mau jika itu bisa membuatmu bahagia,” bisik Alfred.Kening Floryn mengerut samar, entah mengapa Alfred bertanya seolah dia masih memiliki banyak kekurangan dalam membahagiakan Floryn.Sepertinya Alfred tidak sadar, sesungguhnya hanya dengan menerima perlakuan baik dari orang-orang disekitar Floryn, dia sudah merasa begitu bahagia. “Kau tidak perlu berusaha lebih banyak lagi untuk membuatku bahagia Alfred. Ini semua su
Floryn duduk meringkuk di sisi danau tengah menjemur diri dengan pakaian baru, sementara Nara tengah mencuci buah yang baru dipetiknya lagi di danau.Tiga puluh menit sudah Floryn duduk, dengan sempurna dia menyembunyikan keadaannya dari Alfred hingga penglihatan dan ingatannya perlahan kembali. Floryn memeluk erat lututnya yang menekuk, kini dia tinggal menunggu waktu kakinya kembali mendapatkan kekuatan agar bisa berjalan.Wajah Floryn terangkat melihat matahari yang kini sudah menuju kea rah barat, perasaannya campur aduk memikirkan malam akan segera datang kurang dari lima jam lagi.Hari ini sangat luar biasa untuknya, namun Floryn khawatir menghadapi hari esok.Floryn takut dikalahkan oleh penyakitnya..Michael mengeliat terbangun dari bawah pohon apel, pria itu melirik Floryn yang tengah menjemur diri sambil memperhatikan Nara yang tengah bermain air, sementara Ali dan Roan masih senang menghabiskan waktu mereka ditengah danau dengan pemancing.“Kau sudah selesai bersenang-sen
“Flo, kau mau kemana?” tanya Julliet melihat Floryn keluar.Seluruh tubuh Florynn gemetar berdiri dalam ketegangan, kaki kecil berjalan dengan langkah yang berat dan napas tidak beraturan, pandangan mata Floryn tidak teralihkan pada sosok Kjanet yang kini berhenti berbicara begitu melihat kehadirannya.Kjanet mendekat dengan kebingungan sekaligus senang, gadis yang ingin dia temuinya kini berada dihadapannya.Floryn mendengus sedih, perasaannya campur aduk tidak karuan. Semakin jelas dia melihat sosok Kjanet, rasa sakit semakin kuat menusuk dadanya.Ini seperti mimpi untuknya.Ini bukan sebuah kebetulan yang bisa Floryn terima dengan sepenggal penjelasan. Bukan sebuah kebetulan yang bisa Floryn maklumi dan dia biarkan begitu saja.Didunia ini mungkin ada ribuan lelaki yang bernama Alfred. Tetapi, Alfred Morgan adalah satu-satunya orang yang memiliki hubungan dekat dengan Kjanet. “Flo,” panggil Kjanet dengan senyuman.Tangan Floryn terkepal kuat sampai buku jarinya memutih, matanya be
Satu persatu barang pribadi Emier telah dimasukan ke dalam beberapa koper. Sepanjang hari ini Emier berbenah karena harus segera pergi meski atasannya mengizinkannya untuk tetap tinggal sampai akhir tahun.Emier malu untuk menerima kebaikan yang diberikan negara setelah dia mempermalukan institusi tempatnya bekerja.Setelah melakukan konferensi pers untuk meminta maaf dan mengundurkan diri, Emier menyelesaikan tugas terakhirnya dengan melakukan tanda tangan pelepasan jabatan. Emier memilih pulang menggunakan taksi usai berpamitan pada Andy yang selama ini telah menjadi ajudannya lebih dari delapan tahun lamanya.Emier tidak peduli dengan apapun pandangan public sekarang kepada dirinya, satu-satunya hal yang kini Emier pikirkan adalah meminta maaf kembali kepada Floryn.Memang sudah terlambat untuk Emier menyesali perbuatannya, namun dia tidak ingin menyerah untuk memperbaikinya.Pandangan Emier mengedar melihat penjuru arah dengan napas yang sesak, kini semua barangnya sudah selesai d
Gelapnya malam yang pekat berbanding balik dengan gemerlap ibu kota, diatas ketinggian cahaya-cahaya bangunan dan gedung-degung masih terlihat.Waktu sudah menunjukan pukul delapan malam..Floryn duduk meringkuk di kursi rotan, membiarkan jendela terbuka membawa angin yang menggoyangkan rambut panjangnya. Disisi Floryn masih ada Roan yang setia menunggu.Roan tidak dapat meninggalkan Floryn begiu saja dalam keadaan yang terlihat tidak sehat dan terguncang, beberapa kali Roan bisa mendengar rintihan kesakitannya. Roan sudah membujuknya untuk pergi ke rumah sakit, namun Floryn menolak untuk melakukannya.Sementara itu..Alfred masih berada di luar, menungu hati Floryn melunak dan berkenan untuk berbicara dengannya secara empat mata. Alfred bersikeras menolak tidak pergi meski beberapa kali Roan mengusirnya agar memberi Floryn waktu.Alfred duduk di anak tangga, termenung dalam diam dan bergumul dengan kesedihan dan perasaan bersalahnya yang sangat sulit untuk dia jelaskan. Roan menghel
Kaki Floryn gemetar berusaha kuat untuk tetap berdiri dengan tegak meski harus menumpukan tangannya di sisi meja. Pupil matanya gemetar melihat Alfred kedatangan Alfred yang memasuki rumah.Sakit hati kian mengguncang begitu Alfred berdiri dihadapannya. Semakin Floryn melihat wajahnya, samar-samar akhirnya dia ingat bahwa wajah lelaki itu memang adalah lelaki yang lima tahun lalu Floryn temui.“Flo,” bisik Alfred memanggil dengan napas berat, kakinya kembali bergerak memberanikan diri untuk sedikit lebih dekat dengan Floryn, “maafkan aku, aku telah membohongimu.”Floryn tersenyum masam.“Kau meminta maaf karena telah ketahuan, jika saja aku tidak tahu, mustahil kau meminta seperti ini,” jawab Floryn dengan suara bergetar.“Itu tidak benar.” Alfred menggeleng tidak membenarkan.Tangan Floryn terkepal kuat. “Jika itu tidak benar, apa artinya dua bulan yang telah kita lalui akhir-akhir ini? Ada begitu banyak hari yang bisa kau luangkan untuk mengakui kesalahanmu, tapi kau diam sebagai le
Roan membawa segelas air ke dalam kamar Floryn, meihat sosoknya yang tengah duduk dan terlihat sedikit lebih tenang dari sebelumnya padahal Roan belum sempat memberinya penghiburan apapun.Setelah bertengkar hebat dengan Alfred, Floryn kembali tidak dapat berjalan dan mengharuskan Roan menggedongnya ke kamar. Floryn sempat kembali menangis merintih frustasi tidak dapat menangani sakit dan hatinya yang tengah hancur. Roan tidak menyangka setelah menangis tersiksa, Floryn dapat duduk begitu tenang sambil mengistirahatkan diri menunggu keadaan tubuhnya kembali mendapatkan kekuatan. Roan segera duduk di sisi ranjang, “Minumlah.”Floryn berdeham pelan meredakan sakit tenggorokannya karena terlalu banyak menangis, gadis itu tertunduk begitu Roan membantunya minum. Dengan napas tersendat dia meneguk air beberapa kali sampai air di gelas habis.“Terima kasih,” ucap Floryn dengan suara yang mengering.“Bagaimana keadaanmu? Apa kau perlu pergi ke rumah sakit?” tanya Roan menawarkan.Floryn me
“Tuan Muda, ada apa dengan wajah Anda.” Piper menyambut kedatangan Alfred dengan teriakan paniknya, wajah Alfred terlihat babak belur.“Aku tidak apa-apa,” jawab Alfred melangkah gontai pergi menuju kamarnya.“Bagaimana jika nyonya melihatnya?”“Tutup saja mulutmu Piper, jangan memancing kemarahanku!” ancam Alfred mendengus kesal, tidak ingin terlibat banyak percakapan dengan siapapun. Alfred sedang lelah dan membutuhkan waktu sendirian untuk menerungkan kesalahanya.Melihat kepergian Alfred memasuki lift, dengan cepat Piper mengambil handpone dan menghubungi dokter sebelum pergi memberitahu kedua orang tua Alfred.Alfred menanggalkan satu persatu pakaiannya dan melangkah masuk ke dalam shower, membiarkan dinginnya air menghapus jejak darah yang telah mengering di wajahnya.Pria berdiri terpaku, terdiam merenungkan, terbayang-bayang suara tangisan Floryn dan sorot matanya begitu hancur.Pemandangan itu jauh lebih mengerikan dari apa yang Alfred bayangkan.Alfred telah menghancurkan h