Jayden berada di klub malam, dia menikmati malamnya setelah mendapati kalau Marlyn sang kekasih telah berselingkuh di depan matanya dengan sahabatnya. Dia mengingat semua kejadian di hotel Roxen, kalau Marlyn telah berada di hotel itu.
Dari keterangan temannya sebelum dia mendatangi hotel itu, kalau Marlyn berada di hotel Roxen itu dengan laki-laki lain. Tak menunggu lama, dia langsung menuju hotel Roxen dan mencari Marlyn yang di duga selingkuh bahkan tidur bersama dengan laki-laki lain."Mas, minta kunci kamar sebelas." ucap Jayden pada petugas hotel."Tapi tuan, itu di larang sama manajer saya. Maaf tidak bisa." kata petugas hotel itu."Cepat berikan! Hotel ini milik temanku, pasti dia mengizinkan memberikan kunci kamar itu! Atau kamu aku laporkan pada temanku agar kamu di pecat hah?!" teriak Jayden berbohong dan mengancam dengan mata yang melotot.Petugas itu menunduk ketakutan, dia lalu pergi dan mengambil kunci kamar hotel yang di minta Jayden. Kemudian diberikan pada Jayden yang masih terlihat marah itu."Ini tuan, maafkan saya. Jangan laporkan saya sama atasan saya." kata petugas itu sambil menunduk ketakutan.Tangannya bergetar sembari menyerahkan kunci itu. Jayden menatap tajam pada perempuan petugas itu, lalu menarik kasar kunci tersebut."Lain kali jangan banyak basa basi!" ucap Jayden masih menatap tajam pada petugas itu.Dia lalu berjalan cepat meninggalkan di mana petugas penjaga kunci hotel tersebut. Masuk ke dalam lift dengan terburu-buru, teleponnya berbunyi. Tapi dia abaikan karena rasa marah dan campur cemburu membara di dadanya.Sampai di lantai dua, Jadyen segera berjalan menyusuri lorong kamar hotel. Dia berpapasan dengan petugas kebersihan kamar hotel dan berhenti, bertanya di mana kamar nomor sebelas."Di mana kamar sebelas?" tanya Jayden."Paling ujung tuan, ada ...."Jayden tidak mendengarkan ucapan petugas kebersihan itu lagi. Dia langsung melangkah menuju kamar nomor sebelas. Berhenti di depan pintu dan menggesek kartu kunci canggih pintu tersebut. Menarik handle dan mendorong daun pintu kemudian langsung masuk kamar.Dia berhenti, di tatapnya perempuan yang sedang di cumbu oleh laki-laki di atasnya. Matanya melebar ketika sang perempuan itu menikmati sentuhan laki-laki di atasnya."Cuih! Perempuan murahan!" ucap Jayden dengan keras dan kasar.Sang perempuan dan laki-laki itu menoleh ke arah sumber suara. Keduanya terkejut tampak seorang Jayden berdiri menatap dingin dan tajam pada keduanya.Laki-laki itu pun beranjak dari atas sang perempuan, dan perempuan itu pun bangkit. Dia menutupi dadanya dan menatap pada Jayden dengan rasa bersalah."Jayden, aku ...." ucap Marlyn menatap Jayden."Perempuan murahan, dasar jalang! Kamu selingkuh dan bercinta dengannya? Hah! Brengsek, jalang!" ucap Jayden dengan marahnya.Dia berbalik meninggalkan Marlyn yang berusaha mendekatinya. Tubuhnya yang polos hanya tertutup selimut mengejar Jayden, tapi laki-laki yang sedang marah itu terus melangkah pergi meningggalkan Marlyn."Jayden, tunggu!"Tapi Jayden terus melangkah pergi meninggalkan Marlyn di dalam kamar hotel. Orang-orang melihat dengan heran Marlyn di depan pintu yang hanya berbalut selimut saja. Satu tangan menarik tubuh Marlyn agar segera masuk karena di lihat oleh penghuni kamar lain."Sudahlah, jangan pikirkan dia. Kamu sendiri bilang hanya memilihku kan, bukan laki-laki pecandu itu." kata sang laki-laki selingkuhan Marlyn."Bukan begitu, aku tidak menyangka saja dia datang ke kamar ini. Dan kenapa dia bisa membuka pintu kamar ini sih?" ucap Marlyn heran."Kamu lupa, hotel Roxen ini milik Rocky. Teman Jayden, sudahlah jangan pikirkan dia. Kita lanjutkan saja yang tadi." katanya.Marlyn hanya tersenyum segaris, meski dia ingin memilih laki-laki di depannya itu. Tapi bukan seperti itu caranya, dia ingin bicara baik-baik dengan Jayden dan putus juga baik-baik. Dia ingin Jayden berubah, tapi tidak bisa sepertinya karena laki-laki itu keras kepala._Jayden menikmati alunan musik keras di dalam klub malam. Dia menenggak vodka hingga tandas di gelasnya. Para gadis penggoda terus menemaninya, tetapi dia selalu mengusirnya.Satu laki-laki mendekat padanya, duduk di sampingnya dan memesan minuman beralkohol. Jayden melirik sekilas lalu meminta vodka lagi pada bartender."Kamu bawa barangnya?" tanya Jayden."Tenang bos, saya selalu bawa apa yang bos minta." kata laki-laki itu."Berapa gram kamu bawa untukku?" tanya Jayden."Bos mau berapa gram? Saya ada banyak bos." jawab laki-laki itu."Sepuluh gram. Itu saja dulu." kata Jayden."Waah, bos kenapa semakin sedikit pesannya?" tanya laki-laki itu."Aku tidak punya uang kontan, berapa semuanya?" tanya Jayden."Seperti biasa bos. Tapi ada tambahannya bos, soalnya aku bawa kemari selalu di awasi polisi yang menyamar. Penuh perjuangan aku membawa barang itu untuk bos." katanya lagi."Hemm, nanti aku tambahkan ongkos kirimnya." ucap Jayden lagi.Laki-laki itu tersenyum, dia menoleh ke kanan dan ke kiri. Memastikan transaksi yang dia lakukan tidak ada yang mengetahuinya, setelah semua terlihat aman. Tangan laki-laki itu merogoh saku jaketnya, mengambil barang yang dimaksud yang di bungkus plastik dan kertas karton."Ini bos, semuanya lima belas juta. Bos bawa uang kontan lima belas juta?" tanya laki-laki itu."Ck, aku butuh jadi aku bawa uang kontan. Sini barangnya!" ucap Jayden.Laki-laki itu tersenyum, tangannya di bawah menyerahkan barangnya pada Jayden. Jayden menerima barang tersebut dan memasukkannya ke dalam saku celananya. Dia mengambil amplop cokelat dan menyerahkan uang sejumlah lima belas juta pada laki-laki itu."Nih lima belas juta, lima ratus ribu ongkos kirimnya." kata Jayden menyerahkan lima lembar uang merah pada laki-laki itu."Heheh, siap bos. Transaksi seperti ini yang menyenangkan, bos royal kasih saya ongkos kirim besar sekali.""Cepat sana pergi, aku ingin sendirian." ucap Jayden."Oke bos, nanti kalau habis bos bisa hubungi saya lagi." kata laki-laki kurir itu.Sebuah transaksi penjualan barang harampun selesai. Laki-laki itu pun pergi setelah menenggak habis minumannya, dia mengatakan kalau minumannya di bayari oleh Jayden. Jayden mengeluarkan uang lima lembar di serahkan pada bartender untuk membayar vodka yang dia minum dan laki-laki tadi. Dia masih di sana, mengawasi sekeliling klub malam.Matanya masih menatap ke segala arah, mencari tahu apakah ada seorang intel yang sedang menyamar dengan tugasnya mencari pengedar narkoba. Jayden berjalan dengan tenang, dia melewati banyak pengunjung klub malam yang sedang menikmati suguhan hiburan bagi para penikmat kegiatan malam tersebut.Banyak juga pengunjung dengan berbagai latar belakang, di klub malam itu adalah tempat para pengunjung mencari hiburan atau bertransaksi gelap seperti Jayden. Dia mencari kesenangan dan juga ketenangan lewat barang haram yang dia beli.Banyaknya rutinitas di kantor dan juga kemarin malam dia mendapati kekasihnya Marlyn selingkuh di hotel temannya Rocky."Huh, inilah kenapa aku lebih baik ditemani oleh butiran-butiran berharga dari pada di temani seorang jalang. Dia hanya mementingkan dirinya sendiri, tidak bisa mengerti kenapa aku seperti ini." ucap Jayden sepanjang jalan menuju mobilnya yang berada di parkiran.Dia mengambil kunci kontak mobilnya, memasukinya setelah terbuka. Dia langsung melajukan mobil keluar dari area parkir klub malam itu. Menyusuri jalanan sepi ibukota yang tetap saja ramai oleh para penikmat suasana malam hari."Aku terpuruk seperti inipun tidak akan ada yang peduli. Bahkan kedua orang tuaku yang hanya mementingkan harga dirinya saja. Jadi, biarkan saja aku menikmati hidupku dengan caraku sendiri."__***********Jayden duduk di belakang meja kerjanya, semalam dia sampai sakau dan harus di bantu oleh pembantunya. Dia awalnya tidak akan datang ke kantor, tetapi asistennya datang dan memintanya untuk ke kantor. Katanya ada pertemuan dengan klien penting, dia pun sampai berdebat dengan asistennya."Untuk apa aku datang ke kantor?!" ucap Jayden kesal saat dia berada di rumahnya."Ada klien penting tuan, saya mohon anda datang saja. Urusan berkas semuanya saya yang atur, anda hanya bertemu dan mendengarkan apa yang klien itu katakan. Dan anda tinggal tanda tangan saja, setelah itu terserah anda." kata asisten Jayden.Jayden mendengus kasar, dia sangat lemah sekali. Tubuhnya seakan tidak punya tenaga, setelah malam hari dia menikmati dan melayang di kamarnya. Menikmati barang haram yang dia dapatkan dari kurir di klub malam."Huh, baiklah. Aku ke kantor, pastikan semuanya berjalan baik." kata Jayden."Anda tenang saja tuan, semuanya sudah di tangani oleh saya. Anda tinggal tanda tangan dan setelahny
Jayden meringkuk di dalam kamarnya, wajahnya pucat dan tubuhnya bergetar. Tatapannya menyapu meja yang biasa tersimpan alat-alat untuk penggunaan sabu-sabu dan beberapa pil juga di sana. Kakinya bergerak cepat dan segera menuju meja tersebut.Dia mencari sesuatu sisa-sisa barang haram itu, mencarinya dengan tangan gemetaran dan tubuh menggigil. Ya, dia sedang sakau saat ini. Dua hari dia tahan tidak menggunakan barang terlarang itu, membuatnya semakin menggigil dan bibirnya juga bergetar. Gejolak tubuhnya membuatnya kesakitan, dia ingin mengonsusminya lagi, tapi sialnya barangnya sudah tidak ada di mejanya."Kemana sisa-sisanya ya? Aku lupa menaruhnya. Apakah memang sudah habis?" ucap Jayden terus mencari di meja itu, tangannya gemetar mencari barangnya.Tak lupa juga laci meja di buka dan mencarinya, berharap ada sisa-sisa barang tersebut. Tapi sialnya tetap tidak ada, dia pun beralih ke dalam lemarinya. Mencari di mana biasanya dia menyimpannya."Aargh sial, kenapa tidak ada sih? Ke
Jayden semakin menggigil, tubuhnya semakin ringkih. Dia meringkuk di atas ranjangnya, sejak kepergian Andrew dokter setelah memeriksanya. Dia bangun dari tidurnya, hanya dua jam dia tidur. Setelah itu dia terbangun lagi, hatinya gelisah dan jantungnya berdebar cepat."Mana obatku, kenapa dia tidak juga menghubungiku sialan!" umpat Jayden.Wajahnya menatap meja lama sekali, alat-alat hisap juga suntikannya sudah tidak ada di sana. Dia mencari ponselnya, menghubungi orang yang biasa memberinya barang laknat itu. Dan sialnya ponselnya tidak aktif, tubuhnya semakin menggigil. Dengan cepat dia beranjak dari ranjangnya dan segera keluar dari kamarnya.Segera turun ke bawah, dengan mata yang melebar dan wajah marah dia mencari pembantunya yang biasa membereskan kamarnya."Bi Ratih, siapa yang membereskan meja di kamarku?!" teriak Jayden baru menyadari barangnya sudah tidak ada sejak semalam, bahkan dia juga sakau sebelum di beri obat oleh dokter Andrew.Dengan tergopoh, bi Ratih mendekat dan
"Aldo?"Suara parau dan tercekat dari seorang wanita di depan pintu kamar Jayden. Andrew menoleh ke arah pintu, dia berdecak kesal sekali. Kenapa kedua pasangan selingkuh itu kompak sekali datang ke rumah Jayden. Dia menatap wajah Jayden yang sudah tenang dalam buaian obat bius yang dia suntikkan padanya. Baru dia mendekat pada Aldo dan Marlyn di depan pintu yang sedang terpaku."Kenapa kalian datang kesini? Apa sedang menunjukkan rasa bersalah kalian di sini?" tanya dokter Andrew menatap sinis satu persatu keduanya."Dokter Andrew, aku ingin tahu keadaan Jayden." jawab Marlyn lirih."Marlyn, kamu jangan membuat semuanya jadi runyam. Maafkan aku kalau aku berkata begini, tidak seharusnya kamu seperti ini. Meninggalkan Jayden yang seharusnya kamu ingatkan dan kamu tolong, tapi malah menerima ajakan Aldo yang tentu saja membuat kalian bertiga jadi pecah hubungannya. Apa kalian tidak berpikir kesana sebelum melakukan hal yang terlarang itu?" tanya dokter Andrew menatap datar pada Marlyn.
Barang-barang yang ada di dalam kamar Jayden rusak di banting. Bi Ratih tampak bingung harus membereskan kamar yang layaknya seperti kapal pecah, sangat berantakan sekali. Sedangkan Jayden sedang meringkuk di atas kasurnya dengan mulut komat kamit tidak jelas."Aku benci kamu, Marlyn. Perempuan jalang! Aku benci sekali sama kamu!" umpat Jayden dalam diamnya.Sejak kedatangan Aldo dan Marlyn memberikan pengakuan kalau mereka sudah jadi pasangan kekasih. Dan dia kembali mengamuk setelah Aldo dan Marlyn pergi dari kamarnya.Tatapannya tajam menatap jendela kamar yang mengarah ke ranjangnya. Bi Ratih membersihkan kamar itu, di bantu oleh satpam rumah."Apa tuan Jayden selalu begini bi? Bagaimana dengan tuan besar dan nyonya? Apa beliau tahu anaknya seperti ini?" tanya satpam Beni berbisik."Entahlah, Beni. Bibi sudah kasih tahu tuan besar dan nyonya, kalau anaknya suka mengamuk dan sering kumat membanting semua barang-barangnya." jawab bi Ratih berbisik juga."Terus, apa kata mereka bi?"
Dokter Andrew bergegas keluar dari ruangannya setelah di beritahu oleh bi Ratih kalau Jayden kembali mengamuk. Dia benar-benar lelah sekali harus menghadapi Jayden yang sekarang sering mengamuk dan membanting barang-barang di dalam kamarnya.Kakinya melangkah lebar dengan cepat untuk segera pergi ke rumah Jayden. Bi Ratih menjelaskan tadi sewaktu Jayden sedang mengamuk, papanya tuan Andra datang ke kamar Jayden. Dan tanpa di duga, laki-laki paruh baya itu hanya marah-marah saja pada anaknya yang sedang terpuruk dengan keadaannya. Justru akan membawanya ke rumah sakit jiwa dengan paksa, itu lebih parah lagi rencana orang tua Jayden yang tidak berperasaan."Orang tua aneh, benar-benar aneh. Hanya memikirkan harga diri dan kepentingannya perusahaannya saja. Tidak peduli anaknya sedang sekarat berurusan dengan maut, jika tidak di tangani dengan benar. Maka hancur dan makin terpuruklah itu Jayden." ucap dokter Andrew.Beberapa dokter yang berpapasan dengannya menyapanya, tapi hanya sekilas
Perdebatan antara dokter Andrew dan tuan Andra benar-benar membuat tegang. Meski akhirnya tuan Andra menyetujui rencana dokter Andrew mencarikan pengasuh untuk anaknya. Pengasuh yang kredibel dalam menangani kasus pecandu narkoba, itu artinya dia harus mencari seseorang di sebuah yayasan penanganan pecandu narkoba juga."Aku harus mencari kemana?" gumam dokter Andrew.Setelah kepergian tuan Andra, dokter Andrew menemui Jayden di kamarnya. Laki-laki itu masih diam dengan tatapan kosong, dia benar-benar larut dalam jiwanya yang kosong. Dulu sebelum papanya datang dan memarahinya, bahkan mengancamnya untuk di bawa ke rumah sakit jiwa. Dia sering berontak dan mengamuk, kini dia lebih banyak diam."Jayden, apa kamu dengar ucapanku?" tanya dokter Andrew pelan."Kamu mau membawaku ke rumah sakit jiwa juga seperti papaku?" tanya Jayden tanpa mengindahkan pertanyaan sahabatnya."Tidak Jayden, aku justru akan merawatmu dengan bantuan pengasuh tentunya. Aku tidak bisa mengawasimu dua puluh empat
"Selamat siang pak Jalal."Sapa seorang gadis berkerudung dengan senyum ramah mengembang di bibirnya. Dokter Andrew dan ketua yayasan bernama pak Jalal menoleh ke arah sumber suara. Pak Jalal tersenyum, dia menyuruh gadis berkerudung berpenampilan sopan dan wajahnya tampak kalem itu pun masuk."Masuk, Inayah. Silakan duduk." kata pak Jalal."Iya pak, terima kasih." jawab Inayah.Sejak tadi dokter Andrew menatap Inayah tanpa berhenti, dia mengedipkan matanya hanya dua kali sejak melihat Inayah masuk ke dalam ruangan itu. Inayah tersenyum ramah pada dokter Andrew."Nah, Inayah. Perkenalkan, ini pak Andrew. Pak Andrew, ini Inayah yang saya maksud itu." kata pak Jalal memperkenalkan Inayah pada dokter Andrew."Oh, ya pak Jalal. Salam kenal Inayah, saya Andrew." kata dokter Andrew mengulurkan tangannya pada Inayah.Inayah pun hanya menelungkupkan tangannya dan tersenyum ramah. Tangan dokter Andrew di tarik, dia merasa malu, memang begitulah jika berkenalan dengan seorang gadis yang menjaga