Inayah kini sudah tinggal lagi di rumah Jayden yang besar itu. Bi Ratih sangat senang akhirnya Inayah kembali lagi di rumah itu dengan status yang berbeda, sebagai istri dari tuannya.Sudah satu minggu setelah pernikahan itu, Inayah masih canggung berada di rumah itu lagi. Meski dia pernah hampir dua bulan tinggal di rumah itu. Kini dia sedang menyiapkan baju untuk suaminya yang siap bekerja kembali setelah lima hari cuti karena menikah. Masih bingung apa yang harus dia pilih, karena belum tahu selera suaminya.Inayah sedang memilih baju yang berderet menggantung di lemari. Jayden yang sudah selesai mandi, berdiri di tengah pintu memperhatikan istrinya yang bingung memilih baju untuknya. Jayden pun mendekat berdiri di belakang Inayah, kedua tangan kekarnya melingkar di perutnya. Membuat perempuan itu terkejut."Kamu kenapa diam saja, hemm?" tanya Jayden dengan kepala di pundak istrinya."Eh, sudah selesai mandi?" Inayah berusaha melepas pelukan suaminya, tapi Jayden malah mempererat p
Inayah masih diam dengan ucapan mertuanya itu. Sejak Jayden melamarnya beberapa kali, dia mempertimbangkan papa mertuanya itu. Dan benar saja kenyataannya dia di hina oleh laki-laki yang tidak pernah peduli dengan suaminya. Ingin rasanya dia menjawab, tapi dia masih memiliki tata krama sebagai seorang menantu.Setelah beberapa kalimat yang di ucapkan pada Inayah, tuan Andra pun akhirnya diam. Dia menatap dingin pada Inayah yang sedang menunduk itu."Sebaiknya kamu pikirkan pergi dari kehidupan anakku. Kamu tidak pantas menjadi istrinya," kata tuan Andra membuat Inayah dan bi Ratih terkejut dengan ucapan laki-laki tua tersebut."Maafkan saya pap, saya ...""Jangan menganggapku sebagai mertua! Aku tidak sudi menganggapmu menantu!" ucap tuan Andra.Inayah diam lagi, dia menatap nanar pada mertuanya yang terlihat kesal padanya. Bukan hanya kesal tepatnya, tapi juga sinis dan merendahkan dirinya. Bi Ratih juga hanya diam saja, dia merasa kasihan pada Inayah. Entah apa yang membuat tuan And
Inayah turun ke bawah, dia melangkah menuju ruang makan. Di mana suaminya sedang mengobrol dengan bi Ratih, perempuan itu sudah mengira kalau bi Ratih pasti akan memberitahu suaminya mengenai mertuanya yang datang dan menghinanya. Langkah Inayah terhenti sejenak, menarik napas panjang. Matanya melihat wajah Jayden yang terlihat marah, tentu marah pada papanya yang telah menghinanya tadi pagi.Perempuan itu mendekat, senyumannya mengembang. Di tariknya kursi di depan suaminya, bi Ratih pergi ke dapur. Jayden menatap istrinya yang tampak biasa saja wajahnya, dia memegang tangan Inayah kemudian menciumnya."Maafkan aku sayang," ucap Jayden."Minta maaf soal apa? Apa kamu punya salah sama aku?" tanya Inayah mengambil nasi dan di masukkan ke dalam piring suaminya."Soal papa, tadi bi Ratih cerita kalau papa menemuimu dan berkata tidak enak sama kamu," kata Jayden."Oh, itu. Tidak masalah, wajar saja kan seorang tua yang menginginkan anaknya bersanding dengan perempuan yang sepadan. Sedangk
Jayden masuk ke dalam mobil, rasanya sudah cukup dia menghormati papanya kali ini. Mungkin kedatangan papanya hanya ingin memastikan keadaan perusahaannya, bukan untuk menemuinya dan merestui pernikahannya dengan Inayah. Laki-laki itu langsung pulang ingin menemui istrinya, tiba-tiba merasa rindu dengan Inayah.Mobil di belokkan menuju rumahnya dengan cepat. Dia ingin cepat-cepat sampai di rumah dan memeluk Inayah, dan tak lama mobil sudah memasuki halaman rumahnya. Satpam Beni heran dengan bosnya yang masuk dengan cepat sekali. Langsung keluar dari mobil dan berjalan cepat masuk ke dalam rumah."Tuan Jayden, anda pulang?" tanya bi Ratih."Inayah kemana?" tanya Jayden tidak sabar ingin menemui istrinya."Nyonya keluar tuan, tapi katanya sih sebentar," jawab bi Ratih."Mau apa keluar? Apa dia ingin membeli sesuatu?" tanya Jayden lagi."Entah, tapi katanya mau ke minimarket di seberang jalan itu, saya meminta saya saja yang beli tapi nyonya menolaknya," jawab bi Ratih lagi."Ya sudah, m
Jayden berada di klub malam, dia menikmati malamnya setelah mendapati kalau Marlyn sang kekasih telah berselingkuh di depan matanya dengan sahabatnya. Dia mengingat semua kejadian di hotel Roxen, kalau Marlyn telah berada di hotel itu.Dari keterangan temannya sebelum dia mendatangi hotel itu, kalau Marlyn berada di hotel Roxen itu dengan laki-laki lain. Tak menunggu lama, dia langsung menuju hotel Roxen dan mencari Marlyn yang di duga selingkuh bahkan tidur bersama dengan laki-laki lain."Mas, minta kunci kamar sebelas." ucap Jayden pada petugas hotel."Tapi tuan, itu di larang sama manajer saya. Maaf tidak bisa." kata petugas hotel itu."Cepat berikan! Hotel ini milik temanku, pasti dia mengizinkan memberikan kunci kamar itu! Atau kamu aku laporkan pada temanku agar kamu di pecat hah?!" teriak Jayden berbohong dan mengancam dengan mata yang melotot.Petugas itu menunduk ketakutan, dia lalu pergi dan mengambil kunci kamar hotel yang di minta Jayden. Kemudian diberikan pada Jayden yan
Jayden duduk di belakang meja kerjanya, semalam dia sampai sakau dan harus di bantu oleh pembantunya. Dia awalnya tidak akan datang ke kantor, tetapi asistennya datang dan memintanya untuk ke kantor. Katanya ada pertemuan dengan klien penting, dia pun sampai berdebat dengan asistennya."Untuk apa aku datang ke kantor?!" ucap Jayden kesal saat dia berada di rumahnya."Ada klien penting tuan, saya mohon anda datang saja. Urusan berkas semuanya saya yang atur, anda hanya bertemu dan mendengarkan apa yang klien itu katakan. Dan anda tinggal tanda tangan saja, setelah itu terserah anda." kata asisten Jayden.Jayden mendengus kasar, dia sangat lemah sekali. Tubuhnya seakan tidak punya tenaga, setelah malam hari dia menikmati dan melayang di kamarnya. Menikmati barang haram yang dia dapatkan dari kurir di klub malam."Huh, baiklah. Aku ke kantor, pastikan semuanya berjalan baik." kata Jayden."Anda tenang saja tuan, semuanya sudah di tangani oleh saya. Anda tinggal tanda tangan dan setelahny
Jayden meringkuk di dalam kamarnya, wajahnya pucat dan tubuhnya bergetar. Tatapannya menyapu meja yang biasa tersimpan alat-alat untuk penggunaan sabu-sabu dan beberapa pil juga di sana. Kakinya bergerak cepat dan segera menuju meja tersebut.Dia mencari sesuatu sisa-sisa barang haram itu, mencarinya dengan tangan gemetaran dan tubuh menggigil. Ya, dia sedang sakau saat ini. Dua hari dia tahan tidak menggunakan barang terlarang itu, membuatnya semakin menggigil dan bibirnya juga bergetar. Gejolak tubuhnya membuatnya kesakitan, dia ingin mengonsusminya lagi, tapi sialnya barangnya sudah tidak ada di mejanya."Kemana sisa-sisanya ya? Aku lupa menaruhnya. Apakah memang sudah habis?" ucap Jayden terus mencari di meja itu, tangannya gemetar mencari barangnya.Tak lupa juga laci meja di buka dan mencarinya, berharap ada sisa-sisa barang tersebut. Tapi sialnya tetap tidak ada, dia pun beralih ke dalam lemarinya. Mencari di mana biasanya dia menyimpannya."Aargh sial, kenapa tidak ada sih? Ke
Jayden semakin menggigil, tubuhnya semakin ringkih. Dia meringkuk di atas ranjangnya, sejak kepergian Andrew dokter setelah memeriksanya. Dia bangun dari tidurnya, hanya dua jam dia tidur. Setelah itu dia terbangun lagi, hatinya gelisah dan jantungnya berdebar cepat."Mana obatku, kenapa dia tidak juga menghubungiku sialan!" umpat Jayden.Wajahnya menatap meja lama sekali, alat-alat hisap juga suntikannya sudah tidak ada di sana. Dia mencari ponselnya, menghubungi orang yang biasa memberinya barang laknat itu. Dan sialnya ponselnya tidak aktif, tubuhnya semakin menggigil. Dengan cepat dia beranjak dari ranjangnya dan segera keluar dari kamarnya.Segera turun ke bawah, dengan mata yang melebar dan wajah marah dia mencari pembantunya yang biasa membereskan kamarnya."Bi Ratih, siapa yang membereskan meja di kamarku?!" teriak Jayden baru menyadari barangnya sudah tidak ada sejak semalam, bahkan dia juga sakau sebelum di beri obat oleh dokter Andrew.Dengan tergopoh, bi Ratih mendekat dan