Jayden meringkuk di dalam kamarnya, wajahnya pucat dan tubuhnya bergetar. Tatapannya menyapu meja yang biasa tersimpan alat-alat untuk penggunaan sabu-sabu dan beberapa pil juga di sana. Kakinya bergerak cepat dan segera menuju meja tersebut.
Dia mencari sesuatu sisa-sisa barang haram itu, mencarinya dengan tangan gemetaran dan tubuh menggigil. Ya, dia sedang sakau saat ini. Dua hari dia tahan tidak menggunakan barang terlarang itu, membuatnya semakin menggigil dan bibirnya juga bergetar. Gejolak tubuhnya membuatnya kesakitan, dia ingin mengonsusminya lagi, tapi sialnya barangnya sudah tidak ada di mejanya."Kemana sisa-sisanya ya? Aku lupa menaruhnya. Apakah memang sudah habis?" ucap Jayden terus mencari di meja itu, tangannya gemetar mencari barangnya.Tak lupa juga laci meja di buka dan mencarinya, berharap ada sisa-sisa barang tersebut. Tapi sialnya tetap tidak ada, dia pun beralih ke dalam lemarinya. Mencari di mana biasanya dia menyimpannya."Aargh sial, kenapa tidak ada sih? Kenapa juga aku lupa kalau harus membelinya lagi." umpatnya dengan mengetuk kepalanya beberapa kali.Dia berjalan mondar mandir, mengingat apakah ada tempat yang luput dari pandangannya. Sebelum malam menjelang, dia ingin memesan lagi dari langganannya. Tapi sialnya laki-laki yang biasa memasok barang terlarang itu sedang pergi keluar Jawa.Jadi dia tidak bisa mendapatkan barang yang di inginkannya."Kemana aku mencarinya ya, apakah dia punya teman yang memiliki barang itu?"Jayden terus bolak balik di dalam kamarnya, mencari cara agar bisa mendapatkan barang itu. Satu ketukan pintu di luar, dia terkejut tapi kemudian tak mengindahkannya lagi.Pikirannya kacau karena belum mendapatkan barang yang dia inginkan."Aaargh! Kenapa jadi lama sekali!" teriaknya.Pintu terbuka, tampak laki-laki gagah dengan menenteng tas dokter. Dia berjalan mendekat pada Jayden, menatapnya datar padanya."Kamu sakau lagi?" ucap laki-laki itu tenang dengan melihat tubuh Jayden kurus dan tampak bergetar, giginya menggigit-gigit tangannya kuat."Jayden, hentikan. Kamu jangan seperti ini!" ucap laki-laki itu."Diamlah, kamu tidak bisa memberiku solusi apapun! Aku ingin barang itu!" ucap Jayden menatap tajam pada laki-laki tegap tersebut."Jayden, kamu harus masuk rehabilitasi. Kamu harus di rawat." katanya lagi."Tidak Andrew! Aku tidak mau!" teriak Jayden."Tapi kamu harus di obati. Jangan seperti ini!" ucap dokter Andrew menatap tajam pada Jayden."Huh, aku begini juga tidak ada yang peduli! Bahkan Marlyn saja selingkuh dan pergi meninggalkanku!" ucap Jayden lagi.Andrew diam, dia menatap kasihan pada sahabatnya yang sudah terjerumus jauh menggunakan barang terlarang itu. Di tariknya napas panjang, lalu mengajak Jayden duduk di sisi ranjang."Jayden, dia seperti itu karena kamu awalnya menggunakan barang itu. Dia tahu dari kamarmu, kalau di meja ada barang-barang terlarang itu." kata Andrew."Huh, itu hanya alasan saja. Aku tahu sejak dulu Aldo mengincar Marlyn, dan dia terus menghasut Marlyn. Jika bukan karena laki-laki brengsek itu juga, untuk apa aku menggunakan barang itu." kata Jayden, tubuhnya menggigil."Maka dari itu, keluarlah dari ketergantungan itu. Jangan menyiksa dirimu sendiri dengan barang laknat yang akan menghancurkan tubuhmu, aku akan membawamu ke rumah sakit dan di rehab di sana." kata dokter Andrew."Aku tidak mau! Lebih baik kerjakan saja tugasmu di rumah sakit, semua bahkan menyalahkanku termasuk kamu!" ucap Jayden lagi."Aku tidak tahu otakmu itu sebenarnya terlindungi atau apa, tapi dari caramu bicara kamu seperti orang normal Jayden. Baiklah, aku akan memberimu obat saja, agar rasa sakit dan kehilangan karena barang itu akan berkurang. Setidaknya kamu harus berpikir normal, jangan seperti ini Jayden." kata dokter Andrew.Jayden diam saja, matanya nanar menatap dokter Andrew. Sedangkan laki-laki itu mengambil alat suntik dan juga obat untuk menenangkan Jayden dan juga agar laki-laki itu tidak merasa sakit di tubuhnya dan menyiksanya dengan menggigit kulitnya. Jika dalam keadaan sakau seperti itu, maka sesuatu yang menyakitkan akan di lakukan pada akhirnya karena tidak juga mendapatkan apa yang di inginkan.Dokter Andrew adalah sahabat Jayden, dia pernah kuliah bareng di Inggris. Ayah Jayden juga pengusaha sukses di manca negara, kesibukan kedua orang tua Jayden di Amerika. Di mana tempat tinggal orang tua Jayden, dan laki-laki itu memilih tinggal di Indonesia dengan pacarnya Marlyn.Tapi ternyata, dalam empat bulan terakhir ternyata Aldo mendekati Maryln dan membuat gadis itu terjerat pesona Aldo. Laki-laki yang juga sahabat Jayden yang pendiam serta memendam perasaan pada Marlyn akhirnya mengambil kesempatan untuk mendekatinya, mendengarkan segala keluh kesah masalah Jayden. Dan tanpa di sadari Marlyin akhirnya jatuh ke pelukan Aldo juga, meski laki-laki itu memang baik sebenarnya.Kekasih dan sahabatnya berkhianat, berselingkuh menjalin hubungan hingga kepergok di kamar hotel hampir berhubunga. Itu yang semakin membuat Jayden terpuruk, mengalihkan rasa kecewanya pada Marlyn yang selingkuh dan lebih memilih sahabat itu untuk rasa sepinya itu."Marlyn meminta maaf padamu, dia cerita semuanya padaku Jayden." kata Andrew setelah memberikan obat pereda rasa sakit dan obat penenang pada Jayden."Heh, sudahlah. Jangan menganggapnya kasihan, dia memang berniat selingkuh dariku. Kata maafnya hanya untuk mencari simpatimu saja." kata Jayden."Tenangkan dirimu Jayden, bangkitlah dari semuanya. Jika kamu tetap tidak mau ke rumah sakit dan rehab, bahkan kamu sampai melakukan itu lagi. Aku akan memaksamu pergi ke yayasan narkoba." kata Andrew lagi."Terserah kamu. Aku tidak peduli apa yang kamu katakan." ucap Jayden.Dia meringkuk di atas ranjangnya, sesuatu yang tadi hampir saja dia sakau lebih parah. Itu tercegah dengan datangnya dokter Andrew sahabatnya. Semalaman dia tidak bisa tidur, pikirannya kacau. Bahkan entah sedang berada di mana malam itu, itu yang di rasakan Jayden semalam. Rasa hening, tenang dan hanyut dalam ilusi yang semu karena pengaruh narkoba itu. Dia sendiri tidak sadar kalau semalam berteriak dan ngamuk mencari barang-barangnya yang tidak ada sampai sekarang."Aku pergi dulu, kurasa kamu perlu bimbingan dan pendampingan seseorang agar kamu terhindar dan menjauhi barang terlarang itu." kata Andrew."Cepat pergilah, sebelum aku berbuat kasar mengusirmu Andrew." ucap Jayden.Dia sedang tidak ingin di nasehati, bahkan bicara banyak. Pikirannya sedang membayangkan sesuatu dan berada entah di mana. Halusinasinya kini membayangi pikirannya, dokter Andrew tahu. Maka dari itu, dia bergegas keluar dari kamar Jayden. Karena beberapa menit lagi, laki-laki itu pasti akan tertidur akibat obat yang dia suntikkan itu di tambah dosisnya."Huh, dia sangat naif sekali. Hanya karena sakit hati di selingkuhi Marlyn, kenapa jadi lari ke narkoba? Bukankah cukup dengan minum-minum saja. Ya ampun, anak seorang pengusaha sedunia itu harus terpuruk dan terjerumus dalam narkoba. Dan lagi, kenapa om Andra tidak peduli padanya? Tapi Marlyn dan Aldo keterlaluan." ucap dokter Andrew.Dia berjalan meniti anak tangga satu demi satu turun ke bawah. Di hampirinya pembantu yang sedang berdiri menunggunya untuk mengetahui kondisi Jayden."Bi Ratih tenang saja, Jayden sebentar lagi tidur. Dia sudah kuberi obat penenang dan obat pereda nyeri, kalau mau membereskan kamar Jayden sekarang saja. Mungkin dia sudah terlelap." kata dokter Andrew pada pembantu Jayden itu."Iya pak dokter. Saya sangat khawatir dengan tuan Jayden, semalam dia berteriak dan seperti orang yang kehilangan sesuatu. Mengobrak abrik barang di kamar, kadang tertawa keras dan juga berteriak. Jadi saya takut karena semalaman tuan Jayden tidak tidur sampai pagi ini." kata bi Ratih."Ya, lain kali kalau Jayden melakukan sesuatu yang membahayakan bi Ratih hubungi saya saja." kata dokter Andrew."Iya pak dokter. Terima kasih telah membantu tuan Jayden." kata bi Ratih lagi."Oh ya, aku akan carikan seorang pembantu yang khusus membantu Jayden dalam menangani sikap dan semua prilakunya. Aku tidak akan main-main mencari seseorang membantu Jayden agar sembuh dari ketergantungan narkoba." kata dokter Andrew lagi."Iya pak dokter, saya juga berharap ada seseorang yang membantu tuan Jayden sembuh dari ketergantungan itu. Satu bulan lalu masih mau pergi ke kantor, asisten Ronan juga sering datang dan mengajaknya ke kantor. Tapi belakangan tuan Jayden sudah tidak sama sekali pergi ke kantor, bahkan asisten Ronan juga di usirnya." kata bi Ratih."Ya bi Ratih, jangan khawatir. Tetap jaga Jayden saja dulu, bersabarlah aku akan mencarikan seseorang yang pandai membujuknya dan bisa merubahnya jadi lebih baik. Aku juga tidak mau dia terus terpuruk." kata dokter Andrew lagi.Bi Ratih mengangguk, dia tersenyum senang. Berharap ucapan dokter Andrew itu secepatnya di lakukan. Mendatangkan seseorang untuk membantunya terlepas dari jeratan narkoba."Apa? Tuan Jayden akan sembuh?""Doakan saja bi, saya akan mencari pembantu yang akan membantunya lepas dari jerat barang laknat itu.""Baiklah dokter."Dokter Andrew pun pergi meninggalkan bi Ratih, sepeninggal dokter Andrew. Bi Ratih di kejutkan dengan kedatangan laki-laki yang menjadi sumber kemarahan Jayden."Bi Ratih, Jayden di kamarnya?""Tuan Aldo?"__**********Jayden semakin menggigil, tubuhnya semakin ringkih. Dia meringkuk di atas ranjangnya, sejak kepergian Andrew dokter setelah memeriksanya. Dia bangun dari tidurnya, hanya dua jam dia tidur. Setelah itu dia terbangun lagi, hatinya gelisah dan jantungnya berdebar cepat."Mana obatku, kenapa dia tidak juga menghubungiku sialan!" umpat Jayden.Wajahnya menatap meja lama sekali, alat-alat hisap juga suntikannya sudah tidak ada di sana. Dia mencari ponselnya, menghubungi orang yang biasa memberinya barang laknat itu. Dan sialnya ponselnya tidak aktif, tubuhnya semakin menggigil. Dengan cepat dia beranjak dari ranjangnya dan segera keluar dari kamarnya.Segera turun ke bawah, dengan mata yang melebar dan wajah marah dia mencari pembantunya yang biasa membereskan kamarnya."Bi Ratih, siapa yang membereskan meja di kamarku?!" teriak Jayden baru menyadari barangnya sudah tidak ada sejak semalam, bahkan dia juga sakau sebelum di beri obat oleh dokter Andrew.Dengan tergopoh, bi Ratih mendekat dan
"Aldo?"Suara parau dan tercekat dari seorang wanita di depan pintu kamar Jayden. Andrew menoleh ke arah pintu, dia berdecak kesal sekali. Kenapa kedua pasangan selingkuh itu kompak sekali datang ke rumah Jayden. Dia menatap wajah Jayden yang sudah tenang dalam buaian obat bius yang dia suntikkan padanya. Baru dia mendekat pada Aldo dan Marlyn di depan pintu yang sedang terpaku."Kenapa kalian datang kesini? Apa sedang menunjukkan rasa bersalah kalian di sini?" tanya dokter Andrew menatap sinis satu persatu keduanya."Dokter Andrew, aku ingin tahu keadaan Jayden." jawab Marlyn lirih."Marlyn, kamu jangan membuat semuanya jadi runyam. Maafkan aku kalau aku berkata begini, tidak seharusnya kamu seperti ini. Meninggalkan Jayden yang seharusnya kamu ingatkan dan kamu tolong, tapi malah menerima ajakan Aldo yang tentu saja membuat kalian bertiga jadi pecah hubungannya. Apa kalian tidak berpikir kesana sebelum melakukan hal yang terlarang itu?" tanya dokter Andrew menatap datar pada Marlyn.
Barang-barang yang ada di dalam kamar Jayden rusak di banting. Bi Ratih tampak bingung harus membereskan kamar yang layaknya seperti kapal pecah, sangat berantakan sekali. Sedangkan Jayden sedang meringkuk di atas kasurnya dengan mulut komat kamit tidak jelas."Aku benci kamu, Marlyn. Perempuan jalang! Aku benci sekali sama kamu!" umpat Jayden dalam diamnya.Sejak kedatangan Aldo dan Marlyn memberikan pengakuan kalau mereka sudah jadi pasangan kekasih. Dan dia kembali mengamuk setelah Aldo dan Marlyn pergi dari kamarnya.Tatapannya tajam menatap jendela kamar yang mengarah ke ranjangnya. Bi Ratih membersihkan kamar itu, di bantu oleh satpam rumah."Apa tuan Jayden selalu begini bi? Bagaimana dengan tuan besar dan nyonya? Apa beliau tahu anaknya seperti ini?" tanya satpam Beni berbisik."Entahlah, Beni. Bibi sudah kasih tahu tuan besar dan nyonya, kalau anaknya suka mengamuk dan sering kumat membanting semua barang-barangnya." jawab bi Ratih berbisik juga."Terus, apa kata mereka bi?"
Dokter Andrew bergegas keluar dari ruangannya setelah di beritahu oleh bi Ratih kalau Jayden kembali mengamuk. Dia benar-benar lelah sekali harus menghadapi Jayden yang sekarang sering mengamuk dan membanting barang-barang di dalam kamarnya.Kakinya melangkah lebar dengan cepat untuk segera pergi ke rumah Jayden. Bi Ratih menjelaskan tadi sewaktu Jayden sedang mengamuk, papanya tuan Andra datang ke kamar Jayden. Dan tanpa di duga, laki-laki paruh baya itu hanya marah-marah saja pada anaknya yang sedang terpuruk dengan keadaannya. Justru akan membawanya ke rumah sakit jiwa dengan paksa, itu lebih parah lagi rencana orang tua Jayden yang tidak berperasaan."Orang tua aneh, benar-benar aneh. Hanya memikirkan harga diri dan kepentingannya perusahaannya saja. Tidak peduli anaknya sedang sekarat berurusan dengan maut, jika tidak di tangani dengan benar. Maka hancur dan makin terpuruklah itu Jayden." ucap dokter Andrew.Beberapa dokter yang berpapasan dengannya menyapanya, tapi hanya sekilas
Perdebatan antara dokter Andrew dan tuan Andra benar-benar membuat tegang. Meski akhirnya tuan Andra menyetujui rencana dokter Andrew mencarikan pengasuh untuk anaknya. Pengasuh yang kredibel dalam menangani kasus pecandu narkoba, itu artinya dia harus mencari seseorang di sebuah yayasan penanganan pecandu narkoba juga."Aku harus mencari kemana?" gumam dokter Andrew.Setelah kepergian tuan Andra, dokter Andrew menemui Jayden di kamarnya. Laki-laki itu masih diam dengan tatapan kosong, dia benar-benar larut dalam jiwanya yang kosong. Dulu sebelum papanya datang dan memarahinya, bahkan mengancamnya untuk di bawa ke rumah sakit jiwa. Dia sering berontak dan mengamuk, kini dia lebih banyak diam."Jayden, apa kamu dengar ucapanku?" tanya dokter Andrew pelan."Kamu mau membawaku ke rumah sakit jiwa juga seperti papaku?" tanya Jayden tanpa mengindahkan pertanyaan sahabatnya."Tidak Jayden, aku justru akan merawatmu dengan bantuan pengasuh tentunya. Aku tidak bisa mengawasimu dua puluh empat
"Selamat siang pak Jalal."Sapa seorang gadis berkerudung dengan senyum ramah mengembang di bibirnya. Dokter Andrew dan ketua yayasan bernama pak Jalal menoleh ke arah sumber suara. Pak Jalal tersenyum, dia menyuruh gadis berkerudung berpenampilan sopan dan wajahnya tampak kalem itu pun masuk."Masuk, Inayah. Silakan duduk." kata pak Jalal."Iya pak, terima kasih." jawab Inayah.Sejak tadi dokter Andrew menatap Inayah tanpa berhenti, dia mengedipkan matanya hanya dua kali sejak melihat Inayah masuk ke dalam ruangan itu. Inayah tersenyum ramah pada dokter Andrew."Nah, Inayah. Perkenalkan, ini pak Andrew. Pak Andrew, ini Inayah yang saya maksud itu." kata pak Jalal memperkenalkan Inayah pada dokter Andrew."Oh, ya pak Jalal. Salam kenal Inayah, saya Andrew." kata dokter Andrew mengulurkan tangannya pada Inayah.Inayah pun hanya menelungkupkan tangannya dan tersenyum ramah. Tangan dokter Andrew di tarik, dia merasa malu, memang begitulah jika berkenalan dengan seorang gadis yang menjaga
Inayah Laila Maryam, gadis berusia dua puluh lima tahun. Usia muda dalam menjalani sebagai relawan di sebuah yayasan pengobatan pecandu narkoba. Dia di rekrut oleh pak Jalal awalnya hanya untuk membantu sebagai staf administrasi. Tapi dia bisa melakukan terapi jalur spiritual pada para anggota yang berniat untuk sembuh dari kecanduan pada barang terlarang.Hingga akhirnya dia di percaya menjadi terapis dan motivator bagi pasien yang kebanyakan para remaja dan juga ada yang sudah dewasa. Meski tidak ada keahlian di bidang kedokteran, tapi dia sering bekerja sama dengan dokter yang sering menggunakan jasanya dalam terapi spiritualnya.Inayah bersiap untuk pergi ke rumah Jayden, di mana pasiennya yang akan dia bantu lepas dari kecanduan narkoba. Dia merapikan baju-bajunya serta tak lupa juga mukenah untuk ibadahnya, dia juga membawa muskhaf kecil untuk membantu menenangkan pikirannya dan juga pasiennya di kala sedang tenang.Cara itu yang dia lakukan selama ini pada pasien pecandu narkob
Inayah menunggu di depan rumahnya, dia sudah menyiapkan barang bawaannya. Perlengkapan apa yang harus dia siapkan untuk membantu pasien yang di maksud Andrew. Dia tidak tahu bagaimana keadaan pasien yang akan di tanganinya, hanya mempersiapkan mental dan juga buku-buku tentang motivasi juga tak lupa mushaf kecil untuk membantu menenangkan pasien.Setidaknya dia akan mencoba dan berusaha, jika masalah kesehatan. Mungkin akan di serahkan oleh dokter ahlinya, tapi jika masalah spiritual dan mental akan mencoba membantunya dengan pendekatan secara pribadi. Entahlah, Inayah merasa dia bisa melakukan itu selama ini. Dan akan menerapkannya pada pasiennya kali ini.Mobil sedan hitam berhenti di depan rumah sederhana milik ibunya Inayah. Gadis berkerudung abu-abu muda itu berdiri dan tersenyum ketika sosok laki-laki keluar dari dalam mobil. Ibu Masri keluar ketika mobil berhenti di depan rumahnya, dia melihat laki-laki gagah dan tampan dengan baju berjas menghampiri Inayah."Dia orangnya, Inay
Jayden masuk ke dalam mobil, rasanya sudah cukup dia menghormati papanya kali ini. Mungkin kedatangan papanya hanya ingin memastikan keadaan perusahaannya, bukan untuk menemuinya dan merestui pernikahannya dengan Inayah. Laki-laki itu langsung pulang ingin menemui istrinya, tiba-tiba merasa rindu dengan Inayah.Mobil di belokkan menuju rumahnya dengan cepat. Dia ingin cepat-cepat sampai di rumah dan memeluk Inayah, dan tak lama mobil sudah memasuki halaman rumahnya. Satpam Beni heran dengan bosnya yang masuk dengan cepat sekali. Langsung keluar dari mobil dan berjalan cepat masuk ke dalam rumah."Tuan Jayden, anda pulang?" tanya bi Ratih."Inayah kemana?" tanya Jayden tidak sabar ingin menemui istrinya."Nyonya keluar tuan, tapi katanya sih sebentar," jawab bi Ratih."Mau apa keluar? Apa dia ingin membeli sesuatu?" tanya Jayden lagi."Entah, tapi katanya mau ke minimarket di seberang jalan itu, saya meminta saya saja yang beli tapi nyonya menolaknya," jawab bi Ratih lagi."Ya sudah, m
Inayah turun ke bawah, dia melangkah menuju ruang makan. Di mana suaminya sedang mengobrol dengan bi Ratih, perempuan itu sudah mengira kalau bi Ratih pasti akan memberitahu suaminya mengenai mertuanya yang datang dan menghinanya. Langkah Inayah terhenti sejenak, menarik napas panjang. Matanya melihat wajah Jayden yang terlihat marah, tentu marah pada papanya yang telah menghinanya tadi pagi.Perempuan itu mendekat, senyumannya mengembang. Di tariknya kursi di depan suaminya, bi Ratih pergi ke dapur. Jayden menatap istrinya yang tampak biasa saja wajahnya, dia memegang tangan Inayah kemudian menciumnya."Maafkan aku sayang," ucap Jayden."Minta maaf soal apa? Apa kamu punya salah sama aku?" tanya Inayah mengambil nasi dan di masukkan ke dalam piring suaminya."Soal papa, tadi bi Ratih cerita kalau papa menemuimu dan berkata tidak enak sama kamu," kata Jayden."Oh, itu. Tidak masalah, wajar saja kan seorang tua yang menginginkan anaknya bersanding dengan perempuan yang sepadan. Sedangk
Inayah masih diam dengan ucapan mertuanya itu. Sejak Jayden melamarnya beberapa kali, dia mempertimbangkan papa mertuanya itu. Dan benar saja kenyataannya dia di hina oleh laki-laki yang tidak pernah peduli dengan suaminya. Ingin rasanya dia menjawab, tapi dia masih memiliki tata krama sebagai seorang menantu.Setelah beberapa kalimat yang di ucapkan pada Inayah, tuan Andra pun akhirnya diam. Dia menatap dingin pada Inayah yang sedang menunduk itu."Sebaiknya kamu pikirkan pergi dari kehidupan anakku. Kamu tidak pantas menjadi istrinya," kata tuan Andra membuat Inayah dan bi Ratih terkejut dengan ucapan laki-laki tua tersebut."Maafkan saya pap, saya ...""Jangan menganggapku sebagai mertua! Aku tidak sudi menganggapmu menantu!" ucap tuan Andra.Inayah diam lagi, dia menatap nanar pada mertuanya yang terlihat kesal padanya. Bukan hanya kesal tepatnya, tapi juga sinis dan merendahkan dirinya. Bi Ratih juga hanya diam saja, dia merasa kasihan pada Inayah. Entah apa yang membuat tuan And
Inayah kini sudah tinggal lagi di rumah Jayden yang besar itu. Bi Ratih sangat senang akhirnya Inayah kembali lagi di rumah itu dengan status yang berbeda, sebagai istri dari tuannya.Sudah satu minggu setelah pernikahan itu, Inayah masih canggung berada di rumah itu lagi. Meski dia pernah hampir dua bulan tinggal di rumah itu. Kini dia sedang menyiapkan baju untuk suaminya yang siap bekerja kembali setelah lima hari cuti karena menikah. Masih bingung apa yang harus dia pilih, karena belum tahu selera suaminya.Inayah sedang memilih baju yang berderet menggantung di lemari. Jayden yang sudah selesai mandi, berdiri di tengah pintu memperhatikan istrinya yang bingung memilih baju untuknya. Jayden pun mendekat berdiri di belakang Inayah, kedua tangan kekarnya melingkar di perutnya. Membuat perempuan itu terkejut."Kamu kenapa diam saja, hemm?" tanya Jayden dengan kepala di pundak istrinya."Eh, sudah selesai mandi?" Inayah berusaha melepas pelukan suaminya, tapi Jayden malah mempererat p
Inayah gugup sekali malam ini, dia masih belum berani melepas mukenahnya. Masih duduk di sofa, karena memang dia tidak ada baju ganti. Jayden masih menelepon seusai sholat berjamaah dengan Inayah, sesekali dia melirik pada istrinya yang masih diam di sofa. Bibirnya menyungging, merasa gemas juga dengan tingkah Inayah masih memakai mukenah."Oke, nanti aku kabari selanjutnya," kata Jayden mengakhiri sambungan teleponnya.Dia meletakkan ponselnya di atas meja, menghampiri istrinya yang sedang gugup di sofa. Dia duduk di samping Inayah, menggelayutkan tangannya di lengan gadis itu. Tentu saja Inayah kaget dan semakin gugup, dia berusaha melepas tangan suaminya di lengannya. Tapi Jayden malah mencengkeram pundak di sebelahnya, wajahnya sangat dekat dengan wajah Inayah."Kenapa? Kamu kok seperti sungkan," tanya Jayden, matanya menelusuri wajah mulus tanpa make up itu."Bukan begitu, apa ini harus terjadi sekarang?" tanya Inayah tidak berani menoleh ke arah suaminya yang semakin dekat wajah
Acara resepsi telah selesai, kini mempelai pengantin sudah berada di kamar hotel yang sengaja di sewa untuk tiga hari. Kamar yang di rancang khusus untuk pengantin pada umumnya, sangat indah di taburi bunga mawar merah di atas ranjang. Setiap kamar di hias juga dengan bunga-bunga mawar merah dan putih.Awalnya Inayah kaget dengan kamar yang di hiasi oleh bunga-bunga itu, dia menatap sekeliling kamar sendirian. Karena Jayden hanya mengantarnya saja di kamar pengantin lalu pergi lagi karena ada tamu yang terlambat datang."Kamu di sini dulu ya, nanti aku kembali lagi," kata Jayden pada istrinya.Mengecup keningnya sebelum pergi, Inayah hanya diam saja. Sesungguhnya, dia masih gelisah karena mertuanya tidak datang ke acara pesta itu. Meski dia sudah di beritahu oleh Jayden, tapi entah kenapa dia merasa papanya Jayden memang sengaja tidak datang ke pesta pernikahan atau menghadiri pengucapan ijab kabul itu."Jika dia perempuan, mana boleh menikah tanpa restu orang tua. Apa lagi harus ada
"Saya terima nikah dan kawinnya Inayah Laila Maryam binti Abdul dengan mas kawin tersebut di bayar tunai!""Bagaimana saksi? Sah?""Sah!""Alhamdulillah."Suara tepuk tangan dalam masjid dan tangis haru dari ibu Masri karena anak sulungnya ternyata jadi juga menikah. Meski dulu tidak jadi menikah karena tunangannya kecanduan narkoba dan akhirnya over dosis lalu meninggal. Kini Inayah menikah juga dengan mantan pecandu, tapi dia melihat Jayden tidak seperti tunangan Inayah dulu. Meski sudah di rehabilitasi dan kembali pulang, dia kembali lagi menjadi pecandu dan akhirnya harus kehilangan nyawanya karena barang laknat tersebut.Tak terasa air mata perempuan paruh baya itu mengalir karena terharu anak sulungnya akhirnya menikah juga, dengan cepat dia menghapus air matanya sebelum terlihat oleh Inayah.Sementara itu, Sisil tampak cemberut. Ibu Masri tahu anak keduanya itu tidak terima kalau Inayah menikah dengan Jayden yang juga di sukainya. Tangan Sisil di cubit kecil oleh ibunya karena
Jayden sudah menyiapkan semuanya, dia ingin menikah dengan mewah di hotel berbintang lima. Tamu yang dia undang adalah klien binsisnya, juga sahabatnya dokter Andrew. Dia mengundang Aldo dan Marlyn juga, karena dia ingin kebahagiaannya di lihat oleh keduanya. Bukannya mau membalas perbuatan mereka, tapi dia sudah melupakan kejadian itu.Baginya, kebahagiaan lebih penting di banding harus dendam pada mereka berdua. Belum lagi dia juga sudah memberitahu papanya, tuan Andra. Laki-laki itu tidak merespon ketika Jayden memberitahu kalau akan menikah.Kini, menjelang satu hari sebelum pernikahannya. Dia duduk di kafe dengan dokter yang selama ini menjadi kawan, sahabatnya yang setia."Jadi kamu sudah memberitahu papamu?" tanya dokter Andrew."Sudah," singkat Jayden menjawab."Lalu, bagaimana tanggapannya?" tanya dokter Andrew lagi."Entah, tidak ada reaksi apa pun," jawab Jayden menyesap kopinya.Keduanya diam, dokter Andrew melirik jam di pergelangan tangannya. Jayden melirik sahabatnya ya
"Inayah?"Inayah tertunduk malu, dia datang di waktu yang tidak tepat menurutnya. Dia pikir memang Jayden akan lembur sampai malam, karena yang dia tahu laki-laki itu mengatakan sedang sibuk di kantornya.Jayden melangkah mendekat, bi Ratih pun tersenyum lalu perlahan pergi meninggalkan Inayah dan Jayden."Saya ke belakang dulu, tuan Jayden, Inayah," kata bi Ratih."Bi Ratih tunggu!" ucap Inayah.Bi Ratih tersenyum lalu pergi meninggalkan Inayah. Jayden berhenti di depan Inayah, kedua tangannya di masukkan ke dalam kantong celana, menatap dalam gadis di depannya. Ada perasaan senang ketika Inayah berada di rumahnya, meski dia pasti mengelak hanya menemui bi Ratih. Tapi Jayden yakin Inayah pasti sedang mencarinya."Kamu kesini mau ketemu aku?" tanya Jayden."Tidak. Ingin ketemu bi Ratih saja, sudah lama tidam bertemu," jawab Inayah gugup.Dia tidak menyangka Jayden ada di hadapannya, Jayden hanya mengangguk pelan. Kemudian dia berbalik tapi berhenti lagi."Emm, kalau sudah selesai deng