Inayah Laila Maryam, gadis berusia dua puluh lima tahun. Usia muda dalam menjalani sebagai relawan di sebuah yayasan pengobatan pecandu narkoba. Dia di rekrut oleh pak Jalal awalnya hanya untuk membantu sebagai staf administrasi. Tapi dia bisa melakukan terapi jalur spiritual pada para anggota yang berniat untuk sembuh dari kecanduan pada barang terlarang.Hingga akhirnya dia di percaya menjadi terapis dan motivator bagi pasien yang kebanyakan para remaja dan juga ada yang sudah dewasa. Meski tidak ada keahlian di bidang kedokteran, tapi dia sering bekerja sama dengan dokter yang sering menggunakan jasanya dalam terapi spiritualnya.Inayah bersiap untuk pergi ke rumah Jayden, di mana pasiennya yang akan dia bantu lepas dari kecanduan narkoba. Dia merapikan baju-bajunya serta tak lupa juga mukenah untuk ibadahnya, dia juga membawa muskhaf kecil untuk membantu menenangkan pikirannya dan juga pasiennya di kala sedang tenang.Cara itu yang dia lakukan selama ini pada pasien pecandu narkob
Inayah menunggu di depan rumahnya, dia sudah menyiapkan barang bawaannya. Perlengkapan apa yang harus dia siapkan untuk membantu pasien yang di maksud Andrew. Dia tidak tahu bagaimana keadaan pasien yang akan di tanganinya, hanya mempersiapkan mental dan juga buku-buku tentang motivasi juga tak lupa mushaf kecil untuk membantu menenangkan pasien.Setidaknya dia akan mencoba dan berusaha, jika masalah kesehatan. Mungkin akan di serahkan oleh dokter ahlinya, tapi jika masalah spiritual dan mental akan mencoba membantunya dengan pendekatan secara pribadi. Entahlah, Inayah merasa dia bisa melakukan itu selama ini. Dan akan menerapkannya pada pasiennya kali ini.Mobil sedan hitam berhenti di depan rumah sederhana milik ibunya Inayah. Gadis berkerudung abu-abu muda itu berdiri dan tersenyum ketika sosok laki-laki keluar dari dalam mobil. Ibu Masri keluar ketika mobil berhenti di depan rumahnya, dia melihat laki-laki gagah dan tampan dengan baju berjas menghampiri Inayah."Dia orangnya, Inay
Jayden duduk di pojok kasurnya dengan kaki berjongkok. Kepala di tumpu di antara dua lututnya, kedua tangan melingkar di tulang kering kakinya. Pandangannya tajam pada dokter Andrew dan Inayah secara bergantian. Dia mendengus kasar, kesal sekali tadi dia sedang menghisap shabu ternyata dokter Andrew mengetahuinya.Ketiga orang itu masih saling diam, dokter Andrew duduk di sisi ranjang. Dan Inayah duduk di kursi kecil di depan dokter Andrew, sesekali dia menatap Jayden yang masih diam tak bergeming."Apa yang kalian inginkan dariku? Seharusnya biarkan aku membusuk saja di sini, tidak ada yang peduli padaku." ucap Jayden akhirnya bersuara."Siapa bilang tidak ada yang peduli padamu? Aku peduli padamu, bi Ratih bahkan Beni satpam depan rumahmu. Kenapa kamu merasa tidak ada yang peduli?" tanya dokter Andrew."Kalau peduli, kenapa membuang barang milikku? Itu satu-satunya barang yang membuatku bahagia, membuatku melupakan semuanya. Kalian jangan repot-repot mengurusiku karena aku bahagia d
Bi Ratih sudah membereskan kamar untuk di tempati Inayah. Dia menyuruh Inayah segera masuk ke dalam kamar barunya yang bersebelahan dengan kamar Jayden."Kamu langsung bisa menempati kamar ini ya, agar nanti langsung datang jika tuan Jayden berteriak-teriak lagi." kata bi Ratih."Dia sering menjerit-jerit bi?" tanya Inayah."Ya, kadang menjerit sih kalau barang yang di carinya tidak ada. Tepatnya mengamuk dengan berteriak-teriak." jawab bi Ratih."Oh, begitu.""Ya, makanya kata dokter Andrew itu kamarmu harus bersebelahan dengan tuan Jayden agar bisa langsung datang ke kamarnya buat menolong tuan Jayden." ucap bi Ratih."Ya biaklah bi, terima kasih ya. Dan tadi katanya sudah lama tidak mengkonsumsi barang itu lagi, tapi di kamar mandi dia memakai lagi. Itu kenapa bisa dapat barang haram itu lagi bi? Apa ada yang memasoknya?" tanya Inayah."Setahu saya sih tidak ada. Cuma kadang sekretaris tuan Jayden itu datang meminta tanda tangan padanya, jadi tidak tahu siapa yang kasih tuan Jayden
Inayah dan bi Ratih kembali masuk ke dalam kamar Jayden. Laki-laki itu tadi berteriak, dan sekarang matanya menatap tajam ke plafon. Giginya bergemeretak dan tangannya mengepal, kini lengan tangan itu di gigitnya kuat hinga berbekas dan hampir saja mengelupas kulitnya dan mengeluarkan darah.Inayah langsung berlari dan menarik tangan Jayden dengan kuat, dia berteriak pada bi Ratih agar membantunya memegangi tangan Jayden."Bi, tolong tarik tangan tuan Jayden. Jangan sampai tangannya di gigit lagi, ini hampir terluka dan mengeluarkan darah." ucap Inayah pada bi Ratih."Iya Inayah, tapi bagaimana kalau di ikat saja tangannya?" tanya bi Ratih, dia takut Jayden kembali menggigit lengan tangannya lagi."Pegang saja dulu yang kuat, setelah melemah kekuatannya kita lepas dan bila perlu di ikat kedua tangannya." kata Inayah lagi."Kamu pikir aku ini narapidana yang harus di borgol?!" teriak Jayden."Di ikat tangan anda supaya tidak anda tidak menggigit lagi. Bisa terluka dan nanti anda akan s
"Anda mau apa tuan?" tanya Inayah pada asisten Ronan.Laki-laki bertubuh tegap dan berpakaian rapi berjas biru navi tersebut menatap datar pada Inayah. Laki-laki itu menelisik penampilan dan wajah Inayah, dia melihat gadis di depannya baru di lihatnya di rumah Jayden."Nona siapa?" tanya Ronan."Saya ...""Maaf tuan Ronan, dia ini perawat tuan Jayden. Sekarang tuan Jayden sedang tidur tenang, mohon tuan Ronan jangan ganggu tuan Jayden." kata bi Ratih menanggapi asisten Ronan."Hmm, perawat tuan Jayden. Apa kamu itu yang di tunjuk oleh dokter Andrew?" tanya asisten Ronan."Ya tuan Ronan, maaf jika saya lancang. Saat ini tuan Jayden sedang istirahat, dia baru saja tidur." kata Inayah."Saya mau minta tanda tangan tuan Jayden, ini mendesak. Jadi tuan Jayden harus menanda tangani berkas yang saya bawa ini, sebaiknya jangan menghalangi saya untuk urusan perusahaan. Jika ada apa-apa, kamu yang akan bertanggung jawab." kata asisten Ronan."Tuan Ronan, saya juga minta maaf. Kesehatan tuan Jay
Ronan kembali ke rumah Jayden, berkas di tangannya sudah siap untuk di tanda tangani laki-laki itu. Mobil melaju kencang, berharap gadis perawat Jayden tidak ada di rumah bosnnya, karena semuanya sudah di siapkan sejak kemarin barang yang setiap kali datang kesana dia berikan.Tak lama, mobil memasuki halaman rumah besar milik Jayden. Matanya menatap ke arah pintu rumah yang tertutup, tapi kini terbuka dan muncul bi Ratih berdiri di depan itu sambil menatap ke arah Ronan yang masih dalam mobil.Ronan mendengus kasar, tapi dia tetap turun dari mobilnya. Memegangi berkas di tangannya, siap untuk meminta tanda tangan pada Jayden. Langkahnya cepat dan berat, menyapa perempuan yang sudah bekerja di rumah Jayden selama dua puluh tahun sejak Jayden masih remaja tanggung."Tuan Jayden sedang tidak istirahat kan bi Ratih?" tanya Ronan masuk ke dalam rumah."Sedang makan tuan Ronan, di temani Inayah di dalam kamarnya." jawab bi Ratih.Ronan berhenti, menatap ke lantai atas lalu menarik napas ka
Jayden menyembunyikan barang itu dalam kantongnya setelah Inayah keluar dari kamarnya. Dia benar-benar takut jika barang yang di berika oleh Ronan di ambil lagi oleh perawatnya itu."Sial, dia curiga denganku. Aku harus menyembunyikan barang ini agar tidak di buang olehnya." ucap Jayden.Jayden bangkit dari duduknya, melangkah mondar mandir antara walk in kloset dan kamar mandi. Dia bingung mau menyembunyikan di mana barang itu agar tidak di ketahui oleh Inayah. Tapi kemudian dia ingat perkataan Ronan, harus di sembunyikan di bawah kasurnya. Agar Inayah tidak mengetahuinya.Setelah berpikir, Jayden menuju ranjangnya lagi. Mengangkat kasur busanya yang berat baginya karena tenaganya berkurang akibat menyusutnya tubuhnya. Napasnya tersengel ketika selesai mengangkat kasur dan menyembunyikan barang terlarang itu. Dia duduk di sisi ranjang sambil menarik napas panjang."Huh, kenapa tenagaku jadi lemah ya." ucapnya.Dia meraih gelas berisi air putih lalu menenggaknya sampai habis. Di letak