"Aldo?"
Suara parau dan tercekat dari seorang wanita di depan pintu kamar Jayden. Andrew menoleh ke arah pintu, dia berdecak kesal sekali. Kenapa kedua pasangan selingkuh itu kompak sekali datang ke rumah Jayden. Dia menatap wajah Jayden yang sudah tenang dalam buaian obat bius yang dia suntikkan padanya. Baru dia mendekat pada Aldo dan Marlyn di depan pintu yang sedang terpaku."Kenapa kalian datang kesini? Apa sedang menunjukkan rasa bersalah kalian di sini?" tanya dokter Andrew menatap sinis satu persatu keduanya."Dokter Andrew, aku ingin tahu keadaan Jayden." jawab Marlyn lirih."Marlyn, kamu jangan membuat semuanya jadi runyam. Maafkan aku kalau aku berkata begini, tidak seharusnya kamu seperti ini. Meninggalkan Jayden yang seharusnya kamu ingatkan dan kamu tolong, tapi malah menerima ajakan Aldo yang tentu saja membuat kalian bertiga jadi pecah hubungannya. Apa kalian tidak berpikir kesana sebelum melakukan hal yang terlarang itu?" tanya dokter Andrew menatap datar pada Marlyn.Marlyn diam saja, dia menunduk dalam merasa bersalah pada Jayden. Aldo menarik napas panjang, dia tidak suka dokter Andrew hanya menyalahkan Marlyn."Dokter Andrew, jangan sepenuhnya menyalahkan Marlyn. Aku yang salah, aku yang mencoba mendekatinya dan merayunya." kata Aldo membela Marlyn."Tentu saja kamu yang salah, sudah tahu dia kekasih sahabatmu. Tapi kamu malah mengajaknya untuk berselingkuh? Kamu tidak pernah berpikir kalau akan seperti ini jadinya?" tanya dokter Andrew lagi."Aku minta maaf dokter Andrew, kamu boleh menghukumku dengan mengabaikanku dan menjauhiku, tapi jangan salahkan Marlyn. Dia tidan bersalah." kata Aldo lagi masih membela Marlyn.Gadis di depan mereka hanya diam saja, dia tahu dia salah. Menarik napas panjang kemudian matanya menoleh ke arah tubuh yang terbaring di atas ranjang di sudut sana. Dokter Andrew menatap Marlyn, kemudian menarik napas panjang. Cukup baginya menyalahkan kedua pasangan yang sedang merasa bersalah itu."Sudahlah, semuanya sudah terlanjur seperti ini. Yang harus kalian lakukan adalah perbaiki diri kalian, jika kalian saling menyayangi. Lebih baik kalian lanjutkan hubungan kalian saja, doakan saja Jayden jadi sehat kembali dan menyadari semuanya itu salah. Merelakan kalian jadi pasangan kekasih dan menerima kembali kalian lagi meski aku tidak tahu kapan itu akan terjadi. Dan untuk saat ini, aku sarankan jangan datang lagi ke rumah Jayden dengan alasan apa pun." kata dokter Andrew mengingatkan.Aldo mengangguk, dia mengerti dengan ucapan sahabatnya itu. Begitu juga Marlyn, tapi dia hanya ingin melihat kondisi Jayden saat ini saja."Dokter Andrew, aku hanya ingin melihat keadaan Jayden saat ini saja. Setelah itu, aku akan pergi dan tidak akan menemui dia lagi, kumohon izinkan aku melihatnya." kata Marlyn meminta pada dokter Andrew."Baiklah, cukup lima belas menit saja. Karena obat yang aku suntikkan itu tidak berlangsung lama, dia pasti akan sadar lagi." kata dokter Andrew.Marlyn mengangguk, dokter Andrew mengajak Aldo keluar dari kamar Jayden. Sedangkan Marlyn masih berdiri menatap ke arah ranjang di mana Jayden sedang berbaring. Perlahan dia mendekat menuju ranjang, tatapan penuh penyesalan karena ulahnya Jayden sampai hampir menghancurkan dirinya sendiri dengan barang terlarang.Marlyn duduk di sisi ranjang, tangannya memegang lengan Jayden. Kulit mulai meriput dan kurus itu di genggamnya kuat, hati Marlyn teriris melihat pemandangan di depannya. Beberapa minggu setelah kedatangannya ke kantor Jayden, laki-laki itu masih segar tubuhnya. Ucapannya juga masih normal, dan sekarang dia melihat Jayden lebih kurus dan tulangnya tampak menonjol. Hingga tak terasa air matanya menetes, dia terisak sedih."Maafkan aku Jayden, aku salah. Seharusnya aku tidak melakukan itu. Hik hik hik." ucap Marlyn menggenggam erat tangan Jayden.Lama Marlyn duduk dan menangis di hadapan Jayden yang masih tidak sadar akibat obat yang di berikan dokter Andrew. Tidak banyak Marlyn bicara, dia hanya menatap wajah pucat dan sayu Jayden karena kurang tidur dan makan. Setelah lama dia duduk dan menatap wajah Jayden penuh penyesalan, Marlyn berdiri kemudian berbalik dan hendak melangkah pergi.Tapi tangannya di tahan oleh seseorang, Marlyn menatap wajah pemilik tangan itu. Aldo, laki-laki sebagai selingkuhan Marlyn dan juga sahabat Jayden kini berdiri di belakang Marlyn. Menahan lengan tangan gadis itu."Tunggulah, aku ingin bicara pada Jayden." kata Aldo."Do, apa lagi yang akan kamu katakan? Dia tidak akan mendengarnya dan tidak ada gunanya juga." kata Marlyn."Tidak Marlyn, aku harus mengakui padanya di depannya. Kalau aku sangat mencintaimu dan siap menjagamu, sudah terlanjur dengan keadaan ini. Aku tahu aku egois, tapi aku yang lebih dulu mencintaimu sebelum kamu jadi kekasihnya. Aku ingin memastikan kalau kamu memang memilihku dan kupastikan di depan dia aku berjanji akan membahagiakanmu." kata Aldo menatap dalam pada Marlyn."Aldo, untuk apa?" tanya Marlyn."Hei, bukankah kita pernah berjanji? Bahwa kita akan mengatakannya pada Jayden, kalau kita sudah jadi pasangan kekasih?" tanya Aldo."Tidak Do, bukan begini caranya. Apa kamu tidak merasa kasihan sama Jayden? Lihatlah, dia sedang sekarat dengan kecanduannya." kata Marlyn menolak ajakan Aldo."Hanya saat ini, jika aku katakan di waktu dia sadar. Yang ada dia akan marah-marah dan menghinamu, Marlyn. Aku tidak terima dia menghinamu, meski dia tidak sadar karena pengaruh barang laknat itu." kata Aldo.Marlyn diam, dia sudah sangat sakit ketika Jayden menghinanya sebagai wanita jalang bahkan murahan. Sakit sekali, tapi kembali lagi karena dia juga Jayden marah dan memilih menjadi laki-laki pecandu.Aldo menatap Marlyn, gadis itu pun menatap Aldo kemudian dia mengangguk. Keduanya pun berjalan mendekat, berdiri saling berpegangan tangan. Aldo menatap iba pada Jayden, tapi hatinya di kuatkan karena dia juga mempunyai tugas dari dokter Andrew untuk membahagiakan Marlyn."Jayden, maafkan kami. Ini yang kami pilih, menikungmu dari belakang. Mungkin ini takdir, cintaku pada kekasihmu dulu membuatku harus berjuang untuk mengobrankan persahabatan kita. Aku tahu aku salah, juga Marlyn. Aku sangat mencintainya, kumohon kamu menerima kami dengan lapang. Meski kami tahu itu sangat sulit, tapi aku mendoakanmu agar ada yang bisa menyembuhkan sakitmu itu." ucap Aldo.Marlyn hanya diam saja, dia berpikir ucapan Aldo memang keterlaluan. Tapi dia sudah terlanjur berhubungan dengan Aldo, laki-laki yang lembut padanya tidak kasar. Meski Marlyn masih menyayangi Jayden, Aldo pun tahu itu. Kini, hatinya hanya berpikir terlanjur terjun pada dunia yang menyakitkan untuk mencari kebahagiaan."Maafkan aku, Jayden."Hanya itu ucapan Marlyn, setelah berkata begitu. Marlyn dan Aldo berbalik dan melangkah pergi meninggalkan Jayden yang masih terpejam matanya. Alam bawah sadarnya mendengar ucapan Aldo yang membuat mata dan pikirannya tergerak untuk bangun dari tidurnya.Tubuhnya bergerak, matanya membuka lebar. Rasa pening di kepala tak di hiraukan, kepalanya menoleh ke arah pintu yang baru saja menutup."Brengsek! Kalian brengsek! Wanita pelacur! Laki-laki pengecut!" teriak Jayden.Dia bangkit dan duduk, kepalanya menoleh ke arah meja dan tangannya mengambil gelas berisi air. Dia membanting gelas itu ke arah pintu, berdiri dan mencari barang yang akan dia lempar ke sembarang tempat dengan mengamuk."Aaaargh! Brengsek, jalang! Bedebah kalian!"__*********Barang-barang yang ada di dalam kamar Jayden rusak di banting. Bi Ratih tampak bingung harus membereskan kamar yang layaknya seperti kapal pecah, sangat berantakan sekali. Sedangkan Jayden sedang meringkuk di atas kasurnya dengan mulut komat kamit tidak jelas."Aku benci kamu, Marlyn. Perempuan jalang! Aku benci sekali sama kamu!" umpat Jayden dalam diamnya.Sejak kedatangan Aldo dan Marlyn memberikan pengakuan kalau mereka sudah jadi pasangan kekasih. Dan dia kembali mengamuk setelah Aldo dan Marlyn pergi dari kamarnya.Tatapannya tajam menatap jendela kamar yang mengarah ke ranjangnya. Bi Ratih membersihkan kamar itu, di bantu oleh satpam rumah."Apa tuan Jayden selalu begini bi? Bagaimana dengan tuan besar dan nyonya? Apa beliau tahu anaknya seperti ini?" tanya satpam Beni berbisik."Entahlah, Beni. Bibi sudah kasih tahu tuan besar dan nyonya, kalau anaknya suka mengamuk dan sering kumat membanting semua barang-barangnya." jawab bi Ratih berbisik juga."Terus, apa kata mereka bi?"
Dokter Andrew bergegas keluar dari ruangannya setelah di beritahu oleh bi Ratih kalau Jayden kembali mengamuk. Dia benar-benar lelah sekali harus menghadapi Jayden yang sekarang sering mengamuk dan membanting barang-barang di dalam kamarnya.Kakinya melangkah lebar dengan cepat untuk segera pergi ke rumah Jayden. Bi Ratih menjelaskan tadi sewaktu Jayden sedang mengamuk, papanya tuan Andra datang ke kamar Jayden. Dan tanpa di duga, laki-laki paruh baya itu hanya marah-marah saja pada anaknya yang sedang terpuruk dengan keadaannya. Justru akan membawanya ke rumah sakit jiwa dengan paksa, itu lebih parah lagi rencana orang tua Jayden yang tidak berperasaan."Orang tua aneh, benar-benar aneh. Hanya memikirkan harga diri dan kepentingannya perusahaannya saja. Tidak peduli anaknya sedang sekarat berurusan dengan maut, jika tidak di tangani dengan benar. Maka hancur dan makin terpuruklah itu Jayden." ucap dokter Andrew.Beberapa dokter yang berpapasan dengannya menyapanya, tapi hanya sekilas
Perdebatan antara dokter Andrew dan tuan Andra benar-benar membuat tegang. Meski akhirnya tuan Andra menyetujui rencana dokter Andrew mencarikan pengasuh untuk anaknya. Pengasuh yang kredibel dalam menangani kasus pecandu narkoba, itu artinya dia harus mencari seseorang di sebuah yayasan penanganan pecandu narkoba juga."Aku harus mencari kemana?" gumam dokter Andrew.Setelah kepergian tuan Andra, dokter Andrew menemui Jayden di kamarnya. Laki-laki itu masih diam dengan tatapan kosong, dia benar-benar larut dalam jiwanya yang kosong. Dulu sebelum papanya datang dan memarahinya, bahkan mengancamnya untuk di bawa ke rumah sakit jiwa. Dia sering berontak dan mengamuk, kini dia lebih banyak diam."Jayden, apa kamu dengar ucapanku?" tanya dokter Andrew pelan."Kamu mau membawaku ke rumah sakit jiwa juga seperti papaku?" tanya Jayden tanpa mengindahkan pertanyaan sahabatnya."Tidak Jayden, aku justru akan merawatmu dengan bantuan pengasuh tentunya. Aku tidak bisa mengawasimu dua puluh empat
"Selamat siang pak Jalal."Sapa seorang gadis berkerudung dengan senyum ramah mengembang di bibirnya. Dokter Andrew dan ketua yayasan bernama pak Jalal menoleh ke arah sumber suara. Pak Jalal tersenyum, dia menyuruh gadis berkerudung berpenampilan sopan dan wajahnya tampak kalem itu pun masuk."Masuk, Inayah. Silakan duduk." kata pak Jalal."Iya pak, terima kasih." jawab Inayah.Sejak tadi dokter Andrew menatap Inayah tanpa berhenti, dia mengedipkan matanya hanya dua kali sejak melihat Inayah masuk ke dalam ruangan itu. Inayah tersenyum ramah pada dokter Andrew."Nah, Inayah. Perkenalkan, ini pak Andrew. Pak Andrew, ini Inayah yang saya maksud itu." kata pak Jalal memperkenalkan Inayah pada dokter Andrew."Oh, ya pak Jalal. Salam kenal Inayah, saya Andrew." kata dokter Andrew mengulurkan tangannya pada Inayah.Inayah pun hanya menelungkupkan tangannya dan tersenyum ramah. Tangan dokter Andrew di tarik, dia merasa malu, memang begitulah jika berkenalan dengan seorang gadis yang menjaga
Inayah Laila Maryam, gadis berusia dua puluh lima tahun. Usia muda dalam menjalani sebagai relawan di sebuah yayasan pengobatan pecandu narkoba. Dia di rekrut oleh pak Jalal awalnya hanya untuk membantu sebagai staf administrasi. Tapi dia bisa melakukan terapi jalur spiritual pada para anggota yang berniat untuk sembuh dari kecanduan pada barang terlarang.Hingga akhirnya dia di percaya menjadi terapis dan motivator bagi pasien yang kebanyakan para remaja dan juga ada yang sudah dewasa. Meski tidak ada keahlian di bidang kedokteran, tapi dia sering bekerja sama dengan dokter yang sering menggunakan jasanya dalam terapi spiritualnya.Inayah bersiap untuk pergi ke rumah Jayden, di mana pasiennya yang akan dia bantu lepas dari kecanduan narkoba. Dia merapikan baju-bajunya serta tak lupa juga mukenah untuk ibadahnya, dia juga membawa muskhaf kecil untuk membantu menenangkan pikirannya dan juga pasiennya di kala sedang tenang.Cara itu yang dia lakukan selama ini pada pasien pecandu narkob
Inayah menunggu di depan rumahnya, dia sudah menyiapkan barang bawaannya. Perlengkapan apa yang harus dia siapkan untuk membantu pasien yang di maksud Andrew. Dia tidak tahu bagaimana keadaan pasien yang akan di tanganinya, hanya mempersiapkan mental dan juga buku-buku tentang motivasi juga tak lupa mushaf kecil untuk membantu menenangkan pasien.Setidaknya dia akan mencoba dan berusaha, jika masalah kesehatan. Mungkin akan di serahkan oleh dokter ahlinya, tapi jika masalah spiritual dan mental akan mencoba membantunya dengan pendekatan secara pribadi. Entahlah, Inayah merasa dia bisa melakukan itu selama ini. Dan akan menerapkannya pada pasiennya kali ini.Mobil sedan hitam berhenti di depan rumah sederhana milik ibunya Inayah. Gadis berkerudung abu-abu muda itu berdiri dan tersenyum ketika sosok laki-laki keluar dari dalam mobil. Ibu Masri keluar ketika mobil berhenti di depan rumahnya, dia melihat laki-laki gagah dan tampan dengan baju berjas menghampiri Inayah."Dia orangnya, Inay
Jayden duduk di pojok kasurnya dengan kaki berjongkok. Kepala di tumpu di antara dua lututnya, kedua tangan melingkar di tulang kering kakinya. Pandangannya tajam pada dokter Andrew dan Inayah secara bergantian. Dia mendengus kasar, kesal sekali tadi dia sedang menghisap shabu ternyata dokter Andrew mengetahuinya.Ketiga orang itu masih saling diam, dokter Andrew duduk di sisi ranjang. Dan Inayah duduk di kursi kecil di depan dokter Andrew, sesekali dia menatap Jayden yang masih diam tak bergeming."Apa yang kalian inginkan dariku? Seharusnya biarkan aku membusuk saja di sini, tidak ada yang peduli padaku." ucap Jayden akhirnya bersuara."Siapa bilang tidak ada yang peduli padamu? Aku peduli padamu, bi Ratih bahkan Beni satpam depan rumahmu. Kenapa kamu merasa tidak ada yang peduli?" tanya dokter Andrew."Kalau peduli, kenapa membuang barang milikku? Itu satu-satunya barang yang membuatku bahagia, membuatku melupakan semuanya. Kalian jangan repot-repot mengurusiku karena aku bahagia d
Bi Ratih sudah membereskan kamar untuk di tempati Inayah. Dia menyuruh Inayah segera masuk ke dalam kamar barunya yang bersebelahan dengan kamar Jayden."Kamu langsung bisa menempati kamar ini ya, agar nanti langsung datang jika tuan Jayden berteriak-teriak lagi." kata bi Ratih."Dia sering menjerit-jerit bi?" tanya Inayah."Ya, kadang menjerit sih kalau barang yang di carinya tidak ada. Tepatnya mengamuk dengan berteriak-teriak." jawab bi Ratih."Oh, begitu.""Ya, makanya kata dokter Andrew itu kamarmu harus bersebelahan dengan tuan Jayden agar bisa langsung datang ke kamarnya buat menolong tuan Jayden." ucap bi Ratih."Ya biaklah bi, terima kasih ya. Dan tadi katanya sudah lama tidak mengkonsumsi barang itu lagi, tapi di kamar mandi dia memakai lagi. Itu kenapa bisa dapat barang haram itu lagi bi? Apa ada yang memasoknya?" tanya Inayah."Setahu saya sih tidak ada. Cuma kadang sekretaris tuan Jayden itu datang meminta tanda tangan padanya, jadi tidak tahu siapa yang kasih tuan Jayden