Jayden semakin menggigil, tubuhnya semakin ringkih. Dia meringkuk di atas ranjangnya, sejak kepergian Andrew dokter setelah memeriksanya. Dia bangun dari tidurnya, hanya dua jam dia tidur. Setelah itu dia terbangun lagi, hatinya gelisah dan jantungnya berdebar cepat.
"Mana obatku, kenapa dia tidak juga menghubungiku sialan!" umpat Jayden.Wajahnya menatap meja lama sekali, alat-alat hisap juga suntikannya sudah tidak ada di sana. Dia mencari ponselnya, menghubungi orang yang biasa memberinya barang laknat itu. Dan sialnya ponselnya tidak aktif, tubuhnya semakin menggigil. Dengan cepat dia beranjak dari ranjangnya dan segera keluar dari kamarnya.Segera turun ke bawah, dengan mata yang melebar dan wajah marah dia mencari pembantunya yang biasa membereskan kamarnya."Bi Ratih, siapa yang membereskan meja di kamarku?!" teriak Jayden baru menyadari barangnya sudah tidak ada sejak semalam, bahkan dia juga sakau sebelum di beri obat oleh dokter Andrew.Dengan tergopoh, bi Ratih mendekat dan menunduk ketakutan. Dia merasa takut Jayden yang sedang marah padanya."Kemana barang-barangku hah?!" tanya Jayden berteriak kencang di depan wajah bi Ratih yang menunduk."Maaf tuan Jayden, kata dokter Andrew barang-barang milik anda harus di simpan. Anda jangan menggunakan itu lagi." jawab bi Ratih gemetaran."Di mana kamu simpan barang itu?! Cepat ambil!" teriak Jayden lagi sambil mencengkeram pundak bi Ratih."Sudah saya simpan di tempat yang jauh tuan. Maafkan saya." jawab bi Ratih lagi."Di mana? Kamu mau aku pecat atau cepat ambilkan barang-barang itu brengsek!" ucap Jayden lagi.Dia semakin kalap ingin menampar bi Ratih, tapi ketika satu tangannya melayang. Tangan itu di tahan oleh satu tangan kokoh dan menghempaskannya ke samping."Apa-apaan kamu? Kamu mau memukul bi Ratih yang tak berdosa? Hah?!" teriak laki-laki yang baru saja menyelamatkan bi Ratih.Jayden menoleh ke arah laki-laki itu, dia menatap tajam pada laki-laki yang juga menatapnya tajam. Sejak tadi Aldo memperhatikan Jayden dari jauh, dia ingin tahu sejauh mana sikap kasar Jayden pada pembantunya."Huh, untuk apa kamu datang kemari? Apa mau mengolok-olokku?!" ucap Jayden tersenyum sinis."Huh, benar-benar ya kamu itu. Sudah jatuh tertimpa tangga, memang sebaiknya Marlyn pergi darimu. Dari pada bertahan denganmu yang susah di atur." ucap Aldo kesal."Urus saja selingkuhanmu itu, dia perempuan jalang yang tidak pernah menerimaku yang seperti ini!" ucap Jayden."Jangan mengatakan wanitaku jalang Jayden! Semuanya itu karena kamu, kamu yang bodoh oleh barang laknat. Tadinya aku dan Marlyn ingin minta maaf padamu, tapi kamu menghina Marlyn." kata Aldo kesal dengan ucapan Jayden."Wanitamu? Hah, karena dia pantas di sebut jalang, yang mau saja di rayu dan menyerahkan tubuhnya pada laki-laki tidak tahu diri sepertimu!"Bug!Aldo memukul pipi Jayden dengan keras, laki-laki yang sedang lemah itu pun terhuyung. Bi Ratih pun kaget, dia menghampiri Jayden hendak membantunya. Tapi di tepis kasar oleh Jayden."Hahah, kamu marah karena jalang itu? Hahah!" ucap Jayden tertawa mengejek.Aldo pun ingin memukulinya lagi, tapi di tahan oleh bi Ratih dan menahannya agar tidak memukul Jayden lagi."Tuan Aldo, jangan memukul tuan Jayden lagi. Tolong tahan diri anda, tuan Jayden sedang di kuasai emosinya. Saya mohon tuan bersabar." kata bi Ratih menarik tangan Aldo.Tatapan sayu nan tajam dari Jayden di tujukan pada Aldo, senyuman sinis itu mengembang di bibrinya. Aldo mendengus kasar, dia lalu memejamkan matanya. Seharusnya dia datang untuk minta maaf pada sahabatnya itu, malah tersulut emosi karena ucapan Jayden."Aku minta maaf, Jayden. Juga Marlyn ingin minta maaf padamu." kata Aldo akhirnya mengalah."Bulshit! Kalian meminta maaf tapi tetap saja melakukan perselingkuhan. Pergilah, sebelum aku mengusirmu secara kasar." kata Jayden."Jayden.""Pergi!"Ucapan Jayden yang lantang itu membuat Aldo diam menatap kaget pada sahabatnya itu. Dia datang ingin bicara baik-baik masalah Marlyn, dia juga akan memberitahu kalau sebenarnya Marlyn masih sayang padanya. Tapi Jayden sepertinya tidak bisa di ajak bicara baik-baik."Aku akan pergi, tapi jangan sakiti bi Ratih. Dia yang selalu setia padamu, yang selalu membantumu dan mengurus segalanya." kata Aldo."Heh, pembantuku lebih baik dari pada perempuan jalang yang tidak setia. Dan sahabat yang menikungku dari belakang, cuih! Aku jijik melihat kalian berdua!" ucap Jayden.Aldo kembali, tangannya mengepal matanya beralih menatap bi Ratih yang masih menunduk. Dia mendengus kasar, sangat jengkel sekali dengan ucapan Jayden itu, tapi memang salah dia juga karena mencintai Marlyn dan mencoba mendekatinya.Jayden menuju tangga, dia meniti satu demi satu tangga dengan langkah gontai dan sempoyongan. Wajahnya kusut dan pucat, tangannya menjuntai dan sedikit bergetar. Dampak dari sakau itu masih dia rasakan, seluruh tubuhnya sakit seperti remuk redam bagai di pukul palu godam. Tiba-tiba,"Aaaaargh!"Teriakan Jayden membuat Bi Ratih dan Aldo terkejut, keduanya langsung naik tangga menolong Jayden yang lunglai di undakan tangga terakhir. Dengan sigap Aldo menangkap tubuh Jayden yang jatuh, di bantu Bi Ratih dia membawa laki-laki itu ke dalam kamarnya.Di baringkannya tubuh Jayden, matanya menatap ke atas dengan tatapan kosong. Mulutnya bergetar seperti mengucapkan sesuatu entah apa."Bi, telepon dokter Andrew!" kata Aldo."Baik tuan Aldo." ucap Bi Ratih.Dia bergegas keluar dari kamar Jayden, menghubungi dokter Andrew agar segera datang ke rumah Jayden dan memeriksanya atau menyuntik obatnya agar lebih tenang lagi."Halo dokter Andrew?" ucap Bi Ratih menempelkan gagang telepon di telinganya."Ya Bi Ratih, ada apa? Jayden ngamuk lagi?" tanya dokter Andrew."Iya dokter, tapi ada tuan Aldo di kamarnya." jawab Bi Ratih."Apa?! Aldo? Aldo datang kesitu?!" tanya dokter Andrew kaget di seberang sana."Iya dokter, Tuan Jayden marah sama Tuan Aldo. Lalu dia naik tangga dan akhirnya jatuh, sekarang sudah di kamarnya di temani Tuan Aldo." jawab Bi Ratih."Ya sudah, aku akan ke sana sekarang." kata dokter Andrew."Iya dokter, secepatnya ya.""Ya."Klik!Bi Ratih menutup sambungan teleponnya. Dia segera mengambil air minum di dapur untuk di bawa ke kamar Jayden. Pikirannya kacau sekali melihat pertengkaran tadi antara Jayden dan Aldo. Entah apa penyebabnya Jayden bisa sampai kecanduan narkoba.Beberapa bulan laki-laki itu masih bersikap wajar. Dia tahu kalau Jayden mengkonsumsi narkoba, tapi seingat dia dulu pertama kali melihatnya hanya sedikit di meja. Tapi satu bulan kemudian justru ada pipa, selang dan juga lintingan kertas untuk di gunakan menghisap narkoba.Entah apa lagi yang dia ingat alat-alat itu, ingin dia membakarnya. Karena barang-barang itu, Jayden jadi berubah pendiam, kasar dan juga suka sekali mengurung diri di kamarnya. Tak jarang Bi Ratih mendengar Jayden tertawa keras dan juga berjoget lepas setelah menggunakan narkoba itu. Kadang juga bicara sendiri, entahlah. Bi Ratih jadi sedih melihat majikannya itu berubah karena barang laknat itu.Tak lama, mobil dokter Andrew memasuki halaman rumah Jayden. Dia langsung keluar setelah menghentikan mobilnya, melangkah cepat menuju tangga di lantai atas. Dia cemas saat bi Ratih memberitahu kalau di dalam kamar Jayden ada Aldo, selingkuhan Marlyn kekasih Jayden sekaligus sahabat mereka."Bagaimana Jayden bi Ratih?" tanya dokter Andrew ketika Bi Ratih keluar dari kamar Jayden."Tuan Jayden diam saja dokter, matanya menatap ke atas terus. Kosong." jawab Bi Ratih."Ya sudah, aku masuk dulu ke dalam."Dokter Andrew langsung masuk ke dalam kamar Jayden. Dia melihat Aldo duduk di sisi ranjang Jayden, langkahnya cepat mendekati ranjang Jayden. Segera mengeluarkan alat stetoskop dan memeriksa detak jantung Jayden. Masih berdetak cepat, dia lalu mengambil jarum suntik dan obat untuk di berikan pada Jayden."Kenapa dia bisa begini?!" tanya dokter Andrew menusukkan jarum suntik di lengan Jayden."Karena aku." jawab Aldo pasrah."Kenapa kamu datang kesini?" tanya dokter Andrew.Aldo diam, dia menatap wajah Jayden yang perlahan menutup kelopak matanya setelah di suntikkan obat oleh dokter Andrew."Aldo?""Aku hanya mau minta maaf sama dia, dan tadi kami sempat bertengkar." jawab Aldo lirih."Aku sudah kasih tahu sama kamu, jangan datang ke rumah Jayden. Dia sedang tidak stabil kondisinya, kamu lihat sendirikan sekarang?" kata dokter Andrew."Aku tidak tahu akan separah ini, Andrew." ucap Aldo."Sudahlah, lebih baik kamu pulang saja. Tidak ada gunanya minta maaf. Jika ingin minta maaf, sebaiknya tunggu Jayden sembuh dan bisa menguasai emosinya. Bisa menerima semuanya dengan ikhlas." kata dokter Andrew.Aldo diam lagi, dia menarik napas panjang. Sejujurnya dia memang sangat bersalah sekali pada Jayden, apa lagi Jayden memergokinya di hotel bersama dengan Marlyn. Sangat bersalah sekali, tapi hatinya benar-benar menginginkan Marlyn. Dan di saat yang tepat, Jayden terpuruk karena narkoba itu. Saat itu dia mempengaruhi Marlyn dan dia semakin dekat dan hubungan mereka lebih jauh lagi."Kenapa masih di sini?" tanya dokter Andrew menatap Aldo.Aldo lalu berbalik, dia pun melangkah pergi. Keluar dari kamar Jayden, menarik handle pintu. Tapi matanya melebar ketika melihat sosok di depannya berdiri terpaku juga menatap Aldo."Aldo."__**********"Aldo?"Suara parau dan tercekat dari seorang wanita di depan pintu kamar Jayden. Andrew menoleh ke arah pintu, dia berdecak kesal sekali. Kenapa kedua pasangan selingkuh itu kompak sekali datang ke rumah Jayden. Dia menatap wajah Jayden yang sudah tenang dalam buaian obat bius yang dia suntikkan padanya. Baru dia mendekat pada Aldo dan Marlyn di depan pintu yang sedang terpaku."Kenapa kalian datang kesini? Apa sedang menunjukkan rasa bersalah kalian di sini?" tanya dokter Andrew menatap sinis satu persatu keduanya."Dokter Andrew, aku ingin tahu keadaan Jayden." jawab Marlyn lirih."Marlyn, kamu jangan membuat semuanya jadi runyam. Maafkan aku kalau aku berkata begini, tidak seharusnya kamu seperti ini. Meninggalkan Jayden yang seharusnya kamu ingatkan dan kamu tolong, tapi malah menerima ajakan Aldo yang tentu saja membuat kalian bertiga jadi pecah hubungannya. Apa kalian tidak berpikir kesana sebelum melakukan hal yang terlarang itu?" tanya dokter Andrew menatap datar pada Marlyn.
Barang-barang yang ada di dalam kamar Jayden rusak di banting. Bi Ratih tampak bingung harus membereskan kamar yang layaknya seperti kapal pecah, sangat berantakan sekali. Sedangkan Jayden sedang meringkuk di atas kasurnya dengan mulut komat kamit tidak jelas."Aku benci kamu, Marlyn. Perempuan jalang! Aku benci sekali sama kamu!" umpat Jayden dalam diamnya.Sejak kedatangan Aldo dan Marlyn memberikan pengakuan kalau mereka sudah jadi pasangan kekasih. Dan dia kembali mengamuk setelah Aldo dan Marlyn pergi dari kamarnya.Tatapannya tajam menatap jendela kamar yang mengarah ke ranjangnya. Bi Ratih membersihkan kamar itu, di bantu oleh satpam rumah."Apa tuan Jayden selalu begini bi? Bagaimana dengan tuan besar dan nyonya? Apa beliau tahu anaknya seperti ini?" tanya satpam Beni berbisik."Entahlah, Beni. Bibi sudah kasih tahu tuan besar dan nyonya, kalau anaknya suka mengamuk dan sering kumat membanting semua barang-barangnya." jawab bi Ratih berbisik juga."Terus, apa kata mereka bi?"
Dokter Andrew bergegas keluar dari ruangannya setelah di beritahu oleh bi Ratih kalau Jayden kembali mengamuk. Dia benar-benar lelah sekali harus menghadapi Jayden yang sekarang sering mengamuk dan membanting barang-barang di dalam kamarnya.Kakinya melangkah lebar dengan cepat untuk segera pergi ke rumah Jayden. Bi Ratih menjelaskan tadi sewaktu Jayden sedang mengamuk, papanya tuan Andra datang ke kamar Jayden. Dan tanpa di duga, laki-laki paruh baya itu hanya marah-marah saja pada anaknya yang sedang terpuruk dengan keadaannya. Justru akan membawanya ke rumah sakit jiwa dengan paksa, itu lebih parah lagi rencana orang tua Jayden yang tidak berperasaan."Orang tua aneh, benar-benar aneh. Hanya memikirkan harga diri dan kepentingannya perusahaannya saja. Tidak peduli anaknya sedang sekarat berurusan dengan maut, jika tidak di tangani dengan benar. Maka hancur dan makin terpuruklah itu Jayden." ucap dokter Andrew.Beberapa dokter yang berpapasan dengannya menyapanya, tapi hanya sekilas
Perdebatan antara dokter Andrew dan tuan Andra benar-benar membuat tegang. Meski akhirnya tuan Andra menyetujui rencana dokter Andrew mencarikan pengasuh untuk anaknya. Pengasuh yang kredibel dalam menangani kasus pecandu narkoba, itu artinya dia harus mencari seseorang di sebuah yayasan penanganan pecandu narkoba juga."Aku harus mencari kemana?" gumam dokter Andrew.Setelah kepergian tuan Andra, dokter Andrew menemui Jayden di kamarnya. Laki-laki itu masih diam dengan tatapan kosong, dia benar-benar larut dalam jiwanya yang kosong. Dulu sebelum papanya datang dan memarahinya, bahkan mengancamnya untuk di bawa ke rumah sakit jiwa. Dia sering berontak dan mengamuk, kini dia lebih banyak diam."Jayden, apa kamu dengar ucapanku?" tanya dokter Andrew pelan."Kamu mau membawaku ke rumah sakit jiwa juga seperti papaku?" tanya Jayden tanpa mengindahkan pertanyaan sahabatnya."Tidak Jayden, aku justru akan merawatmu dengan bantuan pengasuh tentunya. Aku tidak bisa mengawasimu dua puluh empat
"Selamat siang pak Jalal."Sapa seorang gadis berkerudung dengan senyum ramah mengembang di bibirnya. Dokter Andrew dan ketua yayasan bernama pak Jalal menoleh ke arah sumber suara. Pak Jalal tersenyum, dia menyuruh gadis berkerudung berpenampilan sopan dan wajahnya tampak kalem itu pun masuk."Masuk, Inayah. Silakan duduk." kata pak Jalal."Iya pak, terima kasih." jawab Inayah.Sejak tadi dokter Andrew menatap Inayah tanpa berhenti, dia mengedipkan matanya hanya dua kali sejak melihat Inayah masuk ke dalam ruangan itu. Inayah tersenyum ramah pada dokter Andrew."Nah, Inayah. Perkenalkan, ini pak Andrew. Pak Andrew, ini Inayah yang saya maksud itu." kata pak Jalal memperkenalkan Inayah pada dokter Andrew."Oh, ya pak Jalal. Salam kenal Inayah, saya Andrew." kata dokter Andrew mengulurkan tangannya pada Inayah.Inayah pun hanya menelungkupkan tangannya dan tersenyum ramah. Tangan dokter Andrew di tarik, dia merasa malu, memang begitulah jika berkenalan dengan seorang gadis yang menjaga
Inayah Laila Maryam, gadis berusia dua puluh lima tahun. Usia muda dalam menjalani sebagai relawan di sebuah yayasan pengobatan pecandu narkoba. Dia di rekrut oleh pak Jalal awalnya hanya untuk membantu sebagai staf administrasi. Tapi dia bisa melakukan terapi jalur spiritual pada para anggota yang berniat untuk sembuh dari kecanduan pada barang terlarang.Hingga akhirnya dia di percaya menjadi terapis dan motivator bagi pasien yang kebanyakan para remaja dan juga ada yang sudah dewasa. Meski tidak ada keahlian di bidang kedokteran, tapi dia sering bekerja sama dengan dokter yang sering menggunakan jasanya dalam terapi spiritualnya.Inayah bersiap untuk pergi ke rumah Jayden, di mana pasiennya yang akan dia bantu lepas dari kecanduan narkoba. Dia merapikan baju-bajunya serta tak lupa juga mukenah untuk ibadahnya, dia juga membawa muskhaf kecil untuk membantu menenangkan pikirannya dan juga pasiennya di kala sedang tenang.Cara itu yang dia lakukan selama ini pada pasien pecandu narkob
Inayah menunggu di depan rumahnya, dia sudah menyiapkan barang bawaannya. Perlengkapan apa yang harus dia siapkan untuk membantu pasien yang di maksud Andrew. Dia tidak tahu bagaimana keadaan pasien yang akan di tanganinya, hanya mempersiapkan mental dan juga buku-buku tentang motivasi juga tak lupa mushaf kecil untuk membantu menenangkan pasien.Setidaknya dia akan mencoba dan berusaha, jika masalah kesehatan. Mungkin akan di serahkan oleh dokter ahlinya, tapi jika masalah spiritual dan mental akan mencoba membantunya dengan pendekatan secara pribadi. Entahlah, Inayah merasa dia bisa melakukan itu selama ini. Dan akan menerapkannya pada pasiennya kali ini.Mobil sedan hitam berhenti di depan rumah sederhana milik ibunya Inayah. Gadis berkerudung abu-abu muda itu berdiri dan tersenyum ketika sosok laki-laki keluar dari dalam mobil. Ibu Masri keluar ketika mobil berhenti di depan rumahnya, dia melihat laki-laki gagah dan tampan dengan baju berjas menghampiri Inayah."Dia orangnya, Inay
Jayden duduk di pojok kasurnya dengan kaki berjongkok. Kepala di tumpu di antara dua lututnya, kedua tangan melingkar di tulang kering kakinya. Pandangannya tajam pada dokter Andrew dan Inayah secara bergantian. Dia mendengus kasar, kesal sekali tadi dia sedang menghisap shabu ternyata dokter Andrew mengetahuinya.Ketiga orang itu masih saling diam, dokter Andrew duduk di sisi ranjang. Dan Inayah duduk di kursi kecil di depan dokter Andrew, sesekali dia menatap Jayden yang masih diam tak bergeming."Apa yang kalian inginkan dariku? Seharusnya biarkan aku membusuk saja di sini, tidak ada yang peduli padaku." ucap Jayden akhirnya bersuara."Siapa bilang tidak ada yang peduli padamu? Aku peduli padamu, bi Ratih bahkan Beni satpam depan rumahmu. Kenapa kamu merasa tidak ada yang peduli?" tanya dokter Andrew."Kalau peduli, kenapa membuang barang milikku? Itu satu-satunya barang yang membuatku bahagia, membuatku melupakan semuanya. Kalian jangan repot-repot mengurusiku karena aku bahagia d