Setelah mengalami perundungan yang menyebabkannya trauma berat, Aidan mencari dan membalas seluruh pelakunya, termasuk seorang gadis bernama Malikha. Aidan ingin membalaskan dendamnya pada Malikha dengan cara menikahinya. Tak disangka, karma itu malah berbalik pada Aidan. Apa yang akan dilakukan Aidan saat ia menyadari bahwa dirinya mencintai Malikha? Sanggupkah Malikha menerima Aidan yang ingin balas dendam padanya?
View More"Tolong jangan usir aku. Aku tidak punya tempat tinggal Tuan Bradford!" pinta Malikha sampai harus memohon di kaki pemilik apartemen tempatnya tinggal. Pemilik apartemen tempat Malikha tinggal itu menghentakkan kakinya sampai terlepas dan Malikha terus mengiba untuk bisa tinggal setidaknya malam ini.
"Aku mohon, Tuan Bradford!"
"Aku sudah memberikanmu kelonggaran dua bulan lamanya. Apa lagi yang kurang? Sekarang kamu harus pergi karena sudah ada pemilik apartemen yang baru," hardik Tuan Bradford. Malikha menangis dan tak tau harus kemana lagi untuk bisa tidur malam ini.
"Aku mohon biarkan aku membereskan barang-barangku. Aku janji besok aku akan pindah. Biarkan aku mencari apartemen baru malam ini." Pemilik apartemen itu menggeleng tanpa belas kasihan.
"Kamu akan menipu dan tidak mau keluar dari sini. Aku beri kamu waktu 15 menit untuk mengumpulkan pakaian dan pergi dari sini."
"Lalu barang-barangku? 15 menit tidak cukup membereskan semuanya!" ujar Malikha sambil menangis.
"Buka urusanku! Kalau dalam waktu 15 menit kamu tidak pergi, aku akan melubangi kepalamu!" umpat Tuan Bradford menunjuk Malikha lalu pergi begitu saja.
Malikha kemudian duduk di lantai menangis dan tak bisa berbuat apapun selain pasrah pada keadaan. Tapi beberapa menit kemudian, ia segera bangun dan membereskan pakaian serta barang-barangnya yang mungkin dibawa.
"Aku harus kemana?" gumam Malikha pada dirinya di pinggir jalan kebingungan. Ia tak bisa membawa sebagian besar barang-barangnya karena ia sendiri tak tau harus pindah kemana. Malikha akhirnya menyeret kopernya untuk bekerja di bar malam ini.
Malam minggu adalah malam yang sibuk di bar tempatnya bekerja. Malikha tak memiliki waktu bahkan untuk menghela napasnya sendiri. Ia sibuk mengantarkan minuman dan membantu bartender untuk memberikan minuman pada pelanggan. Seorang pelnggan pria bahkan berani menepuk pantat Malikha lewat dengan sengaja untuk menggodanya. Malikha kemudian berbalik dan mendelik.
"Kamu sangat cantik, apa kamu mau jadi teman kencanku malam ini? Aku akan membayarmu," ujar pria itu sambal terkekeh menggoda. Malikha tak mau menanggapi. Ia langsung pergi kemudian. Tak hanya sekali dua kali ia mendapatkan pelecehan seperti itu. Bar memang bukan tempat yang aman bekerja untuk wanita, tapi ia tak punya pilihan karena uang lebih penting.
"Kenapa kamu tidak menerima tawaran pria itu? dia tidak jelek," ujar salah satu teman Malikha menanyakan alasan Malikha. Ia sudah beberapa kali menolak permintaan kencan seperti itu.
"Aku bukan wanita penghibur, Jamie," ujar Malikha sambil menyusun gelas.
"Aku juga bukan, tapi uangnya lumayan. Bukannya kamu bilang jika Ibumu perlu biaya operasi?" Malikha menghentikan kegiatannya dan menoleh pada Jamie teman satu tempat kerja dengannya. Jamie tersenyum manis pada Malikha.
"Untuk apa menjaga keperawananmu, jika kamu bisa menjualnya dengan harga mahal! Mungkin itu bisa mengganti biaya operasi Ibumu. Jika Ibumu tak segera dioperasi, maka dia takkan selamat kan," ujar Jamie lagi makin menggoyahkan Malikha. Malikha sempat menelan ludahnya dan menundukkan pandangannya.
"A-Apa yang harus aku lakukan?"
Malikha masih mendengarkan Jamie yang mulai menggoyahkan pendiriannya karena kemiskinan yang mulai membuat ia frustasi.
"Pikirkan tawaranku tadi. Jika kamu mau, hubungi saja aku! Aku bisa mengatur untuk mencari seorang pria kaya untukmu," ujar Jamie lagi berlalu sambil mengambil nampan. Malikha hanya diam saja melihat temannya itu.
"MALIKHA! JANGAN BERDIRI SAJA, AKU BUTUH GELAS WHISKEY!" teriak salah satu Bartender sudah mengernyit kesal pada Malikha. Malikha terkejut lalu mengangguk cepat. Ia kemudian mengambil gelas-gelas Whiskey yang sudah bersih dan memberikannya pada Bartender yang memintanya.
Malikha menyelesaikan pekerjaannya sampai selesai dan belum pulang meski pegawai lain sudah lebih dahulu keluar. Ia tengah menunggu sang pemilik Bar untuk meminta bantuannya. Malikha tak tahu lagi harus tidur dimana malam ini dan mungkin sang pemilik Bar bisa mengasihaninya untuk satu malam saja.
Begitu Micheal Freeman keluar dari kantornya dan Malikha melihat, ia langsung menghampiri bosnya.
“Tuan Freeman, aku ingin bicara sesuatu padamu,” pinta Malikha dengan takut-takut.
“Katakan!” pria itu bicara sambil mengunci pintu kantornya.
“Aku butuh tempat untuk menginap malam ini. Aku sudah diusir dari apartemenku tadi sore dan aku belum sempat mencari tempat yang baru.” Si pemilik Bar lantas mengernyitkan keningnya menatap Malikha. Apa lagi ini? Kenapa gadis itu terlalu banyak masalah?
“Tidak bisa. Aku tidak pernah mengijinkan pegawai bar untuk menginap di dalam. Lagi pula di sini tidak ada ranjang atau tempat untuk tidur!” bantah Micheal Freeman dengan nada sedikit kesal. Tapi Malikha tak berhenti memohon.
"Aku mohon, Tuan Freeman. Hanya untuk malam ini saja, aku tidak butuh banyak, aku bisa tidur di sofa," pinta Malikha pada pemilik Bar tersebut dengan wajah memelas. Ia ingin diberi ijin untuk tidur di dalam Bar itu karena tak punya tempat tinggal malam ini.
Micheal Freeman masih menatap Malikha lalu menghela napasnya. Malikha baru saja bekerja di sana selama dua bulan belakangan. Memiliki risiko yang besar jika Micheal mempercayakan Malikha sejauh itu.
Tapi pemilik Bar itu akhirnya merasa kasihan dan kemudian mengangguk. Malikha benar-benar bahagia dan tak berhenti berterima kasih.
"Terima kasih, Tuan Freeman ... terima kasih." Pria itu pun mengangguk dan menyerahkan kunci Bar pada Malikha.
"Ingat, jika ada barang yang hilang. Aku takkan pernah melepaskanmu, mengerti?" Malikha mengangguk tanpa berpikir panjang lagi. Ia sudah sangat senang masih bisa memiliki tempat untuk tidur yang aman setidaknya malam ini, ia tak harus tidur di jalanan.
Micheal Freeman akhirnya pergi pulang ke kediamannya dan meninggalkan Malikha sendirian di dalam Bar untuk beristirahat.
Malam itu, Malikha Swan memikirkan lagi yang dikatakan oleh Jamie, temannya. Benarkah ia bisa mendapatkan uang untuk pengobatan Ibunya jika ia menjadi teman kencan? Bagaimana jika ia malah ditipu?
Sementara itu, Aidan Caesar keluar dari pesawat pribadi bersama seorang model cantik yang menjadi teman kencannya selama berada di New York. Asistennya Glenn juga mengikuti lalu berjalan melewati Aidan untuk membukakan pintu. Mereka masuk ke limosin mewah dan bersiap untuk ke apartemen mewah di Manhattan.
"Apa semua persiapan sudah rampung?" tanya Aidan pada Glenn.
"Sudah, peresmian Estrella akan dilakukan besok malam. Satu minggu setelahnya hotel itu sudah dipersiapkan untuk pertunjukan DJ-DJ ternama yang sedang tur di Eropa." Aidan tersenyum pada Glenn lalu melingkarkan sebelah lengannya pada wanita seksi yang ia bawa.
"Siap berpesta, Sayang?" bisik Aidan menggoda. Wanita itu ikut membelai perut Aidan dan berbisik.
"Aku selalu siap untukmu," balasnya sambil tersenyum begitu dekat dengan Aidan.
"Tuan ..." panggil Glenn pada Aidan yang sibuk mengulum bibir wanita tersebut. Aidan melepas dan menoleh pada Glenn bertanya dengan alisnya.
"Aku dengar target kita selanjutnya ada di New York." Aidan mendengus.
"Ronald, Chris dan Jason ... pfft, aku sudah tau," Aidan ingin melanjutkan lagi.
"Malikha Swan juga!" Aidan menoleh sekali lagi pada Glenn dengan wajah datar tanpa ekspresi.
"Apa katamu!"
"Apa kamu yakin itu Malikha?" tanya Aidan lagi begitu tertarik bahkan sampai sedikit memajukan tubuhnya ke arah Glenn.
"Ya, Tuan. Kecuali ada dua Malikha Swan yang berangkat naik bus beberapa hari yang lalu ke New York. Aku mendapatkan laporan dari salah satu orang yang kutugaskan mencari di beberapa jalur transportasi publik dan aku mendapatkan nama Malikha Swan di salah satu daftar penumpang. Hanya saja aku belum tahu alamat pastinya," jawab Glenn dengan sikap dingin. Aidan mengangkat dagunya dengan sikap angkuh lalu menyandarkan lagi punggungnya.
"Temukan dia, dia target utamaku. Aku punya sebuah kejutan untuknya," perintah Aidan kemudian.
“Baik Tuan!” sahut Glenn mengangguk mengerti.
BEBERAPA TAHUN KEMUDIANPanggung yang cukup besar karena berada di tengah aula SMA Jersey Rey New York. Sorak-sorai seluruh siswa yang berdiri ikut mengangkat tangan dan bertepuk di atas kepala mereka saat gebukan drum Aldrich menggema memulai sebuah lagu. Dan suara Aldrich memulai lagu tersebut setelah gitar Ares dan piano milik Andrew mengiringinya."I don't even know how I can talk to you now, It's not you the you who talks to me anymore, And sure I know that sometimes it gets hard, But even with all my love, what we had you just gave it up!"Usai Aldrich, lalu Andrew adalah giliran kedua menyanyikan liriknya,"Thought we were meant to be, I thought that you belonged to me, I'll play the fool instead, Oh but then I know that this is the end!" mata Aldrich tak sengaja melirik pada satu orang gadis yang menjadi musuh abadinya, Chloe Harristian. Tak biasanya ia datang melihat pertunjukan bandnya The Skylar.Aldrich masih terus menggebuk drumnya dan
HUTAN TIJUANABryan, Mars, Aidan, Juan, Arya, Blake, Shawn, Erikkson, Han, Glenn, Earth, serta beberapa anggota Golden Dragon membentuh empat kelompok untuk melakukan pencarian terhadap pesawat James yang belum ditemukan. Bryan menerbangkan beberapa drone untuk mengawasi dari udara dan menentukan letak titik jatuh pesawat tersebut. Ia juga telah berkoordinasi dengan tim keamanan untuk saling memberi berita saat menemukan jejak apapun.Cukup lama mereka harus berputar-putar untuk bisa mencari jejak. Sampai salah satu drone milik Bryan kemudian mendeteksi ekor pesawat."Sebelah timur, 3 km lagi dari sini. Kita sudah agak dekat!" ujar Bryan memperlihatkan alatnya pada Aidan. Aidan mengangguk lalu memanggil kelompok yang lain agar mengikuti mereka.Bryan memimpin kelompok pencarian dan mulai memanggil nama James tak lama kemudian."JAMES ... DELILAH! JAMES! J!" tapi tak ada jawaban sama sekali sampai akhirnya Bryan melihat ekor pesawat yang tersangkut
BEBERAPA TAHUN KEMUDIANAidan tak berhenti tersengal saat ia keluar dari apartemen Arjoona. Ia harus menenangkan diri dengan bersandar dan memejamkan matanya. Ludahnya ia telan berkali-kali tapi masalahnya tenggorokannya begitu kering. Ia nyaris tak bisa bernapas.Di dalam, Aidan menahan mati-matian air matanya saat tahu jika pesawat James Belgenza mengalami kecelakaan di hutan Mexico. Ia hilang dan kabarnya tak ada yang selamat.“Aku harus tenang, aku harus tenang!” gumam Aidan pada dirinya sambil bersandar. Aidan memandang ke arah lobi apartemen mewah tersebut dan berjalan kembali separuh berlari ke arah mobilnya. Mobilnya datang diberikan oleh petugas parkir valet dan ia segera masuk ke dalamnya.Aidan harus cepat ke apartemen James untuk menjemput anak-anaknya. Selama perjalanan, ia kemudian menghubungi Glenn.“Di mana kamu?”“Aku sedang terjebak macet akan kembali ke Orcanza, Tuan!” jawab Gle
"Bersediakah kamu menikah denganku lagi, Malikha Swan?" tanya Aidan bergumam lembut. Malikha terus memandanginya dan Aidan pun tak melepaskannya sama sekali. Semua cinta rasanya berpendar di mata Aidan untuk Malikha. Cinta yang tak mungkin ditutupinya lagi. Malikha pun tersenyum dengan mata berkaca-kaca."Ya ... aku bersedia jadi istrimu, Aidan Caesar," jawab Malikha bergumam lembut pula. Malikha mendekat lebih dulu dan mencumbu Aidan dengan lembut. Aidan ikut membalas dan memperdalam pagutan bibirnya sambil memeluk Malikha lebih dekat dan erat. Pemandangan tengah kota dan taman New York dari atas menjadi saksi bersatunya cinta Aidan dan Malikha kembali."I do love you ... too much," bisik Aidan di sela bibirnya yang masih menempel pada Malikha. Malikha hanya melingkarkan kedua tangannya memeluk leher dan pundak Aidan."I love you too.""Benarkah? Kali ini kamu tidak berbohong kan!" goda Aidan tak melepaskan dirinya sama sekali. Malikha tergelak kecil dan
Malikha menaikkan pandangannya sambil berbaring menyamping pada Aidan yang baru saja menghubungi Glenn, asistennya. Ia tersenyum dan masih belum bicara. Malikha tampak tenang padahal ia baru saja disatroni perampok. Sementara Aidan sudah cemas setengah mati gara-gara kejadian itu. Ia bahkan belum membuka jasnya sama sekali dan terus berada di dekat Malikha yang tengah menjaga AldrichSetelah berpikir beberapa saat, Aidan akhirnya memutuskan untuk menelepon Arjoona melaporkan yang baru saja terjadi. Arjoona harus tahu setidaknya untuk mengantisipasi yang terjadi."Halo, Aidan.""Joona, rumah Malikha baru saja mengalami perampokan," ujar Aidan tanpa basa basi."APA! apa yang terjadi!" Arjoona sampai berteriak karena berita tersebut."Aku pergi keluar sebentar mengurus pekerjaan. Dua pria masuk lewat pintu depan dan membongkar semua laci. Mereka tidak mengambil apa pun, aku rasa ini bukan perampokan. Tapi apa yang mereka cari?" dengu
Malikha yang mendengar bunyi pintu berdecit mengira pelayan di rumahnya sudah tiba. Sambil tersenyum, ia kemudian berjalan hendak melihat dan menyapa. Dengan langkah agak cepat ia akan turun sampai akhirnya matanya membesar. Ia melihat dua orang pria bertopeng masuk lewat pintu depan.Mereka membawa senjata tajam dan sedang mengendap masuk lewat ruang tamu. Malikha yang hampir saja menuju tangga kemudian berbalik dan bersembunyi pada dinding di dekat tangga. Malikha benar-benar terkejut dan jantungnya berdegup kencang."Oh, tidak. Mereka bukan pelayan!" gumam Malikha pada dirinya sendiri. Malikha langsung mundur dan mencari tempat bersembunyi sambil bisa melihat apa yang sebenarnya tengah terjadi. Ia mengintip lagi dan melihat dua orang itu tengah membongkar laci dan lemari di lantai bawah. Malikha langsung berbalik dan mengendap separuh berlari masuk ke kamarnya. Satu orang pasti akan naik ke atas dan memeriksa.Dengan panik Malikha ingat jika ia meletakkan pon
Beberapa hari kemudian, keadaan Malikha tak juga kunjung membaik. Ia sudah diperbolehkan pulang karena luka operasinya semakin membaik tapi ia tak ingin berada di dekat bayinya sama sekali. Aidan otomatis harus pindah ke rumah Malikha karena ia tak mungkin bolak balik dari rumahnya meskipun jaraknya dekat.Aidan berubah menjadi seperti Ayah single yang merawat Aldrich sendirian. Ia otodidak belajar mengganti popok dan mengambil donor ASI dari istri Mars King, Vanylla King. Tak hanya Vanylla yang mendonorkan ASI-nya, Kiran Miller juga ikut memberikan ASI-nya.Saat malam hari, Aidan menggendong Aldrich memberinya botol ASI sampai ia tertidur sembari membacakan puisi atau mengumamkan sebuah lagu. Aldrich yang mengerti bahwa ia sementara hanya bisa bersama sang Ayah, tak banyak rewel. Ia bayi yang manis dan penurut."Cobalah untuk menggendongnya, Sayang," bujuk Aidan lembut sambil mencoba mendekatkan Aldrich pada Malikha. Malikha yang awalnya tersenyum jadi defensif
Sampai hari yang ditunggu-tunggu tiba adalah saat Malikha akan menyusui bayinya untuk yang pertama kali. Keadaan bayinya sudah semakin baik dan kembali sehat."Kamu sudah mendapatkan nama yang pas?" tanya Bryan pada Aidan saat menunggu bayi tersebut di bawa ke kamar Malikha. Aidan mengangguk tersenyum"Aldrich Tristan Caesar," jawab Aidan sambil tersenyum pada Bryan yang mengangguk ikut tersenyum.Saat mereka selesai bicara, kereta bayi kemudian terlihat sedang didorong menuju kamar Malikha dan Aidan pun mengikutinya. Di kamar Malikha, seluruh keluarga besar The Seven Wolves dan anak-anak mereka sudah menunggu."Mila kemari, Sayang. Coba lihat itu ... ada bayi!" ujar Bryan menggendong balitanya Mila yang terkekeh menggemaskan saat melihat salah satu "adiknya" yang baru lahir beberapa hari lalu. Kembarannya Izzy digendong oleh Nisa ikut mendekat melihat bayi Aldrich yang menyihir banyak orang dengan ketampanannya. Setelah bayi itu diletakkan di dekat tempa
Tak ada yang dirasakan Aidan saat ini kecuali rasa bahagia. Ia telah resmi menjadi seorang Ayah. Segala perjuangan dan rasa sakit akibat dendam dan perceraian yang terjadi pada pernikahannya, terbayar sudah. Aidan tak berhenti mengecup Malikha yang terlihat semakin mengantuk pasca bayi mereka lahir. Namun usai dibersihkan, bayi itu harus dipantau karena ia mulai membiru."Apa yang terjadi?" tanya Aidan setelah ia dikeluarkan dari ruang operasi."Bayinya sudah melewati waktunya lahir, dia harus masuk ruang ruang intensif untuk dimasukkan dalam inkubator. Aku tidak berharap dia sudah keracunan air ketuban, tapi aku benar-benar harus memantau keadaan putramu. Untuk saat ini, temani istrimu. Bayimu akan baik-baik saja," ujar salah satu Dokter Anak yang ikut dalam operasi tersebut."Lakukan apa pun untuk putraku, aku tidak mau terjadi sesuatu padanya!""Aku yakin kondisi ini hanya sementara, setelah dia pulih, aku sendiri yang akan memberikannya pada kalian."
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments