Aidan Caesar tiba rumah sakit tempat Ibu Malikha dirawat setelah mendapatkan laporan dari Glenn. Aidan memilih untuk menuntaskan rasa penasarannya tentang Malikha. Seperti janji, Glenn berhasil menemukan dimana Ibu Malikha, Fiona Swan dirawat.
Beruntung Aidan bisa melihat dengan Malikha yang tidak lagi mengenalinya. Sayangnya, di dalam kamar itu juga hadir Brandon Caesar, ayah Aidan. Gadis itu mengunjungi Ibunya tepat saat Brandon sedang berusaha melamar Fiona, Ibu Malikha. Dan itu semua terjadi di depan Aidan yang mengintip dari balik tembok. Tangan Aidan lalu mengepal saat ia harus menyaksikan senyum bahagia ketiganya. Mereka seperti sebuah keluarga lengkap, Ayah, Ibu dan anak perempuannya.
"Akan kuhancurkan kalian semua!" gumamnya berbalik dan pergi. Aidan keluar dari rumah sakit tersebut. Ia menunggu di dalam mobilnya yang terparkir masih di parkiran luar rumah sakit. Dengan tenang seperti hewan buas tengah menunggu mangsa, Aidan duduk tak melepaskan pandangannya sama sekali pada pintu keluar rumah sakit. Setelah beberapa jam menunggu, Aidan mendapatkan buruannya.
Gadis polos dan cantik itu akhirnya keluar bersama Brandon. Mereka masih terlihat tertawa berdua dan terus bercengkrama.
"Ikuti mobil itu!"
Mobil Aidan mengekori sampai akhirnya mereka tiba di sebuah toko roti kecil. Malikha terlihat turun disana lalu masuk ke dalam toko roti tersebut.
"Jadi dia bekerja di sana? Apa toko itu miliknya? Jangan-jangan itu adalah pemberian Brandon! Dasar brengsek!" maki Aidan bergumam sambil terus melihat pada toko tersebut. Aidan kemudian mengambil ponselnya dan menghubungi Glenn, asistennya.
"Glenn, aku sudah mendapatkan tempat Malikha Swan bekerja. Aku ingin kamu membuatnya dipecat dan kehilangan pekerjaan. Akan kukirimkan alamatnya padamu," ujar Aidan memberi perintah tanpa basa basi.
"Baik, Tuan Caesar. Aku akan segera melakukannya."
"Kamu takkan pernah lolos dariku, Malikha. Kamu akan membayar semuanya bahkan lebih sakit dari yang kamu lakukan padaku!" geram Aidan bergumam dengan senyuman licik penuh dendam.
Glenn Matthews berhasil membuat Malikha dipecat dari pekerjaannya. Malikha bahkan diusir karena dianggap sudah hampir meracuni pelanggan. Glenn menjebak Malikha yang lugu dengan kecoa mainan yang masuk ke dalam kue yang dipesannya. Glenn menuntut ganti rugi dan toko itu pun memecat Malikha.
Dengan wajah sedih serta kebingungan, Malikha terpaksa pergi karena pemilik toko tak mau mendengar penjelasannya. Dari balik jendela mobil, Aidan tertawa terbahak-bahak saat melihat Malikha yang dipecat dengan wajah kebingungan meninggalkan toko tersebut.
"Hahaha ... rasakan itu!" umpat Aidan sambil bertepuk tangan dan terus memandang ke arah jalan. Glenn yang ikut bersama Aidan, ikut menoleh pada Aidan menatapnya dengan kening mengernyit.
"Tuan, untuk apa capek-capek membuatnya dipecat?" tanya Glenn keheranan.
"Ini baru permulaannya saja, Glenn. Setelah ini, akan kubuat dia menangis darah. Ini belum seberapa," jawab Aidan dengan percaya diri yang luar biasa lalu menoleh lagi pada sosok Malikha yang kebingungan.
Tak cukup sekali, Aidan akhirnya juga ikut membuat Malikha dipecat di dua tempat lainnya. Sebuah mini market dan toko gadai ikut memecat bahkan melarang Malikha masuk toko mereka lagi. Uangnya juga semakin menipis dan itu membuat Malikha harus mencari pekerjaan lain. Sebuah Pub di pinggiran New York tempatnya tinggal akhirnya menerimanya menjadi pramusaji.
Selama dua minggu ia bekerja disana, semua tampak baik-baik saja. Sejauh ini tak ada hal buruk yang terjadi. Malikha mulai merasa nyaman karena pemiliknya adalah seorang pria paruh baya yang baik hati. Akan tetapi, Aidan masih belum berhenti.
"Apa dia di sini?" tanya Aidan begitu ia turun dari mobilnya. Glenn mengangguk dan menoleh pada bangunan bar yang bersebelahan dengan bangunan toko lain dan terlihat kumuh. Aidan sempat mengernyitkan keningnya lalu mendengus sinis. Ia akhirnya berjalan mendekati Pub tersebut.
Aidan Caesar masuk dengan pandangan jijik pada Pub yang menjadi tempat mencari nafkah warga disekitar. Ia mencari pemilik Pub untuk memaksanya untuk menjual Pub tersebut.
"Selamat datang, Tuan Caesar," ujar si pemilik pub─Richard Winter
"Aku tidak ingin berbasa basi lebih lama. Aku mau tanda tanganmu sekarang!" sahut Aidan angkuh.
"D-duduklah terlebih dahulu, kita bisa bicarakan kembali."
"Aku tak ingin membuang waktu lebih lama, aku sudah membeli seluruh lingkungan ini, hanya tinggal bangunanmu saja yang belum," ujar Aidan setelah meletakkan surat perjanjian pembelian di atas meja.
"Aku perlu waktu Tuan Caesar." Aidan menoleh ke arah lain lalu berbalik dan mengintimidasi pria paruh baya itu.
"Aku beri kamu waktu 15 menit sebelum pemimpin gengster triad Cina Golden Dragon datang dan meratakan tempatmu tanpa kompensasi. Pikirkan itu. Jangan membuat keputusan yang salah," ucapnya tanpa pikir panjang.
Pria itu ketakutan dan mengambil surat pembelian tersebut. Aidan menyengir jahat lalu menoleh ke salah satu sudut Pub. Seorang gadis terlihat tengah membersihkan meja. Rahang Aidan menggeras melihat gadis itu. Dialah yang ia cari selama ini, Malikha Swan.
Tak lama Malikha datang dan seperti biasa bertugas melayani pengunjung dengan menanyakan pesanan mereka.
"Boleh aku mengambil pesananmu, Tuan?" tanya Malikha dengan senyuman dan suara lembut. Sahabat Aidan yaitu Jayden yang merupakan pemimpin gangster Cina yang ditakuti berada satu meja dengannya hendak bicara, tapi Aidan memotong.
"Aku minta menu yang spesial. Apa kalian punya sesuatu yang bisa aku makan?" tanya Aidan dengan nada angkuh. Jayden jadi mengernyitkan kening melihat gaya Aidan. Ia memandang Malikha dengan pandangan sinis.
"Tentu saja, Tuan. Apa yang bisa aku ambilkan untukmu?" Aidan mendengus sambil menyengir.
"Bagaimana jika tubuhmu saja?" mata Malikha membesar. Ia bergeser agak menjauh dari tempat berdirinya semula. Aidan lalu berdiri dan masih dengan pandangan sinisnya.
"Berapa hargamu, Nona Malikha Swan?" tanya Aidan lagi sengaja menjeda kata perkata untuk menghina Malikha. Kini Malikha dan Aidan saling berhadapan. Tapi sepertinya hanya Aidan yang mengenal Malikha namun tidak sebaliknya.
"Jika terlalu murah, aku bisa membeli tempat ini dengan dirimu di dalamnya. Aku tidak keberatan dengan bonusnya," tambah Aidan lagi makin menyudutkan Malikha sambil melihat tubuhnya dari atas hingga bawah. Aidan sebenarnya merasa sangat tersinggung karena Malikha tak mengenalinya sama sekali. Tapi sudut hatinya ada getaran yang membuatnya tertegun melihat wajah gadis itu. Dia sangat cantik – bisik hati Aidan, suara itu sangat kecil tapi Aidan menyadarinya.
"Aidan ... cukup!" tegur Jayden dengan suara rendah pada Aidan. Malikha mulai menitikkan airmata. Aidan begitu melecehkannya dengan kata-kata yang menyakitkan. Malikha belum pernah bertemu dengan pria itu sebelumnya. Ia lalu pergi tanpa mengambil pesanan Aidan sama sekali.
Dari kejauhan terlihat pria berparas Cina itu seolah sedang memarahi Aidan sambil sesekali melihat pada Malikha. Entah apa yang mereka bicarakan, Malikha hanya bisa menoleh sesaat lalu menunduk lagi.
"Aku akan membeli tempat ini beserta dia di dalamnya. Dan akan kuratakan dengan tanah bangunan ini!" ujar Aidan lagi dengan nada marah pada Jayden.
"Apa maksudmu bicara seperti itu? Apa yang sedang kamu rencanakan Aidan?" tanya Jayden dengan nada mulai tinggi. Mereka masih dalam posisi berdiri dengan raut wajah Aidan yang mulai berubah.
"Aku mengajakmu kemari untuk melihat lokasi pembangunan hotel baru kita. Di sinilah aku akan membangun hotel Pegasus yang selanjutnya," sahut Aidan dengan ekspresi jahat. Jayden jadi mengernyitkan kening.
"Kenapa?"
"Karena aku ingin meratakan tempat ini. Jadi orang-orang rendahan ini bisa mencari pekerjaan di tempat lain," sahutnya angkuh lalu duduk kembali di kursinya dengan ekspresi jijik.
Richard Winter si pemilik Pub kemudian datang menghampiri mereka. Ia terlihat ketakutan ketika melihat Aidan datang bersama pemimpin kelompok gengster Golden Dragon.
Setelah diancam oleh Aidan dan disaksikan oleh para pegawainya yang berkumpul di salah satu sudut ruangan, pria itu terlihat pasrah dan akhirnya setuju untuk menandatanganinya.
Malikha yang dilecehkan oleh Aidan sebelumnya juga berdiri diantara para pegawai itu. Sambil mendengarkan bosnya berbicara tentang pekerjaan mereka, gadis itu menatap Aidan dengan pandangan sedih penuh airmata.
“Maafkan aku, kalian harus kehilangan pekerjaan,” ucap Richard dengan wajah sedih. Malikha hanya bisa diam menahan air matanya melihat si pemilik pub kembali pada Aidan menyerahkan surat yang sudah ditandatanganinya.
"Panggil pelayanmu yang bernama Malikha Swan." Richard pun memanggil Malikha yang mendekat perlahan. Aidan mengeluarkan sebuah cek yang sudah ia tanda tangani dan memberikannya pada pria pemilik Pub.
"Ini uangmu, dan ini ..." Aidan mengeluarkan beberapa lembar uang seratus dolar dan meletakkan di atas meja.
"Kamu bisa memilikinya jika kamu mau ke hotelku, Estrela malam ini, Nona Swan," ujar Aidan menawar tanpa malu. Malikha membuka mulutnya terkejut, ia tidak menyangka jika pria yang tak dikenalnya itu ternyata adalah pemilik Estrela, tempatnya dulu pernah bekerja.
"Ambil uangmu Tuan. Aku bukan pelacur!" sahut Malikha dengan airmata yang semakin menetes. Aidan terkekeh sinis.
"Kamu mau tarif yang mahal ya?" ejek Aidan sambil menyisiri tubuh Malikha dengan pandangannya.
"Aku takkan menjual kehormatanku untuk orang sepertimu." Aidan semakin berang dan mendekat.
"Jangan sok jual mahal, Nona Swan. Aku tahu kamu semurah dan serendah apa," geram Aidan membuat Malikha mengernyitkan keningnya. Kenapa ia merasa pria di hadapannya bukan orang asing. Tapi di mana mereka pernah bertemu?
"Aidan ..." tegur Jayden makin keras. Ia tidak tahan melihat Mlaikha dihina oleh Aidan seperti itu.
"Ayolah, Jay. Jangan menceramahiku sekarang!" bantah Aidan berdiri dan mengambil uang itu lalu melemparnya ke kepala Malikha.
"Aku memberinya gratis sebagai pesangon karena temanku," ujar Aidan sambil menunjuk pada Jayden.
"Kamu memang cocok di tempat kotor seperti ini, Nona Swan. Dasar sampah!" umpat Aidan lalu menolak tubuh Malikha dengan sebelah lengannya dan berjalan melewatinya begitu saja. Jayden yang melihat sikap tidak terpuji Aidan pun kemudian ikut berdiri.
"Aku minta maaf, Nona Swan. Permisi!" ujar Jayden dengan sopan. Malikha mulai terisak dan tak tahan lagi selain berlari ke belakang Pub dan menangis. Ia mengeluarkan segala luka yang diberikan oleh pria asing itu dengan kata-katanya.
"Apa yang sudah aku lakukan? Kenapa dia menghinaku?" Malikha menangisi dirinya dan kemiskinan dan ia miliki saat ini. Tak memiliki uang membuatnya kerap dihina dan dilecehkan.
"Apakah salah menjadi orang miskin? Aku juga manusia," isak Malikha menundukkan kepala pada dirinya sendiri.
Gara-gara kejadian tadi siang, Aidan tidak menyapa Jayden saat bertemu di bar. Jayden memilih menceritakan semuanya pada Arjoona, sahabat mereka. Arjoona sudah mengenal Aidan dari masa SMA, ia tahu benar apa yang terjadi."Ia dijebak oleh Malikha Swan untuk berjalan melewati sebuah lorong saat mau ke toko ice cream. Dia tidak pernah sampai ke toko itu malah diculik oleh Jason, kekasih Malikha dan dibawa ke sebuah pemakaman tua di dekat lorong tersebut," ujar Arjoona bercerita pada Jayden. Arjoona ikut menuangkan segelas Whiskey pada gelas Jayden. Jayden masih mendengar dengan seksama apa yang tengah diceritakan oleh Joona."Di sana dia dipukuli, diikat dan dibekap. Lalu dimasukkan ke dalam sebuah makam berbentuk ruangan." Jayden mengangguk lalu melirik pada Aidan yang tengah tertawa bersama Mars, James dan Shawn."Dia ditinggal di dalam makam itu sendirian, tanpa cahaya ataupun udara bebas. Aidan memiliki fobia pada kegelapan dan ruang sempit dulunya, dan karena itu dia hampir mati,"
Aidan tak ingin keluar lagi kemana pun dan berharap bisa beristirahat usai kejadian di depan bangunan apartemen Malikha tadi sore. Sesungguhnya ia tidak bahagia. Niatnya adalah membuat Malikha terus mendapatkan kemalangan tapi rasa puas itu tak kunjung muncul.“Pasti ada yang aneh padaku─” bunyi bel apartemen membuat Aidan harus mengurungkan niat untuk masuk kamar dan tidur. Ia membuka sendiri pintu apartemennya dan menemukan senyuman Jayden yang terluka."Ada apa denganmu?" tanya Aidan menyahut separuh memekik saat melihat keadaan Jayden yang terluka. Tanpa menunggu Jayden menjawab, Aidan langsung menarik lengan Jayden dan membawanya ke dalam apartemen mewahnya."Biasa, perkelahian antar geng," jawab Jayden singkat dan masuk ke apartemen Aidan seolah mereka baik-baik saja. Keduanya padahal belum berbicara satu sama lain usai bertengkar karena Malikha Swan. Akan tetapi sikap Aidan pun sama saja seperti kejadian sebelumnya."Siapa yang sudah menyerangmu?" tanya Aidan dengan wajah kesal
Hari ini, Mars King sedang mengendarai mobilnya menuju Estrela sendirian utnuk mengikuti sebuah konsorsium meeting yang melibatkan King Enterprise. Caleb sudah kembali ke LA sementara untuk mengurus King Enterprise di kantor pusatnya. Sedangkan Mars sedang di New York untuk mengurus beberapa proyek bersama Arjoona, Aidan dan Jayden yang tergabung dalam satu asosiasi pengusaha yang sama.Sebenarnya ia sudah sedikit terlambat karena Vanylla sedikit uring-uringan di rumah. Istrinya itu masih berusaha untuk segera hamil dan Mars mulai stress karena Vanylla yang terus memaksakan dirinya. Sambil menghela napas dan sesekali membunyikan klakson karena mobil di depannya tak bergerak, Mars tak sengaja menoleh ke samping kanan. Musim gugur akan berganti musim dingin sekarang. Beberapa gelandangan terlihat membakar beberapa barang di dalam drum untuk menghangatkan diri.Di sanalah Mars melihat Malikha Swan yang terlihat cukup lusuh dan sedang menghangatkan diri."Apa yang d
Malikha masih tertegun tak mengerti saat melihat Aidan memberikan sejumlah uang untuknya. Ia sampai mengernyitkan kening dan tak bicara namun juga tak bergerak. "Ambilah." Mars mengatakan sesuatu dan sedikit mengejutkan Malikha. Tapi Malikha kemudian menggeleng dan tak mau menerima. "Untuk apa? Aku tidak berhak atas kompensasi apapun. Apartemen itu bukan milikku." Malikha masih bersikeras tak mau mengambil. Itu membuat Aidan kesal lalu tangannya menarik sebelah tangan Malikha dan meletakkan uang itu di telapak tangannya. "Sewalah tempat dan belilah beberapa makanan untukmu. Di luar dingin, kamu bisa mati kedinginan nanti," ujar Aidan dengan nada simpati yang datar. Matanya terus memperhatikan Malikha dan ketika ia tak tahan ia cenderung membuang pandangannya ke arah lain. Mars sedikit menyengir dan memperhatikan sahabatnya itu mengatasi perasaannya sendiri. Malikha masih menggeleng dan hendak mengembalikan uang itu. "Ambil saja. Sebagai permintaan maa
"Lalu ... apa yang sedang kamu lakukan sekarang?" tanya Aidan ingin berbasa basi."Bicara denganmu." Malikha menjawab lalu menyengir sinis. Aidan menatapnya dengan ujung mata dan hembusan napas kesal."Kamu mengolokku ya!" sahut Aidan dengan ketus."Tidak. Bukannya kamu yang tanya aku sedang apa," balas Malikha dengan polosnya. Aidan sedikit memicingkan matanya lalu menoleh ke arah ranjang Malikha yang kecil."Bagaimana kamu bisa tidur di ranjang sekecil itu?" Aidan berdiri dari tempat duduknya lalu pindah ke tempat duduk Malikha. Aidan sedikit menggenjot dan tempat tidur langsung berbunyi. Malikha yang tak menyangka Aidan duduk di sana lantas sedikit memekik untuk melarang. Aidan tertegun saat ia pikir ia sudah merusak ranjang itu."Apa ranjang ini patah?" tanya Aidan dengan wajah kaget. Malikha meringis lalu menarik lengan Aidan agar berdiri saja."Ini ranjang bekas, tidak boleh digenjot atau aku harus memperbaikinya lagi," keluh Malikha separuh merengek pada Aidan sudah berdiri. Ai
Aidan tak ingin membuang waktunya untuk membuat Malikha menyukainya. Mungkin terlalu terburu-buru mengingat beberapa hari yang lalu ia sudah membuat Malikha kehilangan segalanya. Aidan masih berdiri di depan Malikha sambil menggenggam kedua tangannya dengan nafas beku dan senyuman hangat. "Aku pikir kamu terlalu terburu-buru, Tuan Orlando," ujar Malikha dengan nada lembut dan terus memandang Aidan. Aidan tersenyum lagi dan mengangguk. "Kamu tidak percaya padaku kan?" Malikha tak menjawab ia malah menundukkan pandangannya. 'Aku sudah membuat dia kehilangan semuanya, tentu saja ia takkan percaya padaku begitu saja. Apa yang aku pikirkan?' ujar batin Aidan masih terus memandang Malikha. "Aku mengerti jika kamu membutuhkan waktu untuk berpikir. Aku tidak keberatan. Tapi ... aku ingin kamu memberikan aku kesempatan untuk bisa dekat denganmu dan mengenalmu lebih jauh, bagaimana?" tanya Aidan masih belum menyerah. Malikha memang masih memandang curiga pada A
Aidan sudah pulang dari mengantar Malikha dan masih memakai jas mahalnya saat ia mengambil sebotol Whiskey lalu menuangkannya ke dalam sebuah gelas. Aidan membawa gelasnya lalu mulai minum sambil berdiri di depan salah satu jendela yang memisahkannya dengan pemandangan indah di Brooklyn. Tak lama kemudian, Glenn Matthews baru masuk beberapa saat kemudian setelah ia dipanggil oleh Aidan."Tuan memanggilku?" tanya Glenn begitu ia berhenti. Aidan kemudian berbalik dan mengangguk dengan ekspresi datar seperti biasa."Aku butuh bantuanmu. Belikan aku beberapa furniture baru serta penghangat ruangan." Glenn mengernyitkan keningnya pada permintaan Aidan tapi kemudian mengangguk."Jika aku boleh tau, untuk apa semua itu?""Apartemen Malikha. Aku rasa untuk saat ini aku tak bisa membuatnya pindah ke tempat yang lebih luas tapi aku bisa mengubah ruang mungilnya menjadi lebih layak dan bagus," jawab Aidan lalu duduk di sofanya setelah meletakkan gelas minuman. Glenn mengangguk mengerti.“Kenapa
"Kenapa kamu tidak memakai sarung tangan. Di luar cuaca semakin dingin." tanya Aidan dengan nada lembut."Aku hanya punya satu sarung tangan yang kamu berikan. Tapi itu sarung tangan bermerek mahal jadi aku tidak berani memakainya. Jika para pekerja lain melihat maka mereka akan berpikir jika aku memiliki banyak uang," jawab Malikha memberi alasannya. Aidan tersenyum sambil mendengus lalu mengangguk mengerti."Aku tidak akan memberikan barang-barang murah pada gadis yang aku sukai. Aku harap kamu mengerti," balas Aidan sedikit menyombongkan dirinya dan membuat Malikha kembali tertegun. Tapi Malikha tak mendengar seperti itu.‘Apa dia baru saja mengatakan jika dia menyukaiku?’ pikir Malikha dalam hatinya.Aidan tak lagi melepaskan tangan Malikha setelh mencoba membuatnya hangat. Malikha pun tak menarik tangannya kembali yang terus diusap oleh Aidan agar hangat. Mereka saling berpegangan tangan sampai mobil yang mereka tumpangi tiba di sebuah restoran berbintang empat Michelin di Manhat
BEBERAPA TAHUN KEMUDIANPanggung yang cukup besar karena berada di tengah aula SMA Jersey Rey New York. Sorak-sorai seluruh siswa yang berdiri ikut mengangkat tangan dan bertepuk di atas kepala mereka saat gebukan drum Aldrich menggema memulai sebuah lagu. Dan suara Aldrich memulai lagu tersebut setelah gitar Ares dan piano milik Andrew mengiringinya."I don't even know how I can talk to you now, It's not you the you who talks to me anymore, And sure I know that sometimes it gets hard, But even with all my love, what we had you just gave it up!"Usai Aldrich, lalu Andrew adalah giliran kedua menyanyikan liriknya,"Thought we were meant to be, I thought that you belonged to me, I'll play the fool instead, Oh but then I know that this is the end!" mata Aldrich tak sengaja melirik pada satu orang gadis yang menjadi musuh abadinya, Chloe Harristian. Tak biasanya ia datang melihat pertunjukan bandnya The Skylar.Aldrich masih terus menggebuk drumnya dan
HUTAN TIJUANABryan, Mars, Aidan, Juan, Arya, Blake, Shawn, Erikkson, Han, Glenn, Earth, serta beberapa anggota Golden Dragon membentuh empat kelompok untuk melakukan pencarian terhadap pesawat James yang belum ditemukan. Bryan menerbangkan beberapa drone untuk mengawasi dari udara dan menentukan letak titik jatuh pesawat tersebut. Ia juga telah berkoordinasi dengan tim keamanan untuk saling memberi berita saat menemukan jejak apapun.Cukup lama mereka harus berputar-putar untuk bisa mencari jejak. Sampai salah satu drone milik Bryan kemudian mendeteksi ekor pesawat."Sebelah timur, 3 km lagi dari sini. Kita sudah agak dekat!" ujar Bryan memperlihatkan alatnya pada Aidan. Aidan mengangguk lalu memanggil kelompok yang lain agar mengikuti mereka.Bryan memimpin kelompok pencarian dan mulai memanggil nama James tak lama kemudian."JAMES ... DELILAH! JAMES! J!" tapi tak ada jawaban sama sekali sampai akhirnya Bryan melihat ekor pesawat yang tersangkut
BEBERAPA TAHUN KEMUDIANAidan tak berhenti tersengal saat ia keluar dari apartemen Arjoona. Ia harus menenangkan diri dengan bersandar dan memejamkan matanya. Ludahnya ia telan berkali-kali tapi masalahnya tenggorokannya begitu kering. Ia nyaris tak bisa bernapas.Di dalam, Aidan menahan mati-matian air matanya saat tahu jika pesawat James Belgenza mengalami kecelakaan di hutan Mexico. Ia hilang dan kabarnya tak ada yang selamat.“Aku harus tenang, aku harus tenang!” gumam Aidan pada dirinya sambil bersandar. Aidan memandang ke arah lobi apartemen mewah tersebut dan berjalan kembali separuh berlari ke arah mobilnya. Mobilnya datang diberikan oleh petugas parkir valet dan ia segera masuk ke dalamnya.Aidan harus cepat ke apartemen James untuk menjemput anak-anaknya. Selama perjalanan, ia kemudian menghubungi Glenn.“Di mana kamu?”“Aku sedang terjebak macet akan kembali ke Orcanza, Tuan!” jawab Gle
"Bersediakah kamu menikah denganku lagi, Malikha Swan?" tanya Aidan bergumam lembut. Malikha terus memandanginya dan Aidan pun tak melepaskannya sama sekali. Semua cinta rasanya berpendar di mata Aidan untuk Malikha. Cinta yang tak mungkin ditutupinya lagi. Malikha pun tersenyum dengan mata berkaca-kaca."Ya ... aku bersedia jadi istrimu, Aidan Caesar," jawab Malikha bergumam lembut pula. Malikha mendekat lebih dulu dan mencumbu Aidan dengan lembut. Aidan ikut membalas dan memperdalam pagutan bibirnya sambil memeluk Malikha lebih dekat dan erat. Pemandangan tengah kota dan taman New York dari atas menjadi saksi bersatunya cinta Aidan dan Malikha kembali."I do love you ... too much," bisik Aidan di sela bibirnya yang masih menempel pada Malikha. Malikha hanya melingkarkan kedua tangannya memeluk leher dan pundak Aidan."I love you too.""Benarkah? Kali ini kamu tidak berbohong kan!" goda Aidan tak melepaskan dirinya sama sekali. Malikha tergelak kecil dan
Malikha menaikkan pandangannya sambil berbaring menyamping pada Aidan yang baru saja menghubungi Glenn, asistennya. Ia tersenyum dan masih belum bicara. Malikha tampak tenang padahal ia baru saja disatroni perampok. Sementara Aidan sudah cemas setengah mati gara-gara kejadian itu. Ia bahkan belum membuka jasnya sama sekali dan terus berada di dekat Malikha yang tengah menjaga AldrichSetelah berpikir beberapa saat, Aidan akhirnya memutuskan untuk menelepon Arjoona melaporkan yang baru saja terjadi. Arjoona harus tahu setidaknya untuk mengantisipasi yang terjadi."Halo, Aidan.""Joona, rumah Malikha baru saja mengalami perampokan," ujar Aidan tanpa basa basi."APA! apa yang terjadi!" Arjoona sampai berteriak karena berita tersebut."Aku pergi keluar sebentar mengurus pekerjaan. Dua pria masuk lewat pintu depan dan membongkar semua laci. Mereka tidak mengambil apa pun, aku rasa ini bukan perampokan. Tapi apa yang mereka cari?" dengu
Malikha yang mendengar bunyi pintu berdecit mengira pelayan di rumahnya sudah tiba. Sambil tersenyum, ia kemudian berjalan hendak melihat dan menyapa. Dengan langkah agak cepat ia akan turun sampai akhirnya matanya membesar. Ia melihat dua orang pria bertopeng masuk lewat pintu depan.Mereka membawa senjata tajam dan sedang mengendap masuk lewat ruang tamu. Malikha yang hampir saja menuju tangga kemudian berbalik dan bersembunyi pada dinding di dekat tangga. Malikha benar-benar terkejut dan jantungnya berdegup kencang."Oh, tidak. Mereka bukan pelayan!" gumam Malikha pada dirinya sendiri. Malikha langsung mundur dan mencari tempat bersembunyi sambil bisa melihat apa yang sebenarnya tengah terjadi. Ia mengintip lagi dan melihat dua orang itu tengah membongkar laci dan lemari di lantai bawah. Malikha langsung berbalik dan mengendap separuh berlari masuk ke kamarnya. Satu orang pasti akan naik ke atas dan memeriksa.Dengan panik Malikha ingat jika ia meletakkan pon
Beberapa hari kemudian, keadaan Malikha tak juga kunjung membaik. Ia sudah diperbolehkan pulang karena luka operasinya semakin membaik tapi ia tak ingin berada di dekat bayinya sama sekali. Aidan otomatis harus pindah ke rumah Malikha karena ia tak mungkin bolak balik dari rumahnya meskipun jaraknya dekat.Aidan berubah menjadi seperti Ayah single yang merawat Aldrich sendirian. Ia otodidak belajar mengganti popok dan mengambil donor ASI dari istri Mars King, Vanylla King. Tak hanya Vanylla yang mendonorkan ASI-nya, Kiran Miller juga ikut memberikan ASI-nya.Saat malam hari, Aidan menggendong Aldrich memberinya botol ASI sampai ia tertidur sembari membacakan puisi atau mengumamkan sebuah lagu. Aldrich yang mengerti bahwa ia sementara hanya bisa bersama sang Ayah, tak banyak rewel. Ia bayi yang manis dan penurut."Cobalah untuk menggendongnya, Sayang," bujuk Aidan lembut sambil mencoba mendekatkan Aldrich pada Malikha. Malikha yang awalnya tersenyum jadi defensif
Sampai hari yang ditunggu-tunggu tiba adalah saat Malikha akan menyusui bayinya untuk yang pertama kali. Keadaan bayinya sudah semakin baik dan kembali sehat."Kamu sudah mendapatkan nama yang pas?" tanya Bryan pada Aidan saat menunggu bayi tersebut di bawa ke kamar Malikha. Aidan mengangguk tersenyum"Aldrich Tristan Caesar," jawab Aidan sambil tersenyum pada Bryan yang mengangguk ikut tersenyum.Saat mereka selesai bicara, kereta bayi kemudian terlihat sedang didorong menuju kamar Malikha dan Aidan pun mengikutinya. Di kamar Malikha, seluruh keluarga besar The Seven Wolves dan anak-anak mereka sudah menunggu."Mila kemari, Sayang. Coba lihat itu ... ada bayi!" ujar Bryan menggendong balitanya Mila yang terkekeh menggemaskan saat melihat salah satu "adiknya" yang baru lahir beberapa hari lalu. Kembarannya Izzy digendong oleh Nisa ikut mendekat melihat bayi Aldrich yang menyihir banyak orang dengan ketampanannya. Setelah bayi itu diletakkan di dekat tempa
Tak ada yang dirasakan Aidan saat ini kecuali rasa bahagia. Ia telah resmi menjadi seorang Ayah. Segala perjuangan dan rasa sakit akibat dendam dan perceraian yang terjadi pada pernikahannya, terbayar sudah. Aidan tak berhenti mengecup Malikha yang terlihat semakin mengantuk pasca bayi mereka lahir. Namun usai dibersihkan, bayi itu harus dipantau karena ia mulai membiru."Apa yang terjadi?" tanya Aidan setelah ia dikeluarkan dari ruang operasi."Bayinya sudah melewati waktunya lahir, dia harus masuk ruang ruang intensif untuk dimasukkan dalam inkubator. Aku tidak berharap dia sudah keracunan air ketuban, tapi aku benar-benar harus memantau keadaan putramu. Untuk saat ini, temani istrimu. Bayimu akan baik-baik saja," ujar salah satu Dokter Anak yang ikut dalam operasi tersebut."Lakukan apa pun untuk putraku, aku tidak mau terjadi sesuatu padanya!""Aku yakin kondisi ini hanya sementara, setelah dia pulih, aku sendiri yang akan memberikannya pada kalian."