Share

40. Perhatian Oliver

Penulis: Rosa Uchiyamana
last update Terakhir Diperbarui: 2024-11-04 14:00:00

“Kenapa aku tiba-tiba begini?” keluh Yara sambil mengusap wajahnya yang basah menggunakan handuk, setelah sebelumnya ia berusaha mengeluarkan isi perut yang terasa bergejolak.

Tadi, saat memasak seafood pun ia sedikit merasa mual, tapi tidak begitu hebat seperti sekarang.

Dengan langkah lemas, Yara kembali ke meja makan. Oliver menghentikan kunyahannya, lalu mendongak, menatap Yara dengan ekspresi datar.

“Kamu baik-baik saja?”

Yara mengangguk. “Iya, aku rasa begitu.” Namun ia sedikit ragu dengan jawabannya.

“Wajah kamu pucat,” kata Oliver lagi sambil melanjutkan kembali melahap makanannya yang tinggal separuh di piring.

Yara menatap Oliver sejenak, merasakan kehangatan samar dari perhatian yang tersembunyi di balik nada datarnya. “Aku baik-baik saja,” ulangnya, meskipun tubuhnya terasa lelah. Ia duduk di kursinya dan me
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci
Komen (5)
goodnovel comment avatar
Siti Nur janah
yara hamil apa nanti reaksi Oliver ya, akan biasa aja atau marah dan frustasi lagi
goodnovel comment avatar
fauziah Zie
ayolah Zara tinggalin itu laki labil,, jir
goodnovel comment avatar
Valenka Lamsiam
masih inget zara aja. di tinggalin yara baru tau rasa kamu oliver
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   41. Reaksi Oliver

    Yara memandang dua garis merah di alat tes kehamilan dengan perasaan campur aduk. Lututnya lemas, membuat tubuhnya jatuh ke lantai kamar mandi dengan hati yang berdenyut perih. “Nggak mungkin…,” bisiknya. Pikirannya berputar dengan cepat, menolak kenyataan yang baru saja ia lihat. Tapi di dalam hatinya, ia tahu kebenaran itu tidak bisa dihindari.Kehamilan. Bagaimana ini bisa terjadi?Yara menggigit bibirnya, ketakutan dan kebingungan membanjiri dirinya. Mereka baru menikah, dan hubungannya dengan Oliver masih terasa asing dan tegang. Kehamilan ini bukan bagian dari rencana mereka—mungkin bukan bagian dari rencana Oliver sama sekali.Yara memejamkan matanya sejenak, mencoba menenangkan diri, tetapi bayangan wajah Oliver terus muncul dalam benaknya. Bagaimana Oliver akan bereaksi? Apakah dia akan marah? Atau mungkin malah akan semakin membencinya? Ia tahu betapa rumit perasaan Oliver terhadap dirinya, dan sekarang, be

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-04
  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   42. Sebuah Keputusan

    Mendengar pertanyaan itu, tubuh Yara menegang bak disambar petir. Tangannya mengepal, bergetar hebat.“Anak siapa?” ulang Yara dengan tatapan tak percaya. “Kamu tanya ini anak siapa?”Oliver mengembuskan napas kasar, berdiri mendekati Yara dan tersenyum sinis. “Kita baru satu kali melakukannya. Nggak mungkin kejadian malam itu membuat kamu hamil, bukan?”Yara merasakan hatinya seperti diremas-remas, pedih dan berdarah-darah. “Lalu maksud kamu, secara nggak langsung kamu bilang kalau aku hamil anak pria lain, Oliver?” Suara Yara terdengar bergetar, air mata menumpuk di pelupuk matanya.“Ya, kurasa begitu—“Plak!!!Wajah Oliver terlempar ke samping ketika sebuah tamparan keras mendarat di pipinya. Rahang Oliver mengeras.“Kamu menamparku, Yara?” desis Oliver dengan tatapan tajam.Yara berusaha menahan air matanya agar tidak t

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-04
  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   43. Baik Kalau Memang Itu Maumu

    “A-apa?” Yara merasakan dunia berhenti berputar dan tubuhnya menggigil mendengar apa yang Oliver ucapkan barusan. “Tolong katakan sekali lagi.” Mungkin saja ia salah dengar.Oliver mengembuskan napas kasar. “Aku nggak mau memiliki anak dari wanita lain, selain Zara,” ujarnya dengan ekspresi dingin, yang membuat Yara bagai diserang ratusan anak panah. “Maka dari itu, gugurkan kandunganmu. Aku sama sekali nggak menginginkan anak itu—“Tepat setelah mengatakan kalimat kejam tersebut, sebuah tamparan keras mendarat di pipi Oliver. Tangan Yara yang barusan menamparnya, kini bergetar dan terasa dingin.“Sampai dunia kiamatpun, aku nggak akan pernah—nggak akan pernah, menggugurkan anak ini!” desis Yara dengan tatapan terluka. “Nggak peduli kamu akan marah padaku atau tidak!”Oliver mengepalkan kedua belah telapak tangannya. Untuk kedua kalinya Yara menamparnya, di mana dulu Zara sama sekali belum pernah melakukannya. Dan itu—tamparan Yara, melukai harga diri Oliver.“Aku bisa memaksamu mengg

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-05
  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   44. Menyesal

    Jihan menyodorkan tisu yang baru saja ia buka kepada Yara. Sementara itu, di lantai sudah berceceran tisu bekas air mata Yara yang—sejak kedatangannya ke rumah Jihan, tak ingin berhenti mengalir.“Baiklah, kalau kamu belum mau cerita mengenai permasalahanmu,” ucap Jihan, prihatin, melihat sahabatnya yang selalu ceria itu kini bagai ayam yang murung. “Tapi asal kamu tahu, telingaku selalu siap mendengarkan setiap keluh kesahmu.”Yara mengambil tisu berikutnya, mengusap air mata dan membuang ingus. Matanya bengkak. Ia memutuskan “pulang” ke rumah Jihan ketimbang ke rumah ibunya. Sebab Yara tak ingin membuat ibunya bertanya-tanya dan berpikir berlebihan, yang akan mempengaruhi kesehatannya.“Terima kasih,” ucap Yara, “tapi aku belum bisa cerita sekarang, Jihan. Aku harap kamu mengerti.”“It’s okay... it’s okay. Aku mengerti, kok.” Jihan mengusap kepala Yara dengan tatapan prihatin.“Ngomong-ngomong, aku boleh tinggal di sini untuk sementara waktu? Aku nggak bisa pulang ke rumah Ibu, ngga

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-05
  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   45. Tertawa dengan Pria Lain

    Satu minggu sudah Yara ‘bersembunyi’ di rumah Jihan. Ia mencabut sim card dari ponselnya karena Oliver beberapa kali meneleponnya. Yara ingin hidup tenang tanpa bayang-bayang pria itu di hidupnya. Lagi pula, Oliver sudah mengusirnya pergi dari hadapannya, bukan? Selama satu minggu itu Yara diserang ‘morning sickness’ setiap pagi atau setiap kali ia mencium bau menyengat. Kehamilan ini benar-benar menyiksanya, sehingga ia sulit produktif. Namun meski begitu, ia tetap akan mempertahankan janin di perutnya apapun yang terjadi, walaupun tanpa Oliver di sisinya. “Janinnya baru sebesar biji kacang hijau, Mbak. Lihat, dia lucu sekali, ‘kan?” ucap dokter kandungan yang tengah memeriksa kehamilan Yara. Yara menatap monitor yang menampilkan gambar janin sebesar biji kacang itu dengan perasaan campur aduk, jantungnya berdebar kencang. “Dia sehat-sehat, ‘kan, Dok? Morning sickness yang saya alami nggak akan mempengaruhi kondisinya, ‘kan?” "Tenang saja, Mbak Yara," ujar dokter kandungan itu

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-06
  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   46. Bersembunyi

    Yara sedang memandangi tiket konsernya Marshall dengan hati senang, kala ia menyadari ada sebuah mobil yang berhenti di halaman rumah Jihan. Itu bukan suara mobil kekasihnya Jihan. Selama satu minggu tinggal di rumah ini, Yara sering melihat kekasihnya Jihan datang kemari, membuat Yara mengenali suara deru mesin mobilnya yang cukup berisik. Berbeda dengan kali ini, deru mesin mobil itu terdengar halus, membuat Yara penasaran, lalu mengintip dari gorden yang ia singkap sedikit. Dan seketika itu juga, mata Yara terbelalak kala melihat mobil yang sangat ia kenali itu. Seorang pria berjas hitam keluar dengan gagah dari sana. Jantung Yara berpacu cepat. Ketakutan seketika menjalari sekujur tubuhnya. Buru-buru ia keluar dari kamar dan menghampiri Jihan yang sedang menelepon kekasihnya. “Jihan! Kalau Oliver datang mencariku, bilang aku nggak ada dan kamu nggak tahu di mana aku sekarang!” “Hm? Apa yang kamu katakan?” Jihan menjauhkan ponsel dari telinga. “Aku lihat di luar ada Oliver. D

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-06
  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   47. Memaksa Pulang

    “Kamu bekerja di Pacific Mall?”“Ke-kenapa Anda tahu?”Oliver menunjuk seragam kerja Jihan yang menggantung di standing hanger, dengan dagu.“Ah... iya, saya bekerja di sana.” Jihan tertawa, mencoba mencairkan suasana yang terasa tegang setelah barusan Oliver menelepon nomor Yara dan terdengar deringan ponsel di dalam kamar.Dasar Yara bodoh! pekik Jihan dalam hati.“Tapi Anda harus percaya sama saya, di dalam memang ada handphone Yara, tadi dia sempat ke sini dan handphone-nya tertinggal di—““Apa menurutmu saya akan percaya pada omong kosongmu?” sela Oliver, yang membuat Jihan menelan ludah. Oliver memutar kenop pintu, tetapi terkunci. “Berikan kunci ganda atau saya akan menelepon manajer Pacific Mall untuk memecatmu!”Ancaman Oliver tersebut membuat Jihan terkesiap. Tentu saja ia tahu bahwa Pacific Mall merupakan salah satu anak usaha dari New Pacific Group, perusahaan yang Oliver pimpin.Akhirnya, karena ancaman Oliver tampak tidak main-main dan ia tak ingin dipecat, Jihan memberi

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-06
  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   48. Anakku Juga

    Oliver tidak benar-benar fokus pada kemarahan Yara yang terus mengomel selama perjalanan. Ia tidak mengerti, kenapa yang ada di dalam kepalanya hanya tentang pertemuan Yara dan Marshall di cafe tadi siang? Sial!Oliver mengumpat sambil menepikan mobil ke pinggir jalan.“Yara, apa yang kamu lakukan di belakangku bersama Marshall?” Lagi-lagi Oliver mengumpat karena pertanyaan itu tak dapat ia cegah. Bayangan Yara yang tertawa bersama sepupunya membuat kemarahan Oliver tidak dapat dibendung lagi.Yara mengerutkan kening, menatap Oliver dengan tatapan bingung. “Kamu tahu aku ketemu Marshall?”“Tentu saja.”“Jadi, diam-diam kamu memperhatikanku?” tanya Yara sambil mendengus kasar.Oliver mengembuskan napas berat. Ia menatap Yara dengan tatapan sulit diartikan. “Jadi itu yang kamu lakukan selama aku nggak ada, Yara? Kamu tertawa bersamanya seolah-olah kamu istri yang

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-07

Bab terbaru

  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   Special Chapter II.

    “Siapa yang kirim bunga untuk Airell?!” seru Oliver dengan galak saat ia mendengar Lisa berbicara dengan kurir yang mengantarkan seikat bunga mawar merah dan menyebut-nyebut nama Airell.Oliver kemudian merebut seikat bunga itu dari tangan Lisa dan membaca pesan yang tertulis dalam secarik kertas.‘Bunga ini memang cantik, tapi kalah cantik sama kamu, Airell. —Ben—‘“Ben? Siapa Ben?” geram Oliver. Berani-beraninya bocah ingusan bernama Ben itu menggombali Airell!“Kenapa, Sayang?” tanya Yara yang baru saja menghampiri suaminya dengan kening berkerut.Oliver menunjukkan bunga itu. “Lihat, Sayang. Ada yang kirim bunga buat Airell. Namanya Ben. Astaga, anak jaman sekarang, pipis aja belum lurus tapi sudah berani menggombali anak orang!”“Hush!” Yara memukul pelan lengan Oliver. “Airell sudah remaja, lho. Kamu lupa?”Justru karena sudah remaja, Oliver jadi semakin protektif pada Airell, begitu pula pada Avery yang masih duduk di bangku Sekolah Dasar.Oliver hendak membuang bunga itu ke te

  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   Special Chapter I.

    “Sayang, kita mau nambah anak lagi nggak?”“Nggak!” jawab Yara galak. “Tiga aja cukup.”Oliver terkekeh di seberang sana. “Kali aja mau. Aku siap, kok. Kalau aku pulang nanti aku siap nambah anak lagi.”“Idih! Itu sih maunya kamu.” Yara memutar bola matanya malas, lalu ikut tertawa saat Oliver tertawa di ujung telepon.“Kamu nggak tanya kapan aku pulang, gitu? Atau maksa aku pulang?” Suara Oliver terdengar menggoda.“Memangnya kenapa? Kan sudah jelas kamu akan pulang tiga hari lagi.”Yara bangkit dari kursi kerja suaminya. Walaupun sebenarnya ia rindu pada Oliver setelah LDR hampir satu minggu. Namun Yara terlalu gengsi untuk mengakui dan memaksa Oliver pulang. Ia bahkan sering duduk di kursi kerja Oliver demi mengobati rasa rindunya pada pria itu.“Paksa aku pulang, kek. Aku kangen kamu dan anak-anak. Tapi pekerjaan di sini belum selesai.” Oliver terdengar menghela napas panjang. Saat ini ia sedang berada di luar kota untuk perjalanan kantor.Belum sempat Yara menanggapi ucapan suami

  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   Extra Chapter 7. Ending

    Oliver duduk dengan punggung tegak di atas sunbed, netra hitam di balik kacamata hitamnya memperhatikan Yara yang sedang mengajari Avery berjalan tanpa alas kaki di atas pasir pantai. Deburan ombak sesekali terdengar dari kejauhan, diiringi bunyi sekawanan burung camar yang sesekali melintas di udara. “Sial! Apa yang laki-laki itu lakukan?” desis Oliver pada dirinya sendiri saat melihat seorang lelaki tak dikenal menghampiri Yara dan mengajaknya mengobrol. Tidak bisa dibiarkan. Detik itu juga Oliver berdiri, dan sempat bicara pada si kembar Arthur dan Airell yang tengah bermain pasir di sebelahnya, “Arthur, Airell, tunggu di sini sebentar.” Oliver bergegas menghampiri Yara setelah mendapat anggukkan dari kedua anaknya. “Maaf, ada kepentingan apa Anda dengan istri saya?” tanya Oliver pada lelaki itu tanpa basa-basi sambil menekankan kata ‘istri saya’. Lelaki yang hanya mengenakan celana selutut itu tersenyum canggung dan tampak terintimidasi oleh tatapan tajam Oliver. “Oh, t

  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   Extra Chapter 6.

    “Kak Zio!”“Yeay! Kak Zio datang! Aku kangen Kak Zio!”Arthur dan Airell berlari menghampiri Zio. Zio berjongkok, merentangkan kedua tangan dan memeluk si kembar secara bersamaan.“Aku juga kangen kalian,” ucap Zio sambil tertawa bahagia.Arthur yang pertama kali melepaskan diri dari pelukan itu. “Kak Zio, ayo lihat adik aku. Avery cantik, lho!”Mendengar ucapan Arthur, Airell pun cemberut. “Memangnya aku tidak cantik?”“Cantik, sih. Tapi sedikit.” Arthur tertawa jahil.“Arthur...!” rengek Airell dengan bibir yang semakin memberengut.Zio tersenyum dan menggenggam tangan Airell. “Kamu cantik, Airell. Nggak ada yang ngalahin cantiknya kamu.”Mata Airell seketika berbinar-binar. “Sungguh?”“Hm! Aku serius.” Zio mengangguk. “Kalau begitu ayo kita lihat Avery. Di mana dia sekarang?”Airell tersenyum ceria, ia menarik tangan Zio sambil berkata, “Avery lagi sama Daddy. Ayo!”Melihat interaksi mereka bertiga, Yara pun tersenyum penuh haru. Tak bisa dipungkiri bahwa ia pun merindukan Zio.“Zi

  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   Extra Chapter 5.

    “Oliver, kamu baik-baik saja?” Marshall menelengkan kepala, menatap wajah sepupunya yang terdapat lingkaran hitam di bawah matanya. “Kamu sepertinya kurang tidur.”Oliver mengembuskan napas panjang. Ia duduk dengan tegap di sofa, tepat di hadapan Marshall. “Menurutmu aku bisa tidur nyenyak? Setiap malam Avery selalu bangun dan saat siang dia tidur nyenyak.”Avery William adalah nama untuk anak ke tiga Yara dan Oliver. Nama itu Oliver sendiri yang memberikannya.Mendengar keluhan Oliver, Marshall tertawa puas. “Gimana dengan Yara?”“Aku membiarkan dia tidur kalau malam. Lagian Avery selalu ingin bersamaku. Seolah-olah dia tahu kalau dulu ayahnya nggak menemani kakak-kakak dia waktu masih bayi.” Oliver tersenyum kecil, hatinya berdenyut nyeri kala membayangkan Yara melewati masa-masa mengurus bayi kembar sendirian.“Mengurus satu bayi saja sudah repot, apalagi dua,” timpal Marshall, “kamu tahu maksudku?”Oliver mengembuskan napas. “Aku tahu. Kamu nggak perlu menambah rasa bersalahku kar

  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   Extra Chapter 4.

    Oliver terduduk lemas di kursi yang ada di koridor rumah sakit. Wajahnya pucat pasi. Rambutnya acak-acakan. Dan kedua lengannya tampak merah, dipenuhi bekas gigitan dan cakaran. Oliver melamun. Seakan-akan sibuk dengan dunianya sendiri, hingga Oliver mengabaikan keadaan di sekitarnya.Jingga keluar dari ruangan bersalin. Ia prihatin melihat kondisi Oliver yang tampak terguncang. Lalu menghampirinya.“Oliver, kenapa kamu diam di sini? Yara dan bayi kalian menunggu di dalam,” ucap Jingga dengan lembut.Ya, Yara sudah melahirkan beberapa saat yang lalu ditemani Oliver. Setelah bayinya berhasil dilahirkan dengan selamat dan sempurna, Oliver pun keluar dari ruangan itu dan duduk termenung sendirian.“Oliver...,” panggil Jingga saat Oliver tidak merespons ucapannya.Oliver tetap bergeming. Melamun dengan tangan gemetar.Jingga menghela napas panjang. Ia duduk di samping putranya, lalu menggenggam tangannya yang terasa dingin.Saat itulah Oliver keluar dari lamunannya dan menatap Jingga deng

  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   Extra Chapter 3.

    “Oliver, perutku sakit banget.”Bisikan Yara tersebut berhasil menghentikan Oliver yang sedang berbincang-bincang dengan kliennya. Oliver langsung menoleh pada Yara dan melihat wanita itu tengah mengerutkan kening seperti menahan rasa sakit.“Sayang, perut kamu sakit?”Yara mengangguk. “Sakit banget,” katanya sembari mencengkeram lengan Oliver kuat-kuat.Raut muka Oliver seketika berubah menegang. Tangannya menangkup pipi Yara dan berkata dengan tegas, “Kita ke rumah sakit sekarang!”Tanpa basa-basi, Oliver segera mengangkat Yara ke pangkuan. Sikapnya itu mengundang perhatian dari orang-orang di sekitar mereka. Namun Oliver tampak tidak peduli. Saat itu juga ia membawa Yara keluar dari ballroom dengan ekspresi panik yang gagal ia sembunyikan.“Oliver, jangan terlalu khawatir. Sekarang sakitnya sudah hilang lagi, kok,” kata Yara, berusaha menenangkan Oliver yang kini tengah mengemudi dengan tatapan kalut.“Sayang, mana bisa aku nggak khawatir,” sergah Oliver sembari mengusap wajah deng

  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   Extra Chapter 2.

    “Oliver, sudah kubilang, aku bisa melakukannya sendiri. Astaga....”“Tidak! Selama aku bisa melakukannya untukmu, akan kulakukan!” tegas Oliver, sebelum akhirnya pria itu memangku Yara ke kamar mandi.Yara memutar bola matanya malas, tapi ia tidak menolak lagi. Karena sekali lagi Yara menegaskan, Oliver adalah pria yang tidak menerima penolakan.Sejak awal kehamilan, Oliver selalu memberi perhatian lebih dan memanjakan Yara. Apalagi saat kehamilan Yara sudah membesar seperti sekarang, Oliver bahkan tidak mengizinkan Yara melakukan aktifitas yang sedikit berat. Pria itu lebih banyak menghabiskan waktu di rumah. memenuhi segala kebutuhan Yara dan melayaninya dengan sepenuh hati.Oliver sering berkata pada Yara bahwa ia ingin menebus kesalahannya di masa lalu yang tidak menemani Yara sewaktu kehamilan si kembar.“Jangan lihat aku. Aku malu,” protes Yara saat Oliver sudah melepaskan seluruh kain yang membungkus tubuhnya.Oliver tersenyum kecil. “Apa yang membuat kamu malu, Sayang?” tanya

  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   Extra Chapter 1.

    “Daddy! Mommy! Ada tamu!”“Shit!” Oliver mengumpat sambil memejamkan matanya sejenak kala mendengar seruan Airell di luar sana.Namun, hal itu tidak menyurutkan gairah Oliver. Ia berusaha menggerakkan dirinya dengan selembut mungkin agar tidak menyakiti istrinya yang kini berada di hadapannya. Posisi wanita itu memunggunginya.“Oliver...,” desah Yara sambil mencengkeram sprai erat-erat. Ia menggigit bibir bawahnya, menahan desah agar tidak keluar lebih keras lagi. “Airel bilang... ada tamu.” Yara berkata dengan napas terengah-engah. “Itu pasti Zara, dia sudah... datang.”“Ssstt!” Oliver menarik dagu Yara agar menoleh ke arahnya. Lantas dilumatnya bibir sang istri dengan rakus tanpa menghentikan gerakannya. “Jangan hiraukan, Sayang. Fokus saja padaku,” bisik Oliver sesaat setelah ia menjauhkan bibir mereka berdua.“Daddy! Mommy! Ada Aunty Zara!” seru Airell lagi, kali ini diiringi ketukan pintu.

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status