Share

40. Perhatian Oliver

Penulis: Rosa Uchiyamana
last update Terakhir Diperbarui: 2024-11-04 14:00:00

“Kenapa aku tiba-tiba begini?” keluh Yara sambil mengusap wajahnya yang basah menggunakan handuk, setelah sebelumnya ia berusaha mengeluarkan isi perut yang terasa bergejolak.

Tadi, saat memasak seafood pun ia sedikit merasa mual, tapi tidak begitu hebat seperti sekarang.

Dengan langkah lemas, Yara kembali ke meja makan. Oliver menghentikan kunyahannya, lalu mendongak, menatap Yara dengan ekspresi datar.

“Kamu baik-baik saja?”

Yara mengangguk. “Iya, aku rasa begitu.” Namun ia sedikit ragu dengan jawabannya.

“Wajah kamu pucat,” kata Oliver lagi sambil melanjutkan kembali melahap makanannya yang tinggal separuh di piring.

Yara menatap Oliver sejenak, merasakan kehangatan samar dari perhatian yang tersembunyi di balik nada datarnya. “Aku baik-baik saja,” ulangnya, meskipun tubuhnya terasa lelah. Ia duduk di kursinya dan me
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (5)
goodnovel comment avatar
Siti Nur janah
yara hamil apa nanti reaksi Oliver ya, akan biasa aja atau marah dan frustasi lagi
goodnovel comment avatar
fauziah Zie
ayolah Zara tinggalin itu laki labil,, jir
goodnovel comment avatar
Valenka Lamsiam
masih inget zara aja. di tinggalin yara baru tau rasa kamu oliver
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   41. Reaksi Oliver

    Yara memandang dua garis merah di alat tes kehamilan dengan perasaan campur aduk. Lututnya lemas, membuat tubuhnya jatuh ke lantai kamar mandi dengan hati yang berdenyut perih. “Nggak mungkin…,” bisiknya. Pikirannya berputar dengan cepat, menolak kenyataan yang baru saja ia lihat. Tapi di dalam hatinya, ia tahu kebenaran itu tidak bisa dihindari.Kehamilan. Bagaimana ini bisa terjadi?Yara menggigit bibirnya, ketakutan dan kebingungan membanjiri dirinya. Mereka baru menikah, dan hubungannya dengan Oliver masih terasa asing dan tegang. Kehamilan ini bukan bagian dari rencana mereka—mungkin bukan bagian dari rencana Oliver sama sekali.Yara memejamkan matanya sejenak, mencoba menenangkan diri, tetapi bayangan wajah Oliver terus muncul dalam benaknya. Bagaimana Oliver akan bereaksi? Apakah dia akan marah? Atau mungkin malah akan semakin membencinya? Ia tahu betapa rumit perasaan Oliver terhadap dirinya, dan sekarang, be

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-04
  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   42. Sebuah Keputusan

    Mendengar pertanyaan itu, tubuh Yara menegang bak disambar petir. Tangannya mengepal, bergetar hebat.“Anak siapa?” ulang Yara dengan tatapan tak percaya. “Kamu tanya ini anak siapa?”Oliver mengembuskan napas kasar, berdiri mendekati Yara dan tersenyum sinis. “Kita baru satu kali melakukannya. Nggak mungkin kejadian malam itu membuat kamu hamil, bukan?”Yara merasakan hatinya seperti diremas-remas, pedih dan berdarah-darah. “Lalu maksud kamu, secara nggak langsung kamu bilang kalau aku hamil anak pria lain, Oliver?” Suara Yara terdengar bergetar, air mata menumpuk di pelupuk matanya.“Ya, kurasa begitu—“Plak!!!Wajah Oliver terlempar ke samping ketika sebuah tamparan keras mendarat di pipinya. Rahang Oliver mengeras.“Kamu menamparku, Yara?” desis Oliver dengan tatapan tajam.Yara berusaha menahan air matanya agar tidak t

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-04
  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   43. Baik Kalau Memang Itu Maumu

    “A-apa?” Yara merasakan dunia berhenti berputar dan tubuhnya menggigil mendengar apa yang Oliver ucapkan barusan. “Tolong katakan sekali lagi.” Mungkin saja ia salah dengar.Oliver mengembuskan napas kasar. “Aku nggak mau memiliki anak dari wanita lain, selain Zara,” ujarnya dengan ekspresi dingin, yang membuat Yara bagai diserang ratusan anak panah. “Maka dari itu, gugurkan kandunganmu. Aku sama sekali nggak menginginkan anak itu—“Tepat setelah mengatakan kalimat kejam tersebut, sebuah tamparan keras mendarat di pipi Oliver. Tangan Yara yang barusan menamparnya, kini bergetar dan terasa dingin.“Sampai dunia kiamatpun, aku nggak akan pernah—nggak akan pernah, menggugurkan anak ini!” desis Yara dengan tatapan terluka. “Nggak peduli kamu akan marah padaku atau tidak!”Oliver mengepalkan kedua belah telapak tangannya. Untuk kedua kalinya Yara menamparnya, di mana dulu Zara sama sekali belum pernah melakukannya. Dan itu—tamparan Yara, melukai harga diri Oliver.“Aku bisa memaksamu mengg

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-05
  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   44. Menyesal

    Jihan menyodorkan tisu yang baru saja ia buka kepada Yara. Sementara itu, di lantai sudah berceceran tisu bekas air mata Yara yang—sejak kedatangannya ke rumah Jihan, tak ingin berhenti mengalir.“Baiklah, kalau kamu belum mau cerita mengenai permasalahanmu,” ucap Jihan, prihatin, melihat sahabatnya yang selalu ceria itu kini bagai ayam yang murung. “Tapi asal kamu tahu, telingaku selalu siap mendengarkan setiap keluh kesahmu.”Yara mengambil tisu berikutnya, mengusap air mata dan membuang ingus. Matanya bengkak. Ia memutuskan “pulang” ke rumah Jihan ketimbang ke rumah ibunya. Sebab Yara tak ingin membuat ibunya bertanya-tanya dan berpikir berlebihan, yang akan mempengaruhi kesehatannya.“Terima kasih,” ucap Yara, “tapi aku belum bisa cerita sekarang, Jihan. Aku harap kamu mengerti.”“It’s okay... it’s okay. Aku mengerti, kok.” Jihan mengusap kepala Yara dengan tatapan prihatin.“Ngomong-ngomong, aku boleh tinggal di sini untuk sementara waktu? Aku nggak bisa pulang ke rumah Ibu, ngga

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-05
  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   45. Tertawa dengan Pria Lain

    Satu minggu sudah Yara ‘bersembunyi’ di rumah Jihan. Ia mencabut sim card dari ponselnya karena Oliver beberapa kali meneleponnya. Yara ingin hidup tenang tanpa bayang-bayang pria itu di hidupnya. Lagi pula, Oliver sudah mengusirnya pergi dari hadapannya, bukan? Selama satu minggu itu Yara diserang ‘morning sickness’ setiap pagi atau setiap kali ia mencium bau menyengat. Kehamilan ini benar-benar menyiksanya, sehingga ia sulit produktif. Namun meski begitu, ia tetap akan mempertahankan janin di perutnya apapun yang terjadi, walaupun tanpa Oliver di sisinya. “Janinnya baru sebesar biji kacang hijau, Mbak. Lihat, dia lucu sekali, ‘kan?” ucap dokter kandungan yang tengah memeriksa kehamilan Yara. Yara menatap monitor yang menampilkan gambar janin sebesar biji kacang itu dengan perasaan campur aduk, jantungnya berdebar kencang. “Dia sehat-sehat, ‘kan, Dok? Morning sickness yang saya alami nggak akan mempengaruhi kondisinya, ‘kan?” "Tenang saja, Mbak Yara," ujar dokter kandungan itu

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-06
  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   46. Bersembunyi

    Yara sedang memandangi tiket konsernya Marshall dengan hati senang, kala ia menyadari ada sebuah mobil yang berhenti di halaman rumah Jihan. Itu bukan suara mobil kekasihnya Jihan. Selama satu minggu tinggal di rumah ini, Yara sering melihat kekasihnya Jihan datang kemari, membuat Yara mengenali suara deru mesin mobilnya yang cukup berisik. Berbeda dengan kali ini, deru mesin mobil itu terdengar halus, membuat Yara penasaran, lalu mengintip dari gorden yang ia singkap sedikit. Dan seketika itu juga, mata Yara terbelalak kala melihat mobil yang sangat ia kenali itu. Seorang pria berjas hitam keluar dengan gagah dari sana. Jantung Yara berpacu cepat. Ketakutan seketika menjalari sekujur tubuhnya. Buru-buru ia keluar dari kamar dan menghampiri Jihan yang sedang menelepon kekasihnya. “Jihan! Kalau Oliver datang mencariku, bilang aku nggak ada dan kamu nggak tahu di mana aku sekarang!” “Hm? Apa yang kamu katakan?” Jihan menjauhkan ponsel dari telinga. “Aku lihat di luar ada Oliver. D

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-06
  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   47. Memaksa Pulang

    “Kamu bekerja di Pacific Mall?”“Ke-kenapa Anda tahu?”Oliver menunjuk seragam kerja Jihan yang menggantung di standing hanger, dengan dagu.“Ah... iya, saya bekerja di sana.” Jihan tertawa, mencoba mencairkan suasana yang terasa tegang setelah barusan Oliver menelepon nomor Yara dan terdengar deringan ponsel di dalam kamar.Dasar Yara bodoh! pekik Jihan dalam hati.“Tapi Anda harus percaya sama saya, di dalam memang ada handphone Yara, tadi dia sempat ke sini dan handphone-nya tertinggal di—““Apa menurutmu saya akan percaya pada omong kosongmu?” sela Oliver, yang membuat Jihan menelan ludah. Oliver memutar kenop pintu, tetapi terkunci. “Berikan kunci ganda atau saya akan menelepon manajer Pacific Mall untuk memecatmu!”Ancaman Oliver tersebut membuat Jihan terkesiap. Tentu saja ia tahu bahwa Pacific Mall merupakan salah satu anak usaha dari New Pacific Group, perusahaan yang Oliver pimpin.Akhirnya, karena ancaman Oliver tampak tidak main-main dan ia tak ingin dipecat, Jihan memberi

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-06
  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   48. Anakku Juga

    Oliver tidak benar-benar fokus pada kemarahan Yara yang terus mengomel selama perjalanan. Ia tidak mengerti, kenapa yang ada di dalam kepalanya hanya tentang pertemuan Yara dan Marshall di cafe tadi siang? Sial!Oliver mengumpat sambil menepikan mobil ke pinggir jalan.“Yara, apa yang kamu lakukan di belakangku bersama Marshall?” Lagi-lagi Oliver mengumpat karena pertanyaan itu tak dapat ia cegah. Bayangan Yara yang tertawa bersama sepupunya membuat kemarahan Oliver tidak dapat dibendung lagi.Yara mengerutkan kening, menatap Oliver dengan tatapan bingung. “Kamu tahu aku ketemu Marshall?”“Tentu saja.”“Jadi, diam-diam kamu memperhatikanku?” tanya Yara sambil mendengus kasar.Oliver mengembuskan napas berat. Ia menatap Yara dengan tatapan sulit diartikan. “Jadi itu yang kamu lakukan selama aku nggak ada, Yara? Kamu tertawa bersamanya seolah-olah kamu istri yang

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-07

Bab terbaru

  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   207. Obsesi

    Yara mencoba menarik napas dalam-dalam untuk menenangkan diri, tapi bunyi gagang pintu yang terus digoyang semakin membuatnya panik. Tiba-tiba, suara itu berhenti, membuat keheningan terasa lebih mencekam.Kemudian, suara berderit pelan terdengar. Sesuatu tampaknya sedang dilakukan di luar pintu, seperti seseorang sedang mengutak-atik kunci dengan alat. Yara menahan napas, telinganya fokus pada setiap suara yang masuk.Dengan tangan gemetar, Yara mencoba menelepon satpam dan sopir—yang seharusnya mereka ada di depan rumah sekarang. Namun, panggilan Yara tidak terangkat.“Yara, ini aku.” Suara yang terdengar familiar—yang sekaligus memicu ketakutan, menyapanya dari luar pintu. “Buka pintunya, aku hanya ingin bicara.”Yara membelalak. Itu suara Leonard. Leonard yang selama ini ia hindari karena obsesi gilanya.“Leonard?!” Suara Yara bergetar. “Apa yang kamu lakukan di sini?”“Yara, aku tidak akan menyakitimu,” jawab Leonard dengan nada lembut tapi terdengar menyeramkan. “Aku hanya ingin

  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   206. Orang Mencurigakan

    Selepas kepergian Zara beberapa saat kemudian, Davin dan Jingga menjemput Zio, Arthur dan Airell untuk diajak pergi jalan-jalan. Jadilah saat ini Yara ditinggal sendirian di rumah bersama Lisa.Yara menghabiskan waktunya di kamar dengan menonton televisi. Sejujurnya ia merasa bosan terus menerus diam di kamar, tapi ia berusaha patuh pada apa yang dikatakan suaminya. Yara tidak mau mengambil risiko terjadi sesuatu pada kehamilannya akibat ia yang tidak mendengarkan apa kata Oliver.Pada saat yang sama, ketukan di pintu terdengar. Yara mengalihkan tatapannya dari layar televisi ke arah pintu.“Masuk!”Detik berikutnya Lisa muncul di sana dengan senyuman ramah. “Nona, orang yang akan memasang AC di kamar Non Airell sudah datang.”“Oh? Oke. Tolong awasi ya, Bik,” pinta Yara dengan sopan.“Baik, Non.”Lisa mengangguk dan bergegas meninggalkan kamar Yara. Namun, sebagai orang yang sudah lama bekerja di keluarga itu, instingnya tidak bisa diabaikan. Ada sesuatu yang terasa janggal dengan tuk

  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   205. Mommy Yang Hebat

    Yara tengah berjemur di balkon lantai dua sambil memperhatikan Zio, Arthur dan Airell yang sedang berenang ketika Zara datang.Yara cukup terkejut mendapati kedatangan saudari kembarnya itu. Lisa membawa Zara mendekati Yara.“Hai,” sapa Zara dengan canggung. “Boleh aku menemui Zio?”Yara berusaha menyunggingkan senyuman kecil, lalu mengangguk. “Tentu saja,” jawabnya, ia menunjuk kolam renang yang ada di bawah mereka. “Zio lagi berenang sama anak-anakku.”Anak-anakku.Zara tertegun. Ia mengalihkan tatapannya dari Yara ke arah dua bocah kecil yang tampak seumuran di bawah sana. “Anak-anakmu... kembar?”“Mm-hm. Mereka kembar. Namanya Arthur dan Airell. mereka keponakanmu, Zara.”Zara kembali tampak tertegun.Yara menepuk kursi kosong di sebelahnya. “Duduklah.” Lalu menatap Lisa dan berkata, “Bik, tolong siapkan minuman untuk Zara. Zara, kamu mau minum apa?”Zara menggelengkan kepala. “Apa saja, asal nggak terlalu manis,” jawabnya singkat.Lisa mengangguk sebelum meninggalkan balkon untuk

  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   204. Tempat Berlabuh

    Yara merasa gelisah. Pasalnya, sampai saat ini Oliver tak kunjung pulang, padahal waktu sudah menunjukkan hampir pukul tiga dini hari. Ia berguling ke kiri dan kanan, mencari kenyamanan dalam tidurnya. Namun Yara merasa tak ada posisi yang membuatnya nyaman. Hingga tak lama kemudian, Yara mendengar deru mesin mobil yang berhenti di depan rumah. Seketika itu juga Yara terlonjak dari tidurnya, merasa lega. Tidak perlu melihat siapa yang datang, karena Yara sudah mengenali bagaimana halusnya deru mobil suaminya itu. Yara duduk bersandar di headboard, menanti Oliver tiba di kamar. Sampai akhirnya tak lama kemudian pintu kamar terbuka dan muncul sosok Oliver dengan wajah kusut di sana. “Oliver, kenapa kamu baru pulang? Apa masalahnya benar-benar serius?” tanya Yara dengan nada khawatir. Oliver mendekati Yara seraya memandangnya dengan tatapan dalam. “Kenapa kamu bangun, Sayang? Atau kamu nggak tidur karena nungguin aku?” tanyanya sebelum merundukan badan dan mengecup kening Yara deng

  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   203. Serangan

    Oliver menatap mata Yara yang terpejam dan bibirnya bergantian. Tangannya terulur, menangkup pipi Yara dengan hangat. Melihat wajah istrinya dari jarak sedekat ini membuat jantung Oliver berdetak kencang. Wanita itu terlalu menggoda, bahkan dalam tidurnya sekalipun, seperti sekarang.Wajah Oliver semakin mendekat ke wajah Yara. Mengikis jarak di antara mereka. Bibir mereka bertemu, Oliver bisa merasakan sesuatu yang lembut dan dingin menempel di bibirnya.“Mommy...! Daddy...! Boleh aku masuk?!”Seruan Airell dari luar sana membuat Oliver secara spontan menjauhkan wajahnya dari Yara. Ia memejamkan matanya sejenak. Lalu mengembuskan napas panjang.Dengan perlahan ia menarik tangannya yang dijadikan bantal kepala Yara. Membuat Yara akhirnya terbangun.Yara mengerjap pelan, mencoba menyesuaikan penglihatannya dengan cahaya lampu kamar yang temaram. Wajah Oliver yang begitu dekat membuatnya terkejut.“Kamu kenapa? Kok bengong begitu?” tanya Yara dengan suara serak, masih setengah mengantuk

  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   202. Sumpah Oliver

    [Marshall, bisa datang ke rumahku sekarang juga? Ada sesuatu yang ingin aku bicarakan.]Oliver menunjukkan pesan itu kepada Yara, yang membuat senyuman Yara mengembang lebar. Dan melihat istrinya tersenyum selebar itu, hati Oliver terasa menghangat, meski jauh di dalam hatinya ia mulai merasa waswas akan pertemuan Yara dengan Marshall nanti.“Sayang, lihat, ‘kan? Aku sudah kirim pesan ke Marshall,” ujar Oliver, “sekarang kamu boleh merasa sedikit lebih tenang.”Yara mengangguk kecil. Lalu ia mengulurkan kedua tangannya, memeluk pinggang Oliver dan menyandarkan kepala di dada bidangnya. “Terima kasih. Kamu memang suami terbaik. Aku beruntung punya kamu dan aku sangat mencintai kamu.”Mendengar kata-kata Yara tersebut, Oliver merasakan jantungnya berdebar-debar. Ia berusaha mengatur napasnya dan berbisik di telinga Yara, “Jangan menggombaliku terus menerus, Sayang. Aku jadi ingin memakanmu.”Yara terkekeh pelan. Ia mendorong dada Oliver dengan jari telunjuknya. “Ingat kata dokter? Kita

  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   201. Keinginan Konyol Yara

    Setelah tiga hari dirawat di rumah sakit, dokter akhirnya mengizinkan Yara pulang. Namun meski begitu, dokter mengharuskan Yara agar bedrest selama beberapa waktu. Dan hal itu membuat Oliver memutuskan untuk bekerja dari rumah demi menemani Yara di masa awal-awal kehamilannya.Dulu, ia sudah membuang banyak waktu di masa kehamilan Yara. Sehingga sekarang Oliver tidak ingin melewatkannya lagi dan ingin menjadi suami yang benar-benar selalu ada untuk istrinya kapanpun dibutuhkan.Kini Oliver baru keluar dari kamar mandi ketika melihat Yara tengah menatapnya dengan tatapan penuh permohonan, di atas kasur. Meski Yara tidak berkata apa-apa, tapi Oliver tahu bahwa wanitanya itu tengah menginginkan sesuatu.“Sayang, ada yang kamu inginkan, ya?” tanya Oliver sambil menghampiri ranjang. Lalu duduk di tepian, tepat di samping Yara yang sedang terbaring setengah duduk.Yara menghela napas panjang. Menatap Oliver dengan ragu-ragu, sebelum akhirnya ia mengangguk dan berkata, “Iya, aku menginginkan

  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   200. Lebih Indah Dari Bunga

    Oliver akhirnya memutuskan membawa Yara keluar untuk menikmati udara segar. Dengan izin dokter, Oliver mendorong kursi roda yang diduduki Yara menuju taman rumah sakit yang dipenuhi bunga-bunga bermekaran.“Sayang...,” panggil Oliver, yang membuat Yara mendongak ke belakang untuk menatapnya. “Kamu tahu nggak?”“Nggak.” Yara menggeleng polos, membuat Oliver tertawa.“Astaga... aku belum selesai.” Oliver mengusap wajah Yara dengan mesra sambil tertawa kecil. “Kamu tahu nggak? Bunga mawar itu memang indah, tapi kalah indah sama senyuman kamu.”Ya Tuhan... Yara merasakan pipinya memanas seketika saat mendengar gombalan Oliver yang terdengar cringe itu.Yara tertawa kecil, menutupi wajahnya dengan kedua tangan. “Astaga, Oliver. Kalau orang lain dengar, mereka pasti bakal muntah karena dengar gombalan kamu.”“Biarin aja,” balas Oliver santai sambil terus mendorong kursi roda Yara. “Yang penting istriku tersenyum.”Yara kembali tertawa.Mereka berhenti di bawah pohon besar yang rindang. Caha

  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   199. Kabar Bahagia

    “Sayang, kamu mau ke mana?!” Oliver terlonjak dari tidurnya kala ia melihat Yara bangkit dari kasur.Yara yang tak menyadari bahwa suaminya sudah bangun, terkejut dan menoleh ke arah pria itu. “Aku cuma mau ke kamar mandi,” jawab Yara sambil meringis kecil.Oliver buru-buru beranjak dari sofa dan menghampiri ranjang pasien sambil mengomel, “Seharusnya kamu bangunin aku, Sayang. Bukannya malah melakukannya sendiri.”Yara terkekeh kecil melihat raut muka suaminya yang masih setengah mengantuk itu tapi dipaksakan untuk menunjukkan ekspresi tegas.“Kamu lagi tidur. Mana bisa aku ganggu tidur kamu,” gerutu Yara. Selama dalam penerbangan dari Maldives Oliver tidak tidur karena menemani Yara yang terus muntah-muntah. Jadilah sore ini Oliver ketiduran di sofa. Dan Yara tidak tega untuk mengganggu tidurnya.Oliver melepas infusan dari tiangnya. Lalu mengangkat Yara ke pangkuan. Secara spontan Yara mengalungkan lengannya di leher Oliver.“Kamu nggak boleh melakukan aktifitas berat dulu, walaupu

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status