Share

38. Hadiah Dari Oliver

Penulis: Rosa Uchiyamana
last update Terakhir Diperbarui: 2024-11-01 14:00:00

Yara berdiri di tengah lapangan basket dengan bola di tangannya. Matahari sore mulai memerah, memancarkan cahaya keemasan yang menambah keheningan di sekitarnya. Lapangan itu tampak sepi, hanya ada angin yang sesekali menerpa wajahnya.

Yara memantulkan bola beberapa kali, setiap suara pantulan bola itu seolah menggemakan kenangan yang tak bisa ia lupakan.

Setiap kali ia melihat lapangan basket, kenangan masa lalunya bersama Oliver terus membayang di benaknya. Dulu, mereka sering bermain basket bersama, tertawa, dan bersaing dengan canda tawa yang membuat hati Yara penuh dengan kebahagiaan. Tapi sekarang, semua itu hanya terasa sebagai kenangan yang jauh dan sulit dijangkau.

‘Kamu tahu, Yara? Aku pernah mengalami kejadian yang sama, seperti ini, di masa lalu dengan Zara. Dan itu pertama kalinya aku jatuh cinta dengan dia.’

Kata-kata Oliver beberapa hari yang lalu kembali terngiang di
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (6)
goodnovel comment avatar
Siti Nur janah
nanti kasih kilas balik kenapa Zara sampai nikung Yara ya kak, pengen banget tau alasannya, misterius banget
goodnovel comment avatar
Lucya Kurnialin Ha
Oliver mulai gelisaaah...ayo kak ocha buat hidupnya oliver makin penuh warna ngadepin yara
goodnovel comment avatar
Gita
Sakit banget emang sih jadi yara ditikung adik kembar sendiri.
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   39. Terpana

    Saat Oliver membuka pintu rumah, suara tangisan nyaring menyambutnya. Zio tengah menangis dengan suara kencang di ruang tengah. Kepalanya sedikit pening mendengar suara tangisan yang tak kunjung mereda. Seketika, ia merasa cemas dan penasaran, kenapa anaknya bisa menangis begitu keras."Zio, sayang... tenang dulu, ya." Suara Yara terdengar sedang berusaha menenangkan Zio, tetapi sedikit putus asa.Oliver meletakkan tas kerjanya di meja, lalu berjalan cepat menuju sumber suara. Dari balik pintu ruang tengah, ia melihat Yara sedang berjongkok di depan Zio, mencoba menenangkannya. Wajahnya tampak lelah, tapi tetap penuh kasih sayang. Zio sedang tantrum, berguling-guling di lantai dengan air mata mengalir di pipinya.Yara menghela napas panjang, ia mencoba memberikan Zio mainan favoritnya, tapi Zio tetap menangis keras. Oliver hendak melangkah maju untuk membantu, tetapi ia tiba-tiba berhenti saat melihat Yara berdiri dan melakukan sesuatu yang tak diduga-duga.Yara dengan ekspresi penuh

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-03
  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   40. Perhatian Oliver

    “Kenapa aku tiba-tiba begini?” keluh Yara sambil mengusap wajahnya yang basah menggunakan handuk, setelah sebelumnya ia berusaha mengeluarkan isi perut yang terasa bergejolak. Tadi, saat memasak seafood pun ia sedikit merasa mual, tapi tidak begitu hebat seperti sekarang. Dengan langkah lemas, Yara kembali ke meja makan. Oliver menghentikan kunyahannya, lalu mendongak, menatap Yara dengan ekspresi datar. “Kamu baik-baik saja?” Yara mengangguk. “Iya, aku rasa begitu.” Namun ia sedikit ragu dengan jawabannya. “Wajah kamu pucat,” kata Oliver lagi sambil melanjutkan kembali melahap makanannya yang tinggal separuh di piring. Yara menatap Oliver sejenak, merasakan kehangatan samar dari perhatian yang tersembunyi di balik nada datarnya. “Aku baik-baik saja,” ulangnya, meskipun tubuhnya terasa lelah. Ia duduk di kursinya dan me

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-04
  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   41. Reaksi Oliver

    Yara memandang dua garis merah di alat tes kehamilan dengan perasaan campur aduk. Lututnya lemas, membuat tubuhnya jatuh ke lantai kamar mandi dengan hati yang berdenyut perih. “Nggak mungkin…,” bisiknya. Pikirannya berputar dengan cepat, menolak kenyataan yang baru saja ia lihat. Tapi di dalam hatinya, ia tahu kebenaran itu tidak bisa dihindari.Kehamilan. Bagaimana ini bisa terjadi?Yara menggigit bibirnya, ketakutan dan kebingungan membanjiri dirinya. Mereka baru menikah, dan hubungannya dengan Oliver masih terasa asing dan tegang. Kehamilan ini bukan bagian dari rencana mereka—mungkin bukan bagian dari rencana Oliver sama sekali.Yara memejamkan matanya sejenak, mencoba menenangkan diri, tetapi bayangan wajah Oliver terus muncul dalam benaknya. Bagaimana Oliver akan bereaksi? Apakah dia akan marah? Atau mungkin malah akan semakin membencinya? Ia tahu betapa rumit perasaan Oliver terhadap dirinya, dan sekarang, be

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-04
  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   42. Sebuah Keputusan

    Mendengar pertanyaan itu, tubuh Yara menegang bak disambar petir. Tangannya mengepal, bergetar hebat.“Anak siapa?” ulang Yara dengan tatapan tak percaya. “Kamu tanya ini anak siapa?”Oliver mengembuskan napas kasar, berdiri mendekati Yara dan tersenyum sinis. “Kita baru satu kali melakukannya. Nggak mungkin kejadian malam itu membuat kamu hamil, bukan?”Yara merasakan hatinya seperti diremas-remas, pedih dan berdarah-darah. “Lalu maksud kamu, secara nggak langsung kamu bilang kalau aku hamil anak pria lain, Oliver?” Suara Yara terdengar bergetar, air mata menumpuk di pelupuk matanya.“Ya, kurasa begitu—“Plak!!!Wajah Oliver terlempar ke samping ketika sebuah tamparan keras mendarat di pipinya. Rahang Oliver mengeras.“Kamu menamparku, Yara?” desis Oliver dengan tatapan tajam.Yara berusaha menahan air matanya agar tidak t

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-04
  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   43. Baik Kalau Memang Itu Maumu

    “A-apa?” Yara merasakan dunia berhenti berputar dan tubuhnya menggigil mendengar apa yang Oliver ucapkan barusan. “Tolong katakan sekali lagi.” Mungkin saja ia salah dengar.Oliver mengembuskan napas kasar. “Aku nggak mau memiliki anak dari wanita lain, selain Zara,” ujarnya dengan ekspresi dingin, yang membuat Yara bagai diserang ratusan anak panah. “Maka dari itu, gugurkan kandunganmu. Aku sama sekali nggak menginginkan anak itu—“Tepat setelah mengatakan kalimat kejam tersebut, sebuah tamparan keras mendarat di pipi Oliver. Tangan Yara yang barusan menamparnya, kini bergetar dan terasa dingin.“Sampai dunia kiamatpun, aku nggak akan pernah—nggak akan pernah, menggugurkan anak ini!” desis Yara dengan tatapan terluka. “Nggak peduli kamu akan marah padaku atau tidak!”Oliver mengepalkan kedua belah telapak tangannya. Untuk kedua kalinya Yara menamparnya, di mana dulu Zara sama sekali belum pernah melakukannya. Dan itu—tamparan Yara, melukai harga diri Oliver.“Aku bisa memaksamu mengg

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-05
  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   44. Menyesal

    Jihan menyodorkan tisu yang baru saja ia buka kepada Yara. Sementara itu, di lantai sudah berceceran tisu bekas air mata Yara yang—sejak kedatangannya ke rumah Jihan, tak ingin berhenti mengalir.“Baiklah, kalau kamu belum mau cerita mengenai permasalahanmu,” ucap Jihan, prihatin, melihat sahabatnya yang selalu ceria itu kini bagai ayam yang murung. “Tapi asal kamu tahu, telingaku selalu siap mendengarkan setiap keluh kesahmu.”Yara mengambil tisu berikutnya, mengusap air mata dan membuang ingus. Matanya bengkak. Ia memutuskan “pulang” ke rumah Jihan ketimbang ke rumah ibunya. Sebab Yara tak ingin membuat ibunya bertanya-tanya dan berpikir berlebihan, yang akan mempengaruhi kesehatannya.“Terima kasih,” ucap Yara, “tapi aku belum bisa cerita sekarang, Jihan. Aku harap kamu mengerti.”“It’s okay... it’s okay. Aku mengerti, kok.” Jihan mengusap kepala Yara dengan tatapan prihatin.“Ngomong-ngomong, aku boleh tinggal di sini untuk sementara waktu? Aku nggak bisa pulang ke rumah Ibu, ngga

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-05
  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   45. Tertawa dengan Pria Lain

    Satu minggu sudah Yara ‘bersembunyi’ di rumah Jihan. Ia mencabut sim card dari ponselnya karena Oliver beberapa kali meneleponnya. Yara ingin hidup tenang tanpa bayang-bayang pria itu di hidupnya. Lagi pula, Oliver sudah mengusirnya pergi dari hadapannya, bukan? Selama satu minggu itu Yara diserang ‘morning sickness’ setiap pagi atau setiap kali ia mencium bau menyengat. Kehamilan ini benar-benar menyiksanya, sehingga ia sulit produktif. Namun meski begitu, ia tetap akan mempertahankan janin di perutnya apapun yang terjadi, walaupun tanpa Oliver di sisinya. “Janinnya baru sebesar biji kacang hijau, Mbak. Lihat, dia lucu sekali, ‘kan?” ucap dokter kandungan yang tengah memeriksa kehamilan Yara. Yara menatap monitor yang menampilkan gambar janin sebesar biji kacang itu dengan perasaan campur aduk, jantungnya berdebar kencang. “Dia sehat-sehat, ‘kan, Dok? Morning sickness yang saya alami nggak akan mempengaruhi kondisinya, ‘kan?” "Tenang saja, Mbak Yara," ujar dokter kandungan itu

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-06
  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   46. Bersembunyi

    Yara sedang memandangi tiket konsernya Marshall dengan hati senang, kala ia menyadari ada sebuah mobil yang berhenti di halaman rumah Jihan. Itu bukan suara mobil kekasihnya Jihan. Selama satu minggu tinggal di rumah ini, Yara sering melihat kekasihnya Jihan datang kemari, membuat Yara mengenali suara deru mesin mobilnya yang cukup berisik. Berbeda dengan kali ini, deru mesin mobil itu terdengar halus, membuat Yara penasaran, lalu mengintip dari gorden yang ia singkap sedikit. Dan seketika itu juga, mata Yara terbelalak kala melihat mobil yang sangat ia kenali itu. Seorang pria berjas hitam keluar dengan gagah dari sana. Jantung Yara berpacu cepat. Ketakutan seketika menjalari sekujur tubuhnya. Buru-buru ia keluar dari kamar dan menghampiri Jihan yang sedang menelepon kekasihnya. “Jihan! Kalau Oliver datang mencariku, bilang aku nggak ada dan kamu nggak tahu di mana aku sekarang!” “Hm? Apa yang kamu katakan?” Jihan menjauhkan ponsel dari telinga. “Aku lihat di luar ada Oliver. D

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-06

Bab terbaru

  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   190. Bertemu Dengannya

    Yara menekan bel berulang kali, tapi tidak ada tanda-tanda seseorang akan membuka pintu dari dalam. Mungkin dirinya datang di waktu yang tidak tepat, pikir Yara. Mungkin saja saat ini Zara sedang pergi.Karena tak kunjung mendapat sahutan, Yara akhirnya berbalik untuk kembali kepada suaminya yang menunggu di lobi.Namun, belum lima langkah Yara berjalan, pintu di belakangnya tiba-tiba terbuka, membuat langkah kaki Yara seketika terhenti.“Siapa?”Yara tertegun kala mendengar suara yang barusan bertanya kepadanya. Nada suaranya terdengar datar, seperti orang yang tidak memiliki semangat hidup.Setelah memantapkan hatinya, Yara pun berbalik menghadap orang itu, yang tak lain adalah Zara. Yara bisa melihat Zara terkejut saat menatapnya.“K-Kamu...,” bisik Zara dengan lirih. Matanya membulat, seakan tak percaya dengan apa yang dilihatnya.“Hai!” Yara berusaha menampilkan senyumnya dengan canggung. “Apa kabar? Boleh aku masuk?”Zara terdiam sejenak, membuat Yara merasa bahwa adiknya itu ak

  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   189. Hari-Hari Yang Romantis

    Oliver menatap Yara yang tengah terlelap dengan damai. Senyuman Oliver mengembang lebar melihat betapa cantik dan polos wanitanya itu, seperti bayi yang tidak berdosa. Deru napas Yara terasa halus, membuat Oliver merasakan ketenangan yang hanya didapatkan di kala sedang bersama Yara. “Sayang, bangun,” bisik Oliver nyaris tak terdengar, seolah enggan mengganggu tidur sang istri. Ia menyapukan jemarinya di pipi yang terasa halus di bawah sentuhannya itu. Mata Yara perlahan bergetar, lalu terbuka hingga Oliver bisa menatap mata coklatnya yang indah. Tatapan mata Yara selalu membius Oliver, hingga ia merasa jatuh cinta lagi dan lagi pada orang yang sama setiap waktu. “Sudah siang? Jam berapa sekarang?” tanya Yara dengan suara serak sembari menggeliatkan tangannya ke atas. “Baru jam tujuh, Sayang,” jawab Oliver sambil tersenyum. Sontak, mata Yara terbelalak. “Jam tujuh? Astaga... kenapa kamu nggak bangunin aku? Aku harus pergi ke kantor! Ini gara-gara kamu nggak ngebiarin aku tidur t

  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   188. Pacaran Setelah Menikah

    “Sayang, hari ini aku mau ngajak kamu pacaran dulu ,” kata Oliver setelah kendaraan yang mereka tumpangi berlalu dari rumah Rianti.Tampak kerutan di kening Yara. “Pacaran?” tanyanya tak percaya.“Mm-hm.” Oliver mengangguk, ia meraih tangan Yara dan menggenggamnya, sementara tangan yang lain memegangi stir. “Banyak waktu kita yang terbuang di masa lalu, Sayang. Kita bahkan nggak sempat pacaran dulu. Jadi mulai sekarang, kita harus sering meluangkan waktu untuk berkencan berdua, tanpa anak-anak.”Mendengarnya, Yara pun terkekeh kecil. ia beringsut mendekati suaminya, menyandarkan kepala di bahu bidang pria itu. “Bukankah sekarang kita sedang pacaran?”“Iya, tapi kayak gini saja nggak cukup.”“Lalu? Memangnya kamu mau apa lagi?”“Yaa pacaran seperti orang kebanyakan, lah.” Oliver melabuhkan kecupan mesra di puncak kepala Yara. “Aku mau mengajakmu pergi ke suatu t

  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   187. Mirip Bapaknya

    Genggaman lembut di tangan mengeluarkan Yara dari lamunannya. Yara menoleh dan mendapati suaminya tengah menatapnya sambil tersenyum manis. Senyuman yang membuat Yara lupa bagaimana caranya bernapas.“Kita sudah sampai, Sayang,” ucap Oliver.“Oh?”Yara mengerjap, ia menoleh ke sisi kiri dan baru menyadari bahwa kini mereka berada di halaman rumah ibunya, Rianti.“Sudah sampai ternyata,” gumam Yara sembari hendak melepas sabuk pengaman. Namun, Oliver sudah melakukannya lebih dulu untuknya.“Kamu lagi mikirin apa, hm? Dari tadi aku perhatikan kamu banyak melamun.” Oliver menatap Yara dengan sorot matanya yang dalam dan membius.Tatapan itu membuat jantung Yara berdebar-debar. Yara menghela napas panjang. “Aku cuma lagi mikirin gimana pertemuan aku dan Zara nanti,” ujarnya dengan tatapan menerawang. “Kami saudari kembar, tapi rasanya kami seperti orang asing. Ada

  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   186. Asalkan Yara Bahagia

    “Aku masak sup kesukaan kamu,” kata Yara sambil memeluk Oliver dari belakang. Mereka berjalan menuju dapur dengan posisi seperti itu setelah Oliver berhasil lolos dari dua bocah kecil yang sejak tadi mengerumuninya.Oliver mengerutkan kening, sedikit terkejut. Tangannya menggenggam tangan Yara yang melingkar di depan perutnya.“Whoaa serius? Aku nggak sabar mau coba,” kata Oliver sembari tersenyum lebar.Yara terpaksa melepaskan pelukannya saat tiba di meja makan. Si kembar berlarian menuju meja makan sambil tertawa, lalu sama-sama memeluk kaki ayahnya di kiri dan kanan.Oliver kemudian mendudukkan mereka di kursi berdampingan, lalu Oliver duduk di kursi utama dan menuangkan makanan khusus anak-anak ke piring mereka masing-masing. Sementara itu Yara yang duduk di samping Oliver, berhadapan dengan si kembar, menyiapkan roti panggang dan sup untuk Oliver.Yara menatap Oliver dengan penuh harap saat pria itu mengambil sendok pertama supnya.Oliver memasukannya ke mulut, mengunyah perlaha

  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   185. Menyambutnya Pulang

    Yara tersenyum bahagia melihat Airell dan Arthur berlarian di ruang tengah dengan riang. Saat ini mereka sudah berada di rumah baru Oliver setelah pindah beberapa hari yang lalu.Anak-anak terlihat bahagia sekali. Apalagi saat mereka melihat ruangan khusus bermain yang dipenuhi mainan anak laki-laki dan perempuan. Tak hanya itu, bahkan Oliver menyediakan kolam renang dengan fasilitas lengkap seperti perosotan dan ember tumpah.Selain itu ada lapangan bola basket dan sepak bola di halaman belakang. Fasilitas lengkap yang disediakan membuat anak-anak betah bermain di rumah. Yara merasa bersyukur, terharu dan juga bahagia dengan segala fasilitas yang Oliver berikan untuk mereka.Oliver juga membawa Zio pindah ke rumah ini, dan tentu saja Yara tidak keberatan. Bagaimanapun, Zio adalah keponakannya sendiri, ia menyayangi anak itu seperti anaknya. Namun hari ini, Zio sedang tidak ada di rumah. Anak berusia 8 tahun itu kini berada di rumah Jingga. Meski tahu Zio bukan anak kandung Oliver, ta

  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   184. Hadiah

    Yara tertegun kala melihat banyaknya bukti yang dikumpulkan Oliver mengenai kepalsuan video yang dikirimkan Leonard. Lantas, Yara menatap Oliver dengan mata berkaca-kaca.“Oliver...,” panggilnya lirih, yang membuat Oliver membuka matanya. Kini mata yang indah dan menghipnotis itu menatap Yara dengan lembut. “Tanpa kamu mengumpulkan semua bukti ini juga aku sudah percaya sama kamu, Oliver. Tapi terima kasih, aku sangat menghargai usaha kamu.” Yara tersenyum penuh haru.Oliver menegakkan punggungnya yang semula bersandar di sofa. Lalu memutar tubuh, menghadap Yara sepenuhnya yang duduk di sampingnya.“Aku tahu kamu mempercayaiku, Sayang,” kata Oliver sembari menangkupkan sebelah tangan di pipi kiri Yara. “Tapi aku juga ingin membuktikan padamu bahwa aku nggak pernah mengkhianati kamu selama kamu pergi.”Yara mengangguk. Ia mendekati Oliver, melingkarkan kedua tangan di pinggang pria itu dan menenggelamkan wajah di dada bidangnya. “Aku makin percaya sama kamu. Sekali lagi, terima kasih.”

  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   183. Ancaman Oliver

    “Oliver, ada yang mau aku bicarakan.” Yara berusaha mendorong dada bidang Oliver agar pria itu menghentikan aktifitasnya.Namun, sepertinya Oliver tak ingin berhenti. Ia justru malah memperdalam ciumannya, membuat Yara kewalahan. Oliver mengungkung Yara di kursi penumpang dengan mesin mobil yang masih tetap menyala. Pagi ini ia kembali mengantarkan Yara ke Infinity Events setelah sebelumnya mereka mengantar anak-anak ke sekolah.“Tentang?” tanya Oliver akhirnya setelah beberapa saat kemudian. Pria itu dengan enggan menjauhkan wajah mereka.“Leonard.”“Leonard?” Sontak, Oliver menatap Yara dengan kening berkerut. “Kenapa dengan laki-laki itu? Dia mengganggumu lagi?”Yara menggeleng, ia menangkup rahang suaminya yang kasar di bawah sentuhannya. “Nggak ada, kok,” timpalnya, “tapi semalam, aku dengar dari Airell, kalau Leonard yang memberitahu Airell bahwa kamu nggak sayang dia. Sepertinya Leonard waktu datang ke sekolah, memprovokasi Airell.”“Leonard pernah datang ke sekolah anak-anak?”

  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   182. Rindu

    Waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh malam, tapi Oliver tak kunjung pulang. Yara berkali-kali melirik jam dinding, perasaan khawatir mulai merayapi hatinya. Tak biasanya Oliver pulang sampai selarut ini, pikirnya.Tepat di saat yang sama, terdengar deru mesin mobil yang berhenti di depan rumah. Yara buru-buru menaruh pakaian yang akan ia masukkan ke koper, lalu bergegas membuka pintu.Yara langsung menghela napas lega kala yang ia dapati adalah lelaki yang ia harapkan kedatangannya. Yara tersenyum lebar pada Oliver yang tengah menghampiri. Penampilan pria itu tampak sedikit kusut, tapi hal itu tidak mengurangi ketampanannya.“Oliver, kenapa baru pulang? Aku khawatir terjadi sesuatu pada—“Kata-kata Yara terhenti saat Oliver tiba-tiba menarik pinggangnya dan membungkam mulut Yara dengan bibirnya. Yara seketika lupa bagaimana caranya bernapas saat Oliver menggerakkan bibirnya dengan memberi sedikit penekanan. Lalu Oliver melumatnya dengan rakus seolah-olah bibir Yara adalah sesuatu yan

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status