"Bagaimana keadaan anak saya, dokter?" tanya Neni saat melihat Dokter keluar dari ruangan setelah hampir dua jam di dalam ruangan memeriksa Reza.
"Pasien kritis,"jawab dokter itu. Deg! Jantung Neni seketika berhenti berdetak mendengar ucapan dokter barusan."A–anak saya kritis dokter?" ulang Neni tidak percaya yang dibalas anggukan oleh Dokter tersebut."Kemungkinan bertahan sangat kecil, kecuali qodarullah," jawab dokter tersebut membuat Neni merasa dunianya hancur, anak yang selalu ia bangga-banggakan dan selalu menurut apa yang ia katakan sekarang dalam perjuangan antara hidup dan mati."Dokter saya mohon selamatkan anak saya, berapapun biayanya saya tanggung asal anak saya sehat kembali," ujar Neni memohon-mohon."Kami sebagai tim medis akan berusaha, tapi untuk hasilnya kita serahkan kembali ke yang maha kuasa, namun ada satu hal yang membuat saya sedikit bingung tadi," lanjut Dokter tersebut."Apa dokter?" tanya Neni dengan semangat, mendengar ada harapan itu Neni sampai memegang lengan dokter itu. "Mbak yang bernama Naya bukan?" tunjuk dokter ke arah Sarah, membuat kedua langsung kaget."Nggak dokter, saya Sarah adik Bang Reza," jawab Sarah membuat dokter tersebut nampak sedikit kecewa. "Memangnya ada apa dokter?" tanya Neni was-was."Sebelum kehilangan kesadaran pasien hampir beberapa kali memanggil nama Naya," jawab dokter tersebut. Jleb! lagi-lagi Neni harus berperang dengan hatinya sendiri."Jadi saran saya sebaiknya perempuan yang bernama Naya itu bisa dipertemukan dengan pasien karena terkadang kita gak tau mungkin dengan cara itu pasien lebih bersemangat untuk terus bertahan," lanjut dokter tersebut membuat keduanya benar-benar diam mematung tanpa kata dan tanpa ekspresi."Ibu," panggil dokter tersebut sambil melambaikan tangannya membuat Neni langsung tersadar lalu mengangguk. "Terima kasih banyak dokter," ujar Neni lemas."Sama-sama, kalo begitu saya permisi dulu," lanjut Dokter tersebut, setelah dokter pergi Neni lalu duduk lemas di kursi.Bagaimana bisa ia mencari menantu yang sudah ia buang dengan kejam itu, bahkan ia tidak tau dimana gadis itu sekarang, apakah dia masih hidup atau tidak. "Ma," panggil Sarah membuat Neni langsung menoleh."Bagaimana?" tanya Sarah dengan rasa bersalah, pasalnya ia adalah salah satu orang yang selalu mengadu domba Abangnya dan Kakak iparnya tersebut hingga rumah tangga keduanya kandas dan hancur. "Mama tidak tahu," jawab Neni pasrah.Flashback."Reza lihatlah istrimu itu seharian hanya di kamar aja, begitu kamu pergi kerja ia juga bersenang-senang di kamar seharian, sedangkan yang mengerjakan pekerjaan rumah ibu dan adikmu, yang tegas dong kamu ngedidik istri," ucap Neni saat Reza baru saja pulang kerja."Iya Ma, nanti aku nasehatin. Mungkin karena Naya masih baru aja jadi dia masih sungkan," jawab Reza agar tidak terjadi keributan padahal di hatinya ia sudah benci dengan Naya."Bela trus, kamu harus bijak Reza," lanjut Neni lalu meninggalkan Reza di ruang tamu. Tanpa membuang waktu Reza langsung masuk ke kamar.Ceklek! Bagitu ia masuk ia melihat Naya baru saja selesai sholat, ia langsung berdiri di dekat gadis itu kemudian melipat kedua tangannya, saat Naya berbalik."Astagfirullah," ucap Naya spontan karena kaget melihat suaminya itu ada di hadapannya. Naya menghela nafas panjang lalu ia mengusap dadanya."Kamu tahu kesalahan kamu apa?" tanya Reza tanpa aba-aba, bagaimanapun ia tidak bisa bersikap kasar pada perempuan. Itu adalah prinsip Reza."Apa kak?" tanya Naya bingung. "Kamu bersenang-senang seharian di kamar dan membiarkan Ibu dana adik aku kerja, kamu bilang apa?" tegas Reza membuat Naya kembali kaget, pasalnya dirinyalah yang mengejarkan semua pekerjaan rumah seharian ini.Tiba-tiba saja air matanya menetes tanpa di minta, pasalnya sejak awal pernikahan masalah mereka setiap hari selalu itu, Naya tahu jika mertua dan adik iparnya sangat tidak menyukai dirinya, hanya Ayah mertuanya lah yang selalu mendukungnya sekarang beliau sudah tidak ada, sehingga dirinya setiap hari diperlakukan seperti babu."Kakak percaya?" tanya Naya lirih, sebenarnya ia sudah capek dengan drama ini setiap hari. Reza yang melihat Naya menangis langsung mengalihkan pandangannya, ia tidak kuat melihat setiap kali Naya menangis."Jangan selalu bersembunyi di balik air matamu Naya, asal kamu tahu aku masih selalu berusaha membela dan mempertahankan kamu, tapi jika suatu saat aku khilaf dan kelepasan bisa saja kita akan pisah," tegas Reza membuat ulu hati Naya benar-benar terasa nyeri, ini adalah ucapan yang kerap ia terima setiap harinya dari suaminya sendiri.Naya selalu diam saat Reza mengatakan hal tersebut ia tidak pernah membantah dan menyangkal, ia tahu suaminya lagi keadaan emosi."Sebagai hukumanmu seperti biasa kamu tidak boleh tidur di ranjang," tegas Reza tanpa melihat Naya, sedangkan Naya hanya tersenyum kecut pasalnya dirinya memang selalu tidur di bawah atau di sofa.Setelah mengatakan itu, Reza langsung merebahkan tubuhnya sejenak lalu memejamkan matanya dengan kondisi masih berpakaian kantor.Naya menggelar tikar kecil yang biasa ia pakai hampir setiap malam, karena dirinya selalu di hukum. Saat hendak merebahkan tubuhnya Naya melihat bantal masih di ranjang, ia kembali berdiri berniat mengambil bantal tersebut.Tapi karena posisinya resa yang setengah badannya di ranjangnya dan kakinya masih menggantung membuat Naya sedikit kesusahan mengambil bantal tersebut.Tangannya terus meraba-raba bantal yang hampir ia capai tersebut, tiba-tiba Reza bergerak membuat Naya langsung kehilangan keseimbangan dan alhasil ia jatuh ke atas Reza.Reza yang merasakan itu langsung membuka matanya, Naya kaget ia berusaha untuk bangkit namun hasilnya nihil karena tiba-tiba saja tangan Reza menahan memeluk pinggangnya."Kak, maaf a–aku hanya mau ngambil bantal," ucap Naya terbata pasalnya ini adalah kali pertanyaan ia sedekat ini dengan Reza, biasanya laki-laki itu selalu menjaga jarak dengannya, lebih tepatnya tidak mau menyentuhnya karena hasutan sang ibu.Ntah apa yang terjadi padanya, ia langsung membalikkan posisi mereka membuat Naya berada di bawah dan dirinya di atas. Reza mengamati wajah cantik itu sedangkan Naya sudah berusaha mati-matian menahan jantungnya agar tidak berulah.Tanpa aba-aba tiba-tiba, Reza menempelkan bibirnya ke bibir Naya membuat sang empu melotot tidak percaya. "Ka–k, hmffft," Naya berusaha menahan Reza, namun hasilnya nihil kekuatan laki-laki itu jauh lebih besar di bandingkan dirinya.Namun, tidak berselang lama Reza sadar ia langsung melepaskan ciumannya lalu bangkit dari atas tubuh Naya, kemudian berlalu ke kamar mandi meninggalkan Naya yang masih diam mematung.Naya berusaha duduk lalu meraba bibirnya yang terasa hangat, ia masih belum percaya jika Reza menyentuhnya. Detik kemudian bibirnya melengkung indah lalu ia segera mengambil bantal dan kembali ke tikar bulu yang sudah di gelar tadi. "Ini bukan mimpi kan? Kak Reza cium aku?" gumam Naya pelan sambil melihat pintu kamar mandi yang sudah tertutup rapat.Sekitar 10 menit pintu kamar mandi terbuka menampakkan, Reza dengan handuk yang mililit di pinggangnya. Naya langsung pura-pura tidur tapi sesekali ia mengintip.Ntah kenapa jika bersama Reza, ia merasa ada yang berbeda jauh lebih nyaman dan kadang-kadang membuatnya baper, tapi jika sudah keluar kamar bertemu dengan ibu dan adik iparnya pasti semuanya akan panas dan berantakan.***Siang ini, Ibu mertuanya menyuruhnya untuk mengantar makanan ke kantor untuk Reza, awalnya Naya bingung biasanya mertuanya tidak pernah berbicara sopan padanya."Naya, kamu antarin tuh makanan untuk suami kamu, kasian dia lapar," suruh Neni membuat Naya langsung senang. "Naya boleh ke kantor Kak Reza, Ma?" tanya Naya yang dibalas anggukan oleh Neni."Makasih banyak Ma," ucap Naya dengan girangnya, ia buru-buru masuk kamar mengganti pakaiannya dan memoles wajahnya dengan sedikit make up.Setelah merasa rapi, Naya langsung pamit. Selama perjalanan bibirnya tak hentinya tersenyum, ia menyangka mertuanya sudah mulai luluh karena terlalu sering memojokkan dirinya. 'Apa Ibu sudah berubah? Jika iya aku sangat bangga ya Allah,' ucapnya dalam hati.Sampai di kantor, Naya langsung bertanya kepada petugas kantor. "Mbak kalo boleh tau ruangannya Kak Reza dimana ya?" tanya Naya. "Oh, Mbak pengantar makanan ya?" tebak perempuan itu yang dibalas anggukan oleh Naya.Tapi detik kemudian Naya tersenyum, ia maklum karena Reza belum pernah membawanya ke kantor. "I–iya Mbak," jawab Naya."Disana Mbak, nanti Mbak naik lift dulu ke lantai lima, nah di situ ada tulisan nama Pak Reza," jawab perempuan itu yang dibalas anggukan Naya. "Baik Mbak, makasih banyak ya," ucap Naya lalu ia naik ke lantai lima. Begituan sampai ia langsung mencari ruangan yang bertuliskan nama suaminya tersebut."Reza Anugrah," ucapnya saat membaca di pintu ruangan itu. Ia berjalan menuju pintu tersebut, saat ia ingin mengetuk pintu. Naya teringat dengan ucapan mertuanya tadi."Nanti kalo udah nyampe langsung masuk aja, kamu kan istrinya jadi gak perlu ketuk pintu, yang ketuk pintu itu karyawan,"Naya langsung tersenyum mengingat pesan Ibu mertuanya tersebut, sebelum membuka pintu Naya membenarkan pakaiannya terlebih dahulu lalu perlahan ia mendorong pintu tersebut hingga terbuka lebar.Detik itu juga, ia mematung saat melihat Reza dan seorang perempuan sedang bercumbu mesra bahkan perempuan itu mencium pipi Reza. Tiba-tiba saja air mata Naya turun dengan derasnya, apa yang ia harapkan tidak sesuai kenyataan.Reza yang belum menyadari kehadiran Naya di ambang pintu terus bercanda ria bahkan rangkul-rangkulan dengan wanita itu.Brugh!Brugh! Tiba-tiba tas Naya jatuh ke lantai membuat keduanya langsung menoleh, detik kemudian Reza menegang melihat Naya sudah berlinang air mata."Naya," ucap Reza kaget membuat Naya langsung tersadar ia segera mengambil kembali tasnya dan menghapus air matanya, ia mengalihkan pandangannya sekilas lalu berusaha berekspresi se datar mungkin.Dengan kekuatan yang ia miliki, ia melangkah mendekati meja Reza, lalu perlahan ia meletakkan paper bag berisi makanan tersebut ke hadapan Reza. Sedangkan Reza ia tidak bisa mengalihkan pandangannya dari wajah istrinya tersebut."Jangan lupa makan siang, sehat selalu," ucap Naya sekuat hatinya, tapi matanya tidak bisa berbohong terus saja membendung air mata.Reza tidak tahu apa yang ia rasakan sekarang, antara kasihan, sedih dan merasa bersalah, bahkan bibirnya sulit untuk mengeluarkan satu katapun.Naya yang melihat Reza hanya diam, langsung berbalik dan kembali berjalan keluar ruangan karena air matanya benar-benar sudah tidak bisa di ajak kompro
Setelah selesai Reza kembali kamar lalu ia mengompres Naya, hampir lima kali ia mengganti air kompresan tersebut lalu ikut tidur di samping Naya.Keesokan harinya, Naya bangun terlebih dahulu, namun alangkah kagetnya ia melihat Reza tidur di sampingnya, ia juga meraba keningnya, ntah kenapa ia selalu bahagia dengan perhatian kecil suaminya itu, rasa sakit di dadanya tiba-tiba saja berkurang.Naya mengamati wajah Reza yang sedang tertidur pulas, detik kemudian air matanya menetes. Rasanya percuma saja ia menaruh hari pada suaminya itu karena hasilnya juga sia-sia. Naya berjuang sendirian dengan cintanya sedangkan Reza berjuang demi ibu dan adiknya.'Aku gak tau sampai kapan kita akan bersama Kak, tapi apapun itu terima kasih untuk semuanya, jangan menyesal jika kamu sudah mengetahui semua kebenarannya dengan sendirinya,' ucap Naya dalam hati lalu ia mencium pipi Reza sekilas lalu ia turun dari ranjang.Setelah selesai sholat, Naya mendekati Reza yang masih tertidur pulas. Perlahan ia m
Deg! "Maksud kamu?" tanya Reza membuat Naya tersenyum sekilas. "Maaf jika aku selalu membuat kecewa, tapi tolong biarkan aku pergi Kak, aku tidak ingin terus-menerus jadi beban buat Kakak dan keluarga," lanjut Naya membuat Reza terdiam seribu bahasa."Dari awal Kakak selalu bilang aku bukan tipe Kakak, jadi untuk sekarang aku milih mundur Kak, aku tahu di luar sana masih banyak perempuan yang baik untuk Kakak," terang Naya."Kamu serius?" tanya Reza mamastikan. Naya langsung mengangguk. "Apa Kakak mau menalakku sekarang?" tanya Naya, Reza mematung ia benar-benar tidak mengerti situasi sekarang. Ia melihat kekecewaan yang mendalam di mata Naya."Tidak, itu bisa di pengadilan saja," jawab Reza membuat Naya mangut-mangut menguatkan hatinya lalu perlahan ia mengambil koper dan mulai mengisi pakaiannya. Semua gerak-geriknya tidak luput dari pandangan Reza, ia bahkan melihat gadis itu bertambah pucat."Naya, are you ok?" tanya Reza karena kasihan melihat gadis itu, Naya langsung menoleh lal
Seminggu telah berlalu, tidak ada kemajuan pada diri Reza, namun malah sebaliknya ia tidak bersemangat untuk melakukan apapun. Apalagi saat ia berada di kamar, rasanya enggan untuk bangkit karena ia terus kepikiran sama Naya.Pagi ini, ia memaksakan dirinya untuk berangkat kerja karena ada meeting penting dengan perusahaan lain. "Ma, gak sarapan pagi?" tanya Reza saat melihat Neni hanya asik dengan ponselnya."Gak ada Za, Mama malas masak, kamu makanlah di kantor sama Nova," jawab Neni tanpa melihat putranya.Reza yang mendengar itu hanya bisa menghela nafas, Neni selalu berusaha mendekatkannya dengan Nova. Reza melangkah ke dapur ingin mengambil minum, namun detik kemudian ia diam mematung melihat dapur berantakan, piring kotor menggunung tidak di cuci-cuci.'Perasaan waktu ada Naya dapur gak pernah seperti ini,' ucap Reza dalam hati, lalu ia tidak jadi mengambil minum dan berangkat ke kantor tanpa sarapan.***Sampai di kantor, Reza masuk ke ruangannya lalu menghempaskan bobotnya ke
Ia memilih berpositif thinking terlebih dahulu lalu melepaskan sepatunya. "Assalamualaikum," ucap Reza membuat semua langsung menoleh lalu tersenyum."Walaikumsalam, eh anak Mama udah pulang," sapa Neni dengan senyum manisnya. "Pak Reza," sapa Nova yang dibalas anggukan oleh Reza, ia juga merasa sedikit aneh melihat Nova akhir-akhir ini begitu dekat dengan Ibunya."Aku kesini mau ketemu Tante Neni," ucap Nova lagi padahal Reza tidak bertanya. "Oh," jawab Reza singkat lalu ia masuk ke dalam kamar, ia merebahkan dirinya di ranjang memejamkan matanya sejenak. Ntah kenapa bayang-bayang Naya selalu menghantuinya."Udah pulang Kak, mandi dulu ya. Aku siapin makan malam buat Kakak," "Capek ya Kak," "Loh belum tidur Kak, mau aku pijitin gak,""Kak bangun … udah subuh, sholat dulu yuk, nanti kesiangan," "Pakaian kerjanya udah aku siapin ya, Kak," "Hati-hati ya Kak, jangan malem-malem pulangnya biar bisa istirahat," "Kakak demam? Aku kompresin ya, atau mau aku beliin obat ke apotek,"Semua perh
'Ya tuhan, itu beneran Nayaku,' lagi-lagi hati Reza seketika senang padahal cuma melihat Naya. "Heh lihat-lihat itu pak Alex yang punya pabrik ini," ucap seseorang membuat semuanya karyawan langsung melihat ke arah Alex dan Reza."Ya ampun, ganteng banget," heboh para karyawan. "Gila sih, itu mah udah kayak pangeran berkuda putih," "Hu … halu mulu,"Reza memilih berjalan-jalan diantara karyawan karena ia tidak ingin di lihat oleh semuanya, walaupun ia sudah memakai masker dan topi. Pelan-pelan ia berjalan menuju Naya yang sedang sibuk dengan pekerjaannya.Tanpa sepengetahuan Naya, Reza berjalan menuju tempatnya lalu berdiri tepat di samping Naya, sesekali ia melihat gadis itu."Ganteng ya Nay?" tanya Silvi yang merupakan sahabat Naya, Silvi lah yang memberi tumpangan pada Naya sekaligus mencarikan pekerjaan untuk temannya tersebut."Hum," jawab Naya sekilas lalu ia kembali fokus pada kerjaannya. "Ih cuek amat, gak boleh gitu tar tiba-tiba malah suka lagi," sindir Silvi membuat Naya la
Reza menangis sesegukan membaca surat Papanya tersebut, ia memang tidak pernah tahu apa yang terjadi pada Papanya karena Mamanya selalu mengatakan semuanya aman."Hiks … hiks Papa maafin Reza," tangis Reza semakin pecah, ia memeluk surat papanya dengan erat. Andai waktu bisa di ulang ia akan berusaha menjadi anak yang lebih baik lagi."Reza," panggil Neni membuat Reza langsung mengusap air matanya lalu menoleh ke arah pintu. "Kamu ngapain disini sendirian?" tanya Neni membuat Reza langsung berdiri."Gak apa-apa Ma, cuma kangen sama Papa aja, merasa durhaka karena belum bisa merawatnya dimasa sakit hingga wafatnya," jawab Reza."Kamu gak durhaka Reza, kan kita udah nyewa orang untuk jaga Papa kamu," sanggah Neni membuat Reza menggeleng. "Itu orang lain bukan anak atau keluarga, sudahlah Ma aku mau ke kamar dulu," lanjut Reza lalu meninggalkan Neni sendirian.***Seminggu kemudian, setiap hari tetap saja tidak ada perubahan Reza sudah mulai bosan dengan mulut manis Ibunya uang mengataka
"Assalamualaikum," Silvi membuka pintu pakai kuncinya sendiri, karena ia dan Naya punya kunci masing-masing. "Pak sebentar ya, saya suruh Naya pake jilbab dulu," ucap Silvi."Iya silahkan, saya kesana sebentar ya," ujar Reza sambil menunjuk mini market. "Iya Pak," jawab Silvi lalu ia masuk ke dalam, ia melihat Naya masih berbaring lemas di lantai yang beralaskan kasur."Kok udah pulang Vi?" tanya Naya lirih membuat Silvi langsung senyum-senyum. "Ada deh, ntar juga kamu tahu, pake jilbab dulu ada yang mau datang," jawab Silvi lalu menyodorkan jilbab ke kepada Naya."Ih kamu mah bikin penasaran," kesal Naya lalu berusaha untuk duduk. "Mau pake bedak dulu gak?" tanya Silvi lalu menyodorkan beda baby ke depan Naya. Naya mengambil sedikit lalu mengusapkan ke wajahnya.Tidak berselang lama, Silvi melihat Reza datang membawa dua plastik besar. "Buset, Pak bos beli apaan tuh banyak banget," gumam Silvi membuat Naya menoleh sedikit ke kaca."Ya terserah dia lah, jangan geer itu bukan buat kamu
"Mama mau nikah?" tanya Reza menggoda Neni membuat Neni langsung memukul tangan anaknya itu pelan. "Gak lah cukup melihat anak-anak Mama bahagia itu udah lebih dari cukup." jawab Neni membuat Reza terkekeh geli. "Gak apa-apa Ma kalo mau nikah juga, direstuin kok." "Gak usah kurang ajar Reza ..." "Hahah ... Beneran Ma." goda Reza. "Sana urusin istri kamu yang lagi hamil gak usah aneh-aneh kamu tuh yang jangan sampai tergoda oleh wanita manapun." omel Neni membuat Reza tersenyum lalu mengangguk. "Siap Bunda Ratu, Naya tidak akan tergantikan." Jawab Reza. Malam hari setelah semuanya pulang, Neni ke kamar bersama Zahra, ia sudah terbiasa tidur dengan cucunya tersebut. "Kak." panggil Naya bagitu melihat Reza sibuk dengan komputernya. "Hum ... kenapa?" tanya Reza sambil melihat Naya seperti anak kecil ingin meminta sesuatu. "Sini sayang." ucap Reza lalu menarik Naya duduk di pangkuannya. "Mau apa cantik?" tanya Reza sambil menciumi pipi istrinya tersebut. "Em ... peng
Dua bulan kemudian Naya mual-mual membuat Reza dan keluarganya bahagia. "Za apa gak kecepatan Zahra punya adik?" tanya Alex saat berkunjung ke rumah Reza. "Gak dong, Zahra udah genap dua tahun nanti adeknya lahir Zahra masuk tiga tahun, yang kecepatan punya adek itu Syakila." jawab Reza dengan santainya membuat Alex melotot. "Silvi gak hamil ya," "Ya iya maksudnya yang kecepatan punya adek itu Syakila kalo misalnya Silvi hamil." "Iya-iya biasa aja kali, o iya Tante Neni berapa lama umroh?" tanya Alex sambil menyeruput kopi. "Dua bulanan semoga pulang dengan selamat." jawab Reza yang diamini oleh Alex. "Gak nyangka ya sekian banyak drama yang terjadi beberapa tahun yang lalu akhirnya kita semuanya bisa tenang menjalani hari, apalagi saya setelah Indri menikah rasanya lega banget." terang Alex membuat Reza mangut-mangut. "Ya begitulah jika tuhan sudah berkehendak yang jahat bisa jadi baik dan yang baik bisa jadi jahat," jawab Reza yang dibalas anggukan oleh Alex. "Tante
Hampir 30 menit Rifki menunggu Indri, tapi Indri belum keluar-keluar juga membuat Rifki greget. Tok! Tok! Tok! "Indri." "Iya ..." "Keluar saya gak nyuruh kamu lama-lama di dalam." ucap Rifki dengan nada tegas membuat Indri langsung memejamkan matanya. 'Lex ... Kamu tega banget sama aku, kamu gak kasian apa lihat aku.' ucapnya dalam hati lalu ia perlahan membuka pintu. Ceklek! Deg! Rifki langsung menelan salivanya dengan susah payah begitu melihat Indri hanya memakai handuk sepaha. "Aku lupa bawa baju ganti." ucapnya membuat Rifki mengalihkan pandangannya sekilas. "Iya, ayo sholat dulu." ajak Rifki lalu mereka melakukan sholat berjamaah. Setelah selesai sholat, Indri membuka mukenahnya lalu ia berjalan ke dekat lemari hendak mengambil baju. Saat ia berjinjit tiba-tiba ia kaget melihat tangan Rifki melingkar di perutnya. "Ri--rifki-- "Aku kangen banget sama kamu." ucap Rifki dengan napas berat membuat Indri merinding. "Aku mau pake baju dulu." lanjut Indri y
[Bukannya gak menghargai atau gimana ya Indri, punten ini mah maaf ... Dari kemaren-kemaren bukannya kamu udah tunangan bahan denger-denger gosipnya udah mau nikah kok sekarang baru mau lagi?] tanya Alex blak-blakan. [Kemaren itu aku kabur Lex dan sekarang dipaksa pulang sama Ayah dan beneran mau dinikahin besok, hiks ...] Silvi yang melihat itu pura-pura tidak mendengar ia fokus pada Syakila. "Kita keluar yuk sayang." ucap Silvi sambil menciumi pipi putrinya itu lalu ia melangkah hendak keluar. Baru dua langkah tiba-tiba tangannya dicekal oleh Alex membuat Silvi berhenti lalu mendongak. Cup! Tiba-tiba ada Alex mengecup bibirnya membuat Silvi mematung. [Sekarang gini, ikuti apa yang disarankan orang tuamu karena orang tua biasanya tau apa yang terbaik untuk anaknya.] jawab Alex yang masih setia memegang tangan Silvi. [Tapi le-- [Udah jangan ngeluh terus kehidupan ini gak gitu-gitu aja, sama halnya kayak saya dan Silvi sudah jadi orang tua dan ya ... Udah otw anak ke d
"Iya Om." jawab Nova membuat laki-laki itu panik bukan main. "Anak siapa?" "Ya anak Om lah sama teman-teman Om itu." jawab Nova yang dibalas gelengan oleh laki-laki paruh baya itu. "Gak mungkin saya gak pernah ngeluarin di dalam kamu bohong, pasti itu kerjaan kamu sama laki-laki lain." tuduh laki-laki itu membuat Nova melotot. "Om! Ini anak Om Budi saya gak pernah sama siapa-siapa semenjak di booking sama Om!" bantah Nova. "Ok kalo itu benar ulahku sekarang gugurkan saja, saya kasih uang." suruh Budi membuat Nova menyunggingkan senyum. "Iya Om, aku minta 50 juta Om harus tanggung jawab ini." ujar Nova membuat Budi mau tidak mau mengangguk. "Tapi ini kamu harus benar-benar menggugurkan anak itu karena jika tidak saya tidak mau tanggung jawab lagi mau gimanapun juga." ancam Budi membuat Nov. "Iya Om aman nanti aku gugurin, Om mau gak?" goda Nova membuat Budi tersenyum miring. "Tanpa kamu suruh pun aku akan tetap mengambil alih itu." jawab Budi lalu mendorong Nova ke ran
Sore hari setelah Alex dan Silvi pulang. Reza sedang berdiri di dekat jendela kamar sambil bersedekap dada. Ceklek! Naya yang baru saja masuk langsung mengunci pintu lalu mendekati suaminya itu. 'Kak Reza kenapa lagi ya? Jangan bilang dia lupa Ingatan lagi.' ucap Naya dalam hati lalu memberanikan diri memegang tangan Reza. "Kak ..." "Hum." Reza kaget lalu menoleh ke samping, detik kemudian bibirnya tersenyum manis. "Kakak mikirin apa?" tanya Naya, Reza langsung membawa Naya berdiri di depannya menghadapi jendela. Lalu Reza memeluk istrinya itu dari belakang menyandarkan kepalanya di bahu Naya membuat Naya sedikit kaget, ia menoleh kesamping bertepatan dengan wajah Reza di dekatnya. Cup! "Zahra mana sayang? tanya Reza membuat Naya tersenyum lalu ia mencium kembali pipi suaminya itu. "Zahara dibawa jalan-jalan sama Nurul, Rey sama Mama." jawab Naya. "Oh mereka jalan-jalan, kamu kenapa gak ikut?" tanya Reza. "Mau sama Kakak aja." jawab Naya pelan membuat Reza terse
Setelah Dokter pulang Reza belum kunjung sadar membuat rasa takut dan panik masih menghantui Naya dan yang lainnya. Tidak beberapa lama kemudian terdengar suara mobil terparkir di halaman. "Siapa yang datang Rey?" tanya Naya, Rey langsung melihat ke arah jendela. "Bang Alex, Kak." jawab Rey membuat Naya mangut-mangut. "Assalamualaikum, waduh rame banget ini, ada apa?" ucap Alex yang sudah berdiri diambang pintu kamar membuat yang lain menoleh. "Walaikumsalam." "Eh … kenapa ini? Reza kenapa?" tanya Alex bingung. "Pingsan Kak." "Hah? Kok bisa?" tanya Alex lagi. "Gak tau tadi lagi berdua doang disini sama Zahra, tiba-tiba aku datang Kak Reza udah gak sadarkan diri di tambah Zahra duduk di dadanya." terang Naya membuat Alex kaget sekaligus lucu mendengarnya. "Zahra mana?" "Tuh." tunjuk Naya, Zahra yang sedang asik dengan bonekanya tidak menyadari Alex sudah di dekatnya. "Zahra …" "Ha …" sahut Zahra sambil mendongak membuat Alex gemas lalu mencubit pipi gembul itu.
Keesokan harinya Naya bangun terlebih dahulu, ia melihat Reza masih tidur pulas. Tanpa membuang waktu ia langsung mengerjakan tugasnya sebagaimana ia seorang istri. Pukul 5.30 Naya mendekati Reza pelan-pelan ia mulai membangunkan suaminya itu. "Kak ..." panggil Naya sambil menggoyang-goyangkan tangan Reza membuat sang empu mulai terusik kemudian membuka matanya. "Hem." dehem Reza lalu ia bangkit dari ranjang menunaikan ibadah sholat subuh. Sedangkan Naya yang melihat itu hanya bisa menghela nafas panjang lalu ia memilih keluar dari kamar. 15 menit kemudian Reza sudah selesai melakukan sholat, ia bangkit lalu melihat ke arah ranjang Zahra. Dan benar saja anak kecil itu sudah duduk disana membuat bibir Reza tersenyum lalu ia menggendong Zahra. "Anak kecil udah bangun?" ucap Reza membuat Naya mengusap-usap wajahnya. "Ayo kita cuci muka dulu biar gak ngantuk lagi." lanjut Reza lalu ia membawa Zahra ke kamar mandi mengusap air ke wajah Zahra. Hal itu membuat Zahra sedikit kaget kar
Tiba-tiba saja air mata Naya semakin deras memastikan yang didepannya itu adalah RezaBegitu Reza sangat dekat Naya bahu Naya kembali bergetar hebat seolah-olah memberitahu jika dirinya tidak sedang baik-baik saja."Hiks ... Kakak ..." pinta Naya selirih mungkin membuat laki-laki itu membuka kacamatanya lalu menatap Naya bingung."Kakak baik-baik aja kah?""Kamu siapa ya?"Jleb!Naya langsung luruh ke lantai ia tidak bisa lah menopang tubuhnya."Eh ... Kenapa kamu malah duduk? Apa kamu mengenal saya?" tanya Reza membuat Naya tidak bisa menjawab apa-apa lagi."Eh Bu ... Kenapa ini?" tiba-tiba security menghampiri Naya yang duduk di lantai."Mbak kenapa ayo saya bantu berdiri saya antarkan pulang ya Mbak." ucap satpam tersebut karena ia sudah benar-benar kasihan sama Naya.Naya hanya diam dibantu security tersebut untuk berdiri matanya terus menatap Reza tapi lidahnya sudah kaku dan kelu."Ayo Mbak jangan begini terus setiap hari kasian keluarga Mbak." nasehat security tersebut."Saya b