"Assalamualaikum," Silvi membuka pintu pakai kuncinya sendiri, karena ia dan Naya punya kunci masing-masing. "Pak sebentar ya, saya suruh Naya pake jilbab dulu," ucap Silvi.
"Iya silahkan, saya kesana sebentar ya," ujar Reza sambil menunjuk mini market. "Iya Pak," jawab Silvi lalu ia masuk ke dalam, ia melihat Naya masih berbaring lemas di lantai yang beralaskan kasur. "Kok udah pulang Vi?" tanya Naya lirih membuat Silvi langsung senyum-senyum. "Ada deh, ntar juga kamu tahu, pake jilbab dulu ada yang mau datang," jawab Silvi lalu menyodorkan jilbab ke kepada Naya. "Ih kamu mah bikin penasaran," kesal Naya lalu berusaha untuk duduk. "Mau pake bedak dulu gak?" tanya Silvi lalu menyodorkan beda baby ke depan Naya. Naya mengambil sedikit lalu mengusapkan ke wajahnya. Tidak berselang lama, Silvi melihat Reza datang membawa dua plastik besar. "Buset, Pak bos beli apaan tuh banyak banget," gumam Silvi membuat Naya menoleh sedikit ke kaca. "Ya terserah dia lah, jangan geer itu bukan buat kamu," ledek Naya membuat Silvi cengengesan. "Assalamualaikum," ucap Reza. Deg! Naya kaget dengan suara itu, ia merasa tidak asing dengan suara tersebut. Namun sebisa mungkin Naya berfikir positif. 'Gak … gak, gak mungkin Kak Reza mau datang kesini, jangan kepedean Nay, kamu pergi dari rumahnya aja dia udah bangga, jangan berharap lebih,' ucapnya dalam hati. "Walaikumsalam, masuk Pak," jawab Silvi dengan ramah. Reza masuk lalu duduk di lantai sambil meletakkan semua kantong plastik di tangannya. Ia melihat ke arah Naya, seketika pandangan mereka bertemu, tapi Naya sama sekali tidak bisa mengenali Reza karena ia memakai topi dan juga masker. "Pak, maaf saya belum tau nama Bapak, kalo boleh tau siapa ya?" tanya Silvi membuat Naya langsung melotot ke arah Silvi menurutnya temannya itu terlalu lancang. "Oh, perkenalkan saya Aga rekannya Alex," jawabnya sambil melihat Naya sekilas, ia tidak berani mengatakan namanya takut Naya curiga. "Oh Pak Aga, saya Silvi Pak, yang sakit itu teman saya Naya," lanjut Silvi membuat Naya langsung menunduk sedikit saat Reza melihatnya. "Oke, kamu sakit apa Naya?" tanya Reza seramah mungkin, jujur Naya merasa tidak asing dengan suara Reza. Tapi karena Reza memakai topi dan juga masker yang dipadukan dengan jaket hitamnya mambuat Naya tidak bisa mengenali laki-laki tersebut. Naya berusaha menghilangkan pikiran buruknya lalu tersenyum ke arah Reza. "Gak apa-apa Pak, saya cuma kecapean aja," jawab Naya sambil tersenyum membuat Reza langsung meleleh melihat senyuman itu. "Bohong Pak! Naya mah sok kuat, asal Bapak tau pertama datang kesini aja tuh dia sakit, dia darah rendah atau gak tipes Pak," sanggah Silvi dengan polosnya membuat Naya langsung malu. "Oalah, jangan di biar-biarkan takutnya makin parah, oh Naya baru datang kesini?" tanya Reza pura-pura. "Iya Pak, dia kan u– umph…" Naya langsung membungkam mulut Silvi karena malu jika aibnya di bocorkan. "Heheh gak apa-apa Pak, saya mah dulu gak ngekos disini," jawab Naya mengalihkan pembicaraan Silvi. Ia mencubit punggung Silvi pelan membuat Silvi langsung diam. "Oalah saya kirain kenapa, em … ini ada sedikit cemilan dari saya di terima ya. Dimakan biar cepat sembuh kalo darah rendah harus rajin-rajin makan makanan sehat," ucap Reza membuat Naya langsung mangut-mangut. "Apa ini tidak kebanyakan Pak?" tanya Naya merasa tidak enak, Reza langsung menggeleng. "Gak kok, santai. Intinya dimakan biar gak lemas," jawab Reza yang dibalas anggukan oleh Naya. "Em … kalo kamu merasa belum baikan juga atau gak ada perubahan saran saya ke rumah sakit aja, masalah biaya saya bantu," usul Reza membuat Naya semakin tidak enak, ia tahu pasti Silvi sudah menceritakan tentang dirinya yang belum sanggup bayar jika di rawat di rumah sakit. "Terima kasih banyak Pak, sebenarnya dengan Bapak datang kesini aja saya sudah sangat senang, sekali lagi terima kasih banyak Pak," ucap Naya lirih, sebenarnya Reza ingin sekali memeluk gadis itu. Namun apalah daya, posisi mereka yang seperti ini rasanya tidak mungkin untuk melakukan itu. "Em Pak maaf, apa Bapak sudah menikah?" tanya Silvi to the point membuat Naya langsung melongo, sedangkan Reza malah terkekeh mendapat pertanyaan polos itu. "Em gimana ya hehe, sudah saya sudah menikah dan saya sangat sayang sama istri saya," jawab Reza membuat Silvi langsung lesu, sedangkan Naya langsung menutup mulutnya menahan tawa. Reza yang melihat Naya tertawa ikut tersenyum dibalik maskernya, pasalnya ini kali pertama ia melihat istrinya tertawa. Biasanya yang ia lihat sewaktu bersama Naya adalah air mata gadis itu. "Maafin teman saya ya Pak, suka bercanda orangnya," ucap Naya di sela-sela tawanya membuat Reza langsung mengangguk. Ntah kenapa ia sangat suka melihat tawa itu. "Rata-rata kalo CEO atau orang sukses tuh pada menikah sih, jadi emang nasib yang cuma jadi pengagum rahasia cuma bisa menghayal aja," celetuk Silvi membuat Naya semakin terbahak-bahak, ia bahkan memgangi perutnya sambil satu tangannya berusaha menutupi mulutnya. Reza pun ikut tertawa melihat Naya yang begitu senang mendengar celetukan Silvi. "Haha … aduh … Silvi tolong lah jangan sekarang," ucap Naya di sela-sela tawanya. "Maaf ya Pak, saya cuma asal ngomong aja jadi gak usah di dengerin, emang radio rusak begini modelannya Pak," lagi-lagi ucapan Silvi membuat Naya dan Reza tertawa. "Haha gak apa-apa santai, kenapa gak masuk stand up komedi aja?" tanya Reza bercanda. "Takut go internasional Pak, kan jadi gak kenal sama Bapak," jawab Silvi ceplas-ceplos. "Buset … haha," Naya tidak kunjung berhenti tertawa bahkan wajahnya sampai merah, Reza sangat senang melihat itu setidaknya setelah pisah Naya bisa tertawa lepas seperti sekarang. "Iya juga ya," gumam Reza membuat Silvi cengengesan. "Kalo Bapak punya acara di rumah, boleh banget Pak undang saya sebagai salah satu pengisi acara," lanjut Silvi membuat Reza manautkan alisnya. "Maksud kamu pembawa acaranya?" tebak Reza. "Bukan Pak, sebagai vokal kasidahnya haha," jawab Silvi diakhiri dengan tawanya yang nyaring. "Astagfirullah haha, aduhh perutku sakit," ucap Naya, ia bahkan menangkupkan kedua tangannya ke mengisyaratkan minta maaf pada Reza. "Maafin kerecehan teman saya Pak, jujur saya pun kadang mau tidur aja sering kebalik malah jadi tertawa karena Silvi ya gitu Pak, gak bisa diam," lanjut Naya membuat Reza mangut-mangut. "Baguslah punya teman kayak Silvi, ceria terus," ucap Reza yang dibalas anggukan oleh Naya. "Betul Pak, kira-kira saya cocok gak ya Pak buka jasa ceria gitu," lanjut Silvi membuat Reza terkekeh lalu mengacungkan jempolnya. Hampir satu jam lebih Reza di kosan Silvi akhirnya ia pamit pulang karena tidak enak jika di lihat tetangga. "Maaf ya Pak, saya tidak bisa mengantarkan ke depan," ucap Naya umah dibalas anggukan oleh Reza. "Iya gak apa-apa, istirahat yang cukup ya jangan begadang," nesehat Reza yang dibalas anggukan oleh Naya. "Siap Pak, sekali lagi terima kasih banyak udah jenguk saya," lanjut Naya sambil menangkupkan kedua tangannya. Setelah Reza pergi, Silvi kembali masuk ke dalam kosan lalu ia tersenyum melihat Naya. "Ngapain senyum-senyum?" tanya Naya membuat Silvi cengengesan. "Stok makanan banyak," ucapnya datar membuat Naya ikut terkekeh. "Kamu mah malu-maluin mulu, jangan gitu lain kali, apalagi soalnya pribadi aku gak udah di buka-buka gak bakalan ada yang percaya juga kalo aku pernah jadi istri CEO," terang Naya membuat Silvia mengangguk sekilas lalu membuka makanan pilihannya. "Makan-makan," ajaknya membuat Naya langsung geleng-geleng.Disisi lain, Reza senyum-senyum di dalam mobil rasanya puas sekali bisa bertemu Naya dengan dekat, walaupun satu sisi ia merasa iba dengan istrinya tersebut. Sampai di kantor hari sudah menunjukkan pukul 4 sore, Nova melihat Reza datang dari kejauhan langsung merapikan pakaiannya."Pak," panggil Nova bagitu Reza sudah dekat. "Iya, ada apa?" tanya Reza tanpa basa-basi membuat Nova sedikit ragu menanyakan uneg-unegnya."Bapak dari mana saja seharian?" tanyanya membuat Reza langsung mengrutkan keningnya. "Maksud kamu?" tanya Reza bingung, karena Nova lancang sekali menanyakan hal tersebut."Eh i–itu Pak, Bahyak berkas yang harus di tandatangani," jawab Nova gugup membuat Reza mengangguk."Oh, ya sudah kamu pulanglah, semua berkas akan saya bawa pulang dan saya tandatangani di rumah," jawab Reza datar lalu ia kembali berjalan menuju ruangannya.Sampai di ruangannya Reza duduk di kursinya lalu menyandarkan kepalanya sambil tersenyum, tanpa ia sadari sadari ternyata Nova mengikutinya dan se
"Gila kamu ya! Naya istriku, gak usah aneh-aneh," bantah Reza dengan tegas membuat Alex terkekeh lalu gelang-gelang. "Jelas-jelas kamu cemburu, masih aja bilang gak tau perasaanmu sendiri, munafik bro, jangan sampe kamu nyesal di saat Naya sudah berada di pelukan laki-laki lain," nasehat Alex membuat Reza bungkam."No! Naya gak seperti itu dia gadis polos dan penurut, dia gak mungkin buka hati secepat itu," bantah Reza mambuat Alex mengerutkan keningnya."Why not? Justru hati perempuan itu mudah luluh saat ia menemukan laki-laki yang benar-benar baik, tulus dan mencintainya apa adanya," Alex sengaja mengompor-ngompori Reza."Udah ah malas, saya mau balik ke kantor lagi," lanjut Reza lalu ia meninggalkan Alex yang masih saja menertawakan dirinya. "Dasar aneh," gumam Alex. "O iya mau ke pabrik kapan?" tanya Alex sedikit berteriak membuat Reza kembali menoleh."Kapanpun saya mau, saya udah tau jalannya," jawab Reza membuat Alex melongo. "Heh! Itu pabrik saya ya," kesal Alex yang tidak di
Di perjalanan pulang, Nova benar-benar tidak menyangka kalo Reza menemui Naya diam-diam, rasanya mulutnya sudah gatal untuk menceritakan semuanya kepada Neni. Sampai di rumah Reza, Nova langsung tergesa-gesa turun dari mobil, rasanya ia sudah ingin menceritakan semuanya pada Neni. "Tante … Tante!" teriaknya begitu sampai di ambang pintu membuat Neni yang sedang mengotak-atik ponselnya sambil rebahan langsung menoleh. "Eh Nova, kenapa kok teriak-teriak?" tanya Neni, tanpa membuang waktu Nova langsung masuk dan duduk di dekat Neni. "Gawat Tante, gawat!" ucapnya heboh membuat Neni bingung. "Gawat? Apanya yang gawat?" tanya Neni membuat Nova langsung mengatur nafasnya. "Dugaan Tante benar, Mas Reza sering keluar-keluar untuk menemui Naya!" jawabnya membuat Neni langsung duduk. Deg! "What?!" pekik Neni yang dibalas anggukan oleh Nova. "Kamu tau darimana?" tanya Neni masih belum percaya membuat Nova langsung menarik nafas dalam-dalam sambil mendongak. "Nih Tante aku kasih tau, baru
Dua hari kemudian, Neni meminta Nova untuk menemaninya ke pabrik tempat Naya kerja. Nova menyelesaikan sebagian pekerjaannya lalu berniat meminta izin pulang terlebih dahulu.Tok! Tok! Tok! "Masuk," sahut Reza. Nova masuk kemudian berjalan mendekati meja Reza. Sebelumnya ia membuka bagian atas pakaiannya lalu menarik roknya agar terlihat lebih mini."Pak ini berkas-berkas penting yang harus si tanda tangani," ucap Nova barusaha membuat Reza agar mendongak melihatnya yang sudah sengaja berpakaian seksi."Oh, taro aja disitu, nanti saya tanda tangani," jawab Reza tanpa mendongak membuat Nova langsung mendengus kesal lalu menghela nafas panjang."Aku izin pulang duluan, Pak," lanjut Nova dengan nada yang masih sedikit kesal membuat Reza menoleh sekilas. Ia sedikit kaget melihat pakaian Nova, detik kemudian ia mengalihkan pandangannya ke arah lain."Kenapa?" tanya Reza. "Ada sedikit urusan Pak," jawab Nova yang dibalas anggukan oleh Reza. "Ya sudah," jawab Reza sedatar mungkin membuat Nov
"O iya Kak Reza ya, apa kabar ya dia? Udah lama gak ketemu sebulan lebih, mungkin dia udah bahagia kali, dia juga gak bakalan pernah nyariin perempuan kayak aku sih, buat apa? Susah ya berhubungan sama orang kaya," ujar Naya membuat Silvi merasa tidak enak."Nay … maaf, aku gak sengaja," pinta Silvi memelas membuat Naya menoleh detik kemudian ia tertawa melihat ekspresi Silvi yang begitu lucu."Hahah apasih? Aku mah gak apa-apa, toh sadar juga aku bukan siapa-siapanya walaupun di hari kami berpisah, sempat ada omongan pisah baik-baik, tapi taulah itu cuma basa-basi biar gak terlalu sedih," lanjut Naya membuat Silvi langsung serba salah, harusnya temannya tersebut berbahagia sekarang bukannya malah bersedih."Nay maaf …," lagi-lagi Silvi memelas membuat Naya langsung menggeleng-gelengkan kepalanya agar tidak berlarut-larut."Udah-udah ayok kesana," ajak Naya membuat Silvi mau tidak mau mengangguk, sebenarnya ia masih tidak enak dengan Naya.'Gini nih kalo mulut mau bercanda terus, ah b
Dengan cepat ia memakaikan jilbab tersebut ke kepala Naya, namun Reza terhenti karena tidak ada jarum pentul di tangannya. "Pake ini aja Pak," ucap Silvi tiba-tiba dari sebelah membuat Reza langsung menoleh lalu mengangguk."Kamu pasangin ya," ucap Reza yang dibalas anggukan oleh Silvi, dengan cekatan ia memasangkan pentul ke jilbab Naya. Saat Silvi mengangkat dagu Naya membuat Naya langsung mendongak detik kemudian pandangannya bertemu dengan Reza.'Kak Reza selalu melihatku, apa sebenarnya maksud Mama? Apa jangan-jangan …,' bathin Naya bertanya-tanya, tapi matanya terus menatap ke arah Reza karena ia merasa tidak asing dengan tatapan itu.Reza yang menyadari tatapan Naya sudah tidak biasa langsung mengalihkan pandangannya. Walaupun sebenarnya ingin sekali rasanya ia memeluk dan mencium pipi gadis itu. Ia tahu pasti Naya sekarang malu, sedih dan merasa rendah akibat perbuatan Ibunya dan Nova."Pipi kamu masih sakit?" tanya Alex tiba-tiba membuat Naya langsung mengalihkan pandangannya
Malam hari, Reza pulang ke rumah dengan perasaan campur aduk antara marah, kesal dan kasihan. Ia bingung harus bagaimana berbicara dengan Ibunya. "Assalamualaikum," ucap Reza tiba-tiba membuat Neni dan Sarah yang mendengar itu langsung kaget. "Walaikumsalam, udah pulang Nak, Mama udah nyiapin makanan kesukaanmu di meja, mandi dulu kemudian makan ya," ucap Neni ramah membuat Reza langsung melihat Ibunya tersebut sebentar lalu menggeleng. "Gak usah, aku gak lapar, gak mood juga," jawab Reza datar membuat Neni kaget. "Reza kok gitu sih Nak, kamu marah ya sama Mama?" tanya Neni membuat Reza langsung meletakkan sepatunya asal. "Maksud Mama berbuat seperti tadi apa, Ma?" tanya Reza sedikit ngegas membuat Neni langsung menelan ludahnya dengan susah payah. "Mama hanya ingin memberi pelajaran sama Naya karena sudah berani menggoda kamu itu aja, supaya dia sadar kesalahan dia," jawab Neni membuat Reza langsung tersenyum kecut. "Naya gak menggodaku Ma, aku yang selalu melihatnya, salah
Hari menunjukkan pukul 11 siang, Naya sudah sampai di kantor Reza karena ia memakai masker membuatnya tidak begitu di kenali. "Selamat siang Mbak, ada yang bisa saya bantu?" tanya salah satu karyawan dengan ramahnya. "Siang Mbak, saya ada jadwal bertemu dengan Pak Reza siang ini, apakah Pak Rezanya ada?" tanya Naya. "Ada Mbak, dengan Mbak siapa ya?" tabya karyawan itu. "Naya," "Oke sebentar ya Mbak, saya hubungi Kak Reza dulu," lanjut karyawan tersebut lalu ia mengambil telepon. [Siang Pak Reza, ini ada orang yang katanya ada janji ketemuan sama Bapak]Reza yang mendengar itu langsung mengerutkan keningnya, perasaan ia tidak punya janji apa-apa hari ini. [Dengan siapa?] tanya Reza yang masih berkutat di depan komputer.[Mbak Naya] jawab karyawan itu membuat Reza langsung mematung. Deg! 'Naya? Benarkah? Dia kesini,' ucap Reza dalam hati. [Ok baik, silahkan suruh aja Naya naik ke ruangan saya] lanjut Reza.[Baik Pak] Setelah selesai Reza langsung membersihkan berkas-berkas ya
"Mama mau nikah?" tanya Reza menggoda Neni membuat Neni langsung memukul tangan anaknya itu pelan. "Gak lah cukup melihat anak-anak Mama bahagia itu udah lebih dari cukup." jawab Neni membuat Reza terkekeh geli. "Gak apa-apa Ma kalo mau nikah juga, direstuin kok." "Gak usah kurang ajar Reza ..." "Hahah ... Beneran Ma." goda Reza. "Sana urusin istri kamu yang lagi hamil gak usah aneh-aneh kamu tuh yang jangan sampai tergoda oleh wanita manapun." omel Neni membuat Reza tersenyum lalu mengangguk. "Siap Bunda Ratu, Naya tidak akan tergantikan." Jawab Reza. Malam hari setelah semuanya pulang, Neni ke kamar bersama Zahra, ia sudah terbiasa tidur dengan cucunya tersebut. "Kak." panggil Naya bagitu melihat Reza sibuk dengan komputernya. "Hum ... kenapa?" tanya Reza sambil melihat Naya seperti anak kecil ingin meminta sesuatu. "Sini sayang." ucap Reza lalu menarik Naya duduk di pangkuannya. "Mau apa cantik?" tanya Reza sambil menciumi pipi istrinya tersebut. "Em ... peng
Dua bulan kemudian Naya mual-mual membuat Reza dan keluarganya bahagia. "Za apa gak kecepatan Zahra punya adik?" tanya Alex saat berkunjung ke rumah Reza. "Gak dong, Zahra udah genap dua tahun nanti adeknya lahir Zahra masuk tiga tahun, yang kecepatan punya adek itu Syakila." jawab Reza dengan santainya membuat Alex melotot. "Silvi gak hamil ya," "Ya iya maksudnya yang kecepatan punya adek itu Syakila kalo misalnya Silvi hamil." "Iya-iya biasa aja kali, o iya Tante Neni berapa lama umroh?" tanya Alex sambil menyeruput kopi. "Dua bulanan semoga pulang dengan selamat." jawab Reza yang diamini oleh Alex. "Gak nyangka ya sekian banyak drama yang terjadi beberapa tahun yang lalu akhirnya kita semuanya bisa tenang menjalani hari, apalagi saya setelah Indri menikah rasanya lega banget." terang Alex membuat Reza mangut-mangut. "Ya begitulah jika tuhan sudah berkehendak yang jahat bisa jadi baik dan yang baik bisa jadi jahat," jawab Reza yang dibalas anggukan oleh Alex. "Tante
Hampir 30 menit Rifki menunggu Indri, tapi Indri belum keluar-keluar juga membuat Rifki greget. Tok! Tok! Tok! "Indri." "Iya ..." "Keluar saya gak nyuruh kamu lama-lama di dalam." ucap Rifki dengan nada tegas membuat Indri langsung memejamkan matanya. 'Lex ... Kamu tega banget sama aku, kamu gak kasian apa lihat aku.' ucapnya dalam hati lalu ia perlahan membuka pintu. Ceklek! Deg! Rifki langsung menelan salivanya dengan susah payah begitu melihat Indri hanya memakai handuk sepaha. "Aku lupa bawa baju ganti." ucapnya membuat Rifki mengalihkan pandangannya sekilas. "Iya, ayo sholat dulu." ajak Rifki lalu mereka melakukan sholat berjamaah. Setelah selesai sholat, Indri membuka mukenahnya lalu ia berjalan ke dekat lemari hendak mengambil baju. Saat ia berjinjit tiba-tiba ia kaget melihat tangan Rifki melingkar di perutnya. "Ri--rifki-- "Aku kangen banget sama kamu." ucap Rifki dengan napas berat membuat Indri merinding. "Aku mau pake baju dulu." lanjut Indri y
[Bukannya gak menghargai atau gimana ya Indri, punten ini mah maaf ... Dari kemaren-kemaren bukannya kamu udah tunangan bahan denger-denger gosipnya udah mau nikah kok sekarang baru mau lagi?] tanya Alex blak-blakan. [Kemaren itu aku kabur Lex dan sekarang dipaksa pulang sama Ayah dan beneran mau dinikahin besok, hiks ...] Silvi yang melihat itu pura-pura tidak mendengar ia fokus pada Syakila. "Kita keluar yuk sayang." ucap Silvi sambil menciumi pipi putrinya itu lalu ia melangkah hendak keluar. Baru dua langkah tiba-tiba tangannya dicekal oleh Alex membuat Silvi berhenti lalu mendongak. Cup! Tiba-tiba ada Alex mengecup bibirnya membuat Silvi mematung. [Sekarang gini, ikuti apa yang disarankan orang tuamu karena orang tua biasanya tau apa yang terbaik untuk anaknya.] jawab Alex yang masih setia memegang tangan Silvi. [Tapi le-- [Udah jangan ngeluh terus kehidupan ini gak gitu-gitu aja, sama halnya kayak saya dan Silvi sudah jadi orang tua dan ya ... Udah otw anak ke d
"Iya Om." jawab Nova membuat laki-laki itu panik bukan main. "Anak siapa?" "Ya anak Om lah sama teman-teman Om itu." jawab Nova yang dibalas gelengan oleh laki-laki paruh baya itu. "Gak mungkin saya gak pernah ngeluarin di dalam kamu bohong, pasti itu kerjaan kamu sama laki-laki lain." tuduh laki-laki itu membuat Nova melotot. "Om! Ini anak Om Budi saya gak pernah sama siapa-siapa semenjak di booking sama Om!" bantah Nova. "Ok kalo itu benar ulahku sekarang gugurkan saja, saya kasih uang." suruh Budi membuat Nova menyunggingkan senyum. "Iya Om, aku minta 50 juta Om harus tanggung jawab ini." ujar Nova membuat Budi mau tidak mau mengangguk. "Tapi ini kamu harus benar-benar menggugurkan anak itu karena jika tidak saya tidak mau tanggung jawab lagi mau gimanapun juga." ancam Budi membuat Nov. "Iya Om aman nanti aku gugurin, Om mau gak?" goda Nova membuat Budi tersenyum miring. "Tanpa kamu suruh pun aku akan tetap mengambil alih itu." jawab Budi lalu mendorong Nova ke ran
Sore hari setelah Alex dan Silvi pulang. Reza sedang berdiri di dekat jendela kamar sambil bersedekap dada. Ceklek! Naya yang baru saja masuk langsung mengunci pintu lalu mendekati suaminya itu. 'Kak Reza kenapa lagi ya? Jangan bilang dia lupa Ingatan lagi.' ucap Naya dalam hati lalu memberanikan diri memegang tangan Reza. "Kak ..." "Hum." Reza kaget lalu menoleh ke samping, detik kemudian bibirnya tersenyum manis. "Kakak mikirin apa?" tanya Naya, Reza langsung membawa Naya berdiri di depannya menghadapi jendela. Lalu Reza memeluk istrinya itu dari belakang menyandarkan kepalanya di bahu Naya membuat Naya sedikit kaget, ia menoleh kesamping bertepatan dengan wajah Reza di dekatnya. Cup! "Zahra mana sayang? tanya Reza membuat Naya tersenyum lalu ia mencium kembali pipi suaminya itu. "Zahara dibawa jalan-jalan sama Nurul, Rey sama Mama." jawab Naya. "Oh mereka jalan-jalan, kamu kenapa gak ikut?" tanya Reza. "Mau sama Kakak aja." jawab Naya pelan membuat Reza terse
Setelah Dokter pulang Reza belum kunjung sadar membuat rasa takut dan panik masih menghantui Naya dan yang lainnya. Tidak beberapa lama kemudian terdengar suara mobil terparkir di halaman. "Siapa yang datang Rey?" tanya Naya, Rey langsung melihat ke arah jendela. "Bang Alex, Kak." jawab Rey membuat Naya mangut-mangut. "Assalamualaikum, waduh rame banget ini, ada apa?" ucap Alex yang sudah berdiri diambang pintu kamar membuat yang lain menoleh. "Walaikumsalam." "Eh … kenapa ini? Reza kenapa?" tanya Alex bingung. "Pingsan Kak." "Hah? Kok bisa?" tanya Alex lagi. "Gak tau tadi lagi berdua doang disini sama Zahra, tiba-tiba aku datang Kak Reza udah gak sadarkan diri di tambah Zahra duduk di dadanya." terang Naya membuat Alex kaget sekaligus lucu mendengarnya. "Zahra mana?" "Tuh." tunjuk Naya, Zahra yang sedang asik dengan bonekanya tidak menyadari Alex sudah di dekatnya. "Zahra …" "Ha …" sahut Zahra sambil mendongak membuat Alex gemas lalu mencubit pipi gembul itu.
Keesokan harinya Naya bangun terlebih dahulu, ia melihat Reza masih tidur pulas. Tanpa membuang waktu ia langsung mengerjakan tugasnya sebagaimana ia seorang istri. Pukul 5.30 Naya mendekati Reza pelan-pelan ia mulai membangunkan suaminya itu. "Kak ..." panggil Naya sambil menggoyang-goyangkan tangan Reza membuat sang empu mulai terusik kemudian membuka matanya. "Hem." dehem Reza lalu ia bangkit dari ranjang menunaikan ibadah sholat subuh. Sedangkan Naya yang melihat itu hanya bisa menghela nafas panjang lalu ia memilih keluar dari kamar. 15 menit kemudian Reza sudah selesai melakukan sholat, ia bangkit lalu melihat ke arah ranjang Zahra. Dan benar saja anak kecil itu sudah duduk disana membuat bibir Reza tersenyum lalu ia menggendong Zahra. "Anak kecil udah bangun?" ucap Reza membuat Naya mengusap-usap wajahnya. "Ayo kita cuci muka dulu biar gak ngantuk lagi." lanjut Reza lalu ia membawa Zahra ke kamar mandi mengusap air ke wajah Zahra. Hal itu membuat Zahra sedikit kaget kar
Tiba-tiba saja air mata Naya semakin deras memastikan yang didepannya itu adalah RezaBegitu Reza sangat dekat Naya bahu Naya kembali bergetar hebat seolah-olah memberitahu jika dirinya tidak sedang baik-baik saja."Hiks ... Kakak ..." pinta Naya selirih mungkin membuat laki-laki itu membuka kacamatanya lalu menatap Naya bingung."Kakak baik-baik aja kah?""Kamu siapa ya?"Jleb!Naya langsung luruh ke lantai ia tidak bisa lah menopang tubuhnya."Eh ... Kenapa kamu malah duduk? Apa kamu mengenal saya?" tanya Reza membuat Naya tidak bisa menjawab apa-apa lagi."Eh Bu ... Kenapa ini?" tiba-tiba security menghampiri Naya yang duduk di lantai."Mbak kenapa ayo saya bantu berdiri saya antarkan pulang ya Mbak." ucap satpam tersebut karena ia sudah benar-benar kasihan sama Naya.Naya hanya diam dibantu security tersebut untuk berdiri matanya terus menatap Reza tapi lidahnya sudah kaku dan kelu."Ayo Mbak jangan begini terus setiap hari kasian keluarga Mbak." nasehat security tersebut."Saya b