Share

Bab 4

Aku melayang di udara, melihat keduanya berbahagia. Kemudian, ibuku mendapat panggilan dari rumah sakit. Katanya, hasil tes cocok. Aku bisa mendonorkan ginjalku kepada Valentine.

Ibuku menyuruh Valentine meneleponku. Mereka ingin memintaku membuat persiapan operasi. Namun, tidak ada yang menjawab panggilan. Aku sudah mati, bagaimana mungkin menjawab panggilan lagi?

"Ibu, Virginia nggak angkat telepon! Apa dia nggak mau mendonorkan ginjalnya padaku? Bu, huhu ...." Valentine berpura-pura menangis di hadapan ibuku.

"Benar-benar nggak berguna! Ditelepon saja nggak dijawab! Entah ke mana dia! Kalau sampai aku melihatnya, dia akan kuberi pelajaran!" Bentakan ibuku yang dipenuhi amarah bergema di pinggir pantai. Ibuku mencoba meneleponku lagi dan lagi. Setiap kali tidak ada jawaban, amarahnya makin berkecamuk.

"Aku rasa dia sudah bosan hidup!"

Valentine yang berdiri di samping tak kuasa mengernyit. "Ibu, apa mungkin Virginia marah sampai nggak mau mendonorkan ginjalnya kepadaku lagi? Sebelumnya, kami ...."

Sebelum Valentine selesai bicara, ibuku sudah menyela dengan tatapan tajam, "Marah? Atas dasar apa dia marah? Dia tinggal di rumah mewah dan diberi makan! Kalau bukan karena Vivian meninggal ...."

Ibu tiba-tiba berhenti bicara, seolah-olah baru sadar telah mengungkit masa lalu yang menyedihkan. Segera, dia terlihat dingin dan marah lagi.

"Pokoknya kalau dia berani menunda operasimu, aku bakal buat dia mampus! Tenang saja, Sayang. Ibu pasti akan menyembuhkanmu. Ibu cuma punya kamu!"

Valentine menarik lengan baju ibunya dan berucap, "Ibu, kamu harus janji ya. Ibu yang terbaik. Aku sayang sekali sama Ibu! Kamu satu-satunya ibuku!"

"Mungkin Virginia lagi sibuk dan nggak bisa angkat telepon. Coba kita telepon lagi."

"Sibuk? Nggak bisa angkat telepon?" Ibu terkekeh-kekeh mendengarnya. "Sejak kecil, dia cuma bisa buat repot. Dia kira dirinya sudah dewasa. Huh! Menyedihkan sekali!"

Saat ini, aku yang menyaksikan semua dari atas merasa sangat kecewa. Kukira kematian bisa membuatku terlepas dari kebencian. Siapa sangka, harapan terakhirku harus pupus.

Pembantu segera datang ke rumahku. Namun, tidak peduli bagaimana dia mengetuk pintu, tidak ada respons apa pun dari dalam.

Pada akhirnya, pembantu menggunakan kunci cadangan. Begitu masuk, dia menemukan jenazah berbau busuk. Pembantu itu segera menutup hidungnya dan keluar. Kemudian, dia mengeluarkan ponselnya dengan tangan bergetar dan menelepon ibuku untuk melapor, "Bu, Virginia sudah meninggal!"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status