Setelah mendengarnya, ibuku membentak dengan makin marah, "Meninggal? Jangan menipuku! Mana mungkin dia meninggal! Waktu Vivian mati saja, dia nggak mati! Kalau memang mau mati, kenapa harus tunggu sampai hari ini!"Ibuku berteriak tanpa bisa mengendalikan dirinya. Dia menyuruh Valentine menginstruksi pembantu, "Suruh dia periksa baik-baik di seluruh kamar! Virginia pasti cuma pura-pura mati supaya terlepas dari tanggung jawab!"Meskipun takut, pembantu tetap menuruti instruksi ibuku dengan memeriksa seluruh kamar. Setelah memastikan tidak ada kesalahan, dia melapor lagi, "Bu, aku sudah periksa semua. Kalau nggak percaya, telepon saja ambulans!"Suara pembantu itu bergema di ruangan yang kosong dan gelap. Orang di ujung telepon terdiam untuk waktu yang sangat lama."Dia memang nggak ada kapoknya! Dia pasti cuma pura-pura mati! Aku bakal panggil ambulans!"Sekalipun telah meninggalkan dunia ini, penilaian ibuku terhadapku masih begitu kejam.Setelah staf medis tiba, ibuku masih bertanya
Ketika berbalik untuk meninggalkan kamar mayat, ibuku berpesan, "Bereskan semuanya, lalu laporkan pada kami." Seluruh proses, aku tidak melihat kesedihan ataupun penyesalan pada ekspresi ibuku, seolah-olah hanya memastikan jawaban atas pertanyaan yang sudah lama membuatnya bingung.Sementara itu, Valentine terperangah di tempatnya. Air mata terus menetes. Dia tidak bisa melampiaskan emosinya yang rumit.Rohku terombang-ambing tertiup angin. Hingga akhir, aku tidak mendapat cinta kasih ini yang telah kunantikan lama sekali.Kalau bukan karena aku mati, Valentine tidak mungkin menunjukkan wajahnya yang sebenarnya. Setelah pulang, ibuku kembali menyibukkan diri, seolah-olah tidak ada masalah yang terjadi. "Sayang, malam ini mau makan apa? Biar Ibu masak untukmu."Suara ibuku terdengar cukup lembut. Jika itu aku yang masih kecil, aku pasti akan merasa sangat bahagia. Namun, sekarang aku hanya merasa lucu.Valentine termangu di tempatnya beberapa detik. Pada akhirnya, dia bereaksi dan meny
Valentine keluar dari kamar seperti pencuri. Dia diam-diam memasuki ruang kerja. Setelah memastikan tidak ada yang melihat, dia membuka brankas untuk mengambil dokumen beserta beberapa gambar. Semuanya berjalan dengan sangat mulus.Keesokan pagi, Valentine berkata, "Ibu, hari ini aku harus cuci darah di rumah sakit. Kamu bisa transfer kasih aku 1 miliar?""Tentu saja bisa!" sahut ibuku tanpa ragu sedikit pun. Kemudian, dia langsung mentransfer uang kepada Valentine.Kemudian, aku melihat Valentine memakai pakaian mewah dan pergi ke mal kelas atas terdekat. Setelah memilih beberapa tas model baru, dia menelepon ibuku. "Ya ampun! Tas-tas ini cantik sekali! Tapi, aku jadi sedih kalau ingat waktuku nggak banyak lagi ...."Sayang, jangan sedih." Ibuku segera menghibur, "Beli saja kalau suka. Uang bukan masalah."Setelah membayar, Valentine menjual lagi tas itu supaya mendapat uang. Ketika pulang, dia berpura-pura memasang wajah lemas, bahkan berjalan saja terlihat susah.Setelah Valentine t
Namun, tidak peduli bagaimana aku berusaha, tidak ada yang bisa kusentuh. Rumah yang dulunya hangat dan bahagia kini menjadi suram dan menakutkan. Di tengah kegelapan, suasana terasa makin menegangkan.Setiap sudut di rumah ini seolah-olah menceritakan semua pengkhianatan dan kejahatan yang pernah terjadi. Kakakku mati secara tidak adil. Dia hanya ingin memperkenalkan teman barunya, tetapi malah dicelakai oleh temannya sendiri.Sementara itu, aku hidup dalam rasa bersalah. Kalau aku menangkap kakakku, dia tidak mungkin jatuh dan meninggal. Jika kakakku tidak meninggal, ibuku tidak akan membenciku hingga belasan tahun, apalagi menyayangi seseorang yang telah mencelakai putrinya sendiri. Aku benar-benar membenci Valentine. Aku ingin sekali membunuhnya!Beberapa hari selanjutnya, ibuku sangat sibuk. Perusahaan ibuku memang perusahaan top di pasaran, hingga akhirnya Valentine menjulurkan tangan jahatnya ke bisnis keluargaku.Valentine diam-diam menjual rahasia perusahaan. Dia membocorkan i
Valentine tertawa terbahak-bahak di restoran, seolah-olah kemenangan dan uang sudah ada di tangannya.Sementara itu, orang yang duduk di seberangnya bertanya dengan heran, "Aku nggak ngerti. Kenapa kamu menghancurkan perusahaan yang ibumu bangun dengan susah payah?"Tebersit hinaan pada sorot mata Valentine. "Dia nggak pantas disebut ibuku!"Ucapan ini sontak menyakiti ibuku yang menguping di luar. Kemarahan dan kekecewaan bersatu. Ibuku yang tidak tahan lagi pun mendorong pintu dan masuk."Valentine! Apa maksudmu? Kamu mau menjatuhkan bisnis keluarga sendiri?" tanya ibuku dengan suara bergetar.Setelah mendengarnya, Valentine yang selalu bersikap patuh malah memasang ekspresi kejam dan terkekeh-kekeh sinis. Dia menyahut, "Ya ampun, ibuku yang baik, atas dasar apa kamu bilang aku menjual rahasia perusahaan? Apa kamu punya bukti?"Ketika melihat ekspresi Valentine yang tidak biasa, ibuku yang awalnya masih menaruh harapan seketika merasa putus asa. "Valentine! Apa mungkin cinta kasih ya
"Jadi ... jadi, pengorbananku selama bertahun-tahun ini untukmu cuma membuatmu benci padaku?" Ibuku terduduk lemas di lantai dan menutup wajahnya dengan kedua tangan sambil menangis.Ketika melihat penampilan ibuku yang seperti ini, Valentine merasa agak aneh. Mungkin, ini adalah simpati yang dimiliki seorang pemenang terhadap orang yang kalah dan terlihat lemah.Namun, Valentine segera mengalihkan pandangannya dan berujar, "Ingat hari ini baik-baik."Ledekan dan hinaan terdengar jelas dari suaranya. "Ingat masa lalu dan ketidakberdayaan yang kamu rasakan dari cinta dan harapan yang kamu bangga-banggakan itu."Suasana lagi-lagi menjadi aneh dan hening, seolah-olah ini adalah ketenangan terakhir sebelum badai besar datang.Ibuku memeluk kepalanya sambil menangis tersedu-sedu. Tubuhnya bergetar. Dia terisak-isak. Padahal, rumah ini seharusnya dipenuhi suasana harmonis."Virginia, Virginia ...." Ibuku menggumamkan namaku tanpa henti. Setiap panggilannya seperti mengandung magnet, membangu
"Tiga ratus miliar. Nggak boleh kurang sepeser pun. Setelah kamu memberiku uang ini, aku akan memberitahumu semuanya." Suara ayah Valentine sangat dingin dan licik.Ibuku menggenggam ponselnya. Dia bertanya dengan suara seperti orang berteriak, "Gimana aku bisa percaya? Kenapa harus melakukan hal seperti ini? Kalian nggak punya perikemanusiaan ya?""Perikemanusiaan? Di hadapan uang, nggak ada yang namanya perikemanusiaan." Ayah Valentine seolah-olah mendengar lelucon terkonyol di dunia.Ibuku bersandar di dinding dengan tidak berdaya. "Oke ... aku setuju. Tapi, kamu harus beri tahu aku kebenarannya."Setelah membuat kesepakatan, mereka bertemu di depan pintu masuk sebuah pabrik yang terbengkalai. Matahari menyinari dinding yang terlihat kotor. Tercium bau karat yang bercampur dengan bau tanah yang lembap.Ayah Valentine memakai kacamata hitam dan baju yang longgar. Ibuku membawa beberapa pengawal untuk bertemu dengannya."Sudah bawa uangnya?" tanya ayah Valentine langsung.Ibuku mengan
Aku hanya bisa menyaksikan pemandangan kejam di depan mata."Siapa yang nasibnya lebih tragis sekarang?" ejek Valentine yang berhenti memukul untuk beristirahat sejenak. "Kalau kamu mendengarkanku hari itu, Virginia pasti sudah mendonorkan ginjalnya sebelum dia mati "Valentine menyingsingkan lengan bajunya untuk memperlihatkan lengannya yang berlubang akibat jarum. "Lihat! Aku merasa sangat tersiksa setiap kali cuci darah!"Valentine mengangkat tongkat kastinya dan memukul dengan makin kuat. Setiap pukulan seperti ingin melampiaskan seluruh kebenciannya."Kamu pantas mendapat semua ini!" seru Valentine.Meskipun mendapat perlakuan yang tidak manusiawi, ibuku tetap berusaha bangkit. Suaranya terdengar dipenuhi kebencian. "Kamu sudah mencelakai putriku ...."Namun, Valentine telah kehilangan akal sehatnya. Dia menginjak ibuku dengan sepatu hak tingginya. Dia tertawa terbahak-bahak sebelum memekik, "Dasar wanita tua! Kamu masih ingin melawan? Hari ini, akan kusingkirkan kamu dari dunia i