Share

Penjara Dendam Suami Konglomerat
Penjara Dendam Suami Konglomerat
Penulis: SweetWater

Jual Saja Dirimu!

Penulis: SweetWater
last update Terakhir Diperbarui: 2024-11-06 11:08:15

Aleeta turun di halte bus sembari merapatkan jaket. Ia melangkah lunglai menuju gang kecil yang akan membawanya ke kontrakan yang selama bertahun-tahun ini menjadi tempat tinggalnya. Rasanya lelah luar biasa. Aleeta melangkah pelan, bahkan sesekali berhenti, menatap ujung sepatunya dengan pikiran kosong. Kemudian Aleeta kembali melangkah menuju kontrakannya.

Dalam satu hari ia harus bekerja di dua tempat sekaligus. Mulai dari pagi hingga menjelang pagi lagi. Tubuh Aleeta bahkan sampai terlihat begitu kurus dan pucat dengan lingkaran hitam di bawah matanya yang setiap hari semakin bertambah kentara. Terkadang tubuhnya juga terasa lemah karena kekurangan jam istirahat. Tapi Aleeta tidak boleh mengeluh.

Aleeta menarik napas dalam-dalam dan membuka pintu rumah. Belum sempat pintu itu tertutup, dia sudah mendengar seruan yang memekakkan telinganya.

“Mana uangku?!”

Aleeta mendesah lelah. Ia tidak kaget lagi mendapati Sonya menunggu kepulangannya di balik pintu.

Bukan, bukan kepulangannya. Melainkan, uang hasil kerja kerasnya.

“Ma, aku capek,” ujarnya pelan sambil merasakan kakinya yang berdenyut karena terlalu banyak berjalan karena bekerja di kafe.

Aleeta mencoba untuk mengabaikan Ibunya dan berjalan menuju kamar tidur. Namun, tepat saat kaki Aleeta baru melangkah, Sonya menahan tangannya.

“Cepat berikan uangnya sekarang. Setelah itu kamu bisa tidur.” Sonya menarik tas di bahu Aleeta. Mengobrak-abrik seluruh isi tas itu dan menemukan sebuah amplop yang tadi diberikan oleh Thomas, bos di tempat Aleeta bekerja. Sonya segera merobek dan menghitung isinya. Hanya beberapa lembar kertas. “Hanya segini?!”

Ya, mungkin Ibunya berharap bisa menemukan segepok uang.

“Untuk apa uang sedikit begini?”

“Memangnya Mama pikir berapa gajiku menjadi pelayan? Dua puluh juta?” Aleeta bertanya sinis.

“Aku sudah bilang, jual saja dirimu!” Bentak Sonya marah. Dia mengambil seluruh uang yang sedikit itu, kemudian membuang amplopnya ke lantai. “Badanmu bagus, pasti banyak yang bersedia membayar mahal untuk itu.”

Refleks, telapak tangan Aleeta mengusap lengannya, menahan diri yang sedang merinding. Kata-kata itu sangat menyakitkan.

Aleeta terdiam di tengah-tengah ruang tamu yang nyaris kosong melompong. Aleeta menahan isak tangisnya.

Sejak dulu, Aleeta memang hanya di anggap sapi perah oleh Ibunya. Ia di paksa untuk bekerja siang malam, menghasilkan uang hanya demi memenuhi kebutuhan Ibunya yang tidak pernah ada habisnya. Bahkan, selama ini, Aleeta tidak pernah mencicipi hasil kerja kerasnya.

Namun, sekalipun Aleeta tidak pernah membayangkan kalau sosok wanita yang ia anggap sebagai Ibu selama ini ternyata tega menyuruhnya untuk menjual diri.

Apa masih kurang semua yang sudah Aleeta lakukan pada Ibunya selama ini? Hampir sepuluh tahun Aleeta bekerja, selama itu juga semua uang hasil kerja kerasnya selalu di nikmati oleh Ibunya. Meski Aleeta tahu uang-uang itu hanya untuk Sonya habiskan untuk berfoya-foya, berjudi dengan para geng sosialitanya, dan bersenang-senang dengan pria yang ada di klub judinya. Aleeta tidak pernah mempermasalahkan itu semua. Aleeta selalu diam dan sabar.

“Mama pikir aku ini wanita murahan?!” Bentak Aleeta sembari menatap Ibunya dengan mata memerah. “Apa Mama tega melihatku menjadi santapan pria-pria hidung belang?”

“Kenapa? Itu namanya kamu memanfaatkan badanmu yang bagus dan indah. Kalau dengan cara seperti itu bisa membuatmu menghasilkan uang, kenapa tidak kamu lakukan, hah?!” Sonya balas membentak.

“Ma!” Aleeta menatap marah pada Ibunya. “Aku ini anak Mama. Kenapa Mama sampai hati menyuruhku melakukan hal seperti itu?” Tanya Aleeta dengan suara tercekat. Sekarang, tenggorokannya terasa sakit dan matanya memanas. Dada Aleeta berdegup kencang, seolah-olah menggedor minta untuk keluar.

“Dengar, Aleeta. Aku membesarkanmu dengan perjuangan dan air mata. Apa kamu tidak bisa membalas jasa-jasaku itu, hah?!” Sonya semakin membentak marah.

Selama ini, Sonya memang menganggap Aleeta adalah investasinya. Jika Aleeta tidak bisa membalas apa yang telah dia berikan, Sonya merasa perjuangannya sangat sia-sia.

Sementara itu, Aleeta bertanya-tanya, apakah seorang anak harus membalas jasa atas semua hal yang telah ibunya lakukan karena merawat dan membesarkannya? Apakah hal itu wajib untuk dilakukan seorang anak? Bahkan Aleeta sendiri tidak pernah meminta di lahirkan ke dunia ini? Lalu kenapa kehadirannya selalu saja di salahkan?

“Memangnya aku pernah meminta untuk di lahirkan?” Tanya Aleeta pelan. “Apa aku pernah meminta Mama untuk terus mengurusku?”

“Kalau aku tidak memilih untuk mengurusmu, mungkin saat ini aku tidak akan hidup susah dan tinggal di kontrakan kecil seperti ini!” Sonya berteriak di telinga Aleeta hingga membuat telinganya berdengung. “Harusnya kamu berterima kasih, Aleeta! Karena berkatku, berkat belas kasihanku, kamu bisa hidup sampai detik ini!”

Belas kasihan. Bukan kasih sayang.

Kalau dulu bisa memilih, Aleeta lebih ingin di biarkan mati saja. Untuk apa hidup kalau setiap hari tersiksa? Bahkan Ibu yang seharusnya bisa menjadi tempat bersandar, hanya menginginkan uangnya saja.

“Ma …” Aleeta ingin balik berteriak, tapi dia tahu semuanya percuma. Aleeta memilih untuk menutup mulutnya rapat-rapat.

“Kamu tadi ingin melawan, hah?” Sonya mendekati Aleeta karena sedetik tadi, Sonya melihat kilatan di mata Aleeta. Dengan satu kali gerakan, Sonya mengangkat tangannya dan menarik rambut Aleeta hingga membuat gadis itu merintih kesakitan. “Jangan berani-berani seperti itu!” Jerit Sonya sambil melepas jambakannya.

Aleeta mundur beberapa langkah, membuat jarak dengan Ibunya.

“Kalau kamu tidak ingin bekerja dan mencarikan aku uang. Lebih baik kamu mati saja sana. Dasar anak tidak berguna!” Sonya melempar tas Aleeta tepat mengenai wajah anaknya. Tanpa menoleh ke arah anaknya, Sonya lalu pergi keluar dari rumah seraya membanting pintu dengan kuat.

Aleeta hanya mampu berdiri diam. Kepalanya sedikit sakit dan mungkin pipinya tergores resleting tas. Namun, ia tidak melakukan apa-apa. Pikirannya seperti kosong.

Sambil mencoba menenangkan diri, Aleeta hanya menatap sejenak pintu yang telah tertutup itu, kemudian berjongkok untuk mengambil tas beserta isinya. Hanya ponsel dan juga uang pecahan kecil yang selama ini menjadi penghuni tas Aleeta.

Aleeta lalu menyeret kakinya menuju kamar. Berbaring di kasur kecil yang ada di sana dan mulai memejamkan mata. Kasur itu terasa agak keras dengan aroma sedikit apak. Biasanya, Aleeta tetap merasa nyaman. Namun, kali ini, kasur itu tidak mampu menopang semua beban yang ia tanggung.

Tubuhnya tetap terasa sakit dan berat.

Aleeta membuka mata, menatap langit-langit yang catnya sudah luntur. Perlahan, pandangannya bertambah kabur. Pikirannya mulai melantur. Ia mulai bertanya-tanya, kenapa harus dirinya yang mengalami hal seperti ini?

Apakah ada orang yang mau hidup seperti dirinya? Berulang kali Ibunya menyuruh untuk menjual diri. Apakah Aleeta benar-benar harus melakukan itu supaya Ibunya bisa puas? Apakah Aleeta harus merelakan tubuhnya?

Aleeta lalu berbaring miring, memeluk lututnya dan mulai menangis.

***

Aleeta merasa kedua matanya baru saja terpejam beberapa saat yang lalu, saat alarm ponselnya berbunyi. Ia segera meraih ponsel jadul itu dan melirik layarnya.

Sial, ternyata ini sudah jam delapan!

Aleeta dengan cepat bangkit dari tempat tidur. Ia meraih handuk dan masuk ke dalam kamar mandi. Celana jeans berwarna usang, kemeja dan sepatu buluk. Begitulah gaya berpakaian Aleeta setiap harinya.

Apa yang di kenakan Aleeta memanglah sangat berbanding terbalik dengan apa yang di kenakan Sonya. Aleeta hanya memiliki barang-barang dan pakaian seadanya. Aleeta jarang, bahkan hampir tidak pernah membeli sesuatu untuk dirinya sendiri. Semua uang hasil kerja kerasnya selalu saja di minta oleh Sonya. Tapi meskipun Aleeta hanya memiliki barang seadanya, Aleeta tidak pernah mengeluh. Lagi pula, memang hanya itu yang ia punya dan Aleeta pun tidak suka berpura-pura kaya. Toh, selama masih bisa dan pantas untuk di gunakan, bagi Aleeta itu sudah lebih dari cukup.

Lagi-lagi ponsel Aleeta kembali berbunyi ketika ia hendak melangkah keluar rumah. Dan kali ini panggilan dari Sonya.

“Halo.”

“Aleeta!”

Aleeta mendesah. Telinganya bahkan sampai terasa begitu berdengung akibat teriakan tersebut. Tidak bisakah, sekali saja, Ibunya menyapa dengan cara yang hangat?

“Kenapa, Ma? Aku ingin berangkat bekerja,” tanyanya sedikit malas.

Setelah kejadian semalam Aleeta berharap setidaknya ia bisa beristirahat, sehari saja dari gangguan Ibunya. Tapi sepertinya hal itu tidak akan pernah terjadi dalam hidup Aleeta.

“Ke sini sekarang juga. Jemput aku di dekat Venus.” Sonya memerintah dengan ketus di seberang telepon.

“Tapi aku harus bekerja, Ma. Aku bisa terlambat kalau harus ke sana terlebih dahulu.”

“Heh, anak kurang ajar! Aku bilang cepat datang ke sini. Aku kehabisan uang, jadi aku tidak memiliki ongkos untuk pulang!” Sonya mulai membentak.

Aleeta mendengus. Ia tahu Venus itu adalah salah satu klub yang sering di datangi Sonya. Klub itu terletak cukup dekat dengan pusat kota. Jadi memerlukan waktu cukup lama untuk sampai di sana. Dan Aleeta bisa terlambat bekerja jika harus menjemput Sonya lebih dulu.

Kali ini, sepertinya Aleeta harus menolak. Kalau ia terlambat bekerja dan gajinya di potong, Sonya pasti akan marah juga.

“Aku nggak punya uang untuk pergi ke sana, Ma. Bukanya semalam Mama sudah mengambil semua uangku. Kenapa Mama nggak pulang sendiri saja?”

“Dengarkan aku, jika kamu tidak mau menjemputku sekarang. Lihat saja apa yang akan aku lakukan padamu nanti. Apakah kamu ingin aku menghukummu, anak sialan?”

“Nggak, Ma,” ujar Aleeta lirih. Ia tidak mau di hukum Ibunya, apalagi sampai membuatnya tidak bisa pergi bekerja.

Memangnya apa sih yang bisa Aleeta lakukan? Bukankah seharusnya ia sudah tahu kalau melawan Sonya itu sama saja melakukan hal yang sia-sia.

“Kalau begitu jemput aku sekarang, bodoh!” Sonya langsung mematikan panggilannya begitu saja setelah puas berteriak dan memarahi Aleeta.

Tidak. Sonya belum puas. Ia nanti pasti masih akan kembali membentak dan memarahi Aleeta meski Aleeta sudah menuruti permintaannya.

Taksi yang di tumpangi Aleeta berhenti tepat di seberang Venus. Aleeta terpaksa harus menggunakan taksi seperti yang Sonya perintahkan, yang artinya ia harus mengeluarkan biaya lebih. Aleeta menatap sekeliling, tapi ia sama sekali tak melihat keberadaan Sonya.

“Mama ke mana, sih?” Gumam Aleeta.

Kedua mata Aleeta memicing saat berhasil menemukan keberadaan Ibunya yang tengah berdiri tak jauh dari Venus. Tidak hanya sendiri, wanita itu rupanya sedang berpelukan dengan seorang pria. Aleeta tidak ingin peduli tentang siapa pria tersebut. Yang jelas ia harus segera memanggil dan mengajak Ibunya pulang, supaya ia bisa segera pergi bekerja.

“Mama!” Aleeta berteriak dari seberang jalan.

Sialnya jalanan di sana jauh lebih ramai daripada jalanan yang ada di sekitar tempat tinggal Aleeta. Meski belum termasuk pusat kota tapi lalu lintasnya sudah cukup lumayan padat.

“Ma—“

Aleeta terkejut saat seseorang menabraknya dari belakang hingga membuat ponsel yang ia genggam terlempar jauh, hampir ke tengah jalanan.

“Maaf. Saya buru-buru.”

Aleeta menatap pria yang baru saja menabraknya. “Ya nggak apa-apa.”

Pria itu tampak menatap Aleeta sekilas, sebelum kemudian mengangguk dan berpamitan. “Sekali lagi saya minta maaf,” ujarnya yang langsung berlalu begitu saja meninggalkan Aleeta.

Aleeta tersenyum kemudian mendesah. Ya, ini memang bukanlah masalah baginya. Toh, ponsel jadulnya itu tidak akan mati meski terlempar, jatuh beberapa kali dan membentur aspal jalanan. Ponsel miliknya itu memang terbilang cukup tahan banting selama ini, padahal harganya tidak terlalu mahal. Aleeta merasa sedikit beruntung karena masih memiliki ponsel tersebut.

Ia segera bergegas melangkah ke tengah jalan untuk mengambil ponsel, sekaligus menemui ibunya.

Aleeta baru saja berjongkok ketika ia mendengar suara klakson mobil yang begitu dekat. Ia segera menoleh dan mengerjap kaget saat melihat sebuah mobil berwarna hitam tengah melaju kencang menuju ke arahnya.

“Kalau kamu tidak mau bekerja dan mencarikan aku uang. Lebih baik kamu mati saja sana. Dasar anak tidak berguna!”

Tiba-tiba ucapan Sonya semalam tergiang begitu saja di kepala Aleeta. Apakah yang di katakan Sonya itu benar akan terjadi hari ini? Aleeta tidak tahu. Yang ia tahu saat ini kematian itu jelas sudah ada di depan matanya.

‘Mungkin ini sudah saatnya,’ gumam Aleeta seraya memejamkan mata. Ia berharap, ini akan membawanya pada istirahat panjang. Tidak ada lagi Ibu yang membentak, tidak ada lagi hari-hari yang menyusahkan.

“AWAS!”

Kejadian kecelakaan tadi terjadi dengan begitu cepat. Bahkan Aleeta sendiri hampir tidak ingat bagaimana dan seperti apa kejadiannya. Ia hanya ingat saat mobil hitam tadi mendekat ada seorang wanita yang berteriak, lalu mendorong dirinya.

Bunyi rem mobil hitam tadi masih terdengar begitu jelas dalam ingatannya. Aleeta ingat ada sebuah benturan, tapi itu bukan antara dirinya dan mobil hitam tersebut. Aleeta hanya terpental dan membentur aspal jalanan sebelum kemudian ia kehilangan kesadaran.

Wanita tadi?

Seketika Aleeta langsung tersadar. Ia kembali menatap sekeliling dan menyadari kalau dirinya tengah berada di sebuah kamar rumah sakit.

“Aw ....” Aleeta merintih saat hendak beranjak bangun.

Kepalanya terasa berdenyut, kakinya terasa kaku, dan tangan kanannya juga terasa sakit. Aleeta terdiam sembari mengusap perban pada kepalanya. Jadi, apakah ia masih hidup?

Bab terkait

  • Penjara Dendam Suami Konglomerat   Pembunuh!

    “Oh, sudah sadar rupanya?” Suara itu membuyarkan lamunan Aleeta. Ia segera menoleh dan menemukan Sonya yang sedang berdiri di dekat pintu. “Aku kira kamu akan mati dalam kecelakaan tadi?” Lagi-lagi Sonya kembali bersuara. Aleeta memejamkan mata sebelum kemudian ia berkata. “Ya. Jika bisa memilih aku memang lebih baik memilih untuk mati dalam kecelakaan tadi,” desisnya tajam. Sonya memicing. “Lalu kenapa kamu tidak mati saja, heh? Dari pada membuatku repot begini. Kamu tahu berapa banyak waktuku yang terbuang hanya untuk menunggumu di sini?” Aleeta tidak habis pikir. Ia baru saja terbangun beberapa menit yang lalu. Tapi kenapa Sonya sudah tega mengatakan hal seperti itu pada dirinya? Apa tidak ada hal lain yang bisa Ibunya katakan selain mengatakan tentang kematiannya? Apa memang sebegitu tidak berharganya Aleeta di mata Ibunya, hingga wanita itu mengharapkan kematiannya? “Ma ...” Aleeta menatap Sonya. “Kalau Mama ingin aku mati, kenapa Mama nggak membiarkan aku tergeletak di jal

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-06
  • Penjara Dendam Suami Konglomerat   Awal Dari Sebuah Kebencian

    “Tenanglah, Nicholas. Semuanya pasti akan baik-baik saja.” Karina—Ibu Nicholas berusaha menenangkan putranya.Karina tiba di rumah sakit satu jam setelah kecelakaan itu terjadi.“Bagaimana aku bisa tenang, Ma. Di sana ...” Nicholas tak sanggup melanjutkan perkataan.Karina mengangguk, paham dengan apa yang Nicholas rasakan. Ia hanya terus memeluk sembari mengusap lengan putranya sampai tiba-tiba pintu ruang operasi itu terbuka. Nicholas segera berdiri, menghapus air matanya dan menghampiri dokter yang baru saja keluar dari ruang operasi.“Dokter, bagaimana keadaannya, Dok? Bagaimana keadaan calon istri saya?” Tanya Nicholas tak sabaran.Dokter Moses langsung menatap Nicholas dengan tatapan yang tak bisa Nicholas artikan sama sekali. Tidak. Nicholas hanya tidak sanggup menerima jika apa yang akan di katakan oleh Dokter Moses adalah hal yang paling tidak ingin ia dengar sekarang. “Maafkan kami, Tuan Nicholas ...” Nicholas hanya bisa menggeleng saat dokter mengatakan hal tersebut. “Kami

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-06
  • Penjara Dendam Suami Konglomerat   Masalah Sonya

    Hari ini sudah genap tiga bulan sejak kecelakaan itu terjadi. Kecelakaan yang membuat seorang wanita yang tidak tahu apa-apa harus rela kehilangan nyawa demi Aleeta. Jujur, jika boleh mengakui sampai detik ini Aleeta juga masih merasa begitu bersalah. Wanita itu begitu baik, seharusnya dia tidak perlu menolongnya. Biarkan saja dirinya yang mati dalam kecelakaan itu. Aleeta mendesah, bagaimanapun juga ia tidak bisa memutar waktu. Memangnya ia siapa? Mungkin saja semua itu memang sudah menjadi takdir dari Tuhan.Tapi keluarga wanita itu ....Aleeta menggeleng. Ia tidak ingin mengingat tentang keluarga wanita itu. Terutama pada pria yang dengan terang-terangan mengatainya seorang pembunuh. Aleeta kembali menggeleng. Aleeta takut. Meski Ibu Nicholas maupun pria satunya yang tidak Aleeta ketahui namanya itu tidak ikut menuduhnya sebagai pembunuh. Tapi tetap saja, Aleeta merasa ketakutan saat mengingat tatapan mematikan yang penuh kebencian dari kedua bola mata Nicholas.Nicholas Axel Fre

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-06
  • Penjara Dendam Suami Konglomerat   Bertemu Kembali

    “Maafkan aku, Aleeta. Aku tidak bisa membantumu.”Seketika bahu Aleeta merosot lesu saat mendengar jawaban dari Thomas—Bos di Cafe tempat ia bekerja. Di jam makan siangnya ini, Aleeta menyempatkan diri untuk menemui Thomas di ruangan kerja pria itu. Ia sudah mengatakan alasannya kepada Thomas untuk apa ia sampai harus meminjam uang, tapi ternyata Thomas tidak bisa membantu Aleeta.“Kamu pasti berpikir kalau aku ini pelit,” imbuh Thomas.“Nggak, Thom. Sungguh aku nggak berpikiran seperti itu,” sahut Aleeta sembari menggeleng.Thomas hanya bisa terkekeh kecil. “Berpikiran seperti itu juga tidak masalah, Aleeta. Orang-orang pasti berpikir kalau Cafeku ini ramai, dan untung yang aku dapatkan pasti juga lumayan. Tapi kenyataannya tidak seperti itu.”Aleeta hanya terdiam menatap pria yang selama beberapa tahun ini menjadi Bosnya.“Aku punya banyak sekali tanggungan yang harus aku bayar setiap bulannya. Termasuk tempat ini, tempat tinggalku. Gaji kalian. Dan percayalah, aku rela menghemat ke

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-06
  • Penjara Dendam Suami Konglomerat   Meminta Pertolongan Pada Nicholas

    Nicholas menghentikan mobil tepat saat mobil yang ada di depannya berhenti. Hari ini ia ada janji dengan salah satu rekan bisnis dari perusahaannya. Rekan bisnisnya tersebut mengundang Nicholas datang ke sebuah klub untuk merayakan kerja sama yang sedang di jalani perusahaan mereka. Kali ini Nicholas datang bersama Julian—sepupunya, karena Lukas sedang tidak bisa menemaninya. Saat Nicholas melangkah keluar mobil, tiba-tiba ponselnya berbunyi.“Ma ....”“Kamu sudah pulang ke apartemen?”“Belum, Ma. Aku sedang menghadiri acara yang di buat oleh salah satu rekan bisnisku di perusahaan.”“Ya sudah. Jangan pulang terlalu malam. Dan ingat, jangan sampai pulang dalam keadaan mabuk, Nicholas.”“Iya, Ma.”Nicholas tersenyum tipis saat panggilan dengan Ibunya—Karina terputus. Perlu di akui, sejak kematian Sesilia, hidup Nicholas memang mengalami banyak sekali perubahan.Ia jadi lebih sering pergi ke sebua

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-01
  • Penjara Dendam Suami Konglomerat   Pertolongan Itu Tidak Gratis

    “Lepaskan wanita itu.”Baik kedua pria yang sedang menyeret Aleeta maupun wanita glamor tadi seketika langsung berhenti melangkah. Mereka menatap Nicholas yang saat ini sudah berdiri di belakang mereka. Tatapannya dingin dan siap untuk membunuh. “Ada apa, tampan? Kenapa tiba-tiba kamu ingin aku melepaskan anak manis ini? Bukankah tadi kamu bilang tidak ingin menolongnya?” Cibir wanita glamor tersebut.“Aku bilang lepaskan!” Nicholas menarik lengan Aleeta secara kasar hingga berhasil terlepas dari genggaman salah satu bodyguard tersebut.“Heh, apa-apaan kamu?! Anak itu milikku. Kembalikan dia padaku!” Teriak wanita glamor itu.Nicholas bisa melihat Aleeta menggeleng dengan tangan yang gemetar. Dan lagi-lagi perasaan itu kembali mengacaukan pikiran Nicholas. Terlebih saat melihat Aleeta meneteskan air matanya lagi. Sial.Selama ini Nicholas memang tidak suka melihat seorang wanita menangis. Nicholas hanya m

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-02
  • Penjara Dendam Suami Konglomerat   Harus Melayani Nicholas

    “Temani aku tidur malam ini. Dan berikan servis yang sesuai dengan uang yang sudah aku keluarkan untukmu.”Jantung Aleeta nyaris berhenti berdetak ketika mendengar hal itu. Persyaratan macam apa itu? Ini sama halnya Aleeta keluar dari kandang buaya, lalu kembali terjebak ke dalam kandang harimau.“Maksudmu, aku harus tidur denganmu sebagai syarat dari pertolonganmu tadi, begitu?!” Aleeta menatap Nicholas dengan tatapan marah.“Ya. Bukankah kamu sendiri yang bilang, kalau kamu bersedia melakukan apapun jika aku mau menolongmu? Seharusnya kamu berterima kasih padaku sekarang.”Aleeta menggeleng. Ia memang mengatakan hal itu tadi, tapi itu bukan berarti ia harus tidur bersama dengan Nicholas. “Ini nggak benar,” ujar Aleeta pelan. “Aku memang bersedia melakukan apapun jika kamu mau menolongku. Tapi bukan seperti ini. Aku akan keluar dari sini sekarang.”Aleeta membalikkan tubuh. Ia berniat membuka pintu tapi pintu itu ti

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-03
  • Penjara Dendam Suami Konglomerat   Kehilangan Seluruh Harga Diri

    “Buka pakaianmu.” Aleeta memandang Nicholas dengan tatapan kosong. Jujur ia merasa begitu takut. Tatapan Nicholas sangat tidak bersahabat, dan Aleeta cukup sadar diri bahwa ia tak perlu mengharapkan perlakuan baik dari pria itu. Aleeta tahu, Nicholas sangat ingin menyiksanya. Pria itu pasti ingin meluapkan semua kebencian itu pada dirinya malam ini. “Aku bilang buka pakaianmu!” Nicholas mulai membentak marah. Aleeta terkesiap. Dengan tangan gemetar, ia mulai melepaskan satu persatu kancing kemeja navy yang ia kenakan. Rasanya benar-benar sangat menyakitkan saat ia harus merendahkan dirinya sendiri seperti saat ini. Tidak hanya kemejanya saja, setelah Aleeta berhasil melepas kemeja itu dari tubuhnya, ia masih harus membuka celana jeans-nya sendiri. Kini Aleeta hanya berdiri dengan mengenakan bra dan celana dalam di hadapan Nicholas yang menatapnya intens, menilai dan sinis. Sebisa mungkin Aleeta menahan diri untuk tidak

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-04

Bab terbaru

  • Penjara Dendam Suami Konglomerat   Kehilangan Seluruh Harga Diri

    “Buka pakaianmu.” Aleeta memandang Nicholas dengan tatapan kosong. Jujur ia merasa begitu takut. Tatapan Nicholas sangat tidak bersahabat, dan Aleeta cukup sadar diri bahwa ia tak perlu mengharapkan perlakuan baik dari pria itu. Aleeta tahu, Nicholas sangat ingin menyiksanya. Pria itu pasti ingin meluapkan semua kebencian itu pada dirinya malam ini. “Aku bilang buka pakaianmu!” Nicholas mulai membentak marah. Aleeta terkesiap. Dengan tangan gemetar, ia mulai melepaskan satu persatu kancing kemeja navy yang ia kenakan. Rasanya benar-benar sangat menyakitkan saat ia harus merendahkan dirinya sendiri seperti saat ini. Tidak hanya kemejanya saja, setelah Aleeta berhasil melepas kemeja itu dari tubuhnya, ia masih harus membuka celana jeans-nya sendiri. Kini Aleeta hanya berdiri dengan mengenakan bra dan celana dalam di hadapan Nicholas yang menatapnya intens, menilai dan sinis. Sebisa mungkin Aleeta menahan diri untuk tidak

  • Penjara Dendam Suami Konglomerat   Harus Melayani Nicholas

    “Temani aku tidur malam ini. Dan berikan servis yang sesuai dengan uang yang sudah aku keluarkan untukmu.”Jantung Aleeta nyaris berhenti berdetak ketika mendengar hal itu. Persyaratan macam apa itu? Ini sama halnya Aleeta keluar dari kandang buaya, lalu kembali terjebak ke dalam kandang harimau.“Maksudmu, aku harus tidur denganmu sebagai syarat dari pertolonganmu tadi, begitu?!” Aleeta menatap Nicholas dengan tatapan marah.“Ya. Bukankah kamu sendiri yang bilang, kalau kamu bersedia melakukan apapun jika aku mau menolongmu? Seharusnya kamu berterima kasih padaku sekarang.”Aleeta menggeleng. Ia memang mengatakan hal itu tadi, tapi itu bukan berarti ia harus tidur bersama dengan Nicholas. “Ini nggak benar,” ujar Aleeta pelan. “Aku memang bersedia melakukan apapun jika kamu mau menolongku. Tapi bukan seperti ini. Aku akan keluar dari sini sekarang.”Aleeta membalikkan tubuh. Ia berniat membuka pintu tapi pintu itu ti

  • Penjara Dendam Suami Konglomerat   Pertolongan Itu Tidak Gratis

    “Lepaskan wanita itu.”Baik kedua pria yang sedang menyeret Aleeta maupun wanita glamor tadi seketika langsung berhenti melangkah. Mereka menatap Nicholas yang saat ini sudah berdiri di belakang mereka. Tatapannya dingin dan siap untuk membunuh. “Ada apa, tampan? Kenapa tiba-tiba kamu ingin aku melepaskan anak manis ini? Bukankah tadi kamu bilang tidak ingin menolongnya?” Cibir wanita glamor tersebut.“Aku bilang lepaskan!” Nicholas menarik lengan Aleeta secara kasar hingga berhasil terlepas dari genggaman salah satu bodyguard tersebut.“Heh, apa-apaan kamu?! Anak itu milikku. Kembalikan dia padaku!” Teriak wanita glamor itu.Nicholas bisa melihat Aleeta menggeleng dengan tangan yang gemetar. Dan lagi-lagi perasaan itu kembali mengacaukan pikiran Nicholas. Terlebih saat melihat Aleeta meneteskan air matanya lagi. Sial.Selama ini Nicholas memang tidak suka melihat seorang wanita menangis. Nicholas hanya m

  • Penjara Dendam Suami Konglomerat   Meminta Pertolongan Pada Nicholas

    Nicholas menghentikan mobil tepat saat mobil yang ada di depannya berhenti. Hari ini ia ada janji dengan salah satu rekan bisnis dari perusahaannya. Rekan bisnisnya tersebut mengundang Nicholas datang ke sebuah klub untuk merayakan kerja sama yang sedang di jalani perusahaan mereka. Kali ini Nicholas datang bersama Julian—sepupunya, karena Lukas sedang tidak bisa menemaninya. Saat Nicholas melangkah keluar mobil, tiba-tiba ponselnya berbunyi.“Ma ....”“Kamu sudah pulang ke apartemen?”“Belum, Ma. Aku sedang menghadiri acara yang di buat oleh salah satu rekan bisnisku di perusahaan.”“Ya sudah. Jangan pulang terlalu malam. Dan ingat, jangan sampai pulang dalam keadaan mabuk, Nicholas.”“Iya, Ma.”Nicholas tersenyum tipis saat panggilan dengan Ibunya—Karina terputus. Perlu di akui, sejak kematian Sesilia, hidup Nicholas memang mengalami banyak sekali perubahan.Ia jadi lebih sering pergi ke sebua

  • Penjara Dendam Suami Konglomerat   Bertemu Kembali

    “Maafkan aku, Aleeta. Aku tidak bisa membantumu.”Seketika bahu Aleeta merosot lesu saat mendengar jawaban dari Thomas—Bos di Cafe tempat ia bekerja. Di jam makan siangnya ini, Aleeta menyempatkan diri untuk menemui Thomas di ruangan kerja pria itu. Ia sudah mengatakan alasannya kepada Thomas untuk apa ia sampai harus meminjam uang, tapi ternyata Thomas tidak bisa membantu Aleeta.“Kamu pasti berpikir kalau aku ini pelit,” imbuh Thomas.“Nggak, Thom. Sungguh aku nggak berpikiran seperti itu,” sahut Aleeta sembari menggeleng.Thomas hanya bisa terkekeh kecil. “Berpikiran seperti itu juga tidak masalah, Aleeta. Orang-orang pasti berpikir kalau Cafeku ini ramai, dan untung yang aku dapatkan pasti juga lumayan. Tapi kenyataannya tidak seperti itu.”Aleeta hanya terdiam menatap pria yang selama beberapa tahun ini menjadi Bosnya.“Aku punya banyak sekali tanggungan yang harus aku bayar setiap bulannya. Termasuk tempat ini, tempat tinggalku. Gaji kalian. Dan percayalah, aku rela menghemat ke

  • Penjara Dendam Suami Konglomerat   Masalah Sonya

    Hari ini sudah genap tiga bulan sejak kecelakaan itu terjadi. Kecelakaan yang membuat seorang wanita yang tidak tahu apa-apa harus rela kehilangan nyawa demi Aleeta. Jujur, jika boleh mengakui sampai detik ini Aleeta juga masih merasa begitu bersalah. Wanita itu begitu baik, seharusnya dia tidak perlu menolongnya. Biarkan saja dirinya yang mati dalam kecelakaan itu. Aleeta mendesah, bagaimanapun juga ia tidak bisa memutar waktu. Memangnya ia siapa? Mungkin saja semua itu memang sudah menjadi takdir dari Tuhan.Tapi keluarga wanita itu ....Aleeta menggeleng. Ia tidak ingin mengingat tentang keluarga wanita itu. Terutama pada pria yang dengan terang-terangan mengatainya seorang pembunuh. Aleeta kembali menggeleng. Aleeta takut. Meski Ibu Nicholas maupun pria satunya yang tidak Aleeta ketahui namanya itu tidak ikut menuduhnya sebagai pembunuh. Tapi tetap saja, Aleeta merasa ketakutan saat mengingat tatapan mematikan yang penuh kebencian dari kedua bola mata Nicholas.Nicholas Axel Fre

  • Penjara Dendam Suami Konglomerat   Awal Dari Sebuah Kebencian

    “Tenanglah, Nicholas. Semuanya pasti akan baik-baik saja.” Karina—Ibu Nicholas berusaha menenangkan putranya.Karina tiba di rumah sakit satu jam setelah kecelakaan itu terjadi.“Bagaimana aku bisa tenang, Ma. Di sana ...” Nicholas tak sanggup melanjutkan perkataan.Karina mengangguk, paham dengan apa yang Nicholas rasakan. Ia hanya terus memeluk sembari mengusap lengan putranya sampai tiba-tiba pintu ruang operasi itu terbuka. Nicholas segera berdiri, menghapus air matanya dan menghampiri dokter yang baru saja keluar dari ruang operasi.“Dokter, bagaimana keadaannya, Dok? Bagaimana keadaan calon istri saya?” Tanya Nicholas tak sabaran.Dokter Moses langsung menatap Nicholas dengan tatapan yang tak bisa Nicholas artikan sama sekali. Tidak. Nicholas hanya tidak sanggup menerima jika apa yang akan di katakan oleh Dokter Moses adalah hal yang paling tidak ingin ia dengar sekarang. “Maafkan kami, Tuan Nicholas ...” Nicholas hanya bisa menggeleng saat dokter mengatakan hal tersebut. “Kami

  • Penjara Dendam Suami Konglomerat   Pembunuh!

    “Oh, sudah sadar rupanya?” Suara itu membuyarkan lamunan Aleeta. Ia segera menoleh dan menemukan Sonya yang sedang berdiri di dekat pintu. “Aku kira kamu akan mati dalam kecelakaan tadi?” Lagi-lagi Sonya kembali bersuara. Aleeta memejamkan mata sebelum kemudian ia berkata. “Ya. Jika bisa memilih aku memang lebih baik memilih untuk mati dalam kecelakaan tadi,” desisnya tajam. Sonya memicing. “Lalu kenapa kamu tidak mati saja, heh? Dari pada membuatku repot begini. Kamu tahu berapa banyak waktuku yang terbuang hanya untuk menunggumu di sini?” Aleeta tidak habis pikir. Ia baru saja terbangun beberapa menit yang lalu. Tapi kenapa Sonya sudah tega mengatakan hal seperti itu pada dirinya? Apa tidak ada hal lain yang bisa Ibunya katakan selain mengatakan tentang kematiannya? Apa memang sebegitu tidak berharganya Aleeta di mata Ibunya, hingga wanita itu mengharapkan kematiannya? “Ma ...” Aleeta menatap Sonya. “Kalau Mama ingin aku mati, kenapa Mama nggak membiarkan aku tergeletak di jal

  • Penjara Dendam Suami Konglomerat   Jual Saja Dirimu!

    Aleeta turun di halte bus sembari merapatkan jaket. Ia melangkah lunglai menuju gang kecil yang akan membawanya ke kontrakan yang selama bertahun-tahun ini menjadi tempat tinggalnya. Rasanya lelah luar biasa. Aleeta melangkah pelan, bahkan sesekali berhenti, menatap ujung sepatunya dengan pikiran kosong. Kemudian Aleeta kembali melangkah menuju kontrakannya. Dalam satu hari ia harus bekerja di dua tempat sekaligus. Mulai dari pagi hingga menjelang pagi lagi. Tubuh Aleeta bahkan sampai terlihat begitu kurus dan pucat dengan lingkaran hitam di bawah matanya yang setiap hari semakin bertambah kentara. Terkadang tubuhnya juga terasa lemah karena kekurangan jam istirahat. Tapi Aleeta tidak boleh mengeluh. Aleeta menarik napas dalam-dalam dan membuka pintu rumah. Belum sempat pintu itu tertutup, dia sudah mendengar seruan yang memekakkan telinganya. “Mana uangku?!” Aleeta mendesah lelah. Ia tidak kaget lagi mendapati Sonya menunggu kepulangannya di balik pintu. Bukan, bukan kepulangan

DMCA.com Protection Status