Lagi, entah keberapa kalinya hidup Arya harus dibelenggu. Pupusnya biduk rumah tangganya dengan Hana telah menjadi satu kegagalannya. Dan sekarang masalah lain di rumah tangganya dengan Susan kembali dalam masalah.Arya tidak ingin perceraian kembali melanda rumah tangganya. Tetapi kata-kata Susan begitu keterlaluan di telinga. bagaimana bisa dirinya yang rela mengakhiri rumah tangganya sebelumnya sekarang harus menerima kenyataan sebagai alat baginya."Ayo," ajak Aminah pergi meninggalkan Susan, "biarkan wanita jalang ini di sini sendiri.""Ya, pergi sana! Aku tidak peduli!"Aminah semakin murka dan menarik tangan anaknya dengan lebih keras. Hingga Arya dengan tatapan kecewanya meninggalkan ruangan Susan. Kesadarannya sementara berada di awang-awang karena belum siap menerima kenyataan."Wanita sialan, berani sekali memperdayai putraku," gerutu Aminah sambil berjalan pergi.Arya menghentikan langkahnya yang membuat Aminah bingung dengannya. Melihat gelagat Arya, Aminah pun hendak men
BrussSepuluh menit kemudian.Sebuah tangan mengangkat sehelai kertas tipis yang terasa begitu berat. Meski benda itu telah terangkat dari sebuah tempatnya tetapi sapasang mata dengan bulu lentik itu masih terasa enggan untuk melihatnya.Tubuh yang terpatri di atas toilet duduk itu hanya bisa merasakan tubuhnya kaku. Dengan perlahan membuka kedua matanya diselingi dengan helaan napas panjang. Namun, itu tidak seberapa dibandingkan dengan hasil yang wanita itu dapat.Sepasang garis yang diharapkan tidaklah ia dapat dan membuatnya merasa seperti jelly. Harapannya hancur serta tubuhnya remuk hingga tidak mampu lagi menahan juga menyelaraskan berat tubuhnya.Tok Tok Tok"Han, kenapa lama sekali?" panggil Arya dengan pertanyaan menyertainya.Suara itu menyadarkan Hana. Membuat wanita itu dengan cepat menyeka air mata yang menetes melewati pipinya. Beranjak dari tempatnya, Hana dengan ragu-ragu menarik pegangan pintu dan membukanya."Mas," lirih Hana dengan mata yang kembali berkaca-kaca.S
Berhubungan dengan apa yang tadi Mawar sampaikan. Semua anggota dokter dan perawat menyambut datangnya mahasiswa Koas. Bukannya senang di dalam aula rumah sakit besar itu semua tampak kebingungan."Kemana teman kalian? Bukankah seharusnya kalian berempat kemari?" tanya Dion sebagai kepala rumah sakit. Semua terlihat sedikit takut karena melihat raut wajah Dion yang dingin dan beringas."Saya tidak tahu, Pak." Salah seorang mahasiswi menyahut dengan melirik temannya."Balapan mungkin, Pak anaknya.""Tidak niat memang anaknya," imbuh pemuda lainnya.Tatapan nyalang yang Dion berikan memberikan atmosfer gelap ke seluruh aula. Yang membuat semua mata dan pandangan menunduk. Tetapi Hana berbeda, dia dengan berani mengangkat wajahnya. Dan tanpa sengaja tatapan antara Hana dan Dion bertemu. Yang sesaat membuat waktu seakan berjalan sangat lambat.Entahlah, bukannya tidak takut. Hanya saja Hana merasa dirinya tidak bersalah hingga menundukkan pandangannya sendiri. Karena itu Dion menarik pand
ByurrSaat sedang asik berbincang dengan temannya, Hana dikejutkan dan sontak menghentikan langkahnya. Karena berjalan paling di ujung Hana bersenggolan dengan seseorang hingga orang itu menumpahkan minumannya. Semua teman Hana yang berjalan di sebelahnya melihat baju yang Hana kenakan sudah basah kuyup."Maaf," kata orang itu."Kamu enggak punya mata, ya! Enggak lihat sekarang baju Dr. Hana sudah basah kuyup seperti ini!" Mawar melihat ke arah baju Hana dengan terus marah."Oh, kamu yang tadi, kan? Sudah bikin kita enggak bisa pulang sekarang bikin kacau. Kayaknya memang kamu enggak punya mata!""Mawar, sudah," lerai Hana. "Aku enggak apa-apa kok. Ini cuma air.""Tapi, Han. Ini anak baru ngeselin tahu, enggak!""Sudah aku enggak apa-apa," kata Hana tidak ingin membuat kekacauan lagi.Mawar pun tidak melanjutkan lagi amarah yang menyala dalam dirinya dan memendamnya saja karena perintah Hana. Namun, tatapan nyalangnya tetap mengintimidasi pemuda itu sampai mengulitinya. Sayangnya yang
Ceklek"Baru pulang, Han?"Hana yang baru saja menutup pintu dikejutkan dengan suara Aminah, ibu mertuanya. Hana tidak tahu jika Aminah datang dan Arya juga tidak memberitahunya jika Aminah akan datang. Sebagai menantu yang baik Hana mengulurkan tangannya dan mencium punggung tangan Aminah."Iya, ma. Tadi nunggu teman yang gantiin shift sedikit terlambat," jawab Hana. "Mama kapan datang?""Sedikit gimana sih, Han. Sudah jam satu pagi ini loh," timpal Aminah dengan nada yang tidak begitu senang."Enggak apa-apa, ma. Sudah biasa juga soalnya jadi dokter memang harus seperti ini. Pasiennya juga suka datang tiba-tiba.""Ya, jangan jadi kebiasaan. Kamu enggak kasian sama Arya tidur sendirian terus." Aminah melenggang pergi kembali ke dalam kamarnya. "Pantas sampai sekarang belum punya anak."Hana jelas tidak tuli, suara Aminah membuat denyut jantungnya seakan terhenti. Matanya panas dan berkaca-kaca siap menurunkan air. Tetapi menagis bukan pilihan yang tepat sekarang, Hana dengan kasar me
"kenapa wajahmu berubah begitu, Ar?" tanya Aminah.Arya menggelengkan kepalanya dengan pelan tersenyum. Menghancurkan kembali ponselnya lalu menatap ke arah depan dengan tangan yang memegang kemudi."Kamu jangan bohong sama mama, Ar! Hana sering giniin kamu?" tutut Aminah pada anak-anaknya. Sedangkan Arya hanya diam dan memendamnya."Jangan dipendam, Ar! Kamu itu laki-laki!" bentak Aminah."Kamu kepala rumah tangga, Ar. Kalau istri kamu terus terusan berada di luar dan tidak punya waktu untuk kamu, kapan kalian punya momongan?""Ingat, Ar! Perempuan itu harusnya di rumah dan melayani suaminya. Bukannya bekerja sampai lupa waktu dan mengabaikan kewajibannya.""Ma, sudahlah!"Aminah heran dengan anak-anaknya. Perasaan dulu Arya selalu menerima masukan darinya. Tapi sekarang dia memilih mengalah dan terlalu patuh pada istrinya.Arya ucapan akan ucapan Aminah kemarin padanya. Di dalam mobil yang dia kendarai, Arya menghela nafas berat. Ia memang mencintai Hana dan tidak keberatan jika ist
Dua minggu sudah Hana selalu jaga malam. Dan selama itu, Hana sudah membuat kantung hitam di bawah matanya. Tetapi hari ini Hana senang karena bisa pulang lebih awal. Semua karena Mawar yang menggantikannya karena kasian melihat Hana yang terlihat sangat memprihatinkan. Hana menghentikan mobilnya di teras rumah. Menarik tuas rem lalu mencabut kuncinya dan turun. Senyum mengembang Hana sematkan di bibirnya. Akhirnya setelah beberapa hari dia bisa bertemu dan menumpahkan rasa rindunya pada Arya. Hana membuka pintu dan mendapati rumah yang sepi. "Tumben sudah pulang," sindir Aminah pada Hana. Yang membuat Hana terkejut karena ia pikir tidak ada satu orang pun di rumah. Aminah muncul tiba-tiba dari arah kamarnya. Yang mungkin mendengar dia membuka pintu. "Iya, Ma. Hana digantiin teman buat malam ini." Hana celingukan mencari sesuatu tetapi tidak menemukannya. "Mas Arya belum pulang, Ma?" "Belum, cari wanita lain mungkin," ketus Aminah. "Ma!" Hana terkejut mendengar balasan Aminah. Ha
Ting, lampu di atas pintu ruang operasi meredup setelah menyala hampir enam jam lamanya. Dibarengi dengan pintu terbuka, dokter muda yang cantik keluar dari sana. Hana, dengan wajahnya yang terlihat serius meninggalkan tempat tersebut. Di belakangnya juga ikut keluar beberapa perawat yang mendorong bangsal.Di sisi lain lorong tersebut terlihat sepasang mata yang mengagumi cara berjalan Hana. Sejak melihatnya keluar dari ruangan operasi hingga menjauh. Pandangannya tidak berhenti menatapnya."Aji!"Mendengar namanya dipanggil, Aji sontak merotasikan matanya menatap dokter senior di hadapannya. Dilihatnya juga wajah temannya yang sama terkejutnya."Kamu bisa serius sedikit atau tidak," tegurnya."Kalau kamu cuma main-main sebaiknya cari tempat lain!"Aji diam mengalihkan pandangannya ke sembarang arah. Wajahnya yang dingin dan cuek terlihat sangat nyata bahwa dia tidak menyukai tempatnya berada."Ya," ketus Aji. Sambil merotasikan matanya malas.Suara Aji membuat semuanya tampak tidak