"kenapa wajahmu berubah begitu, Ar?" tanya Aminah.
Arya menggelengkan kepalanya dengan pelan tersenyum. Menghancurkan kembali ponselnya lalu menatap ke arah depan dengan tangan yang memegang kemudi.
"Kamu jangan bohong sama mama, Ar! Hana sering giniin kamu?" tutut Aminah pada anak-anaknya. Sedangkan Arya hanya diam dan memendamnya.
"Jangan dipendam, Ar! Kamu itu laki-laki!" bentak Aminah.
"Kamu kepala rumah tangga, Ar. Kalau istri kamu terus terusan berada di luar dan tidak punya waktu untuk kamu, kapan kalian punya momongan?"
"Ingat, Ar! Perempuan itu harusnya di rumah dan melayani suaminya. Bukannya bekerja sampai lupa waktu dan mengabaikan kewajibannya."
"Ma, sudahlah!"
Aminah heran dengan anak-anaknya. Perasaan dulu Arya selalu menerima masukan darinya. Tapi sekarang dia memilih mengalah dan terlalu patuh pada istrinya.
Arya ucapan akan ucapan Aminah kemarin padanya. Di dalam mobil yang dia kendarai, Arya menghela nafas berat. Ia memang mencintai Hana dan tidak keberatan jika istrinya itu harus bekerja. Namun, mendengar ucapan Aminah tiba-tiba saja membuat dirinya merasa apa yang dilakukan Hana tidaklah benar.
Omongan Aminah berputar di dalam benaknya. Hingga tanpa sadar ia sudah berkata kasar pada Hana. Di tambah lagi keinginan mereka untuk memiliki momongan belum mendapatkan hasil. Itu membuat Arya semakin terperangkap dalam persekutuan Aminah.
Sesampainya di tempatnya mengajar, Arya menenteng buku dan berjalan ke ruangannya. Tepat di depan pintu menuju ke ruangannya, Arya berhenti. Matanya menangkap sosok gadis dengan rambut lurus tergerai sedang berdiri dekat pintu. Gadis itu sadar dengan kehadiran Arya yang membuat keduanya saling membocorkan.
"Pak Arya," panggil Susan. Arya mendekat dan melihat raut wajah Susan yang gelisah. Tidak puas, Arya membuka pintu.
"Masuklah!" kata Arya mempersilahkan Susan masuk.
Susan menurut, berjalan pelan masuk ke dalam ruangan Arya. Begitu Susan berada di dalam, Arya menutup pintu lalu menguncinya dari dalam. Susan menoleh dan mendapati Arya yang sudah dekat dengannya.
"Ada apa menungguku?" Tanya Arya dengan memegang pundak Susan. Tidak hanya itu tangan kanannya juga menyibak rambut anak gadis itu dan menyelipkannya ke sela telinga.
Susan menatap mata Arya dalam sedikit rasa takut lalu menghela nafas. Dia merogoh ke dalam tasnya dan mengeluarkan sesuatu dari dalamnya. Sebelum memberikannya pada Arya benda itu dia kepal kuat kuat.
"Susan hamil, Pak." Susan menyodorkan tes kehamilan ke hadapan Arya.
Wajah Arya yang semula menatap Susan pun ia alihkan dan menunduk. Menatap benda kecil bergaris merah dua yang diulurkan Susan. Tangannya tergerak mengambil benda itu.
“Kalau Pak Arya tidak bisa bertanggung jawab, Susan akan gugurkan sebelum kandungan Susan besar,” imbuhnya.
"Siapa saja yang tahu masalah ini?" tanyanya dengan tetap fokus melihat benda bergaris itu.
"Tidak ada, hanya kita saja," jawab Susan.
Arya menyimpan benda itu lalu mengalihkan pandangannya menatap Susan. Wajah Susan sudah terlihat berkabut juga takut. Arya menariknya lalu memeluknya dan juga menenangkannya.
"Terima kasih, Susan. Aku tidak menyangka akan mendapatkan hadiah ini darimu." Susan menangis di pelukan Arya mendengar ucapannya.
"Jangan sesekali memikirkan menggugurkannya. Aku akan bertanggung jawab dan membahagiakan kalian."
"Tapi... bagaimana dengan istri Pak Arya?" tanya Susan pelan.
Arya melepaskan pelukannya dan sedikit terdiam. Menatap wajah Susan dan melihat kekhawatiran di sana. Arya mengambil kedua tangan Susan dan membawanya ke depan dadanya.
"Aku akan bicara padanya, kamu tidak perlu khawatir, ya. Sekarang yang terpenting kamu harus menjaga kesehatan bayi kita," ucap Arya sambil mengusap usap telapak tangan Susan dengan lembut.
Susan mengangguk dan kembali menelusupkan tangannya memeluk tubuh Arya. Ada rasa bahagia yang Arya rasakan. Setelah penantian lima tahun dalam pernikahannya akhirnya dia dapat membuktikan jika dirinya bisa memiliki keturunan. Meski bukan dengan Hana tapi Arya bahagia.
Hubungan gelap yang dia jalani dengan Susan selama beberapa bulan ini membuahkan hasil. Susan yang menjadi anak didiknya dapat mewujudkan harapannya. Saat ini Arya tersenyum senang juga haru bertolak belakang dengan apa yang Hana rasakan di rumah sakit saat ini.
Hana menangis di pelukan Mawar. Menumpahkan rasa sedihnya yang teramat sangat karena mengingat perlakuan dari Arya.
"Sudahlah, Han. Kamu enggak salah kok. Pekerjaan ini kamu dapatkan dengan susah payah jangan hanya karena ucapan Arya kamu jadi berpikir untuk melepaskan impian yang sudah kamu bangun sejak lama," tutur Mawar.
"Tapi mas Arya menyalahkan aku, War. Aku tidak menyangka jika mas Arya akan berkata sekasar itu padaku," keluh Hana.
"Arya mungkin sedang kesal saja, Han. Sudah, ya. Jangan menangis lagi kalau kamu menangis terus bagaimana nasib pasienmu?" kata mawar.
Mendengar itu Hana menarik tubuhnya dari Mawar. Benar, dia adalah dokter dan tugasnya di rumah sakit ini untuk merawat pasien. Menagis seperti ini tidak akan menyelesaikan masalah.
"Kamu benar, War. Aku harus mengunjungi pasienku dan memberi mereka obat," ucap Hana mengusap air matanya lalu bangkit dari duduknya. "Kalau begitu aku pergi dulu, ya War."
Ceklek
Saat Hana hendak keluar dari ruangan istirahat itu dia berpapasan dengan Aji. Hana mengalihkan pandangannya saat matanya bersitatap dengan Aji dan melewatinya. Aji sendiri masuk ke dalam ruangan itu yang di sana masih ada Mawar.
“Sepertinya ada yang tidak beres dengan Arya,” gumam Mawar. Mawar melirik Aji yang mungkin saja mendengar ucapannya.
"Lihat apa kamu?" tanya Mawar dengan sinis.
"Tidak ada," jawabnya.
"Lalu, buat apa kamu kemari? Ini bukan tempatmu!"
"Sudah tahu," balas Aji lebih dingin, "cuma mau ambil jas dokter firman."
Setelah mendapatkan apa yang diinginkannya, Aji keluar lagi dari sana. Menyisakan Mawar yang diamati dengan geram. Sementara di luar, Aji berjalan dengan pikirannya yang beberapa saat lalu melihat wajah Hana yang sembab. Ditambah lagi dia juga dengan apa yang dikatakan Mawar.
"Lama banget sih, Ji. Kamu ngambilnya ke planet mana?"
"Berisik, nih!" Aji menyerahkan jas yang tadi dia ambil ke fajar. "Lain kali kalau bisa jangan nyuruh orang lain."
"Sensi amat. Tadi ketemu senior galak ya, di sana?"
Aji tidak menanggapi dan terus berjalan dengan fajar di dekatnya. Rasa penasaran muncul di hatinya. Aji tanpa sadar menghentikan langkahnya membuat fajar menabraknya dari belakang.
"Ngapain berhenti sih, Ji!" Fajar mengusap kepalanya yang membentur tubuh Aji.
"Kamu tahu dokter Hana?" tanya Aji yang sudah keluar dari topik.
"Dokter Hana? Tahulah. Kenapa?" timpal fajar.
"Arya itu siapanya?" tanya Aji penasaran juga takut.
"Arya? Enggak pernah dengar. Suaminya mungkin," terka fajar dengan menggedikkan bahunya.
Aji terdiam di tempatnya, sementara fajar sudah berjalan kembali. Aji tahu dia hanya penasaran tapi mendengar jawaban fajar membuat sesuatu dalam dirinya tidak terkendali. Rasanya sesak saat tahu jika dokter Hana sudah menikah.
"Ngapain bengong, Ji. Ayo! Ditunggu dokter firman kita nanti kalau telat lembek dikurangi loh."
Dua minggu sudah Hana selalu jaga malam. Dan selama itu, Hana sudah membuat kantung hitam di bawah matanya. Tetapi hari ini Hana senang karena bisa pulang lebih awal. Semua karena Mawar yang menggantikannya karena kasian melihat Hana yang terlihat sangat memprihatinkan. Hana menghentikan mobilnya di teras rumah. Menarik tuas rem lalu mencabut kuncinya dan turun. Senyum mengembang Hana sematkan di bibirnya. Akhirnya setelah beberapa hari dia bisa bertemu dan menumpahkan rasa rindunya pada Arya. Hana membuka pintu dan mendapati rumah yang sepi. "Tumben sudah pulang," sindir Aminah pada Hana. Yang membuat Hana terkejut karena ia pikir tidak ada satu orang pun di rumah. Aminah muncul tiba-tiba dari arah kamarnya. Yang mungkin mendengar dia membuka pintu. "Iya, Ma. Hana digantiin teman buat malam ini." Hana celingukan mencari sesuatu tetapi tidak menemukannya. "Mas Arya belum pulang, Ma?" "Belum, cari wanita lain mungkin," ketus Aminah. "Ma!" Hana terkejut mendengar balasan Aminah. Ha
Ting, lampu di atas pintu ruang operasi meredup setelah menyala hampir enam jam lamanya. Dibarengi dengan pintu terbuka, dokter muda yang cantik keluar dari sana. Hana, dengan wajahnya yang terlihat serius meninggalkan tempat tersebut. Di belakangnya juga ikut keluar beberapa perawat yang mendorong bangsal.Di sisi lain lorong tersebut terlihat sepasang mata yang mengagumi cara berjalan Hana. Sejak melihatnya keluar dari ruangan operasi hingga menjauh. Pandangannya tidak berhenti menatapnya."Aji!"Mendengar namanya dipanggil, Aji sontak merotasikan matanya menatap dokter senior di hadapannya. Dilihatnya juga wajah temannya yang sama terkejutnya."Kamu bisa serius sedikit atau tidak," tegurnya."Kalau kamu cuma main-main sebaiknya cari tempat lain!"Aji diam mengalihkan pandangannya ke sembarang arah. Wajahnya yang dingin dan cuek terlihat sangat nyata bahwa dia tidak menyukai tempatnya berada."Ya," ketus Aji. Sambil merotasikan matanya malas.Suara Aji membuat semuanya tampak tidak
Ceklek, belum sempat Hana duduk pintu ruangan sudah terbuka lagi. Hana kira Aji kembali lagi dan akan mengucapkan terimakasih. Ternyata itu hanya pikirannya saja.Karena nyatanya yang masuk ke sana adalah mawar. Melihatnya membuat Hana menghela napas lega. Hana merasa bisa mengeluarkan unek-uneknya melihat sahabatnya itu."Han, itu anak koas yang kurang ajar ngapain keluar dari sini?" tanya Mawar."Kamu enggak diapa-apain 'kan?" tanya Mawar lagi."Enggak, War. Memangnya dia bisa apa?" Hana duduk di kursinya dengan helaan napas panjang yang terdengar sangat berat.Mawar yang sadar akan hal itu mendekat. Menarik kursi yang tersisa dan menatap Hana penuh tanda tanya."Terus mukamu kenapa ditekuk begitu?" selidik Mawar.Hana menunduk kemudian mengangkat wajahnya yang penuh dengan genangan di matanya. Mawar yang sadar akan suasana Hana segera merengkuhnya."Han, kamu kenapa? Jangan bikin aku khawatir, Han. Kamu kenapa sih?"Hanya isakan yang terdengar. Hana benar benar tidak bisa menyembun
Arya mengambil ponselnya dan melihat notifikasi pesan yang baru masuk di ponselnya. Nama yang baru disebutkan muncul di layar ponselnya.Matanya jeli membaca beberapa kata yang dikirimkan Susan padanya. Lalu, mengalihkan pandangannya sekilas ke arah istrinya yang terlelap. Helaan napas panjang yang sedikit disamarkan keluar dari mulutnya.Dengan berat hati, Arya menyibak selimut yang menutup tubuhnya. Dengan perlahan tangannya memunguti pakaiannya yang berserakan dan memakainya. Kemudian keluar dari kamar, Arya menutup pintunya pelan dan menghubungi kembali nomor Susan."Hallo, aku akan ke sana," kata Arya.Setelah mematikan panggilan itu Arya bergegas keluar dari rumah. Langkahnya cepat tetapi masih tidak menimbulkan kecurigaan. Hingga dia pergi dengan menggunakan mobilnya.Terdengar suaranya yang semakin menjauh, ranjang yang ditempati Hana berderit. Tangannya mencari keberadaan Arya dengan kedua mata yang sulit terbuka."Mas," panggil Hana.Tidak ada sahutan.Karena tidak kunjung m
"1 ... 2 ... 3, kejut!"Rumah sakit terlihat begitu ramai pagi ini. Semua dokter, perawat, dan semua yang dapat membantu ikut turun tangan.Karena tabrakan beruntun yang mengakibatkan banyak korban luka mengharuskan mereka bekerja ekstra. Dokter Hana yang baru saja tiba langsung turun tangan melakukan penanganan pertama.Di atas ranjang pasien yang tiba-tiba henti jantung. Hana dengan berani duduk di atasnya dan melakukan pertolongan untuk mengembalikan denyut jantung pasien.Hal yang lumrah bagi seorang dokter untuk pemandangan seperti itu. Tetapi yang menarik adalah Hana Yori berhasil membuatnya merasa lega."Kalian urus sisanya. Saya mau ke ruang operasi. Tangani yang paling gawat lebih dulu, ingat!""Baik dokter," jawab rekannya.Sebelum benar benar pergi ke ruang operasi, Hana memerhatikan semua pasien sudah ditangani. Hana bernapas lega dan bisa pergi meneruskan pekerjaannya.Sementara itu Aji yang baru tiba di rumah sakit pun heran begitu melihat ruang ICU penuh. Aji terlihat b
Setelah seharian berkutat dengan banyak macam cara membuat pasien sembuh. Kini Hana memiliki peluang untuk pulang dan istirahat di rumah.Seperti kesepakatannya kemarin, selama satu minggu ini Mawar akan mengganti gilirannya jaga. Jadi satu minggu ini dia bisa memanjakan Arya agar suaminya itu tidak marah. Karena setelah ini Hana masih memiliki jadwal jaga yang panjang.Mengingat dirinya mulai diakui sebagai dokter bedah terbaik di tempatnya bekerja. Hal tersebut harus memaksanya mengabdi lebih baik lagi."War, terimakasih ya," ucap Hana. Keduanya berjalan beriringan di lorong rumah sakit."Untuk apa? Bukankah kita sahabat jadi tidak perlu sungkan untuk meminta bantuanku," balasnya sambil tersenyum lebar."Bukan, bukan itu. Aku ingin berterimakasih untuk coklat dengan gambar penyemangatnya," ujar Hana.Coklat? Mawar terdiam karena tidak mengerti maksud Hana. Dia menatap wajah sahabatnya yang masih tidak mengerti akan maksudnya.Hana yang merasakan tatapan Mawar pun ikut bingung. Dan s
Cekrek, bunyi pengambilan gambar berhasil. Hana melihat betapa kotor pikirannya hingga dengan berani mengambil gambarnya sendiri. Bukan gambar biasa, Hana memotret dirinya yang memakai baju dinas transparan yang terpantul di cermin. Digigitnya bibir bawahnya sebab ragu. Hana menimang ingin mengirimkan foto itu atau tidak. "Kirim tidak, ya?" tanyanya dalam hati. Hana melihat room chatnya dengan Arya. Entah kapan terakhir kali suaminya itu mengirimkan pesan. Rasanya hubungan mereka sangat renggang akhir akhir ini. Dirinya yang disibukkan pekerjaan ditambah dengan cuek dan marahnya Arya. Membuat Hana sangat merindukan sosok suami yang sudah menemaninya selama ini. "Kirim saja," pungkasnya, "biar mas Arya semangat pulang." Hana terkekeh sendiri saat mengirimkan pesan itu. Melihat centang dua di bawah foto yang dikirimkan membuat Hana tidak sabar. Diletakkannya ponselnya, Hana beralih mengambil sisir dan parfum kemudian kembali mempersiapkan diri. Senyumnya tidak luntur sedikit pun b
Lima tahun, selama itu hubungan pernikahannya dengan Arya. Hana jelas ingat bagaimana suaminya itu meminangnya dulu.Di hadapan kedua orang tuanya, Arya tidak gentar sedikit pun untuk membawanya pergi berumah tangga. Selama itu juga Arya selalu bersikap baik bahkan tidak pernah sedikit pun membentaknya.Namun, beberapa hari belakangan sikapnya berubah. Dari yang awalnya selalu perhatian dan pengertian padanya. Sekarang Arya bahkan tidak memberikan kabar sedikit pun padanya.Rumah tangga macam apa ini? Apa marah harus dilampiaskan dengan cara seperti ini? Apa masalah akan berakhir dengan cara menghindar seperti ini?"Ke mana kamu, Mas?" gumam Hana.Tidak hanya berdiam diri saja. Hana sudah melakukan apa yang dia bisa. Mencoba mencari keberadaan Arya dengan menghubungi beberapa teman Arya yang dia tahu. Tetapi apa? Tidak satu dari mereka tahu keberadaan suaminya tersebut.Jika Hana tidak memiliki jadwal operasi siang ini. Sudah pasti Hana akan pergi untuk mencari keberadaan suaminya. Is