Ceklek, belum sempat Hana duduk pintu ruangan sudah terbuka lagi. Hana kira Aji kembali lagi dan akan mengucapkan terimakasih. Ternyata itu hanya pikirannya saja.
Karena nyatanya yang masuk ke sana adalah mawar. Melihatnya membuat Hana menghela napas lega. Hana merasa bisa mengeluarkan unek-uneknya melihat sahabatnya itu.
"Han, itu anak koas yang kurang ajar ngapain keluar dari sini?" tanya Mawar.
"Kamu enggak diapa-apain 'kan?" tanya Mawar lagi.
"Enggak, War. Memangnya dia bisa apa?" Hana duduk di kursinya dengan helaan napas panjang yang terdengar sangat berat.
Mawar yang sadar akan hal itu mendekat. Menarik kursi yang tersisa dan menatap Hana penuh tanda tanya.
"Terus mukamu kenapa ditekuk begitu?" selidik Mawar.
Hana menunduk kemudian mengangkat wajahnya yang penuh dengan genangan di matanya. Mawar yang sadar akan suasana Hana segera merengkuhnya.
"Han, kamu kenapa? Jangan bikin aku khawatir, Han. Kamu kenapa sih?"
Hanya isakan yang terdengar. Hana benar benar tidak bisa menyembunyikan lagi rasa sedihnya. Baru kali ini hatinya begitu tidak tenang karena memikirkan suaminya yang tidak juga memberikannya kabar.
Lima menit lamanya Hana menangis di pelukan Mawar. Begitu sedikit lega Hana menceritakan semuanya. Bagaimana dia semalaman tidak tidur untuk mengkhawatirkan Arya ditambah dengan kata-kata menyakitkan Aminah padanya.
"Kamu kenapa baru cerita sih, Han? Seharusnya kamu kasih tahu kalau ada apa-apa." Mawar menggenggam tangan Hana karena merasa kasian dengan temannya.
"Apa ucapanmu benar tentang mas Arya ya, War?" tanya Hana pilu.
"Hustt! Aku cuma bercanda kali, Han. Masa Arya tega selingkuhin kamu. Enggak mungkin kayaknya deh," timpal Mawar.
"Tapi ... Mamanya seperti mengatakan begitu. Ditambah dengan perubahan mas Arya aku jadi berpikir demikian." Hana kembali menunduk dan memainkan jari-jarinya.
"Gini deh ... kayaknya kamu memang terlalu banyak jadwal jaga jadi itu membuat Arya marah. Aku gantiin jadwal kamu jaga aja gimana?" tawar Mawar.
Hana berbinar mendengar tawaran Mawar. Bagaimana tidak? Memang masalahnya sejak awal adalah karir jadwalnya yang terus menerus membuatnya tertahan di rumah sakit.
Dengan cepat Hana mengangguk mengiyakan tawaran Mawar. Rasanya sedikit lega karena memiliki harapan untuk memperbaiki keadaan dengan suaminya. Beruntung sekali Hana memiliki sahabat seperti Mawar ini.
"Sudah, jangan sedih lagi." Mawar mengusap punggung tangan Hana.
Bukan hanya kasian, Mawar merasa ada yang sedang tidak benar dalam hubungan rumah tangga sahabatnya ini. Entahlah, itu mungkin hanya perasaan Mawar saja.
Hana menghabiskan sisa waktunya dengan baik di rumah sakit. Setelah menceritakan semuanya dan mendapatkan dukungan dari Mawar serasa separuh beban di pundaknya berkurang. Begitu pekerjaannya selesai Hana segera bergegas pergi meninggalkan rumah sakit dan pulang.
Sesampainya di rumah, Hana masih melihat garasi mobil yang kosong. Rasa khawatir kembali merayap. Hana segera turun dari mobil dan berjalan masuk ke dalam rumah.
Dilihatnya keadaan rumah yang sunyi Hana mencari keberadaan ibu mertuanya berada. Tinggal menemukannya di manapun membuat Hana merasa bingung.
Hari sudah sedikit gelap jadi dia juga khawatir pada Aminah. Tidak mungkin Aminah pulang tanpa memberitahu padanya.
"Ke mana semuanya pergi?" tanya Hana membatin.
Hana mengangkat ponselnya dan merasa sia-sia. tidak ada yang bisa diharapkan dari benda persegi tersebut. Karena berulang kali dia mencoba menghubungi suaminya tetapi tidak ada jawaban.
Dengan lesu Hana menarik langkahnya menuju kamar. Melempar tasnya asal lalu masuk ke dalam kamar mandi. Membersihkan tubuhnya di bawah guyuran air dingin rasanya sedikit menyegarkan.
Selesai dengan mandinya, Hana menunaikan kewajibannya. Sholat kemudian keluar dari kamarnya begitu selesai. Hana mengenakan pakaian santainya menuju ke dapur.
Langkah Hana terhenti tatkala mendapati suaminya masuk ke dalam rumah bersama dengan Aminah. Keduanya berpakaian sangat rapi seperti habis menghadiri jamuan makan.
"Mas, Ma," sapa Hana.
Keduanya sontak menatap Hana. Bukannya senang melihat Hana di sana, Arya justru mengalihkan pandangannya dan melunturkan senyum tipis yang tadi sempat Hana lihat.
"Ma, Arya ke kamar duluan ya," pamit Arya. Melirik Hana sekilas kemudian berlalu.
Sementara Aminah beralih ke arah menantunya yang diam saja. Seringai muncul di sudut bibirnya.
"Kamu masih punya muka ya, Han," sindir Aminah.
"Maksud Mama apa?" tanya Hana bingung juga merasa tidak terima.
"Kamu seharusnya ngaca, Hana. Arya itu sudah terlalu baik sama kamu tapi kamu masih dengan santainya berdiri di sini seolah kamu tidak bersalah sedikit pun."
Hana semakin tidak mengerti ibu mertuamu ini bicara tentang apa. Apa mungkin ini masih tentang keturunan lagi?
"Arya terlalu baik padamu. Aku jadi menyesal sudah memberikan restu pada kalian kalau akhirnya hanya membuat putraku hanya memiliki harapan kosong," sinis Aminah.
"Hah, bicara denganmu membuatku kesal sendiri." Aminah berlalu meninggalkan Hana yang masih bingung.
Namun, sedikit banyak Hana mengerti apa yang dimaksud oleh Aminah. Dia paham betul masalah keturunan inilah yang selalu mereka bahas beberapa waktu belakangan.
Jadi tidak mungkin dirinya tidak berpikir ke arah sana, bukan? Hana mengusap dadanya dan berulang beristighfar. Mengambil air minum dari kulkas dan membawanya ke dalam kamar.
Hana meletakkan sebotol air mineral di nakas. Dilihatnya kamar yang sepi dan terdengar suara guyuran air di kamar mandi. Hana mengulas senyum dan menunggu Arya keluar dari sana dengan berdiri di depan pintu kamar mandi.
"Mas, Hana rindu." Hana langsung berhambur memeluk Arya begitu suaminya itu keluar.
"Hana dari semalam nungguin, Mas. Tapi nomor mas Arya enggak bisa dihubungi. Padahal Hana sudah sangat berharap kita bisa menghabiskan malam bersama."
"Hana rindu sekali dengan, Mas. Beruntung Mawar mau ganti shift dengan Hana jadi Hana bisa manja manja dengan Mas Arya malam ini," cerososnya.
Merasakan Arya yang tidak bereaksi pada semua ucapannya. Hana mengendurkan pelukannya dan menatap wajah Arya.
"Mas tidak suka ya kalau Hana di rumah?" tanya Hana.
Arya menatap wajah Hana yang jujur saja dia juga rindukan. Siapa yang tidak rindu dengan istrinya. Apalagi Hana adalah istri yang dia cintai selama ini.
Tangannya terulur mengusap rambut Hana dengan lembut. Menarik dagunya dan mengecup pelan pisang. Rasa marahnya melebur begitu saja dengan hangatnya kecupan manis itu.
Semakin lama kecupan itu seksi menuntut hingga Hana kewalahan. Tubuhnya sudah dibawa Arya dalam kungkungannya. Aktivitas Anda itu terbayar lunas dalam penyatuan panasnya.
Hingga keduanya saling berpelukan erat setelahnya. Hana terlelap pulas dalam dekapan Arya. Sementara Arya menatap wajah Hana dengan sedikit penyesalan.
"Mas akan menjadi ayah, Han. Mas ingin mengatakannya sama tapi mas pasti akan membuatmu kecewa."
"Mama meminta mas menceraikanmu. Begitu juga dengan Susan yang mendesak mas untuk menikahinya. Sedangkan mas sendiri tidak tahu harus berbuat apa."
"Mas masih mengembalikanmu tapi mas juga tidak bisa mendapatkan hadiah itu darimu. Mas juga ingin menjadi ayah, Han. Maafkan mas."
Tentu saja semua itu hanya bisa didengar Arya sendiri. Pikirannya kalut dengan apa yang dihadapi dan diciptakannya sendiri.
Drttt drtttt
Arya mengambil ponselnya dan melihat notifikasi pesan yang baru masuk di ponselnya. Nama yang baru disebutkan muncul di layar ponselnya.Matanya jeli membaca beberapa kata yang dikirimkan Susan padanya. Lalu, mengalihkan pandangannya sekilas ke arah istrinya yang terlelap. Helaan napas panjang yang sedikit disamarkan keluar dari mulutnya.Dengan berat hati, Arya menyibak selimut yang menutup tubuhnya. Dengan perlahan tangannya memunguti pakaiannya yang berserakan dan memakainya. Kemudian keluar dari kamar, Arya menutup pintunya pelan dan menghubungi kembali nomor Susan."Hallo, aku akan ke sana," kata Arya.Setelah mematikan panggilan itu Arya bergegas keluar dari rumah. Langkahnya cepat tetapi masih tidak menimbulkan kecurigaan. Hingga dia pergi dengan menggunakan mobilnya.Terdengar suaranya yang semakin menjauh, ranjang yang ditempati Hana berderit. Tangannya mencari keberadaan Arya dengan kedua mata yang sulit terbuka."Mas," panggil Hana.Tidak ada sahutan.Karena tidak kunjung m
"1 ... 2 ... 3, kejut!"Rumah sakit terlihat begitu ramai pagi ini. Semua dokter, perawat, dan semua yang dapat membantu ikut turun tangan.Karena tabrakan beruntun yang mengakibatkan banyak korban luka mengharuskan mereka bekerja ekstra. Dokter Hana yang baru saja tiba langsung turun tangan melakukan penanganan pertama.Di atas ranjang pasien yang tiba-tiba henti jantung. Hana dengan berani duduk di atasnya dan melakukan pertolongan untuk mengembalikan denyut jantung pasien.Hal yang lumrah bagi seorang dokter untuk pemandangan seperti itu. Tetapi yang menarik adalah Hana Yori berhasil membuatnya merasa lega."Kalian urus sisanya. Saya mau ke ruang operasi. Tangani yang paling gawat lebih dulu, ingat!""Baik dokter," jawab rekannya.Sebelum benar benar pergi ke ruang operasi, Hana memerhatikan semua pasien sudah ditangani. Hana bernapas lega dan bisa pergi meneruskan pekerjaannya.Sementara itu Aji yang baru tiba di rumah sakit pun heran begitu melihat ruang ICU penuh. Aji terlihat b
Setelah seharian berkutat dengan banyak macam cara membuat pasien sembuh. Kini Hana memiliki peluang untuk pulang dan istirahat di rumah.Seperti kesepakatannya kemarin, selama satu minggu ini Mawar akan mengganti gilirannya jaga. Jadi satu minggu ini dia bisa memanjakan Arya agar suaminya itu tidak marah. Karena setelah ini Hana masih memiliki jadwal jaga yang panjang.Mengingat dirinya mulai diakui sebagai dokter bedah terbaik di tempatnya bekerja. Hal tersebut harus memaksanya mengabdi lebih baik lagi."War, terimakasih ya," ucap Hana. Keduanya berjalan beriringan di lorong rumah sakit."Untuk apa? Bukankah kita sahabat jadi tidak perlu sungkan untuk meminta bantuanku," balasnya sambil tersenyum lebar."Bukan, bukan itu. Aku ingin berterimakasih untuk coklat dengan gambar penyemangatnya," ujar Hana.Coklat? Mawar terdiam karena tidak mengerti maksud Hana. Dia menatap wajah sahabatnya yang masih tidak mengerti akan maksudnya.Hana yang merasakan tatapan Mawar pun ikut bingung. Dan s
Cekrek, bunyi pengambilan gambar berhasil. Hana melihat betapa kotor pikirannya hingga dengan berani mengambil gambarnya sendiri. Bukan gambar biasa, Hana memotret dirinya yang memakai baju dinas transparan yang terpantul di cermin. Digigitnya bibir bawahnya sebab ragu. Hana menimang ingin mengirimkan foto itu atau tidak. "Kirim tidak, ya?" tanyanya dalam hati. Hana melihat room chatnya dengan Arya. Entah kapan terakhir kali suaminya itu mengirimkan pesan. Rasanya hubungan mereka sangat renggang akhir akhir ini. Dirinya yang disibukkan pekerjaan ditambah dengan cuek dan marahnya Arya. Membuat Hana sangat merindukan sosok suami yang sudah menemaninya selama ini. "Kirim saja," pungkasnya, "biar mas Arya semangat pulang." Hana terkekeh sendiri saat mengirimkan pesan itu. Melihat centang dua di bawah foto yang dikirimkan membuat Hana tidak sabar. Diletakkannya ponselnya, Hana beralih mengambil sisir dan parfum kemudian kembali mempersiapkan diri. Senyumnya tidak luntur sedikit pun b
Lima tahun, selama itu hubungan pernikahannya dengan Arya. Hana jelas ingat bagaimana suaminya itu meminangnya dulu.Di hadapan kedua orang tuanya, Arya tidak gentar sedikit pun untuk membawanya pergi berumah tangga. Selama itu juga Arya selalu bersikap baik bahkan tidak pernah sedikit pun membentaknya.Namun, beberapa hari belakangan sikapnya berubah. Dari yang awalnya selalu perhatian dan pengertian padanya. Sekarang Arya bahkan tidak memberikan kabar sedikit pun padanya.Rumah tangga macam apa ini? Apa marah harus dilampiaskan dengan cara seperti ini? Apa masalah akan berakhir dengan cara menghindar seperti ini?"Ke mana kamu, Mas?" gumam Hana.Tidak hanya berdiam diri saja. Hana sudah melakukan apa yang dia bisa. Mencoba mencari keberadaan Arya dengan menghubungi beberapa teman Arya yang dia tahu. Tetapi apa? Tidak satu dari mereka tahu keberadaan suaminya tersebut.Jika Hana tidak memiliki jadwal operasi siang ini. Sudah pasti Hana akan pergi untuk mencari keberadaan suaminya. Is
"pelan-pelan bawa motornya! Kalau aku jatuh bagaimana? Kamu mau tanggung jawab!"Di boncengan Aji, Hana terus saja teriak dalam ketakutan. Sedangkan Aji terus memutar stir di tangannya dengan kecepatan yang tinggi."Mau tanggung jawab bagaimana? Ke KUA?"Plakk, entah ke berapa kalinya Aji mendapatkan pukulan dari Hana. Sebelum menerima tawarannya untuk berangkat bersama pun Aji sudah dipukulnya.Ya, memang ucapan Aji sedikit mengundang kesal bagi Hana. Sudah dikatakan dan dijelaskan bahwa dirinya sudah bersuami tetapi masih saja Aji mengulang kata kata yang ngelantur.Wajar kalau Hana memukul Aji. Selain itu, Aji juga membawanya melaju dengan kecepatan yang membuatnya takut. Karena bukan suami atau teman yang dekat dengannya, Hana tidak berani berpegangan kuat."Pelan pelan, aku tidak mau mati sekarang. Aku belum punya anak," pinta Hana."Kalau tidak mau jatuh ya pegangan. Atau mau mampir hotel dulu dan buat anak denganku?""Astaghfirullah, kupukul lagi nih!"Aji tersenyum di balik he
Entah ini sebenarnya kesialan atau keberuntungan. Bagi Hana hari ini terlalu rumit dan menjengkelkan.Bagaimana tidak? Beberapa hari belakangan ini Hana selalu dilanda dengan hati gelisah dan sedih juga sakit. Lalu, pagi tadi banyak lagi yang telah terjadi.Mulai dari bab mobilnya kempes di tengah jalan. Dan yang lebih parahnya dia harus uji nyali di boncengan bocah tengik yang mulai sekarang masuk daftar hitamnya. Nyawanya hampir melayani karena cara Aji mengendarai motornya.Tidak berhenti di sana. Hana masih harus menghadapi banyak pertanyaan dari teman temannya di rumah sakit karena melihat dia datang di boncengan Aji. Bukan hal bagus tentunya karena mereka mengira Hana sudah berhubungan dekat dengan bocah tengik tersebut.Yang lebih menjengkelkan lagi adalah sikap angkuh bocah itu yang tidak peduli dan tidak membantu Hana untuk menjelaskan keadaan yang sebenarnya pada teman-temannya. Dan memilih acuh seolah tidak pernah terjadi apa-apa."Han," panggil Mawar.Hana yang masih sibuk
Seperti yang sudah dikatakan sebelumnya, sekarang Arya mengendarai mobilnya menuju ke rumah sakit. Raut wajahnya penuh dengan harapan yang nyata. Dengan Susan yang berada di sebelahnya.Keduanya antusias untuk melihat perkembangan calon anak mereka yang ada di kandungan Susan."Pak Arya, nanti temani Susan ya," pinta Susan dengan wajah yang dibuat sangat memelas."Tentu, aku juga sangat ingin melihat perkembangannya dengan kedua mataku sendiri," timpal Arya bahagia."Terimakasih, Pak Arya," ucap Susan manja.Setelah memarkirkan mobilnya, Arya turun lebih dulu dan memutar untuk membukakan pintu untuk Susan. Romantis sekali, mereka terlihat seperti pasangan suami istri yang baru saja menikah.Beriringan masuk ke dalam rumah sakit. Lalu, Arya dengan sigap mendaftar kemudian menunggu di kursi tunggu untuk mendapatkan antrian periksa untuk Susan.Keduanya duduk bersebelahan seolah memberitahu kepada dunia bahwa mereka memang memiliki hubungan serius. Senyum yang tidak pernah luntur sedari
Lagi, entah keberapa kalinya hidup Arya harus dibelenggu. Pupusnya biduk rumah tangganya dengan Hana telah menjadi satu kegagalannya. Dan sekarang masalah lain di rumah tangganya dengan Susan kembali dalam masalah.Arya tidak ingin perceraian kembali melanda rumah tangganya. Tetapi kata-kata Susan begitu keterlaluan di telinga. bagaimana bisa dirinya yang rela mengakhiri rumah tangganya sebelumnya sekarang harus menerima kenyataan sebagai alat baginya."Ayo," ajak Aminah pergi meninggalkan Susan, "biarkan wanita jalang ini di sini sendiri.""Ya, pergi sana! Aku tidak peduli!"Aminah semakin murka dan menarik tangan anaknya dengan lebih keras. Hingga Arya dengan tatapan kecewanya meninggalkan ruangan Susan. Kesadarannya sementara berada di awang-awang karena belum siap menerima kenyataan."Wanita sialan, berani sekali memperdayai putraku," gerutu Aminah sambil berjalan pergi.Arya menghentikan langkahnya yang membuat Aminah bingung dengannya. Melihat gelagat Arya, Aminah pun hendak men
Pertengkaran tidak terelakkan lagi. Arya bingung harus memilih siapa untuk dibelanya. Di satu sisi ia adalah seorang putra dan di sisi lain dia menjadi seorang suami."Berhenti!" bentak Arya."Kalian bisa diam tidak. Susan kamu masih dalam masa pemulihan jangan seperti ini. Dan Mama jangan seperti ini pada Susan, nanti pasti akan ada waktunya kita kembali normal lagi.""Dengan gaya hidupnya yang mewah apa yang bisa kita pertahankan, Arya?" tanya Aminah setengah menyinggung."Oh, jadi gitu?" tantang Susan, "Mama pikir aku mau menikah cuma buat hidup susah gitu?"Sebagai seorang mama mertua yang selalu memperlakukannya dengan sangat baik, harga diri Aminah sedang dipertaruhkan sekarang. Ia sadar dengan ucapan Susan yang bermaksud pada pernikahannya semata-mata karena harta.Jika Aminah memasang mode waspada, Susan justru terlihat begitu menantang. Entah apa yang diinginkannya sekarang. Mengapa dia begitu terus terang menunjukkan dirinya yang seperti itu. Bukannya itu justru akan membuat
Di kantin rumah sakit, di saat jam makan siang memang selalu ramai. Tidak hanya para dokter dan staf tetapi pasien juga. Tetapi pusat perhatian kali ini adalah Hana.Dokter wanita yang tengah mengandung itu terlihat sedang asik menyantap makanannya. Tidak sendiri Hana bersama dengan dokter Mawar yang juga ikut serta. Keduanya tampak sangat asik bercerita pasal kehamilan."Han," panggil Aji yang tiba-tiba muncul entah dari mana."Heh!" bentak dokter Mawar, "kalau manggil jangan sembarangan, ya!""Ikut campur aja sih, terserahlah aku mau manggil apa," bantah Aji."Yang mesra gitu panggil istrinya. Sayang, my love, honey, sweety gitu. Ini main panggil Han Han aja," tutur dokter Mawar."Kalau itu juga tahu, dokter. Enggak usah protes melulu deh," bantah Aji lagi.Akhirnya Mawar sendiri yang menyerah. Sedangkan Aji sudah duduk lebih dulu di hadapan istrinya yang menertawakan pertengkaran suami dan sahabatnya. "Makannya belepotan banget sih." Aji mengulurkan tangannya mengusap bibir Hana d
Di rumah sakit itu siapa yang tidak mengenal Hana? Hampir semua kenal dengannya termasuk pasiennya yang selalu menjadi prioritasnya. Sebab itulah di dalam toilet sekarang ini ada yang tengah membicarakannya.Suaranya sedikit terdengar sampai Aminah yang lewat pun mendengar. Menghentikan langkahnya begitu nama Hana disebut. Memperhatikan dengan baik bagaimana seseorang membicarakan mantan menantunya itu di dalam sana."Iya, dokter Hana itu sekarang sedang hamil. Sudah dua bulan dan dia masih bekerja dengan baik.""Benar, aku jadi iri dengannya. Selain mual parfum sepertinya dokter Hana tidak terganggu dengan yang lain.""Lucu sekali kalau mengigit itu, suaminya sampai minta diganti partner karena tidak mau didekati karena bau parfum perempuan."Terdengar kekehan setelah itu. Sekaligus menjadi saat untuk Aminah pergi dari sana. Sambil berjalan menyusuri lorong, orang tua itu terus berpikir. Tentunya tentang apa yang didengarnya tadi."Bagaimana Hana bisa hamil?" tanya Aminah pada diriny
Begitu notifikasi masuk ke ponsel Hana dan dia membacanya. Wanita yang baru mengandung itu sontak melebarkan kedua matanya. Melihat nominal yang dikirimkan Aji membuatnya syok."Ji, kenapa dikirim ke aku semua?" tanya Hana bingung."Kok tanyanya begitu?" Aji merengkuh tubuh istrinya dan melihat ponsel Hana yang diarahkan padanya."Ya, kamu kenapa dikirim semuanya ke aku?" ulang Hana penuh penekanan."Di sini yang jadi istri aku 'kan kamu, sayang. Kalau enggak ke kamu terus ke siapa?""Tapi, Ji ... kenapa harus semuanya? Emangnya kamu enggak pegang?" tanya Hana masih protes.Sekarang Aji yang bingung. Kenapa istrinya malah bertanya perihal nominal yang diberikan padanya. Dan masalahnya apa sampai membuatnya terus bertanya.Aji memegang kedua pundak Hana dan membuat mereka berhadapan. Dia menatap istrinya dalam dan teduh tentunya. Membuat Hana merasakan cinta yang Aji berikan seutuhnya padanya."Han, aku itu suami kamu. Jadi mulai sekarang yang akan memegang keuanganku ya kamu. Kamu eng
"lagi?" Arya seolah tidak percaya mendengar perkataan Aminah.Aminah sendiri sampai tidak bisa menahan keterkejutannya. Wajah Arya pun membuat Aminah seperti kebingungan."Iya, memangnya kenapa kamu sampai terkejut seperti itu?""Ma, bukannya kemarin sudah Arya berikan, ya?" tanya Arya."Yang kemarin sudah habis, Nak. Kamu tahu sendiri 'kan istrimu bahkan tidak mau makan makanan yang murah," jelas Aminah.Benar, Arya tahu satu hal itu. Dia juga tidak menyangka jika setelah menikah Susan telah banyak berubah. Gaya hidupnya yang terlihat sekarang begitu wah.Mulai dari makanan saja harus sekelas makanan di hotel. Gaya berpakaiannya juga tidak main-main, sebelum kandungannya sebesar sekarang ini dia sering menghamburkan uang untuk pergi belanja keperluan yang tidak perlu.Kalau Arya tidak melarangnya pasti Susan masih melakukannya sampai sekarang. Berhubung sekarang Arya memiliki tabungan yang sedikit menipis, ia melarang Susan untuk berfoya-foya."Kalau kamu tidak bisa mengirimkan uang,
Setelah mengetahui kebenaran bahwa dirinya hamil, Hana terlihat sangat berhati-hati sekali. Makanan yang dimakannya pun harus dipastikan kandungan gizi di dalamnya. Tidak seperti dulu yang asal makan penting kenyang.Sekarang Hana jadi lebih sering memasak makanannya sendiri dan hidup sehat. Dia dibantu Aji tentunya karena keduanya benar benar antusias menjaga bayi mereka yang belum lahir. Dan sejauh ini Hana tidak begitu tersiksa. Dia hanya akan merasa mual jika Aji dekat dengan Nasya dan parfumnya menempel.Selebihnya tidak begitu, Hana masih bisa mengontrol dirinya sendiri. Bahkan keadaannya tidak membuatnya kesulitan dalam menjalani pekerjaannya. Karena banyak yang perhatian padanya dan selalu mendukungnya juga.Jadwalnya pun sedikit dikurangi karena sebagai seorang yang tengah mengandung tentunya tidak boleh kelelahan. Ia bahkan hanya diperbolehkan menangani operasi kecil saja. Untuk operasi besar dilempar pada rekannya yang lain."Bosen banget rasanya," gumam Hana. Dengan helaan
"ehemm," dehem Dion yang ada di belakang.Aji dan Hana sontak melepaskan pelukan mereka. Dan keduanya baru menyadari adanya Dion di sana. Hana sedikit malu karena hal tersebut tetapi sepertinya tidak dengan Aji.Bocah, suami Hana itu mendekat dengan merentangkan kedua tangannya ke arah Dion. Memeluk kakaknya dengan perasaan yang tidak bisa dijelaskan dengan kata-kata. Hanya ada haru dan bahagia yang bercampur jadi satu."Kak, aku bakal jadi ayah, Kak," ucap Aji terlewat senang."Kakak bakal jadi paman," katanya antusias."Jangan lupa, Kak. Kamu pernah janji bakal jadiin anakku anak kesayangan kamu juga," imbuhnya lagi."Selamat, Ji. Semoga aja dia enggak kayak kamu yang bandelnya minta ampun. Aku bakalan jadi Om yang sayang banget sama dia. Kamu enggak usah khawatir meskipun aku benci dengan sikap kamu tapi aku pastikan tidak dengan anakmu. Dia bakal dapet ap
Bagaimana perasaanmu jika harus menunggu? Pasti rasanya gelisah, gugup, dan penuh harap. Ya, semua itu yang sedang dokter Mawar rasakan setelah Hana masuk ke dalam kamar mandi.Di dalam ruangan yang udara dingin tersedia pun seolah tidak berguna. Semua rasa penasarannya membuat seluruh tubuhnya merespon lain."Seharusnya Hana sudah keluar 'kan?" batin dokter Mawar bertanya."Aku susul aja kali ya?" Dokter Mawar sepertinya yakin untuk keluar dan menyusul Hana ke toilet.Baru saja melangkah beberapa langkah dan pintu sudah terbuka. Hana masuk ke dalam dan tanpa aba-aba berhambur memeluknya. Menenggelamkan wajahnya di pelukan dokter Mawar kemudian menangis sejadi jadinya.Dokter Mawar yang seolah tahu bagaimana rasa sedihnya pun mengelus surai Hana dengan penuh sayang. Memberinya penguatan agar temannya tidak begitu larut dalam sedih. Sepertinya dia ikut hancur melihat Hana yang seperti ini.Menyesal, harusnya itu juga yang dokter Mawar rasakan. Dia yang melihat Hana hancur merasa iba ka