Seperti yang sudah dikatakan sebelumnya, sekarang Arya mengendarai mobilnya menuju ke rumah sakit. Raut wajahnya penuh dengan harapan yang nyata. Dengan Susan yang berada di sebelahnya.Keduanya antusias untuk melihat perkembangan calon anak mereka yang ada di kandungan Susan."Pak Arya, nanti temani Susan ya," pinta Susan dengan wajah yang dibuat sangat memelas."Tentu, aku juga sangat ingin melihat perkembangannya dengan kedua mataku sendiri," timpal Arya bahagia."Terimakasih, Pak Arya," ucap Susan manja.Setelah memarkirkan mobilnya, Arya turun lebih dulu dan memutar untuk membukakan pintu untuk Susan. Romantis sekali, mereka terlihat seperti pasangan suami istri yang baru saja menikah.Beriringan masuk ke dalam rumah sakit. Lalu, Arya dengan sigap mendaftar kemudian menunggu di kursi tunggu untuk mendapatkan antrian periksa untuk Susan.Keduanya duduk bersebelahan seolah memberitahu kepada dunia bahwa mereka memang memiliki hubungan serius. Senyum yang tidak pernah luntur sedari
Arya dipaksa keluar dari ruang periksa. Melihat sekitar dan menetralisir kegelisahannya seolah tidak terjadi apa-apa.Bagaimana bisa Mawar di sini? Mungkin itu yang dipikirkan Arya. Padahal dia sudah sengaja memilih rumah sakit yang sedikit jauh bahkan menghindari rumah sakit di mana Hana berada. Tetapi malah sialnya dia kepergok tepat oleh sahabat istrinya sendiri."Pak Arya," panggil Susan.Mendengar panggilan namanya, Arya berbalik dengan mengulas senyumnya. Bersikap biasa saja seolah tidak pernah ada percakapan dan ancaman yang didapatnya barusan."Kenapa dokternya meminta Susan keluar, Pak?" tanya Susan."Itu ... tadi dokter hanya ingin bicara empat mata dengan saya. Memberi wejangan agar selalu sigap di dekat kamu," kilahnya."Apa ada masalah dengan bayi kita, Pak Arya?" tanya Susan penasaran. Raut wajahnya berubah khawatir."Tidak, tidak," tampiknya. Arya menghampiri Susan dan merengkuh pinggangnya. Menggiringnya menuju ke tempat yang lebih jauh dari ruangan Mawar.Arya melangk
Sementara itu, Hana yang baru saja lepas dari kungkungan Aji masih sibuk menggerutu. Dia kira Aji tulus padanya dengan membantunya pagi tadi. Ternyata juniornya tersebut minta di traktir makan.Hana yang sudah merendah dengan meminta maaf juga berterimakasih pun menyesali keputusannya tersebut. Bahkan untuk lepas dari Aji, Hana terpaksa mengiyakan permintaannya.Ya, meski tidak tahu kapan akan mengabulkan permintaan Aji tadi. Tetap saja Hana harus memutar otak agar tidak kembali dimanfaatkan oleh bocah tengik yang suka seenaknya itu.Ting, notifikasi pesan masuk menghentikan langkahnya. Hana yang hendak kembali ke ruangannya pun memilih membaca pesan tersebut dengan lamat."Mas Arya, masyaallah. Ternyata doaku didengar juga oleh yang maha kuasa. Semoga dengan ini semuanya bisa kembali normal," ucap Hana.Senyum dan wajahnya bersinar cerah. Hana seketika lupa dengan masalahnya dengan Aji karena pesan Arya. Hana kembali melanjutkan langkahnya menuju ke dalam ruangannya dengan raut wajah
"Mas Arya tidak berniat melakukan hal itu pada Hana 'kan?" tanya Hana.Diam, Arya terdiam seribu bahasa. Dalam hatinya dia sudah berucap banyak 'iya' tetapi mulutnya membisu. Dan yang bisa Arya lakukan adalah mengalihkan perhatian Hana saja."Sudahlah, Han. Ini hanya cerita teman mas saja. Tidak perlu dipikirkan lebih.""Tapi ucapan mas membuat Hana kepikiran mas. Bagaimana bisa mas merasa malu melakukan hal yang bahkan lebih baik dari pada harus menduakan cinta seorang istri," bantah Hana."Dunia medis sekarang sangat canggih, Mas. Apa yang membuat mas malu hingga direndahkan?"Ya, itu yang tidak diketahui wanita. Meski tidak semua laki-laki berpikiran sama sepertinya tetapi melakukan banyak pengobatan hanya akan menunjukkan betapa rendahnya seorang laki-laki. Bagi mereka, harga dirinya pasti jatuh karena sudah dianggap gagal hingga menempuh jalur medis."Ya, kamu enggak akan tahu Hana. Ini masalah laki-laki sedang kamu perempuan," ujar Arya."Mas, sekarang pengobatan itu sudah lumra
Semua orang yang ada di UGD tersentak mendengar suara lantang dokter Hana. Beberapa detik para dokter menghentikan penanganan medis mereka karena hal tersebut.Dengan seribu tatapan yang mereka alihkan pada dokter Hana juga pria tersebut cukup membuat suasana menjadi panas. Tetapi itu tidak berlangsung lama karena Hana segera menyudahinya dan menghampiri pasien kritis yang baru saja datang.Pria tadi dengan sedikit malu kembali ke tempatnya semula dan duduk dengan tenang. Semuanya sudah kembali mengerjakan pekerjaan mereka masing-masing. Pria itu juga hanya diam menyaksikan temannya di tangani perawat yang sudah dipercaya oleh dokter Hana.Aji sendiri mengulas senyumnya menyaksikan betapa hebatnya Hana dalam menangani pasiennya. Bukan kejam dan killer seperti dokter pada umumnya. Tetapi Hana mampu bersikap tegas yang mampu menarik kekaguman Aji lebih dalam.Masih memperhatikan Hana dari kejauhan. Aji terpukau dengan pesona dokter cantik itu meski Hana tidak melakukan apapun."Aku bena
Terdengar aneh memang seorang Hana menceritakan keluh kesahnya pada seorang bocah tengik yang selalu mengundang keributan dengannya.Namun, anehnya Hana merasa lebih nyaman setelah menceritakan masalahnya pada Aji."Aku tidak tahu kenapa rasanya suamiku berubah banyak akhir akhir ini. Tadi dia datang dan meminta maaf," kata Hana."Lalu, masalahnya apa?" tanya Aji penasaran."Aku hanya tidak mengerti mengapa dia seolah menawarkan sesuatu yang salah," balas Hana."Berpikir positif saja. Mengingat usia pernikahan kalian pasti tahun ini menjadi sangat sulit bagi kalian 'kan?"Hana terkejut mendengar ucapan Aji. Bagaimana bisa bocah tengik ini menasehatinya. Memangnya apa yang dia tahu tentang pernikahan hingga berani sekali menasehatinya. Begitu mungkin pikir Hana.Dan yang lebih membuat tidak mungkin lagi adalah ini masalah rumah tangga. Sedangkan Aji sama sekali belum masuk di dalamnya. Hana ingin meragukan nasehatnya tetapi jika dipikir lagi mungkin itu ada benarnya."Kau tahu ...." Aj
Seperti yang sudah dijanjikan, akhirnya Hana berada di hari terakhirnya jaga malam. Malam ini Hana melayani pasien darurat dengan senyum merekah yang tidak luntur sedikit pun.Mengingat esok dia sudah bisa istirahat dan tidur dengan nyaman di pelukan suaminya. Beberapa malam ini juga Arya berubah banyak dengannya. Tidak seperti beberapa hari yang lalu saat marah dan mengabaikannya.Setiap malam Arya selalu datang menemuinya dan meminta jatah sebagai gantinya tidak pulang. Yang membuat Hana selalu mandi wajib sebelum melaksanakan shalat tengah malam di rumah sakit.Begitu juga dengan malam ini, Hana habis selesai shalat dan kembali berjaga. Karena sudah hampir subuh dan tidak ada pasien darurat yang ditangani. Bisa membuatnya lancar berselancar di dunia maya.Salah satu platform online menjadi obyeknya saat ini. Banyak gambar dan informasi penting yang dilihatnya. Sampai jarinya berhenti di salah satu foto yang dilihatnya."Romantis sekali," gumam Hana, "tapi ... rasanya begitu familia
Anggap saja sudah putus urat malu Aji. Karena sekarang bajunya sudah lepas semua dari tubuhnya dan berganti dengan pajak khas rumah sakit.Biar malunya belakangan ini. Yang memenuhi otaknya saat ini adalah bagaimana nasibnya setelah ini. Dalam hatinya terus merapal doa agar tangannya tidak diamputasi.Belum ada lima menit Hana meninggalkannya tetapi dia benar-benar berharap dia kembali. Dia ingin diperiksa sekali lagi untuk memastikan tangannya tidak terpotong.Rasa sakit yang tadi dirasakan sudah berganti dengan kekhawatiran. Bagaimana keadaannya dia menjadi dokter dan penjual juga figur publik jika tanpa lengan."Sudah siap 'kan?" tanya Hana. Membuka tirai dengan penyangga Anita yang berdiri di belakangnya."Dokter Hana, please. Jangan diamputasi," pintanya."Saya mohon lakukan yang lain dokter asal jangan amputasi tangan saya. Tidak lucu seorang calon model tanpa tangan," ujarnya memelas.Hana terlihat semakin kesal mendengar apa yang dikatakan bocah tengik ini. Bagaimana bisa dia