Terdengar aneh memang seorang Hana menceritakan keluh kesahnya pada seorang bocah tengik yang selalu mengundang keributan dengannya.Namun, anehnya Hana merasa lebih nyaman setelah menceritakan masalahnya pada Aji."Aku tidak tahu kenapa rasanya suamiku berubah banyak akhir akhir ini. Tadi dia datang dan meminta maaf," kata Hana."Lalu, masalahnya apa?" tanya Aji penasaran."Aku hanya tidak mengerti mengapa dia seolah menawarkan sesuatu yang salah," balas Hana."Berpikir positif saja. Mengingat usia pernikahan kalian pasti tahun ini menjadi sangat sulit bagi kalian 'kan?"Hana terkejut mendengar ucapan Aji. Bagaimana bisa bocah tengik ini menasehatinya. Memangnya apa yang dia tahu tentang pernikahan hingga berani sekali menasehatinya. Begitu mungkin pikir Hana.Dan yang lebih membuat tidak mungkin lagi adalah ini masalah rumah tangga. Sedangkan Aji sama sekali belum masuk di dalamnya. Hana ingin meragukan nasehatnya tetapi jika dipikir lagi mungkin itu ada benarnya."Kau tahu ...." Aj
Seperti yang sudah dijanjikan, akhirnya Hana berada di hari terakhirnya jaga malam. Malam ini Hana melayani pasien darurat dengan senyum merekah yang tidak luntur sedikit pun.Mengingat esok dia sudah bisa istirahat dan tidur dengan nyaman di pelukan suaminya. Beberapa malam ini juga Arya berubah banyak dengannya. Tidak seperti beberapa hari yang lalu saat marah dan mengabaikannya.Setiap malam Arya selalu datang menemuinya dan meminta jatah sebagai gantinya tidak pulang. Yang membuat Hana selalu mandi wajib sebelum melaksanakan shalat tengah malam di rumah sakit.Begitu juga dengan malam ini, Hana habis selesai shalat dan kembali berjaga. Karena sudah hampir subuh dan tidak ada pasien darurat yang ditangani. Bisa membuatnya lancar berselancar di dunia maya.Salah satu platform online menjadi obyeknya saat ini. Banyak gambar dan informasi penting yang dilihatnya. Sampai jarinya berhenti di salah satu foto yang dilihatnya."Romantis sekali," gumam Hana, "tapi ... rasanya begitu familia
Anggap saja sudah putus urat malu Aji. Karena sekarang bajunya sudah lepas semua dari tubuhnya dan berganti dengan pajak khas rumah sakit.Biar malunya belakangan ini. Yang memenuhi otaknya saat ini adalah bagaimana nasibnya setelah ini. Dalam hatinya terus merapal doa agar tangannya tidak diamputasi.Belum ada lima menit Hana meninggalkannya tetapi dia benar-benar berharap dia kembali. Dia ingin diperiksa sekali lagi untuk memastikan tangannya tidak terpotong.Rasa sakit yang tadi dirasakan sudah berganti dengan kekhawatiran. Bagaimana keadaannya dia menjadi dokter dan penjual juga figur publik jika tanpa lengan."Sudah siap 'kan?" tanya Hana. Membuka tirai dengan penyangga Anita yang berdiri di belakangnya."Dokter Hana, please. Jangan diamputasi," pintanya."Saya mohon lakukan yang lain dokter asal jangan amputasi tangan saya. Tidak lucu seorang calon model tanpa tangan," ujarnya memelas.Hana terlihat semakin kesal mendengar apa yang dikatakan bocah tengik ini. Bagaimana bisa dia
Hari hari telah berlalu. Hana sudah pulang ke rumah rutin tanpa jaga malam. Dion menepati ucapannya serta tidak menyulitkan Hana lagi.Hubungan Hana pun kembali harmonis dengan Arya. Tetapi nasib baik masih jauh dari harapannya. Karena impian Hana untuk mengandung lagi lagi gagal.Di dalam kamar mandinya helaan napas panjang Hana hembuskan berulang ulang. Dia kira Tuhan akan menitipkan momongan padanya ternyata yang didapat justru menstruasi.Pupus sudah harapan Hana. Ditariknya langkah berat keluar dari sana."Mas Arya," panggil Hana."Iya, kenapa, Han?" Arya bingung merasakan Hana memeluknya dari belakang."Kenapa, Hemm?" tanyanya."Maaf, Mas. Hana belum bisa mengabulkan doa, Mas," ucapnya.Ceklek, Hana segera melonggarkan pelukannya dan bersikap seolah biasa saja. Pintu kamarnya yang tiba-tiba terbuka dan menampilkan sosok Aminah di sana. Membuat Hana setengah mati menahan terkejutnya."Kamu memang benar benar wanita tidak berguna, Han.""Ma," tegur Arya. "Arya, kamu tidak lihat t
Sementara itu, di jalan mobil Arya tengah melaju menuju ke kediaman Susan. Jujur saja Arya merindukan wanita yang tengah mengandung benihnya itu.Karena Hana yang setiap hari pulang ke rumah membuatnya hanya bisa menemui Susan saat seperti sekarang. Membagi waktu memang sangat sulit terlebih membagi penjelasan pada Susan. Yang emosinya sedang tidak terkontrol karena kehamilannya.Meski begitu Arya berhasil membujuk Susan dan tetap pulang untuk mencoba mencari celah agar Hana mau menerima sarannya.Drtttt drtttt drtttt, Arya mengalihkan pandangannya ke ponselnya yang bergetar. Diambilnya benda pipih itu dengan cekatan dan menerima panggilan dari sana."Hallo Susan," sapa Arya, "saya sedang ke sana tunggu sebentar lagi ya.""Pak Arya tidak sayang dengan Susan dan bayi ini. Lebih baik Susan gugurkan saja bayi ini," ancam Susan terdengar di sana."Jangan macam-macam, Susan!" bentak Arya, "kamu tidak tahu seberapa ingin saya memilikinya.""Pak Arya bohong! Kalau Pak Arya menginginkan anak
"Mawar!" pekik Arya.Mawar dan semua orang yang berkerumun menatap pada sumber suara. Dilihatnya Arya yang berdiri tegap bak pangeran berkuda yang siap membela wanita teraniaya di hadapan mereka.Wajahnya yang tampan berbalut dengan amarah dan murka yang luar biasa. Ditambah lagi dengan urat urat kebiruan yang muncul di sana membuat aura Arya menjadi sangat gelap. Seketika membuat gunjingan gunjingan di sekitar orang yang tengah berkerumun.Menatap nyalang pada Mawar setelah dilihatnya keadaan Susan yang babak belur. Dipicingkan sepasang matanya mengintimidasi Mawar yang masih tetap di tempatnya."Pak Arya," lirih Susan."Wah ... wah ... wah. Satriya baja hitamnya muncul," sinis Mawar.Menyeringai sinis menatap Arya yang sok jadi pahlawan kesiangan. Jika di rumah sakit dia memilih mengusir mereka sepertinya tidak di sini. Ini tidak ada hubungannya sama sekali dengan bekerja.Di tempat luas ini juga disaksikan banyaknya orang yang menonton, Mawar pastikan Arya dan Susan mendapatkan gan
Kejar kejaran antara Mawar dan Arya semakin memanas. Arya sudah ketar ketir mengikuti laju mobil Mawar.Dan puncaknya adalah saat mobil Mawar melaju dengan lancar meninggalkan mobil Arya yang terjebak di perempatan dengan lampu merah. Yang memaksanya untuk berhenti dan menunggu. "Ahh! Berengsek!" Arya memukul stir mobilnya keras karena kehilangan jejak mobil Mawar di depan sana.Urat di wajahnya tercetak jelas dengan gigi yang mengerat sempurna. Arya meremat jari-jarinya hingga buku tangannya memutih. Tatapannya menjadi setajam elang dengan hati yang tidak karuan.Umpatan terus berdengung di pikirannya. Jika saja dia menyelesaikan masalah Mawar mungkin kejadiannya tidak akan seperti ini."Aku akan pastikan Hana tidak akan percaya begitu saja padanya. Aku harus mendapatkan keduanya," gumam Arya.Dilihatnya waktu yang terus berputar. Lampu lalulintas yang tidak kunjung berubah membuatnya semakin gelisah.Sementara itu, Mawar yang menyadari bahwa Arya terjebak pun merasa sedikit lega. T
"kamu tahu tentang Arya?" tanya Mawar.Sebenarnya pertanyaan yang sama ingin Hana tanyakan. Tentu saja. Siapa yang tidak akan penasaran kenapa bisa Aji mengatakan bahwa Arya mencium wanita lain.Apa sebenarnya yang sudah diketahui Aji? Sejauh mana bocah tengik itu mengetahui urusannya. Termasuk masalah yang baru diketahui Hana ini."Tentu," jawab Aji tegas."Dia!" tunjuk Aji dalam kemarahan, "mencium wanita lain tepat di hadapanku.""Di mana?" tanya Hana akhirnya."Han, aku bisa jelaskan," rayu Arya.Diambilnya telapak tangan Hana dan menggenggamnya erat. Dibawanya menyentuh dadanya agar terlihat sangat menyentuh.Hana yang diperlukan seperti itu dengan keadaan Arya yang sudah tidak manusiawi menurutnya. Luka lebam di wajah dan cairan lengket di sudut bibirnya membuatnya iba."Jelaskan? Apa yang bisa kau bela dari tindakan perselingkuhan?" Aji kembali tersulut emosi."Kau mengaku khilaf dengan perbuatanmu. Meminta maaf lalu membujuknya seolah tidak terjadi apa-apa? Atau memang tujuan