Sementara itu, di jalan mobil Arya tengah melaju menuju ke kediaman Susan. Jujur saja Arya merindukan wanita yang tengah mengandung benihnya itu.Karena Hana yang setiap hari pulang ke rumah membuatnya hanya bisa menemui Susan saat seperti sekarang. Membagi waktu memang sangat sulit terlebih membagi penjelasan pada Susan. Yang emosinya sedang tidak terkontrol karena kehamilannya.Meski begitu Arya berhasil membujuk Susan dan tetap pulang untuk mencoba mencari celah agar Hana mau menerima sarannya.Drtttt drtttt drtttt, Arya mengalihkan pandangannya ke ponselnya yang bergetar. Diambilnya benda pipih itu dengan cekatan dan menerima panggilan dari sana."Hallo Susan," sapa Arya, "saya sedang ke sana tunggu sebentar lagi ya.""Pak Arya tidak sayang dengan Susan dan bayi ini. Lebih baik Susan gugurkan saja bayi ini," ancam Susan terdengar di sana."Jangan macam-macam, Susan!" bentak Arya, "kamu tidak tahu seberapa ingin saya memilikinya.""Pak Arya bohong! Kalau Pak Arya menginginkan anak
"Mawar!" pekik Arya.Mawar dan semua orang yang berkerumun menatap pada sumber suara. Dilihatnya Arya yang berdiri tegap bak pangeran berkuda yang siap membela wanita teraniaya di hadapan mereka.Wajahnya yang tampan berbalut dengan amarah dan murka yang luar biasa. Ditambah lagi dengan urat urat kebiruan yang muncul di sana membuat aura Arya menjadi sangat gelap. Seketika membuat gunjingan gunjingan di sekitar orang yang tengah berkerumun.Menatap nyalang pada Mawar setelah dilihatnya keadaan Susan yang babak belur. Dipicingkan sepasang matanya mengintimidasi Mawar yang masih tetap di tempatnya."Pak Arya," lirih Susan."Wah ... wah ... wah. Satriya baja hitamnya muncul," sinis Mawar.Menyeringai sinis menatap Arya yang sok jadi pahlawan kesiangan. Jika di rumah sakit dia memilih mengusir mereka sepertinya tidak di sini. Ini tidak ada hubungannya sama sekali dengan bekerja.Di tempat luas ini juga disaksikan banyaknya orang yang menonton, Mawar pastikan Arya dan Susan mendapatkan gan
Kejar kejaran antara Mawar dan Arya semakin memanas. Arya sudah ketar ketir mengikuti laju mobil Mawar.Dan puncaknya adalah saat mobil Mawar melaju dengan lancar meninggalkan mobil Arya yang terjebak di perempatan dengan lampu merah. Yang memaksanya untuk berhenti dan menunggu. "Ahh! Berengsek!" Arya memukul stir mobilnya keras karena kehilangan jejak mobil Mawar di depan sana.Urat di wajahnya tercetak jelas dengan gigi yang mengerat sempurna. Arya meremat jari-jarinya hingga buku tangannya memutih. Tatapannya menjadi setajam elang dengan hati yang tidak karuan.Umpatan terus berdengung di pikirannya. Jika saja dia menyelesaikan masalah Mawar mungkin kejadiannya tidak akan seperti ini."Aku akan pastikan Hana tidak akan percaya begitu saja padanya. Aku harus mendapatkan keduanya," gumam Arya.Dilihatnya waktu yang terus berputar. Lampu lalulintas yang tidak kunjung berubah membuatnya semakin gelisah.Sementara itu, Mawar yang menyadari bahwa Arya terjebak pun merasa sedikit lega. T
"kamu tahu tentang Arya?" tanya Mawar.Sebenarnya pertanyaan yang sama ingin Hana tanyakan. Tentu saja. Siapa yang tidak akan penasaran kenapa bisa Aji mengatakan bahwa Arya mencium wanita lain.Apa sebenarnya yang sudah diketahui Aji? Sejauh mana bocah tengik itu mengetahui urusannya. Termasuk masalah yang baru diketahui Hana ini."Tentu," jawab Aji tegas."Dia!" tunjuk Aji dalam kemarahan, "mencium wanita lain tepat di hadapanku.""Di mana?" tanya Hana akhirnya."Han, aku bisa jelaskan," rayu Arya.Diambilnya telapak tangan Hana dan menggenggamnya erat. Dibawanya menyentuh dadanya agar terlihat sangat menyentuh.Hana yang diperlukan seperti itu dengan keadaan Arya yang sudah tidak manusiawi menurutnya. Luka lebam di wajah dan cairan lengket di sudut bibirnya membuatnya iba."Jelaskan? Apa yang bisa kau bela dari tindakan perselingkuhan?" Aji kembali tersulut emosi."Kau mengaku khilaf dengan perbuatanmu. Meminta maaf lalu membujuknya seolah tidak terjadi apa-apa? Atau memang tujuan
Hati yang hancur berpadu dengan pikiran yang kacau balau. Meski begitu Hana tetap melakukan tugasnya. Masih berurusan dengan nyawa seseorang di hadapannya.Tangannya sibuk menjahit sedikit demi sedikit luka yang dibuatnya sendiri. Matanya fokus dan jeli mengikuti gerakan tangannya sibuk mengikat benang."Terimakasih atas kerjasama dan kerja keras kalian. Operasi kali ini telah berhasil," ucap Hana pada teamnya.Setelah waktu yang melelahkan, Hana akhirnya selesai dengan operasi. Tetapi tidak dengan hati dan pikirannya. Yang masih dipengaruhi oleh perselingkuhan Arya.Matahari mulai sedikit turun hingga sinarnya tampak meredup dan menghasilkan warna baru yang cantik. Hana berdiri di atap, dengan sumilir angin yang menggoyangkan anak rambutnya.Ujung rambutnya yang terikat juga ikut melambai. Hana menutup matanya dan berpegangan pada pembatas agar tidak jatuh. Dihirupnya kuat kuat udara yang begitu sejuk. Berharap bisa membuatnya sedikit lega dan mengobati rasa hancur di hatinya."Mau s
Fokus Hana masih tertuju pada aspal hitam yang semakin gelap karena pencahayaan yang minim. Tangannya sibuk memegang kemudi dan mengendalikannya agar tidak salah jalur apalagi sampai terjatuh atau menabrak.Separuh perjalanan hampir didapatnya dari rumah sakit menuju rumah. Pikirannya begitu banyak hingga tidak tahu harus bereaksi seperti apa. Lidahnya terasa sangat kelu hingga tidak bisa mengatakan apapun atas tindakan Arya yang dibongkar oleh Mawar.Tujuan yang awalnya ingin Hana cepat selesaikan. Sekarang sepertinya berubah. Karena apa, Hana menghentikan laju mobilnya. Diambilnya ponsel yang digeletakkan begitu saja di sampingnya."Hallo," sapa Hana begitu panggilan berhasil tersambung."Maaf mengganggu anda dokter. Boleh tahu di mana alamat apartemen Aji?" Hana memainkan tangannya karena takut."Tidak ada masalah serius. Ada yang perlu kubicarakan sedikit dengannya," kata Hana menyambungi."Baik, saya tunggu." Hana mematikan panggilan dan mengetuk ngetuk ponselnya menunggu.Bebera
Brakk, pintu terbanting keras. Hana berdiri dengan napas tersengal yang ditahannya sejak tadi.Entah kesialan seperti apa hingga dirinya kepergok oleh Aji yang berada di depan unitnya. Menurut Hana seperti itulah karena Aji tampak hendak membuka pintu di sana."Kalau mau ke sini kenapa tidak bilang," kata Aji. Melangkah menghampiri Hana dan menarik tangannya."Heh, lepaskan!" Hana meronta meminta tangannya dilepas.Namun, apa boleh dikata. Kekuatan Aji lebih besar darinya hingga dengan mudahnya ia diseret ke dalam unitnya. Kemudian di bawa ke sofa yang ada di sana dan mendudukkannya paksa."Kamu apa apaan sih!" bentak Hana."Kenapa? Aku cuma mau ngobrol saja," timpal Aji."Jangan bikin orang lain salah paham, ya. Tidak baik seorang wanita dan laki-laki yang tidak muhrim berada dalam satu ruangan tanpa pengawasan," ujar Hana."Apa ini kode kau minta kuhalalkan dokter cantik," goda Aji.Aji dengan gayanya menaik turunkan alisnya. Menggoda Hana kemudian menyeringai tipis.Plakk, satu puk
"Ma, biarkan Arya selesaikan masalah Arya sendiri. Arya tidak mau kehilangan Hana, Ma. Arya masih sayang sama Hana," ucap Arya."Lebih baik kamu dengar kata Mama, Arya. Wanita seperti Hana itu hanya bisa membawa sial. Tidak bisa hamil, tidak perhatian, dan tidak pernah peduli padamu."Arya memijat pelipisnya sebab bingung. Bukan ingin membenarkan semua yang Aminah katakan. Arya hanya tidak ingin kehilangan Hana. Dia ingin mendapatkan keduanya dan hidup bahagia bersama."Mama tidak mengerti. Arya tidak membencinya, Arya hanya ingin Hana menerima Susan dan anak kami. Dan kita bisa menjaganya bersama sama.""Sudahlah Mama tidak akan mengerti," pungkas Arya.Kemudian meninggalkan ibunya sendiri di sana dan menyusul Hana ke dalam kamar. Dan begitu tiba di kamar, dilihatnya Hana yang sedang mengemasi barang-barangnya. Menyusun baju dan beberapa lainnya ke dalam koper."Han, mas mohon jangan seperti ini," pinta Arya.Arya berusaha meraih tangan Hana dan membujuknya. Tetapi Hana berkali-kali