"Mas Arya tidak berniat melakukan hal itu pada Hana 'kan?" tanya Hana.Diam, Arya terdiam seribu bahasa. Dalam hatinya dia sudah berucap banyak 'iya' tetapi mulutnya membisu. Dan yang bisa Arya lakukan adalah mengalihkan perhatian Hana saja."Sudahlah, Han. Ini hanya cerita teman mas saja. Tidak perlu dipikirkan lebih.""Tapi ucapan mas membuat Hana kepikiran mas. Bagaimana bisa mas merasa malu melakukan hal yang bahkan lebih baik dari pada harus menduakan cinta seorang istri," bantah Hana."Dunia medis sekarang sangat canggih, Mas. Apa yang membuat mas malu hingga direndahkan?"Ya, itu yang tidak diketahui wanita. Meski tidak semua laki-laki berpikiran sama sepertinya tetapi melakukan banyak pengobatan hanya akan menunjukkan betapa rendahnya seorang laki-laki. Bagi mereka, harga dirinya pasti jatuh karena sudah dianggap gagal hingga menempuh jalur medis."Ya, kamu enggak akan tahu Hana. Ini masalah laki-laki sedang kamu perempuan," ujar Arya."Mas, sekarang pengobatan itu sudah lumra
Semua orang yang ada di UGD tersentak mendengar suara lantang dokter Hana. Beberapa detik para dokter menghentikan penanganan medis mereka karena hal tersebut.Dengan seribu tatapan yang mereka alihkan pada dokter Hana juga pria tersebut cukup membuat suasana menjadi panas. Tetapi itu tidak berlangsung lama karena Hana segera menyudahinya dan menghampiri pasien kritis yang baru saja datang.Pria tadi dengan sedikit malu kembali ke tempatnya semula dan duduk dengan tenang. Semuanya sudah kembali mengerjakan pekerjaan mereka masing-masing. Pria itu juga hanya diam menyaksikan temannya di tangani perawat yang sudah dipercaya oleh dokter Hana.Aji sendiri mengulas senyumnya menyaksikan betapa hebatnya Hana dalam menangani pasiennya. Bukan kejam dan killer seperti dokter pada umumnya. Tetapi Hana mampu bersikap tegas yang mampu menarik kekaguman Aji lebih dalam.Masih memperhatikan Hana dari kejauhan. Aji terpukau dengan pesona dokter cantik itu meski Hana tidak melakukan apapun."Aku bena
Terdengar aneh memang seorang Hana menceritakan keluh kesahnya pada seorang bocah tengik yang selalu mengundang keributan dengannya.Namun, anehnya Hana merasa lebih nyaman setelah menceritakan masalahnya pada Aji."Aku tidak tahu kenapa rasanya suamiku berubah banyak akhir akhir ini. Tadi dia datang dan meminta maaf," kata Hana."Lalu, masalahnya apa?" tanya Aji penasaran."Aku hanya tidak mengerti mengapa dia seolah menawarkan sesuatu yang salah," balas Hana."Berpikir positif saja. Mengingat usia pernikahan kalian pasti tahun ini menjadi sangat sulit bagi kalian 'kan?"Hana terkejut mendengar ucapan Aji. Bagaimana bisa bocah tengik ini menasehatinya. Memangnya apa yang dia tahu tentang pernikahan hingga berani sekali menasehatinya. Begitu mungkin pikir Hana.Dan yang lebih membuat tidak mungkin lagi adalah ini masalah rumah tangga. Sedangkan Aji sama sekali belum masuk di dalamnya. Hana ingin meragukan nasehatnya tetapi jika dipikir lagi mungkin itu ada benarnya."Kau tahu ...." Aj
Seperti yang sudah dijanjikan, akhirnya Hana berada di hari terakhirnya jaga malam. Malam ini Hana melayani pasien darurat dengan senyum merekah yang tidak luntur sedikit pun.Mengingat esok dia sudah bisa istirahat dan tidur dengan nyaman di pelukan suaminya. Beberapa malam ini juga Arya berubah banyak dengannya. Tidak seperti beberapa hari yang lalu saat marah dan mengabaikannya.Setiap malam Arya selalu datang menemuinya dan meminta jatah sebagai gantinya tidak pulang. Yang membuat Hana selalu mandi wajib sebelum melaksanakan shalat tengah malam di rumah sakit.Begitu juga dengan malam ini, Hana habis selesai shalat dan kembali berjaga. Karena sudah hampir subuh dan tidak ada pasien darurat yang ditangani. Bisa membuatnya lancar berselancar di dunia maya.Salah satu platform online menjadi obyeknya saat ini. Banyak gambar dan informasi penting yang dilihatnya. Sampai jarinya berhenti di salah satu foto yang dilihatnya."Romantis sekali," gumam Hana, "tapi ... rasanya begitu familia
Anggap saja sudah putus urat malu Aji. Karena sekarang bajunya sudah lepas semua dari tubuhnya dan berganti dengan pajak khas rumah sakit.Biar malunya belakangan ini. Yang memenuhi otaknya saat ini adalah bagaimana nasibnya setelah ini. Dalam hatinya terus merapal doa agar tangannya tidak diamputasi.Belum ada lima menit Hana meninggalkannya tetapi dia benar-benar berharap dia kembali. Dia ingin diperiksa sekali lagi untuk memastikan tangannya tidak terpotong.Rasa sakit yang tadi dirasakan sudah berganti dengan kekhawatiran. Bagaimana keadaannya dia menjadi dokter dan penjual juga figur publik jika tanpa lengan."Sudah siap 'kan?" tanya Hana. Membuka tirai dengan penyangga Anita yang berdiri di belakangnya."Dokter Hana, please. Jangan diamputasi," pintanya."Saya mohon lakukan yang lain dokter asal jangan amputasi tangan saya. Tidak lucu seorang calon model tanpa tangan," ujarnya memelas.Hana terlihat semakin kesal mendengar apa yang dikatakan bocah tengik ini. Bagaimana bisa dia
Hari hari telah berlalu. Hana sudah pulang ke rumah rutin tanpa jaga malam. Dion menepati ucapannya serta tidak menyulitkan Hana lagi.Hubungan Hana pun kembali harmonis dengan Arya. Tetapi nasib baik masih jauh dari harapannya. Karena impian Hana untuk mengandung lagi lagi gagal.Di dalam kamar mandinya helaan napas panjang Hana hembuskan berulang ulang. Dia kira Tuhan akan menitipkan momongan padanya ternyata yang didapat justru menstruasi.Pupus sudah harapan Hana. Ditariknya langkah berat keluar dari sana."Mas Arya," panggil Hana."Iya, kenapa, Han?" Arya bingung merasakan Hana memeluknya dari belakang."Kenapa, Hemm?" tanyanya."Maaf, Mas. Hana belum bisa mengabulkan doa, Mas," ucapnya.Ceklek, Hana segera melonggarkan pelukannya dan bersikap seolah biasa saja. Pintu kamarnya yang tiba-tiba terbuka dan menampilkan sosok Aminah di sana. Membuat Hana setengah mati menahan terkejutnya."Kamu memang benar benar wanita tidak berguna, Han.""Ma," tegur Arya. "Arya, kamu tidak lihat t
Sementara itu, di jalan mobil Arya tengah melaju menuju ke kediaman Susan. Jujur saja Arya merindukan wanita yang tengah mengandung benihnya itu.Karena Hana yang setiap hari pulang ke rumah membuatnya hanya bisa menemui Susan saat seperti sekarang. Membagi waktu memang sangat sulit terlebih membagi penjelasan pada Susan. Yang emosinya sedang tidak terkontrol karena kehamilannya.Meski begitu Arya berhasil membujuk Susan dan tetap pulang untuk mencoba mencari celah agar Hana mau menerima sarannya.Drtttt drtttt drtttt, Arya mengalihkan pandangannya ke ponselnya yang bergetar. Diambilnya benda pipih itu dengan cekatan dan menerima panggilan dari sana."Hallo Susan," sapa Arya, "saya sedang ke sana tunggu sebentar lagi ya.""Pak Arya tidak sayang dengan Susan dan bayi ini. Lebih baik Susan gugurkan saja bayi ini," ancam Susan terdengar di sana."Jangan macam-macam, Susan!" bentak Arya, "kamu tidak tahu seberapa ingin saya memilikinya.""Pak Arya bohong! Kalau Pak Arya menginginkan anak
"Mawar!" pekik Arya.Mawar dan semua orang yang berkerumun menatap pada sumber suara. Dilihatnya Arya yang berdiri tegap bak pangeran berkuda yang siap membela wanita teraniaya di hadapan mereka.Wajahnya yang tampan berbalut dengan amarah dan murka yang luar biasa. Ditambah lagi dengan urat urat kebiruan yang muncul di sana membuat aura Arya menjadi sangat gelap. Seketika membuat gunjingan gunjingan di sekitar orang yang tengah berkerumun.Menatap nyalang pada Mawar setelah dilihatnya keadaan Susan yang babak belur. Dipicingkan sepasang matanya mengintimidasi Mawar yang masih tetap di tempatnya."Pak Arya," lirih Susan."Wah ... wah ... wah. Satriya baja hitamnya muncul," sinis Mawar.Menyeringai sinis menatap Arya yang sok jadi pahlawan kesiangan. Jika di rumah sakit dia memilih mengusir mereka sepertinya tidak di sini. Ini tidak ada hubungannya sama sekali dengan bekerja.Di tempat luas ini juga disaksikan banyaknya orang yang menonton, Mawar pastikan Arya dan Susan mendapatkan gan