Byurr
Saat sedang asik berbincang dengan temannya, Hana dikejutkan dan sontak menghentikan langkahnya. Karena berjalan paling di ujung Hana bersenggolan dengan seseorang hingga orang itu menumpahkan minumannya. Semua teman Hana yang berjalan di sebelahnya melihat baju yang Hana kenakan sudah basah kuyup.
"Maaf," kata orang itu.
"Kamu enggak punya mata, ya! Enggak lihat sekarang baju Dr. Hana sudah basah kuyup seperti ini!" Mawar melihat ke arah baju Hana dengan terus marah.
"Oh, kamu yang tadi, kan? Sudah bikin kita enggak bisa pulang sekarang bikin kacau. Kayaknya memang kamu enggak punya mata!"
"Mawar, sudah," lerai Hana. "Aku enggak apa-apa kok. Ini cuma air."
"Tapi, Han. Ini anak baru ngeselin tahu, enggak!"
"Sudah aku enggak apa-apa," kata Hana tidak ingin membuat kekacauan lagi.
Mawar pun tidak melanjutkan lagi amarah yang menyala dalam dirinya dan memendamnya saja karena perintah Hana. Namun, tatapan nyalangnya tetap mengintimidasi pemuda itu sampai mengulitinya. Sayangnya yang ditatap seolah tidak memiliki respon dan hanya diam seolah tidak bersalah.
Bahkan dengan tidak bertanggungjawab sama sekali, pemuda itu berjalan melewati Hana dan Mawar. Meninggalkan mereka yang terlihat semakin kesal karena tingkah dan sikap pemuda itu yang tidak memiliki rasa hormat. Mawar sudah mengepalkan tangannya dan mau mengejar pemuda itu untuk memberinya tinjuannya. Tetapi lagi-lagi gerakannya dihentikan oleh Hana yang melarangnya.
"Kalian makan duluan saja, aku mau bersihin ini ke toilet."
"Mau aku temenin enggak?" tawar Mawar yang dibalas gelengan oleh Hana.
"Enggak perlu, kamu makan saja. Nanti aku nyusul kalau sudah selesai," jawab Hana.
Hana pun menarik diri, kemudian berjalan ke arah toilet untuk membersihkan bajunya. Kemeja putih yang dia kenakan sudah berubah menjadi coklat karena minuman pemuda tadi. Di depan cermin di toilet Hana melihat pantulan dirinya yang berantakan.
“Masyaallah, bajuku jadi begini,” keluhnya.
Tak ingin terus mengeluh, Hana melepaskan kemejanya dan membasuhnya. Hingga dia hanya mengenakan bra hitam yang melekat ditubuhnya. Setelah mencuci dan memerasnya, Hana memakainya lagi dengan keadaan basah.
Dengan menarik napas berat, Hana keluar dari kamar mandi. Dan lagi dia terkejut oleh orang yang sama. Pemuda tadi berdiri di depan toilet dengan tatapan anehnya.
"Astaghfirullah," bisik Hana dengan mengusap dadanya.
Hana melihat wajah pemuda tadi menatap dengan tatapan yang aneh. Hana memperhatikan lebih jelas lagi tepatnya pada jakun di lehernya yang bergerak naik-turun. Dan Hana melihat tubuhnya sendiri hingga sadar bahwa bajunya tembus pandang.
"Jangan keterlaluan kamu, ya! Lihat lihat sembarangan," gerutu Hana dengan menutupi dadanya menggunakan tangannya. Seolah sadar pemuda itu pun mengalihkan pandangannya.
"Saya tidak keterlaluan," bantahnya. "Kakak sendiri yang mengenakan baju basah."
"Ini semua karena kamu, ya! Jangan ngeles kamu!"
"Iya, iya. Nih! Baju ganti," balas pemuda itu dengan menyerahkan sebuah kemeja pada Hana.
Dengan ragu, Hana mengambil baju yang diberikan. Hana memilih ke arah pemuda tadi yang sudah bergerak menjauh tanpa melihat ke arah Hana. Baju di tangan Hana itu dilihatnya dan dengan segera Hana pun masuk kembali ke dalam toilet.
Tidak lama setelah berganti pakaian, Hana kembali lagi ke kantin. Hana mendekat ke arah temannya yang ternyata di sana ada Dion. Hana memperlambat langkahnya sampai Mawar menawarkan dia untuk duduk di sebelahnya tepat di hadapan Dion.
"Kenapa ada Pak Dion di sini?" bisik Hana bisik pada Mawar.
"Enggak tahu," balas Mawar dengan bisikan juga.
"Kenapa sih, perang!" Hana kaget bukan main karena bajunya ditarik oleh Mawar. Tak hanya Hana tapi semua yang ada di meja itu juga tersentak mendengar suara Hana yang keras.
“Aji,” gumam Mawar dengan membaca nama yang tertera di baju yang dikenakan Hana. Mendengar itu Hana juga ikut melihatnya. Matanya langsung membulat saat melihat nama yang terukir di sana.
Semua menatap Hana dengan tatapan penuh kekecewaan. Air liur Hana dia telan dengan susah payah karena tatapan semua yang dia tangani. Seharusnya dia tadi memeriksanya sebelum memakainya. Bolehkah Hana menyesal sekarang?
"Ini baju bocah tengil tadi?" tanya Mawar. Hana menantang tengkuknya yang tidak gatal dengan mengangguk pelan.
"Dia mengganggumu?" tanya Dion. Yang segera membalas Hana dengan melambaikan tangannya, membantah, "jangan, Pak."
"Lalu, kenapa kamu mengenakan pakaiannya?"
"Tadi kebetulan aja dia lihat bajuku kena tumpahan minuman, Pak. Jadi dia minjemin bajunya," kilah Hana.
Dion menatap Hana mencari harta karun di sana. Tetapi Hana menanggapi dengan tenang bahkan di bawah meja tangannya mencubit kaki Mawar. Saat Dion melihat ke arah Mawar, gadis itu tersenyum saja mengikuti permainan Hana.
Padahal Mawar kesal setengah mati saat nama Aji itu disebut juga dilindungi oleh Hana. Sedangkan Hana sendiri memilih mengalah dan melindungi Aji agar tidak ada masalah lagi yang berdampak pada teman-temannya karena emosi Dion yang labil.
"Ya, sudah kalau begitu. Kalian makanlah, setelah itu kalian boleh pulang." Dion berdiri dari duduknya.
"Yeyyyy!" Semua bersorak kegirangan.
"Pengecualian untuk Hana," tambahnya membuat senyum Hana luntur. "Karena Dokter Fardhan sedang cuti jadi untuk Dokter Hana mulai malam ini sampai dua bulan kedepan yang akan menggantikannya jaga malam."
Tidak menunggu jawaban Hana, Dion melenggang pergi begitu saja. Sedangkan Hana membatu di tempatnya karena keputusan sepihak. Tubuhnya lemas tapi di pikirannya yang terlintas hanya Arya, suaminya.
Dia berharap sisa malamnya bisa dia habiskan bersama dengan Arya. Dengan mencoba memperintens hubungan di antara keduanya agar apa yang diharapkan segera diberikan oleh Allah. Tapi mendengar penuturan Dion tadi, sepertinya dia harus menunggu cukup lama lagi.
**
Duar
Tabrakan beruntun
"Unit Gawat Darurat Rumah Sakit Baharu. Dengan suster Susi di sini," kata seorang suster penjaga saat berbicara dengan seseorang di sambungan telepon.
"Baik, kami akan bersiap!"
Begitu panggilan terputus, semua yang berjaga di UGD malam ini menatap suster tadi. Seolah paham tanpa pendukung itu katakan, semua orang mengerti dan mengambil posisi mereka masing-masing.
"Di mana dokter Hana?" tanya suster tadi pada seorang perawat lain.
"Dokter Hana sedang sidak pasien, suster Susi." Perawat tadi menjawab sambil melewati suster Susi dengan membawa nampan berisi beberapa peralatan medisnya.
"Terima kasih perawat Anita," ucapnya dengan buru-buru menghubungi seseorang.
Cukup lama menunggu panggilan terjawab, suster Susi menatap seluruh ruangan dengan gelisah. Bagaimana tidak di sana hanya ada dua dokter jaga dan tiga perawat. Sedangkan dia mendapatkan panggilan dan informasi bahwa ada empat korban kecelakaan yang akan dibawa ke sana.
"Hallo dokter Hana," katanya begitu suara dokter yang dimaksud menyapa telinganya. "Segera kembali ke UGD karena kita akan kedatangan empat korban kecelakaan!"
Tatapan horor suster Susi dapat dari rekan-rekannya. Mendengar ucapan suster Susi membuat mereka kalang kabut. Semuanya bergerak cepat mempersiapkan tempat dan keperluan yang dibutuhkan.
Sampai pintu UGD dibuka lebar, semua yang berjaga di sana menuju ke arah pasien yang baru diturunkan dari ambulans. Semua perawat dan dokter yang berjaga menghampiri pasien yang didorong masuk ke dalam UGD. Ada empati pasien dengan luka yang sangat parah.
Ceklek"Baru pulang, Han?"Hana yang baru saja menutup pintu dikejutkan dengan suara Aminah, ibu mertuanya. Hana tidak tahu jika Aminah datang dan Arya juga tidak memberitahunya jika Aminah akan datang. Sebagai menantu yang baik Hana mengulurkan tangannya dan mencium punggung tangan Aminah."Iya, ma. Tadi nunggu teman yang gantiin shift sedikit terlambat," jawab Hana. "Mama kapan datang?""Sedikit gimana sih, Han. Sudah jam satu pagi ini loh," timpal Aminah dengan nada yang tidak begitu senang."Enggak apa-apa, ma. Sudah biasa juga soalnya jadi dokter memang harus seperti ini. Pasiennya juga suka datang tiba-tiba.""Ya, jangan jadi kebiasaan. Kamu enggak kasian sama Arya tidur sendirian terus." Aminah melenggang pergi kembali ke dalam kamarnya. "Pantas sampai sekarang belum punya anak."Hana jelas tidak tuli, suara Aminah membuat denyut jantungnya seakan terhenti. Matanya panas dan berkaca-kaca siap menurunkan air. Tetapi menagis bukan pilihan yang tepat sekarang, Hana dengan kasar me
"kenapa wajahmu berubah begitu, Ar?" tanya Aminah.Arya menggelengkan kepalanya dengan pelan tersenyum. Menghancurkan kembali ponselnya lalu menatap ke arah depan dengan tangan yang memegang kemudi."Kamu jangan bohong sama mama, Ar! Hana sering giniin kamu?" tutut Aminah pada anak-anaknya. Sedangkan Arya hanya diam dan memendamnya."Jangan dipendam, Ar! Kamu itu laki-laki!" bentak Aminah."Kamu kepala rumah tangga, Ar. Kalau istri kamu terus terusan berada di luar dan tidak punya waktu untuk kamu, kapan kalian punya momongan?""Ingat, Ar! Perempuan itu harusnya di rumah dan melayani suaminya. Bukannya bekerja sampai lupa waktu dan mengabaikan kewajibannya.""Ma, sudahlah!"Aminah heran dengan anak-anaknya. Perasaan dulu Arya selalu menerima masukan darinya. Tapi sekarang dia memilih mengalah dan terlalu patuh pada istrinya.Arya ucapan akan ucapan Aminah kemarin padanya. Di dalam mobil yang dia kendarai, Arya menghela nafas berat. Ia memang mencintai Hana dan tidak keberatan jika ist
Dua minggu sudah Hana selalu jaga malam. Dan selama itu, Hana sudah membuat kantung hitam di bawah matanya. Tetapi hari ini Hana senang karena bisa pulang lebih awal. Semua karena Mawar yang menggantikannya karena kasian melihat Hana yang terlihat sangat memprihatinkan. Hana menghentikan mobilnya di teras rumah. Menarik tuas rem lalu mencabut kuncinya dan turun. Senyum mengembang Hana sematkan di bibirnya. Akhirnya setelah beberapa hari dia bisa bertemu dan menumpahkan rasa rindunya pada Arya. Hana membuka pintu dan mendapati rumah yang sepi. "Tumben sudah pulang," sindir Aminah pada Hana. Yang membuat Hana terkejut karena ia pikir tidak ada satu orang pun di rumah. Aminah muncul tiba-tiba dari arah kamarnya. Yang mungkin mendengar dia membuka pintu. "Iya, Ma. Hana digantiin teman buat malam ini." Hana celingukan mencari sesuatu tetapi tidak menemukannya. "Mas Arya belum pulang, Ma?" "Belum, cari wanita lain mungkin," ketus Aminah. "Ma!" Hana terkejut mendengar balasan Aminah. Ha
Ting, lampu di atas pintu ruang operasi meredup setelah menyala hampir enam jam lamanya. Dibarengi dengan pintu terbuka, dokter muda yang cantik keluar dari sana. Hana, dengan wajahnya yang terlihat serius meninggalkan tempat tersebut. Di belakangnya juga ikut keluar beberapa perawat yang mendorong bangsal.Di sisi lain lorong tersebut terlihat sepasang mata yang mengagumi cara berjalan Hana. Sejak melihatnya keluar dari ruangan operasi hingga menjauh. Pandangannya tidak berhenti menatapnya."Aji!"Mendengar namanya dipanggil, Aji sontak merotasikan matanya menatap dokter senior di hadapannya. Dilihatnya juga wajah temannya yang sama terkejutnya."Kamu bisa serius sedikit atau tidak," tegurnya."Kalau kamu cuma main-main sebaiknya cari tempat lain!"Aji diam mengalihkan pandangannya ke sembarang arah. Wajahnya yang dingin dan cuek terlihat sangat nyata bahwa dia tidak menyukai tempatnya berada."Ya," ketus Aji. Sambil merotasikan matanya malas.Suara Aji membuat semuanya tampak tidak
Ceklek, belum sempat Hana duduk pintu ruangan sudah terbuka lagi. Hana kira Aji kembali lagi dan akan mengucapkan terimakasih. Ternyata itu hanya pikirannya saja.Karena nyatanya yang masuk ke sana adalah mawar. Melihatnya membuat Hana menghela napas lega. Hana merasa bisa mengeluarkan unek-uneknya melihat sahabatnya itu."Han, itu anak koas yang kurang ajar ngapain keluar dari sini?" tanya Mawar."Kamu enggak diapa-apain 'kan?" tanya Mawar lagi."Enggak, War. Memangnya dia bisa apa?" Hana duduk di kursinya dengan helaan napas panjang yang terdengar sangat berat.Mawar yang sadar akan hal itu mendekat. Menarik kursi yang tersisa dan menatap Hana penuh tanda tanya."Terus mukamu kenapa ditekuk begitu?" selidik Mawar.Hana menunduk kemudian mengangkat wajahnya yang penuh dengan genangan di matanya. Mawar yang sadar akan suasana Hana segera merengkuhnya."Han, kamu kenapa? Jangan bikin aku khawatir, Han. Kamu kenapa sih?"Hanya isakan yang terdengar. Hana benar benar tidak bisa menyembun
Arya mengambil ponselnya dan melihat notifikasi pesan yang baru masuk di ponselnya. Nama yang baru disebutkan muncul di layar ponselnya.Matanya jeli membaca beberapa kata yang dikirimkan Susan padanya. Lalu, mengalihkan pandangannya sekilas ke arah istrinya yang terlelap. Helaan napas panjang yang sedikit disamarkan keluar dari mulutnya.Dengan berat hati, Arya menyibak selimut yang menutup tubuhnya. Dengan perlahan tangannya memunguti pakaiannya yang berserakan dan memakainya. Kemudian keluar dari kamar, Arya menutup pintunya pelan dan menghubungi kembali nomor Susan."Hallo, aku akan ke sana," kata Arya.Setelah mematikan panggilan itu Arya bergegas keluar dari rumah. Langkahnya cepat tetapi masih tidak menimbulkan kecurigaan. Hingga dia pergi dengan menggunakan mobilnya.Terdengar suaranya yang semakin menjauh, ranjang yang ditempati Hana berderit. Tangannya mencari keberadaan Arya dengan kedua mata yang sulit terbuka."Mas," panggil Hana.Tidak ada sahutan.Karena tidak kunjung m
"1 ... 2 ... 3, kejut!"Rumah sakit terlihat begitu ramai pagi ini. Semua dokter, perawat, dan semua yang dapat membantu ikut turun tangan.Karena tabrakan beruntun yang mengakibatkan banyak korban luka mengharuskan mereka bekerja ekstra. Dokter Hana yang baru saja tiba langsung turun tangan melakukan penanganan pertama.Di atas ranjang pasien yang tiba-tiba henti jantung. Hana dengan berani duduk di atasnya dan melakukan pertolongan untuk mengembalikan denyut jantung pasien.Hal yang lumrah bagi seorang dokter untuk pemandangan seperti itu. Tetapi yang menarik adalah Hana Yori berhasil membuatnya merasa lega."Kalian urus sisanya. Saya mau ke ruang operasi. Tangani yang paling gawat lebih dulu, ingat!""Baik dokter," jawab rekannya.Sebelum benar benar pergi ke ruang operasi, Hana memerhatikan semua pasien sudah ditangani. Hana bernapas lega dan bisa pergi meneruskan pekerjaannya.Sementara itu Aji yang baru tiba di rumah sakit pun heran begitu melihat ruang ICU penuh. Aji terlihat b
Setelah seharian berkutat dengan banyak macam cara membuat pasien sembuh. Kini Hana memiliki peluang untuk pulang dan istirahat di rumah.Seperti kesepakatannya kemarin, selama satu minggu ini Mawar akan mengganti gilirannya jaga. Jadi satu minggu ini dia bisa memanjakan Arya agar suaminya itu tidak marah. Karena setelah ini Hana masih memiliki jadwal jaga yang panjang.Mengingat dirinya mulai diakui sebagai dokter bedah terbaik di tempatnya bekerja. Hal tersebut harus memaksanya mengabdi lebih baik lagi."War, terimakasih ya," ucap Hana. Keduanya berjalan beriringan di lorong rumah sakit."Untuk apa? Bukankah kita sahabat jadi tidak perlu sungkan untuk meminta bantuanku," balasnya sambil tersenyum lebar."Bukan, bukan itu. Aku ingin berterimakasih untuk coklat dengan gambar penyemangatnya," ujar Hana.Coklat? Mawar terdiam karena tidak mengerti maksud Hana. Dia menatap wajah sahabatnya yang masih tidak mengerti akan maksudnya.Hana yang merasakan tatapan Mawar pun ikut bingung. Dan s
Lagi, entah keberapa kalinya hidup Arya harus dibelenggu. Pupusnya biduk rumah tangganya dengan Hana telah menjadi satu kegagalannya. Dan sekarang masalah lain di rumah tangganya dengan Susan kembali dalam masalah.Arya tidak ingin perceraian kembali melanda rumah tangganya. Tetapi kata-kata Susan begitu keterlaluan di telinga. bagaimana bisa dirinya yang rela mengakhiri rumah tangganya sebelumnya sekarang harus menerima kenyataan sebagai alat baginya."Ayo," ajak Aminah pergi meninggalkan Susan, "biarkan wanita jalang ini di sini sendiri.""Ya, pergi sana! Aku tidak peduli!"Aminah semakin murka dan menarik tangan anaknya dengan lebih keras. Hingga Arya dengan tatapan kecewanya meninggalkan ruangan Susan. Kesadarannya sementara berada di awang-awang karena belum siap menerima kenyataan."Wanita sialan, berani sekali memperdayai putraku," gerutu Aminah sambil berjalan pergi.Arya menghentikan langkahnya yang membuat Aminah bingung dengannya. Melihat gelagat Arya, Aminah pun hendak men
Pertengkaran tidak terelakkan lagi. Arya bingung harus memilih siapa untuk dibelanya. Di satu sisi ia adalah seorang putra dan di sisi lain dia menjadi seorang suami."Berhenti!" bentak Arya."Kalian bisa diam tidak. Susan kamu masih dalam masa pemulihan jangan seperti ini. Dan Mama jangan seperti ini pada Susan, nanti pasti akan ada waktunya kita kembali normal lagi.""Dengan gaya hidupnya yang mewah apa yang bisa kita pertahankan, Arya?" tanya Aminah setengah menyinggung."Oh, jadi gitu?" tantang Susan, "Mama pikir aku mau menikah cuma buat hidup susah gitu?"Sebagai seorang mama mertua yang selalu memperlakukannya dengan sangat baik, harga diri Aminah sedang dipertaruhkan sekarang. Ia sadar dengan ucapan Susan yang bermaksud pada pernikahannya semata-mata karena harta.Jika Aminah memasang mode waspada, Susan justru terlihat begitu menantang. Entah apa yang diinginkannya sekarang. Mengapa dia begitu terus terang menunjukkan dirinya yang seperti itu. Bukannya itu justru akan membuat
Di kantin rumah sakit, di saat jam makan siang memang selalu ramai. Tidak hanya para dokter dan staf tetapi pasien juga. Tetapi pusat perhatian kali ini adalah Hana.Dokter wanita yang tengah mengandung itu terlihat sedang asik menyantap makanannya. Tidak sendiri Hana bersama dengan dokter Mawar yang juga ikut serta. Keduanya tampak sangat asik bercerita pasal kehamilan."Han," panggil Aji yang tiba-tiba muncul entah dari mana."Heh!" bentak dokter Mawar, "kalau manggil jangan sembarangan, ya!""Ikut campur aja sih, terserahlah aku mau manggil apa," bantah Aji."Yang mesra gitu panggil istrinya. Sayang, my love, honey, sweety gitu. Ini main panggil Han Han aja," tutur dokter Mawar."Kalau itu juga tahu, dokter. Enggak usah protes melulu deh," bantah Aji lagi.Akhirnya Mawar sendiri yang menyerah. Sedangkan Aji sudah duduk lebih dulu di hadapan istrinya yang menertawakan pertengkaran suami dan sahabatnya. "Makannya belepotan banget sih." Aji mengulurkan tangannya mengusap bibir Hana d
Di rumah sakit itu siapa yang tidak mengenal Hana? Hampir semua kenal dengannya termasuk pasiennya yang selalu menjadi prioritasnya. Sebab itulah di dalam toilet sekarang ini ada yang tengah membicarakannya.Suaranya sedikit terdengar sampai Aminah yang lewat pun mendengar. Menghentikan langkahnya begitu nama Hana disebut. Memperhatikan dengan baik bagaimana seseorang membicarakan mantan menantunya itu di dalam sana."Iya, dokter Hana itu sekarang sedang hamil. Sudah dua bulan dan dia masih bekerja dengan baik.""Benar, aku jadi iri dengannya. Selain mual parfum sepertinya dokter Hana tidak terganggu dengan yang lain.""Lucu sekali kalau mengigit itu, suaminya sampai minta diganti partner karena tidak mau didekati karena bau parfum perempuan."Terdengar kekehan setelah itu. Sekaligus menjadi saat untuk Aminah pergi dari sana. Sambil berjalan menyusuri lorong, orang tua itu terus berpikir. Tentunya tentang apa yang didengarnya tadi."Bagaimana Hana bisa hamil?" tanya Aminah pada diriny
Begitu notifikasi masuk ke ponsel Hana dan dia membacanya. Wanita yang baru mengandung itu sontak melebarkan kedua matanya. Melihat nominal yang dikirimkan Aji membuatnya syok."Ji, kenapa dikirim ke aku semua?" tanya Hana bingung."Kok tanyanya begitu?" Aji merengkuh tubuh istrinya dan melihat ponsel Hana yang diarahkan padanya."Ya, kamu kenapa dikirim semuanya ke aku?" ulang Hana penuh penekanan."Di sini yang jadi istri aku 'kan kamu, sayang. Kalau enggak ke kamu terus ke siapa?""Tapi, Ji ... kenapa harus semuanya? Emangnya kamu enggak pegang?" tanya Hana masih protes.Sekarang Aji yang bingung. Kenapa istrinya malah bertanya perihal nominal yang diberikan padanya. Dan masalahnya apa sampai membuatnya terus bertanya.Aji memegang kedua pundak Hana dan membuat mereka berhadapan. Dia menatap istrinya dalam dan teduh tentunya. Membuat Hana merasakan cinta yang Aji berikan seutuhnya padanya."Han, aku itu suami kamu. Jadi mulai sekarang yang akan memegang keuanganku ya kamu. Kamu eng
"lagi?" Arya seolah tidak percaya mendengar perkataan Aminah.Aminah sendiri sampai tidak bisa menahan keterkejutannya. Wajah Arya pun membuat Aminah seperti kebingungan."Iya, memangnya kenapa kamu sampai terkejut seperti itu?""Ma, bukannya kemarin sudah Arya berikan, ya?" tanya Arya."Yang kemarin sudah habis, Nak. Kamu tahu sendiri 'kan istrimu bahkan tidak mau makan makanan yang murah," jelas Aminah.Benar, Arya tahu satu hal itu. Dia juga tidak menyangka jika setelah menikah Susan telah banyak berubah. Gaya hidupnya yang terlihat sekarang begitu wah.Mulai dari makanan saja harus sekelas makanan di hotel. Gaya berpakaiannya juga tidak main-main, sebelum kandungannya sebesar sekarang ini dia sering menghamburkan uang untuk pergi belanja keperluan yang tidak perlu.Kalau Arya tidak melarangnya pasti Susan masih melakukannya sampai sekarang. Berhubung sekarang Arya memiliki tabungan yang sedikit menipis, ia melarang Susan untuk berfoya-foya."Kalau kamu tidak bisa mengirimkan uang,
Setelah mengetahui kebenaran bahwa dirinya hamil, Hana terlihat sangat berhati-hati sekali. Makanan yang dimakannya pun harus dipastikan kandungan gizi di dalamnya. Tidak seperti dulu yang asal makan penting kenyang.Sekarang Hana jadi lebih sering memasak makanannya sendiri dan hidup sehat. Dia dibantu Aji tentunya karena keduanya benar benar antusias menjaga bayi mereka yang belum lahir. Dan sejauh ini Hana tidak begitu tersiksa. Dia hanya akan merasa mual jika Aji dekat dengan Nasya dan parfumnya menempel.Selebihnya tidak begitu, Hana masih bisa mengontrol dirinya sendiri. Bahkan keadaannya tidak membuatnya kesulitan dalam menjalani pekerjaannya. Karena banyak yang perhatian padanya dan selalu mendukungnya juga.Jadwalnya pun sedikit dikurangi karena sebagai seorang yang tengah mengandung tentunya tidak boleh kelelahan. Ia bahkan hanya diperbolehkan menangani operasi kecil saja. Untuk operasi besar dilempar pada rekannya yang lain."Bosen banget rasanya," gumam Hana. Dengan helaan
"ehemm," dehem Dion yang ada di belakang.Aji dan Hana sontak melepaskan pelukan mereka. Dan keduanya baru menyadari adanya Dion di sana. Hana sedikit malu karena hal tersebut tetapi sepertinya tidak dengan Aji.Bocah, suami Hana itu mendekat dengan merentangkan kedua tangannya ke arah Dion. Memeluk kakaknya dengan perasaan yang tidak bisa dijelaskan dengan kata-kata. Hanya ada haru dan bahagia yang bercampur jadi satu."Kak, aku bakal jadi ayah, Kak," ucap Aji terlewat senang."Kakak bakal jadi paman," katanya antusias."Jangan lupa, Kak. Kamu pernah janji bakal jadiin anakku anak kesayangan kamu juga," imbuhnya lagi."Selamat, Ji. Semoga aja dia enggak kayak kamu yang bandelnya minta ampun. Aku bakalan jadi Om yang sayang banget sama dia. Kamu enggak usah khawatir meskipun aku benci dengan sikap kamu tapi aku pastikan tidak dengan anakmu. Dia bakal dapet ap
Bagaimana perasaanmu jika harus menunggu? Pasti rasanya gelisah, gugup, dan penuh harap. Ya, semua itu yang sedang dokter Mawar rasakan setelah Hana masuk ke dalam kamar mandi.Di dalam ruangan yang udara dingin tersedia pun seolah tidak berguna. Semua rasa penasarannya membuat seluruh tubuhnya merespon lain."Seharusnya Hana sudah keluar 'kan?" batin dokter Mawar bertanya."Aku susul aja kali ya?" Dokter Mawar sepertinya yakin untuk keluar dan menyusul Hana ke toilet.Baru saja melangkah beberapa langkah dan pintu sudah terbuka. Hana masuk ke dalam dan tanpa aba-aba berhambur memeluknya. Menenggelamkan wajahnya di pelukan dokter Mawar kemudian menangis sejadi jadinya.Dokter Mawar yang seolah tahu bagaimana rasa sedihnya pun mengelus surai Hana dengan penuh sayang. Memberinya penguatan agar temannya tidak begitu larut dalam sedih. Sepertinya dia ikut hancur melihat Hana yang seperti ini.Menyesal, harusnya itu juga yang dokter Mawar rasakan. Dia yang melihat Hana hancur merasa iba ka