Byurr
Saat sedang asik berbincang dengan temannya, Hana dikejutkan dan sontak menghentikan langkahnya. Karena berjalan paling di ujung Hana bersenggolan dengan seseorang hingga orang itu menumpahkan minumannya. Semua teman Hana yang berjalan di sebelahnya melihat baju yang Hana kenakan sudah basah kuyup.
"Maaf," kata orang itu.
"Kamu enggak punya mata, ya! Enggak lihat sekarang baju Dr. Hana sudah basah kuyup seperti ini!" Mawar melihat ke arah baju Hana dengan terus marah.
"Oh, kamu yang tadi, kan? Sudah bikin kita enggak bisa pulang sekarang bikin kacau. Kayaknya memang kamu enggak punya mata!"
"Mawar, sudah," lerai Hana. "Aku enggak apa-apa kok. Ini cuma air."
"Tapi, Han. Ini anak baru ngeselin tahu, enggak!"
"Sudah aku enggak apa-apa," kata Hana tidak ingin membuat kekacauan lagi.
Mawar pun tidak melanjutkan lagi amarah yang menyala dalam dirinya dan memendamnya saja karena perintah Hana. Namun, tatapan nyalangnya tetap mengintimidasi pemuda itu sampai mengulitinya. Sayangnya yang ditatap seolah tidak memiliki respon dan hanya diam seolah tidak bersalah.
Bahkan dengan tidak bertanggungjawab sama sekali, pemuda itu berjalan melewati Hana dan Mawar. Meninggalkan mereka yang terlihat semakin kesal karena tingkah dan sikap pemuda itu yang tidak memiliki rasa hormat. Mawar sudah mengepalkan tangannya dan mau mengejar pemuda itu untuk memberinya tinjuannya. Tetapi lagi-lagi gerakannya dihentikan oleh Hana yang melarangnya.
"Kalian makan duluan saja, aku mau bersihin ini ke toilet."
"Mau aku temenin enggak?" tawar Mawar yang dibalas gelengan oleh Hana.
"Enggak perlu, kamu makan saja. Nanti aku nyusul kalau sudah selesai," jawab Hana.
Hana pun menarik diri, kemudian berjalan ke arah toilet untuk membersihkan bajunya. Kemeja putih yang dia kenakan sudah berubah menjadi coklat karena minuman pemuda tadi. Di depan cermin di toilet Hana melihat pantulan dirinya yang berantakan.
“Masyaallah, bajuku jadi begini,” keluhnya.
Tak ingin terus mengeluh, Hana melepaskan kemejanya dan membasuhnya. Hingga dia hanya mengenakan bra hitam yang melekat ditubuhnya. Setelah mencuci dan memerasnya, Hana memakainya lagi dengan keadaan basah.
Dengan menarik napas berat, Hana keluar dari kamar mandi. Dan lagi dia terkejut oleh orang yang sama. Pemuda tadi berdiri di depan toilet dengan tatapan anehnya.
"Astaghfirullah," bisik Hana dengan mengusap dadanya.
Hana melihat wajah pemuda tadi menatap dengan tatapan yang aneh. Hana memperhatikan lebih jelas lagi tepatnya pada jakun di lehernya yang bergerak naik-turun. Dan Hana melihat tubuhnya sendiri hingga sadar bahwa bajunya tembus pandang.
"Jangan keterlaluan kamu, ya! Lihat lihat sembarangan," gerutu Hana dengan menutupi dadanya menggunakan tangannya. Seolah sadar pemuda itu pun mengalihkan pandangannya.
"Saya tidak keterlaluan," bantahnya. "Kakak sendiri yang mengenakan baju basah."
"Ini semua karena kamu, ya! Jangan ngeles kamu!"
"Iya, iya. Nih! Baju ganti," balas pemuda itu dengan menyerahkan sebuah kemeja pada Hana.
Dengan ragu, Hana mengambil baju yang diberikan. Hana memilih ke arah pemuda tadi yang sudah bergerak menjauh tanpa melihat ke arah Hana. Baju di tangan Hana itu dilihatnya dan dengan segera Hana pun masuk kembali ke dalam toilet.
Tidak lama setelah berganti pakaian, Hana kembali lagi ke kantin. Hana mendekat ke arah temannya yang ternyata di sana ada Dion. Hana memperlambat langkahnya sampai Mawar menawarkan dia untuk duduk di sebelahnya tepat di hadapan Dion.
"Kenapa ada Pak Dion di sini?" bisik Hana bisik pada Mawar.
"Enggak tahu," balas Mawar dengan bisikan juga.
"Kenapa sih, perang!" Hana kaget bukan main karena bajunya ditarik oleh Mawar. Tak hanya Hana tapi semua yang ada di meja itu juga tersentak mendengar suara Hana yang keras.
“Aji,” gumam Mawar dengan membaca nama yang tertera di baju yang dikenakan Hana. Mendengar itu Hana juga ikut melihatnya. Matanya langsung membulat saat melihat nama yang terukir di sana.
Semua menatap Hana dengan tatapan penuh kekecewaan. Air liur Hana dia telan dengan susah payah karena tatapan semua yang dia tangani. Seharusnya dia tadi memeriksanya sebelum memakainya. Bolehkah Hana menyesal sekarang?
"Ini baju bocah tengil tadi?" tanya Mawar. Hana menantang tengkuknya yang tidak gatal dengan mengangguk pelan.
"Dia mengganggumu?" tanya Dion. Yang segera membalas Hana dengan melambaikan tangannya, membantah, "jangan, Pak."
"Lalu, kenapa kamu mengenakan pakaiannya?"
"Tadi kebetulan aja dia lihat bajuku kena tumpahan minuman, Pak. Jadi dia minjemin bajunya," kilah Hana.
Dion menatap Hana mencari harta karun di sana. Tetapi Hana menanggapi dengan tenang bahkan di bawah meja tangannya mencubit kaki Mawar. Saat Dion melihat ke arah Mawar, gadis itu tersenyum saja mengikuti permainan Hana.
Padahal Mawar kesal setengah mati saat nama Aji itu disebut juga dilindungi oleh Hana. Sedangkan Hana sendiri memilih mengalah dan melindungi Aji agar tidak ada masalah lagi yang berdampak pada teman-temannya karena emosi Dion yang labil.
"Ya, sudah kalau begitu. Kalian makanlah, setelah itu kalian boleh pulang." Dion berdiri dari duduknya.
"Yeyyyy!" Semua bersorak kegirangan.
"Pengecualian untuk Hana," tambahnya membuat senyum Hana luntur. "Karena Dokter Fardhan sedang cuti jadi untuk Dokter Hana mulai malam ini sampai dua bulan kedepan yang akan menggantikannya jaga malam."
Tidak menunggu jawaban Hana, Dion melenggang pergi begitu saja. Sedangkan Hana membatu di tempatnya karena keputusan sepihak. Tubuhnya lemas tapi di pikirannya yang terlintas hanya Arya, suaminya.
Dia berharap sisa malamnya bisa dia habiskan bersama dengan Arya. Dengan mencoba memperintens hubungan di antara keduanya agar apa yang diharapkan segera diberikan oleh Allah. Tapi mendengar penuturan Dion tadi, sepertinya dia harus menunggu cukup lama lagi.
**
Duar
Tabrakan beruntun
"Unit Gawat Darurat Rumah Sakit Baharu. Dengan suster Susi di sini," kata seorang suster penjaga saat berbicara dengan seseorang di sambungan telepon.
"Baik, kami akan bersiap!"
Begitu panggilan terputus, semua yang berjaga di UGD malam ini menatap suster tadi. Seolah paham tanpa pendukung itu katakan, semua orang mengerti dan mengambil posisi mereka masing-masing.
"Di mana dokter Hana?" tanya suster tadi pada seorang perawat lain.
"Dokter Hana sedang sidak pasien, suster Susi." Perawat tadi menjawab sambil melewati suster Susi dengan membawa nampan berisi beberapa peralatan medisnya.
"Terima kasih perawat Anita," ucapnya dengan buru-buru menghubungi seseorang.
Cukup lama menunggu panggilan terjawab, suster Susi menatap seluruh ruangan dengan gelisah. Bagaimana tidak di sana hanya ada dua dokter jaga dan tiga perawat. Sedangkan dia mendapatkan panggilan dan informasi bahwa ada empat korban kecelakaan yang akan dibawa ke sana.
"Hallo dokter Hana," katanya begitu suara dokter yang dimaksud menyapa telinganya. "Segera kembali ke UGD karena kita akan kedatangan empat korban kecelakaan!"
Tatapan horor suster Susi dapat dari rekan-rekannya. Mendengar ucapan suster Susi membuat mereka kalang kabut. Semuanya bergerak cepat mempersiapkan tempat dan keperluan yang dibutuhkan.
Sampai pintu UGD dibuka lebar, semua yang berjaga di sana menuju ke arah pasien yang baru diturunkan dari ambulans. Semua perawat dan dokter yang berjaga menghampiri pasien yang didorong masuk ke dalam UGD. Ada empati pasien dengan luka yang sangat parah.
Ceklek"Baru pulang, Han?"Hana yang baru saja menutup pintu dikejutkan dengan suara Aminah, ibu mertuanya. Hana tidak tahu jika Aminah datang dan Arya juga tidak memberitahunya jika Aminah akan datang. Sebagai menantu yang baik Hana mengulurkan tangannya dan mencium punggung tangan Aminah."Iya, ma. Tadi nunggu teman yang gantiin shift sedikit terlambat," jawab Hana. "Mama kapan datang?""Sedikit gimana sih, Han. Sudah jam satu pagi ini loh," timpal Aminah dengan nada yang tidak begitu senang."Enggak apa-apa, ma. Sudah biasa juga soalnya jadi dokter memang harus seperti ini. Pasiennya juga suka datang tiba-tiba.""Ya, jangan jadi kebiasaan. Kamu enggak kasian sama Arya tidur sendirian terus." Aminah melenggang pergi kembali ke dalam kamarnya. "Pantas sampai sekarang belum punya anak."Hana jelas tidak tuli, suara Aminah membuat denyut jantungnya seakan terhenti. Matanya panas dan berkaca-kaca siap menurunkan air. Tetapi menagis bukan pilihan yang tepat sekarang, Hana dengan kasar me
"kenapa wajahmu berubah begitu, Ar?" tanya Aminah.Arya menggelengkan kepalanya dengan pelan tersenyum. Menghancurkan kembali ponselnya lalu menatap ke arah depan dengan tangan yang memegang kemudi."Kamu jangan bohong sama mama, Ar! Hana sering giniin kamu?" tutut Aminah pada anak-anaknya. Sedangkan Arya hanya diam dan memendamnya."Jangan dipendam, Ar! Kamu itu laki-laki!" bentak Aminah."Kamu kepala rumah tangga, Ar. Kalau istri kamu terus terusan berada di luar dan tidak punya waktu untuk kamu, kapan kalian punya momongan?""Ingat, Ar! Perempuan itu harusnya di rumah dan melayani suaminya. Bukannya bekerja sampai lupa waktu dan mengabaikan kewajibannya.""Ma, sudahlah!"Aminah heran dengan anak-anaknya. Perasaan dulu Arya selalu menerima masukan darinya. Tapi sekarang dia memilih mengalah dan terlalu patuh pada istrinya.Arya ucapan akan ucapan Aminah kemarin padanya. Di dalam mobil yang dia kendarai, Arya menghela nafas berat. Ia memang mencintai Hana dan tidak keberatan jika ist
Dua minggu sudah Hana selalu jaga malam. Dan selama itu, Hana sudah membuat kantung hitam di bawah matanya. Tetapi hari ini Hana senang karena bisa pulang lebih awal. Semua karena Mawar yang menggantikannya karena kasian melihat Hana yang terlihat sangat memprihatinkan. Hana menghentikan mobilnya di teras rumah. Menarik tuas rem lalu mencabut kuncinya dan turun. Senyum mengembang Hana sematkan di bibirnya. Akhirnya setelah beberapa hari dia bisa bertemu dan menumpahkan rasa rindunya pada Arya. Hana membuka pintu dan mendapati rumah yang sepi. "Tumben sudah pulang," sindir Aminah pada Hana. Yang membuat Hana terkejut karena ia pikir tidak ada satu orang pun di rumah. Aminah muncul tiba-tiba dari arah kamarnya. Yang mungkin mendengar dia membuka pintu. "Iya, Ma. Hana digantiin teman buat malam ini." Hana celingukan mencari sesuatu tetapi tidak menemukannya. "Mas Arya belum pulang, Ma?" "Belum, cari wanita lain mungkin," ketus Aminah. "Ma!" Hana terkejut mendengar balasan Aminah. Ha
Ting, lampu di atas pintu ruang operasi meredup setelah menyala hampir enam jam lamanya. Dibarengi dengan pintu terbuka, dokter muda yang cantik keluar dari sana. Hana, dengan wajahnya yang terlihat serius meninggalkan tempat tersebut. Di belakangnya juga ikut keluar beberapa perawat yang mendorong bangsal.Di sisi lain lorong tersebut terlihat sepasang mata yang mengagumi cara berjalan Hana. Sejak melihatnya keluar dari ruangan operasi hingga menjauh. Pandangannya tidak berhenti menatapnya."Aji!"Mendengar namanya dipanggil, Aji sontak merotasikan matanya menatap dokter senior di hadapannya. Dilihatnya juga wajah temannya yang sama terkejutnya."Kamu bisa serius sedikit atau tidak," tegurnya."Kalau kamu cuma main-main sebaiknya cari tempat lain!"Aji diam mengalihkan pandangannya ke sembarang arah. Wajahnya yang dingin dan cuek terlihat sangat nyata bahwa dia tidak menyukai tempatnya berada."Ya," ketus Aji. Sambil merotasikan matanya malas.Suara Aji membuat semuanya tampak tidak
Ceklek, belum sempat Hana duduk pintu ruangan sudah terbuka lagi. Hana kira Aji kembali lagi dan akan mengucapkan terimakasih. Ternyata itu hanya pikirannya saja.Karena nyatanya yang masuk ke sana adalah mawar. Melihatnya membuat Hana menghela napas lega. Hana merasa bisa mengeluarkan unek-uneknya melihat sahabatnya itu."Han, itu anak koas yang kurang ajar ngapain keluar dari sini?" tanya Mawar."Kamu enggak diapa-apain 'kan?" tanya Mawar lagi."Enggak, War. Memangnya dia bisa apa?" Hana duduk di kursinya dengan helaan napas panjang yang terdengar sangat berat.Mawar yang sadar akan hal itu mendekat. Menarik kursi yang tersisa dan menatap Hana penuh tanda tanya."Terus mukamu kenapa ditekuk begitu?" selidik Mawar.Hana menunduk kemudian mengangkat wajahnya yang penuh dengan genangan di matanya. Mawar yang sadar akan suasana Hana segera merengkuhnya."Han, kamu kenapa? Jangan bikin aku khawatir, Han. Kamu kenapa sih?"Hanya isakan yang terdengar. Hana benar benar tidak bisa menyembun
Arya mengambil ponselnya dan melihat notifikasi pesan yang baru masuk di ponselnya. Nama yang baru disebutkan muncul di layar ponselnya.Matanya jeli membaca beberapa kata yang dikirimkan Susan padanya. Lalu, mengalihkan pandangannya sekilas ke arah istrinya yang terlelap. Helaan napas panjang yang sedikit disamarkan keluar dari mulutnya.Dengan berat hati, Arya menyibak selimut yang menutup tubuhnya. Dengan perlahan tangannya memunguti pakaiannya yang berserakan dan memakainya. Kemudian keluar dari kamar, Arya menutup pintunya pelan dan menghubungi kembali nomor Susan."Hallo, aku akan ke sana," kata Arya.Setelah mematikan panggilan itu Arya bergegas keluar dari rumah. Langkahnya cepat tetapi masih tidak menimbulkan kecurigaan. Hingga dia pergi dengan menggunakan mobilnya.Terdengar suaranya yang semakin menjauh, ranjang yang ditempati Hana berderit. Tangannya mencari keberadaan Arya dengan kedua mata yang sulit terbuka."Mas," panggil Hana.Tidak ada sahutan.Karena tidak kunjung m
"1 ... 2 ... 3, kejut!"Rumah sakit terlihat begitu ramai pagi ini. Semua dokter, perawat, dan semua yang dapat membantu ikut turun tangan.Karena tabrakan beruntun yang mengakibatkan banyak korban luka mengharuskan mereka bekerja ekstra. Dokter Hana yang baru saja tiba langsung turun tangan melakukan penanganan pertama.Di atas ranjang pasien yang tiba-tiba henti jantung. Hana dengan berani duduk di atasnya dan melakukan pertolongan untuk mengembalikan denyut jantung pasien.Hal yang lumrah bagi seorang dokter untuk pemandangan seperti itu. Tetapi yang menarik adalah Hana Yori berhasil membuatnya merasa lega."Kalian urus sisanya. Saya mau ke ruang operasi. Tangani yang paling gawat lebih dulu, ingat!""Baik dokter," jawab rekannya.Sebelum benar benar pergi ke ruang operasi, Hana memerhatikan semua pasien sudah ditangani. Hana bernapas lega dan bisa pergi meneruskan pekerjaannya.Sementara itu Aji yang baru tiba di rumah sakit pun heran begitu melihat ruang ICU penuh. Aji terlihat b
Setelah seharian berkutat dengan banyak macam cara membuat pasien sembuh. Kini Hana memiliki peluang untuk pulang dan istirahat di rumah.Seperti kesepakatannya kemarin, selama satu minggu ini Mawar akan mengganti gilirannya jaga. Jadi satu minggu ini dia bisa memanjakan Arya agar suaminya itu tidak marah. Karena setelah ini Hana masih memiliki jadwal jaga yang panjang.Mengingat dirinya mulai diakui sebagai dokter bedah terbaik di tempatnya bekerja. Hal tersebut harus memaksanya mengabdi lebih baik lagi."War, terimakasih ya," ucap Hana. Keduanya berjalan beriringan di lorong rumah sakit."Untuk apa? Bukankah kita sahabat jadi tidak perlu sungkan untuk meminta bantuanku," balasnya sambil tersenyum lebar."Bukan, bukan itu. Aku ingin berterimakasih untuk coklat dengan gambar penyemangatnya," ujar Hana.Coklat? Mawar terdiam karena tidak mengerti maksud Hana. Dia menatap wajah sahabatnya yang masih tidak mengerti akan maksudnya.Hana yang merasakan tatapan Mawar pun ikut bingung. Dan s