Share

Musuh tidak biasa

“Ya Tuhan,” lirih Iora dengan bibir bergetar.

-Ditemukan seorang tukang ojek online di dalam parit dekat jembatan dengan keadaan sudah meninggal dunia, kemungkinan adalah korban begal.-

Tangan Iora bergetar menggeser halaman berita tersebut di ponselnya, ada foto korban yang sudah disamarkan dan plat motor korban yang terparkir di samping jembatan.

“Dia bukan penjahat, dia psikopat gila,” tutur Iora dengan mata berkaca-kaca. Hatinya merasa bersalah pada bapak tersebut.

“Ini pasti ulah nya, dia pasti ingin menghilangkan jejak agar tidak ada saksi,” lirih Iora.

Iora menarik nafas dalam-dalam.

“Maafkan aku pak, anda orang baik. Aku janji akan membuat orang itu mempertanggungjawabkan semua yang sudah dia lakukan,” janji Iora.

Iora bersiap dia akan pergi hari ini.

“Siapkan mobil,” suruh Iora pada pengawalnya yang sedang siaga di teras rumah.

“Baik nona,”  balas pengawal dan dengan cepat melakukan tugasnya.

Begitu mobil sedan itu terparkir, Iora langsung naik.

“Kamu sudah baca berita pembunuhan pagi ini?” tanya Iora pada pengawalnya.

“Pembunuhan di jembatan, maksud nona?”

“Iya,” jawab Iora.

“Sudah, saya sudah membacanya.”

“Dia adalah bapak tukang ojek yang kemarin,” sahut Iora.

“Astaga, saya tidak mengira bapak itu jadi korban,” ucap pengawal tersebut dengan terkejut.

“Sudah pasti ini ulah orang itu, dia sungguh tidak punya hati,” runtuk Iora.

“Kita ke arah jembatan itu, aku ingin melihat lokasinya,” pintah Iora.

“Baik nona.” 

Mereka ke arah jembatan yang menjadi tempat ditemukannya korban.

 “Parkir di dekat mini market itu,” suruh Iora.

Iora mengeluarkan kameranya. Dia mungkin tidak bisa melihat tetapi kamera ini bisa menangkap area yang tidak dapat Iora jangkau dengan matanya.

“Apakah ada orang yang mencurigakan?” tanya Iora.

“Sejauh ini tidak ada,” balas pengawalnya.

“Sebaiknya aku turun,” tukas Iora.

Pengawal tersebut langsung bereaksi dan menoleh kebelakang.

“Jangan nona. Bisa saja anda dalam situasi yang berbahaya, kita belum tahu tahu berapa banyak peneror tersebut, saat ini target mereka adalah anda,” mohon pengawal tersebut.

Iora juga berpikir begitu, namun dia tidak bisa menahan diri.

Iora menyandarkan tubuhnya di sandaran kursi mobil.

“Jalan,” perintah Iora.

Dia menyandarkan tubuhnya di sandaran kursi, memikirkan bagaimana mengungkap kejahatan orang tersebut.

Saat melihat ke arah luar jendela, Iora menangkap sesuatu yang mencurigakan.

“Berhenti,” teriak Iora tiba-tiba.

Pengawal itu dengan cepat berhenti. Beruntung sisi jalan ini tidak ramai.

Iora menajamkan matanya.

“Itu orangnya, motor dan jaketnya sama,” ucap Iora sambil memperhatikan pria yang duduk diatas motor menonton polisi yang sedang melakukan penyelidikan.

“Putar arah,” perintah Iora.

Pengawal itu dengan cepat menjadi jalan putar balik yang tidak terlalu jauh.

Mobil Iora berhenti dua ruko dari tempat pria itu memarkirkan motornya.

“Nona jangan turun,” teriak pengawal tersebut dan  ikut menyusul Iora yang berjalan ke arah ruko tersebut.

Iora memperhatikan motor itu yang sepertinya tidak menyadari kedatangan Iora.

Iora berjalan masuk ke arah warung kopi di ruko itu.

“Bu,  kopi panas satu dibungkus,” ucap Iora pada penjual disana.

Iora tidak menoleh pada orang itu, namun Iora yakin orang itu pasti mendengar suaranya.

“Rp 8.000 mbak,” ucap penjual tersebut.

Iora mengambil uang 20 ribuan di kantong celananya.

Orang tersebut melakukan gerakan pelan dan menghidupkan motornya.

Saat Iora berbalik motor itu langsung berjalan keluar dari area ruko.

Iora melihat itu pun langsung berlari ke arah mobilnya.

“Suruh temanmu mengejarnya,” teriak Iora.

Iora berlari kecil dan memberikan kopi dan uang kembaliannya pada tukang parkir itu.

“Dia sepertinya tidak mengawasiku hari ini, jadi dia tidak tahu aku akan datang kesini,” tukas Iora dan terus memperhatikan ke jalan depan.

“Nona, motor itu masuk ke gang yang tidak bisa dimasuki oleh mobil, dan juga disana padat penduduk, resiko jika rekan saya tetap masuk,” lapor pengawal pada Iora.

Buk!

Iora memukul kursi depannya.

“Sial. Orang itu harus segera kita temukan. Aku tidak mau ada korban lain lagi,” desak Iora.

***

Selang tiga hari, Iora sedang berada di toko roti kesukaannya. Tempat dia hampir ditusuk waktu itu.

“Kalian awasi saja, kalau ada yang  mengenakan  masker dan topi itu patut dicurigai.” Iora memberikan perintah sebelum masuk ke dalam toko roti  tersebut.

Iora sedang menikmati teh dan roti melon yang baru diangkat dari oven itu. Sementara para pengawalnya sedang duduk di luar dengan kopi dan roti juga.

Iora membuka ponselnya dan melihat satu per satu foto yang diambil dengan kamera beberapa hari lalu.

“Sepertinya dia orang yang aku kenal. Namun aku tidak punya musuh atau menyinggung orang lain, apa tujuannya mau mencelakai terlebih membunuhku?” gumam Iora dengan penuh tanya.

“Seharusnya kalau itu adalah musuh papa, pasti sudah bisa diatasi. Namun ini sudah beberapa minggu tidak ada informasi tentang orang ini,” lirih Iora.

Setelah menghabiskan roti dan tehnya, Iora keluar dari toko roti tersebut.

“Kita mampir ke toko bunga dulu,” perinta Iora.

“Baik Nona.”

Toko bunga tidak jauh dari toko roti tersebut. Hanya beberapa menit berkendara mereka sudah sampai.

Toko bunga itu masih sepi.

“Untung saja masih sepi, jadi aku bebas untuk pilih,” tukasnya dengan sudut bibir terangkat.

Iora memilih dari area luar yang adalah tanaman bunga didalam pot.

“Kalian duduk saja, tidak perlu mengikutiku seperti ini,” tegur Iora tidak nyaman. Karena dua dari tiga pengawal itu mengikuti Iora dari belakang.

Mereka tidak menjawab , Iora menarik nafas dalam-dalam.

“Terserah kalian lah,” runtuk Iora dan melanjutkan memilih bunganya.

Iora berjongkong dan melihat bunga mawar yang akan segera berbunga.

“Aku ambil ini tiga…” ucapan Iora terhenti dengan teriakan pengawalnya.

“Nona awas,” teriak pengawal yang berlari ke arah Iora.

Iora menoleh ke arah pengawalnya.

Brak!

Satu pot keramik besar jatuh dari lantai dua menimpa Iora dan mengawalnya.

“AHHHH.” Pegawai toko bunga itu berteriak ketakutan melihat darah dimana-mana.

Iora duduk di lantai semen sementara pengawal tersebut sudah terbaring di lantai dengan kepala berdarah.

Iora memegang pelipisnya yang terkena pecahan. 

“Anda tidak apa-apa nona?” tanya pengawal tersebut dan pingsan seketika.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status