"Aaarrggghhh!" Aera terkejut saat tubuhnya terjatuh ke aspal.
"Bibi tidak apa-apa?""Tidak, Tuan Muda. Bibi baik-baik saja," sahut Aera melambai pada anak yang ditolongnya dan berlari mengambil kantong belanjaan. Namun, saat melihat jam di pergelangan tangan, Aera terkejut, lalu berkata, "Tuan Muda, maaf, ya! Bibi harus pergi dulu."Melihat itu, si bocah laki-laki mengangguk. Dia menatap Aera yang semakin menjauh."Seung, apa yang kamu lakukan? Bagaimana jika mobil itu menabrak mu?" tanya Myung Dae Hyun yang tiba-tiba datang dan mengangkat tubuh putranya. Pria itu membawanya ke dalam mobil."Bibi sudah menolongku," kata Seung dingin, membuat Myung menghela napasnya. "Ayah, kenapa tidak berterima kasih pada bibi itu? Dia yang menolongku tadi" Seung memilih duduk di samping Myung."Apakah wanita tadi yang menolongmu?"Seung terdiam memejamkan matanya tanpa memedulikan perkataan sang ayah."Ayah berbicara denganmu, Seung!" Myung meninggikan suaranya saat tidak mendapatkan jawaban dari putra tunggalnya."Ayah, aku masih mendengar. Kenapa salahkan aku yang ingin menyeberang? Bukankah Ayah bersama dengan tunangan Ayah?" Seung kembali memejamkan mata. Namun, kali ini, telinganya ditutup dengan earphone.Myung menyandarkan tubuhnya, kemudian berbicara dengan putranya, pembicaraan yang biasanya tidak akan pernah berakhir dengan perdamaian!Aera mengatur napasnya saat berada di depan rumah sederhana milik ibunya."Aku pulang. Ibu, apa semua baik-baik saja?" Aera menyalakan penghangat ruangan. Badai salju yang mulai datang membuatnya kedinginan."Ibu baik-baik saja. Kamu baru pulang?" Nyonya Seo bersuara menyambut putrinya yang pulang ke rumah."Ibu, Ga Eun menitipkan ini untuk Ibu."Melihat paper bag itu, Nyonya Seo menggelengkan kepalanya. "Anak itu! Berapa kali Ibu katakan untuk tidak mengantarkan apa pun untuk kita. Kasihan—""Ibu, Ga Eun akan berkunjung ke rumah kita besok." Aera memotong kalimat ibunya."Aera, makanlah! Ibu sudah masak makanan kesukaanmu. Cepat ganti bajumu dengan yang lebih hangat. Ibu melihat berita jika malam ini akan ada badai besar. Besok, Ibu akan bicara dengan Ga Eun." Nyonya Seo merasa iba pada Aera , terlebih jika mengenang masa lalunya yang secara tidak langsung menjerumuskan putri semata wayangnya itu yang berakibat sang putri menderita.Aera melepas bajunya dan menggantinya dengan yang lebih hangat. Bayangan anak laki-laki yang ditolongnya menari-nari di kepalanya kini.'Dia sangat tampan. Apakah putraku seusia dengannya?'Aera kembali mengingat masa lalunya. Dia harus memberikan rahimnya untuk mengandung anak milik seorang tuan muda karena ayahnya yang dipanggil Tuan Besar telah membiayai biaya operasi ibunya."Aera, apakah kamu masih lama? Ibu sangat lapar." Suara Nyonya Seo menyadarkan Aera dari lamunan."Ya, Ibu! Aku segera turun."Aera mengubah raut wajahnya, lalu berlari ke ruang makan di mana Nyonya Seo telah menunggunya."Makanlah yang banyak! Setelah itu, istirahatlah! Cuaca sangat tidak bagus jika kamu terlalu malam berada di luar," ingat Nyonya Seo. Dia ingin putrinya segera istirahat karena dia tahu kalau putrinya hampir selalu menghabiskan waktu di balkon ketika malam sangat larut."Aku mengerti Ibu." Aera menghabiskan makan malam. Setelah mengantar Nyonya Seo ke kamarnya dan menyiapkan obat yang harus diminum, Aera berbenah."Istirahat, Sayang. Ibu akan meminumnya." Nyonya Seo meminum obat di depan Aera yang kembali muncul.Senyum menghiasi wajah cantik alami Aera.Tak lama, Nyonya Seo memejamkan matanya. Dia mendengkur halus. Aera pun ke kamarnya yang berada di lantai atas.Cuaca pagi begitu dingin. Namun, itu tidak membuat Aera berdiam diri di rumah. Setelah menyiapkan obat untuk Nyonya Seo, Aera memutuskan tetap bekerja."Aera. Kamu sudah datang?""Ga Eun, ada apa?""Bagaimana kabar Bibi?" Ga Eun menolah ke arah Aera yang tengah melepas baju hangatnya."Ibu ingin bertemu denganmu. Apa hari ini ada waktu? Bukankah kamu berjanji akan mengunjungi Ibu hari ini?" Aera menyiapkan alat untuk membersihkan kaca yang terhalang kabut."Ya, aku akan berkunjung selesai bekerja nanti."Aera hanya menganggukkan kepalanya mendengar perkataan Ga Eun, lalu kembali bekerja."Aera, antarkan pesanan ke meja nomor lima!"Tanpa menunggu lama, Aera membawa pesanan ke meja yang sudah ditentukan sesuai pesanan. Saat akan kembali, Aera bertabrakan dengan seorang anak laki-laki yang sangat tampan dan menggemaskan. Dia berjongkok menyejajarkan posisi dengan anak itu. Dia, anak yang kemarin dia temui!"Bisakah kau jangan berlari? Tempat ini tidak baik untuk berlari. Bagaimana jika kau tersandung kaki meja atau kursi? Kalau terjatuh, itu sangat sakit, Sayang." Suara Aera seperti hipnotis. Anak itu langsung menganggukkan kepalanya. Tanpa mereka sadari, ini adalah kali kedua mereka bertemu."Aku minta maaf. Aku kelaparan. Itu sebabnya, aku berlari dari toilet. Bibi, maafkan aku." Anak laki-laki yang di hadapan Aera menarik kedua telinganya."Baiklah. Lain kali, jangan diulangi … oke?!" Aera mengusap kepala anak di depannya, entah mengapa perasaannya begitu dekat dengan anak itu."Seung, kau di sini rupanya! Cepatlah kita makan. Setelah ini, kita akan menemui ayahmu." Seorang gadis cantik bertubuh langsing dengan rambut berwarna kemerahan menghampiri anak itu.Aera memperhatikan barang yang menempel di tubuhnya adalah limited edition sehingga Aera berpikir jika wanita itu merupakan ibunya. Oleh sebab itu, Aera bergegas meninggalkan Seung."Bibi, aku pergi dulu. Sampai ketemu lagi." Suara anak kecil yang tidak lain adalah Seung menghentikan langkahnya dan menoleh ke arahnya.Aera tersenyum dan menganggukkan kepala.A Young merasa heran. Selama satu tahun berusaha mendekati Seung, dia selalu gagal melakukannya. Bahkan, dia tidak mau disentuh oleh A Young sampai dengan saat ini. Namun, dia justru menyaksikan bagaimana mudahnya Seung bersikap manja pada gadis asing.'Seung nama yang memiliki artian penerus.'A Young duduk di depan Seung dan masih memikirkan kejadian tadi. Melihat anak itu makan dengan sangat anggun disertai sikap dinginnya, menurun dari ayahnya, membuat A Young kesulitan mendapatkan dua hati penerus dari kekayaan keluarga Hyun."Bibi, aku sudah kenyang." Tanpa menoleh pada A Young, Seung bergegas pergi ke parkiran sehingga membuat A Young menghentakkan kakinya."Kalian benar-benar seperti kutub es. Sangat susah didekati. Huuuff .... Jika ayahmu tidak kaya, aku malas mendekatimu. Myung, kau sangat menyebalkan! Kenapa kau menyuruhku mendekati putramu?" gerutu A Young yang bergegas mengejar Seung yang sudah duduk manis di dalam mobil mewahnya."Bibi, sepertinya aku mengenali bibi yang bekerja di restoran tadi."A Young tidak menanggapi perkataan Seung. Dirinya meminta sopir mempercepat laju kendaraan, tidak peduli jika jalanan sangat licin. Dia ingin buru-buru bertemu dengan Myung dan menghindari Seung.Di dapur, Aera memikirkan anak laki-laki yang entah kenapa dia merasa begitu dekat dengannya.'Anak yang manis. Ahhh, siapa namanya tadi? Kalau tidak salah, Seung. Nama yang indah. Orang tuanya pasti beruntung memiliki anak seperti dia.'"Aera, kau sudah selesai? Jika sudah, mari kita pulang." Jean tiba-tiba datang."Sudah. Ayo!""Jean, apa kau yakin ingin bekerja di cafe itu? Apa kau tidak takut andai tempat itu tidak cocok untukmu?""Aku membutuhkan banyak uang. Pengobatan ayahku tidaklah sedikit. Ke mana lagi aku mencarinya? Gaji di restoran hanya cukup memenuhi kebutuhan sehari-hari."Aera menatap sahabatnya. Hidup Jean tidak jauh berbeda dengan hidupnya, tidak seperti Ga Eun yang memiliki kehidupan yang jauh lebih baik dibandingkan dengan mereka."Baik, semua keputusan ada padamu. Aku minta tetaplah berhati-hati. Kau tahu sendiri tempat itu seperti apa.""Terima kasih, Aera. Entah kebaikan apa yang pernah aku buat di kehidupan yang dulu sehingga aku memiliki teman sebaik dirimu.""Kapan kau memulai bekerja di sana, Jean?""Hari ini, Aera. Di persimpangan depan, kita sepertinya berpisah.""Oke, hati-hati," nasehat Aera."Kau yang seharusnya berhati-hati, Aera!" seru Jean sebelum melepas pelukannya.Aera usai mengerjakan tugasnya. Saatnya dia pulang ke rumah. Keduanya adalah bagian dari rutinitas Aera. Dia berlari kecil menerobos salju. Sesampainya Aera di rumah, terlibat Nyonya Seo yang tengah memasak di dapur. Sesekali, dia memegangi dadanya."Ibu sedang apa? Kenapa Ibu bangun? Ayo, Ibu harus beristirahat. Jangan memaksakan diri. Ibu masih sakit," ucap Aera membantu Nyonya Seo untuk kembali ke kamarnya."Aera, Ibu tidak apa-apa. Kamu jangan bersikap berlebihan seperti ini," tolak Nyonya Seo."Tapi, Ibu--" "Kamu mandi, lalu makan. Ibu memasak makanan kesukaanmu," kata Nyonya Seo.Dengan berat hati, Aera mengikuti kata Nyonya Seo. Ibunya yang keras kepala membuatnya memilih ke kamarnya dan berganti pakaian dengan pakaian sehari-hari."Aera, cepatlah! Jika dingin, rasanya tidak akan enak lagi!" seru Nyonya Seo sambil berusaha menyembunyikan rasa sesak di dadanya yang tiba-tiba terasa semakin menjadi."Baiklah, Ibu. Aku akan turun," sahut Aera dari dalam kamar.Tidak membutuhkan w
Aera keluar dari ruang manajer, bergegas menemui Jean dan Ga Eun sahabatnya yang berada di dapur."Jean, sepulang kerja bisakah kau datang kerumah? Ada hal yang ingin aku katakan padamu. Jean dimana Ga Eun?" tanya Aera."Tentu aku bisa. Sepulang kerja aku akan ke rumahmu. Aera ada apa denganmu?""Kau belum menjawab pertanyaan ku, dimana Ga Eun? sejak tadi aku tidak melihatnya,""Ga Eun sedang keluar. Satu jam lagi dia akan kembali, kamu tidak perlu khawatir aku pastikan mengajaknya kerumah mu. Sekarang kamu kenapa tidak menjawab pertanyaan ku?""Aku tidak apa-apa, aku tunggu kamu di rumah. Aku harus pulang sekarang, sampai ketemu di rumah." Aera meninggalkan Jean yang terpaku melihat sikap Aera yang tidak seperti biasanya."Aera Hati- hati. Hubungi aku jika ada sesuatu yang membuatmu tidak nyaman!" Aera mengangguk dan melambaikan tangannya pada Jean.Aera yang tidak henti-hentinya memikirkan surat yang di tinggalkan untuknya dan kata-kata yang di tuliskan ibu semalam sebelum meninggal
Setelah menempuh perjalanan yang cukup panjang dan melelahkan, Aera akhirnya sampai di Ibu Kota. Bermodalkan alamat Naomi sepupu Jean, Aera juga akhirnya menemukan tempat tinggalnya. Aera memperhatikan keadaan sekitar, tempat yang terlihat sederhana namun terlihat bersih dan rapih. Beberapa kali Aera berpapasan dengan sepasang kekasih yang tengah duduk. Mereka terlihat begitu dekat dan tanpa sengaja Aera melihat seorang wanita yang tengah berbincang dengan wanita yang lebih muda. Ingatannya kembali pada Ibunya yang telah meninggal. Aera kembali melangkah mencari alamat yang ada di tangannya."Benar ini alamatnya," Aera tersenyum lebar saat alamat tempat tinggal Naomi berada di depannya. Aera mengetuk pintu dengan berlahan.Tok Tok !!Aera berapa kali mengetuk pintu namun tidak kunjung di buka. Sehingga memutuskan untuk pergi, saat menarik koper terdengar suara orang berlari menghampiri Aera."Hei, apa kamu yang bernama Aera dari kota J?" tanya Naomi dengan napas yang memburu. Dadan
Myung menggendong tubuh Seung dan membawanya ke kamar utama. Tidak tahu harus berbuat apa lagi untuk menegur putranya. Myung mendudukan putranya di sofa panjang yang berada di dalam kamarnya. Di tatapannya Seung dengan intens anak laki-laki yang sangat ia sayangi walau mereka kerap bertengkar dan berbeda pendapat. Namun Seung adalah putra semata wayangnya."Apa seperti ini sifat laki-laki? Seung, untuk terakhir Ayah katakan, jangan lagi kamu bersikap seperti ini. Apa kamu paham?" Myung menulusuri wajah putranya, melihat bibir sang putra yang mewarisi bibir ibunya."Ayah, sudah aku katakan cari Bibi. Aku tidak mau pengasuh yang lain!" Permintaan yang sulit untuk Myung kabulkan, putranya yang menginginkan wanita yang telah menolongnya. Dan pertemuan kedua di restoran, yang baru di sadari putranya saat berada di dalam perjalanan menuju hotel dimana saat itu tengah mengadakan pertemuan dengan klien."Bibi yang mana, kamu maksud Seung? Ayah tidak mengerti, apa kamu bisa memperlihatkan foto
"Paman Sam, jangan membentak Bibi. Apa yang Bibi katakan itu semua benar. Jadi aku minta bersikaplah sopan pada Bibi mengerti?!" Bentak Seung, pria di depan Seung menundukkan kepalanya mendengar suara Seung."Tapi tuan muda, kita tidak tahu siapa nona ini bukan? Bagaimana jika nona ini ingin berbuat jahat pada tuan muda?" "Bibi, tidak mungkin berbuat jahat. karena Bibi yang menolongku saat menyebrang di kota J.""Tapi tuan muda,""Paman Sam, buka pintu mobilnya aku akan mengajak Bibi bertemu dengan ayah.""Baik tuan muda." Paman Sam berlari kearah mobil, membukakan pintu untuk Aera dan Seung. Menyadari Aera hanya berdiri di samping mobil, Seung kembali bersuara."Bibi ikutlah bersamaku, akan aku kenalkan pada Ayah. Bibi tidak perlu takut, ayah orang yang baik.""Ta– tapi, Seung," "Bibi, aku mohon," Aera menatap wajah polos Seung, entah kenapa hatinya merasakan sesuatu. Tidak peduli jika ia akan di anggap butul eh orang tua Seung, baginya saat ini membuat Seung tersenyum adalah ke
"Yong Jin, cari tau wanita itu, kenapa dia bisa berada di sini? Bukankah, kalian tidak menemukan identitasnya? Apa motifnya dia ada di sini? Apa benar dia mengikuti putraku. Jika itu benar maka tugas mu untuk menyeretnya ke jeruji besi." Myung tidak main-main mengenai putra kesayangannya. Tidak ingin terjadi sesuatu padanya membuat Myung mengirim berapa orang untuk menyelidiki identitas Aera, wanita yang telah menolong putranya."Kamu benar, orang-orang kita tidak menemukan identitasnya? Ini sangat mencurigakan. Tapi bukankah ini terlalu terburu-buru, untuk mengetahui apa yang akan di lakukannya di sini?""Itu yang harus kamu cari tahu. Baiklah sekarang tugasmu mencari identitasnya.""Myung, kenapa tidak kita minta saja datanya? Sekarang dia pengasuh putramu? Ini alasan yang tepat, kita bisa mengetahui apa yang sebenarnya terjadi.""Itu tugasmu. Kenapa harus bertanya padaku?"Suara dingin Myung mampu menghentikan Yong Jin."Baiklah, besok aku pastikan datanya sudah ada di tanganmu,"
"Kenapa kaget begitu? Bukankah itu yang kamu inginkan?" Myung menatap dingin wajah Aera yang terlihat dengan jelas terkejut. Dan raut ketakutan terlihat walau Aera berusaha untuk menyembunyikannya."Maaf Tuan Myung, saya tidak pernah meminta Seung memanggil saya dengan panggilan ibu. Anda salah paham," ucapnya lirih."Bohong kamu!""Cukup Ayah. Jangan buat Ibu ketakutan!" Suara Seung tidak kalah dingin. Dan tegas seperti Myung. Aera berusaha untuk menghentikan perdebatan antara ayah dan anak. Tetapi Aera tidak memiliki keberanian, ia memilih menggeleng kecil pada Seung."Seung, kau tahu sedang bicara dengan siapa?""Aku tahu, sangat tahu! Itu sebabnya aku minta jangan membentak Ibu, jika tidak?""Jika tidak apa Seung?""Aku akan marah pada Ayah.""Seung selesaikan sarapan mu, setelah itu kita berangkat." Dengan keberanian yang ia kumpulkan, Aera menghentikan perdebatan antara anak dan Ayah. Melihat di antara mereka tidak ada yang mau mengalah, membuat Aera memutuskan untuk membawa S
"Saya, ingin makan sekarang bersama putraku! Ada masalah?!"Myung melihat wajah A Young dengan tatapan datar. Hal yang tidak ia sukai saat bersama dengan Seung ada yang menganggu, terlebih melarangnya. Maka ia akan marah dan tidak segan memecat atau pun berbuat kasar."T– tidak, aku hanya," A Young, berusaha duduk di samping Myung. Tidak ingin terlihat buruk di hadapan Aera, pengasuh Seung. A Young kembali bersiap manja pada Myung, pria yang sejak lama ia cintai."Ayah, apa kita jadi makan?""Tentu Nak, mau makan apa?""Apapun, yang akan Ibu Aera masak untuk ku." "Sayang, mau makan roti atau nasi?""Ibu masak apa hari ini?" "Ibu masak sup galbitang, yang terbuat dari iga sapi. "Apa kamu mau?" "Tentu aku mau ibu, masakan ibu selalu enak!" seru Seung."Bisa saja kamu sayang,""Kamu yakin tidak memasukkan sesuatu di dalam sup ini? Bagaimana, jika kamu yang lebih dulu mencicipinya? Myung, aku tidak begitu saja percaya padanya, kamu suruh dia lebih dulu mencobanya?" desaknya. Myung mem