Setelah menempuh perjalanan yang cukup panjang dan melelahkan, Aera akhirnya sampai di Ibu Kota. Bermodalkan alamat Naomi sepupu Jean, Aera juga akhirnya menemukan tempat tinggalnya.
Aera memperhatikan keadaan sekitar, tempat yang terlihat sederhana namun terlihat bersih dan rapih. Beberapa kali Aera berpapasan dengan sepasang kekasih yang tengah duduk. Mereka terlihat begitu dekat dan tanpa sengaja Aera melihat seorang wanita yang tengah berbincang dengan wanita yang lebih muda.
Ingatannya kembali pada Ibunya yang telah meninggal. Aera kembali melangkah mencari alamat yang ada di tangannya.
"Benar ini alamatnya," Aera tersenyum lebar saat alamat tempat tinggal Naomi berada di depannya. Aera mengetuk pintu dengan berlahan.
Tok Tok !!
Aera berapa kali mengetuk pintu namun tidak kunjung di buka. Sehingga memutuskan untuk pergi, saat menarik koper terdengar suara orang berlari menghampiri Aera.
"Hei, apa kamu yang bernama Aera dari kota J?" tanya Naomi dengan napas yang memburu. Dadanya naik turun menandakan jika dia berlari dari jauh.
"Iya betul, aku Aera."
"Perkenalkan aku Naomi, sepupu Jean. Maaf aku tidak menyambutmu dengan baik. Silahkan masuk!"
"Oh, iya. Selamat datang Aera di tempat tinggalku. Maaf sedikit berantakan," ucap Naomi lagi sambil membuka pintu untuk Aera.
Setelah berkenalan, Naomi kini sedikit rileks saat berbincang dengan Aera yang terlihat lebih pendiam dari dirinya.
"Senang bertemu denganmu! Aku Aera, sahabat Jean." Aera kembali memperkenalkan diri pada Naomi. Mereka berbincang sebelum Naomi pergi ke dapur untuk membuatkan kopi untuk Aera.
"Aera, minum kopinya selagi hangat. Setelahnya, aku akan mengantarmu ke kamar."
Aera pun mengangguk. "Terima kasih, Naomi."
Setelah menghabiskan kopi yang dibuatkan oleh Naomi, Aera mengikuti langkah Naomi ke kamar yang berada tidak jauh dari kamar utama.
"Aera, anggaplah seperti rumah sendiri. Kau jangan sungkan padaku. Mulai hari ini, kamu adalah temanku." Naomi menepuk punggung Aera. Sesaat mereka saling berpelukan dan melepaskan diri.
"Oke, aku tinggal dulu pasti kamu belum makan!" Aera menatap punggung Naomi yang pergi ke arah dapur.
Naomi sama seperti Jean--banyak bicara--, sehingga membuat Aera tersenyum dan dirinya merindukannya.
Setelah sedikit bernostalgia, Aera kembali ke dunia nyata. Dia membersihkan tubuhnya yang terasa lengket.
Namun, dia terkejut menemukan Naomi yang sedang duduk di pinggir tempat tidur setelah Aera keluar dari kamar mandi.
"Aera kau sudah mandi, ayo kita makan!" Tanpa menunggu jawaban dari Aera, Naomi bahkan menarik pergelangan tangan Aera. Membawanya ke ruang makan.
Aera hanya menggeleng kepalanya. Namun, tetap mengikuti Naomi.
Di atas meja makan, terlihat ada ramen yang kuahnya menggugah selera. Asapnya yang masih mengebul bahkan membuat cacing-cacing di perut Aera memberontak minta diisi.
"Aera duduklah! Hanya ada ramen, sih. Kamu tidak apa-apa, kan? Besok setelah aku pulang kerja, kita bisa berbelanja di supermarket."
Aera hanya mengangguk. Dia duduk tepat didepan Naomi dan mengambil sumpit--memulai makannya.
"Ini sangat lezat Naomi. Rupanya kau pandai memasak!"
"Ini hanya ramen Aera, kau jangan memujiku berlebihan. Aku dengar dari Jean jika kau pandai memasak, apakah itu benar Aera?"
"Sepertinya, dia terlalu berlebihan memujiku."
Keduanya tertawa. Setelahnya, mereka saling bercerita hingga ramen yang di mangkok tandas. Bahkan, kini mereka masih terus berbincang di ruang tamu.
"Aera, apa kau akan mencari pekerjaan di sini?"
Aera pun mengangguk. "Iya ... Aku berencana besok akan memulai mencari pekerjaan." Dalam hati, dia bersyukur ternyat Jean tidak menceritakan tujuan aslinya di sini.
"Apa kau akan melamar bekerja di kantoran? Jika iya, akan aku kenalkan pada temanku. Dia bekerja di kantoran sebagai sekertaris."
"Tidak, Naomi. Aku hanya ingin bekerja menjadi pengasuh anak-anak. Jika kamu memiliki teman yang membutuhkan baby sister, aku bersedia,"
"Pengasuh? Apa aku tidak salah dengar? Kau jauh-jauh ke sini hanya untuk menjadi seorang pengasuh!?" Naomi heran dengan Aera yang ingin menjadi pengasuh. Terlihat jika Aera sangat cantik dan terpelajar, bahkan Aera lebih cocok menjadi seorang model.Tapi kenapa Aera ingin menjadi pengasuh?
Naomi hanya geleng-geleng kepala sebelum ia kembali bersuara.
"Baiklah terserah padamu, besok aku akan menemanimu mencari pekerjaan."
"Tidak perlu, Naomi. Aku bisa sendiri, lagi pula aku tidak ingin merepotkan mu," sahut Aera lirih.
"Kau tidak merepotkan Aera, kebetulan besok aku free jadi bisa menemanimu."
"Terima kasih Naomi,"
"Oke, sekarang kita istirahat, ini sudah malam Aera. Jika kau butuh sesuatu bisa bangunkan aku, kamu jangan sungkan, terhadapku,"
"Baik, selamat malam Naomi."
Mereka lalu memasuki kamar masing-masing.
Namun, di dalam kamar, Aera menatap alamat yang ibu Seo berikan padanya dengan raut wajah sendu.
'Aku merindukanmu putraku, seperti apa wajahmu. Apa aku akan mengenali wajahmu, wajah yang tak pernah aku lihat sebelumnya," gumam Aera.
****
Di tempat lain, seorang anak laki-laki sedang mengamuk.
Semua barang di lempar, termasuk ponsel canggihnya sehingga semua pelayan mencoba menenangkannya.
Namun, tidak satu pun yang berhasil, hingga pelayan senior menghubungi Tuannya.
"Tuan, tuan muda mengamuk! Semua barang dilempar, bahkan salah satu pelayan terluka terkena lemparannya."
"Apa?! Kalian tidak ada yang bisa menangani satu anak kecil hah?!" Myung yang mendengar jika putranya mengamuk hanya bisa menghela napasnya. Bukan kali ini putra tunggalnya mengamuk.
"Apa putramu membuat ulah lagi, Myung?" tanya Yong Jin. Sang asisten yang tahu betul sifat tuan kecilnya jika sudah marah seperti sang Ayah, Myung.
"Ayo kita kembali. Aku ingin tahu sekarang apa yang dia mau."
Myung dan sang sang asisten pun keluar dari kantor. Rencana untuk lembur dibatalkan karena sang putra yang mengamuk.
Baru menginjakan kakinya di lobby, terlihat A Young yang baru saja turun dari mobilnya.
"Myung, kau akan pergi?"
"Hum," Myung berlalu tanpa melihat kearah A Young.
"Asisten Yong Jin ada apa? Kenapa dengan tuanmu begitu tergesa-gesa?"
"Tuan kecil sedang mengamuk."
A Young yang mendengar jika Seung sedang mengamuk, sekilas tersenyum. Ia berfikir jika ini akan menguntungkan dirinya. Bergegas menjajarkan langkahnya di samping Myung.
"Myung, biar aku ikut denganmu. Siapa tahu, aku bisa membantu menenangkan Seung."
"Hum." Mendengar Myung hanya bergumam, membuat A Young tersenyum penuh kemenangan.
"Myung, bagaimana jika besok kita mengajak Seung jalan-jalan? Aku yakin Seung tidak mengamuk lagi karena kita memberinya perhatian yang ia inginkan."
"Terserah."
Mendengar Myung menyetujui akan sarannya, membuat hati A Young berbunga-bunga.
Sesampainya di mansion, Myung yang mendengar barang yang di lempar--mempercepat langkahnya.
Di kamar Seung yang berada di lantai dua, Myung mendapati betapa hancurnya kamar itu. Namun, begitu melihat putranya yang menangis, hati Myung seketika melunak.
"Apa kau akan terus begini, melempar semua barang dan melukai pelayanan?" tanya Myung pada Seung yang diam tanpa mau melihatnya.
"Lihat jika Ayahmu berbicara, Seung."
"Itu bukan salahku! Mereka yang datang ke kamarku. Jika ada yang terkena lemparan, itu kesalahan mereka." Seung membela diri.
"Sekarang, katakan apa yang membuatmu marah seperti ini?"
"Aku tidak mau pengasuh itu, jadi cepat pecat dia. Aku hanya ingin Bibi yang menjadi pengasuhku!!"
"Seung, sudah Ayah katakan tidak ada Bibi yang seperti kamu katakan. Apa kamu akan tetap keras kepala?"
"Kalau begitu, aku tidak butuh pelayan atau pun pengasuh!"
Sontak, Myung terkejut.
Myung menggendong tubuh Seung dan membawanya ke kamar utama. Tidak tahu harus berbuat apa lagi untuk menegur putranya. Myung mendudukan putranya di sofa panjang yang berada di dalam kamarnya. Di tatapannya Seung dengan intens anak laki-laki yang sangat ia sayangi walau mereka kerap bertengkar dan berbeda pendapat. Namun Seung adalah putra semata wayangnya."Apa seperti ini sifat laki-laki? Seung, untuk terakhir Ayah katakan, jangan lagi kamu bersikap seperti ini. Apa kamu paham?" Myung menulusuri wajah putranya, melihat bibir sang putra yang mewarisi bibir ibunya."Ayah, sudah aku katakan cari Bibi. Aku tidak mau pengasuh yang lain!" Permintaan yang sulit untuk Myung kabulkan, putranya yang menginginkan wanita yang telah menolongnya. Dan pertemuan kedua di restoran, yang baru di sadari putranya saat berada di dalam perjalanan menuju hotel dimana saat itu tengah mengadakan pertemuan dengan klien."Bibi yang mana, kamu maksud Seung? Ayah tidak mengerti, apa kamu bisa memperlihatkan foto
"Paman Sam, jangan membentak Bibi. Apa yang Bibi katakan itu semua benar. Jadi aku minta bersikaplah sopan pada Bibi mengerti?!" Bentak Seung, pria di depan Seung menundukkan kepalanya mendengar suara Seung."Tapi tuan muda, kita tidak tahu siapa nona ini bukan? Bagaimana jika nona ini ingin berbuat jahat pada tuan muda?" "Bibi, tidak mungkin berbuat jahat. karena Bibi yang menolongku saat menyebrang di kota J.""Tapi tuan muda,""Paman Sam, buka pintu mobilnya aku akan mengajak Bibi bertemu dengan ayah.""Baik tuan muda." Paman Sam berlari kearah mobil, membukakan pintu untuk Aera dan Seung. Menyadari Aera hanya berdiri di samping mobil, Seung kembali bersuara."Bibi ikutlah bersamaku, akan aku kenalkan pada Ayah. Bibi tidak perlu takut, ayah orang yang baik.""Ta– tapi, Seung," "Bibi, aku mohon," Aera menatap wajah polos Seung, entah kenapa hatinya merasakan sesuatu. Tidak peduli jika ia akan di anggap butul eh orang tua Seung, baginya saat ini membuat Seung tersenyum adalah ke
"Yong Jin, cari tau wanita itu, kenapa dia bisa berada di sini? Bukankah, kalian tidak menemukan identitasnya? Apa motifnya dia ada di sini? Apa benar dia mengikuti putraku. Jika itu benar maka tugas mu untuk menyeretnya ke jeruji besi." Myung tidak main-main mengenai putra kesayangannya. Tidak ingin terjadi sesuatu padanya membuat Myung mengirim berapa orang untuk menyelidiki identitas Aera, wanita yang telah menolong putranya."Kamu benar, orang-orang kita tidak menemukan identitasnya? Ini sangat mencurigakan. Tapi bukankah ini terlalu terburu-buru, untuk mengetahui apa yang akan di lakukannya di sini?""Itu yang harus kamu cari tahu. Baiklah sekarang tugasmu mencari identitasnya.""Myung, kenapa tidak kita minta saja datanya? Sekarang dia pengasuh putramu? Ini alasan yang tepat, kita bisa mengetahui apa yang sebenarnya terjadi.""Itu tugasmu. Kenapa harus bertanya padaku?"Suara dingin Myung mampu menghentikan Yong Jin."Baiklah, besok aku pastikan datanya sudah ada di tanganmu,"
"Kenapa kaget begitu? Bukankah itu yang kamu inginkan?" Myung menatap dingin wajah Aera yang terlihat dengan jelas terkejut. Dan raut ketakutan terlihat walau Aera berusaha untuk menyembunyikannya."Maaf Tuan Myung, saya tidak pernah meminta Seung memanggil saya dengan panggilan ibu. Anda salah paham," ucapnya lirih."Bohong kamu!""Cukup Ayah. Jangan buat Ibu ketakutan!" Suara Seung tidak kalah dingin. Dan tegas seperti Myung. Aera berusaha untuk menghentikan perdebatan antara ayah dan anak. Tetapi Aera tidak memiliki keberanian, ia memilih menggeleng kecil pada Seung."Seung, kau tahu sedang bicara dengan siapa?""Aku tahu, sangat tahu! Itu sebabnya aku minta jangan membentak Ibu, jika tidak?""Jika tidak apa Seung?""Aku akan marah pada Ayah.""Seung selesaikan sarapan mu, setelah itu kita berangkat." Dengan keberanian yang ia kumpulkan, Aera menghentikan perdebatan antara anak dan Ayah. Melihat di antara mereka tidak ada yang mau mengalah, membuat Aera memutuskan untuk membawa S
"Saya, ingin makan sekarang bersama putraku! Ada masalah?!"Myung melihat wajah A Young dengan tatapan datar. Hal yang tidak ia sukai saat bersama dengan Seung ada yang menganggu, terlebih melarangnya. Maka ia akan marah dan tidak segan memecat atau pun berbuat kasar."T– tidak, aku hanya," A Young, berusaha duduk di samping Myung. Tidak ingin terlihat buruk di hadapan Aera, pengasuh Seung. A Young kembali bersiap manja pada Myung, pria yang sejak lama ia cintai."Ayah, apa kita jadi makan?""Tentu Nak, mau makan apa?""Apapun, yang akan Ibu Aera masak untuk ku." "Sayang, mau makan roti atau nasi?""Ibu masak apa hari ini?" "Ibu masak sup galbitang, yang terbuat dari iga sapi. "Apa kamu mau?" "Tentu aku mau ibu, masakan ibu selalu enak!" seru Seung."Bisa saja kamu sayang,""Kamu yakin tidak memasukkan sesuatu di dalam sup ini? Bagaimana, jika kamu yang lebih dulu mencicipinya? Myung, aku tidak begitu saja percaya padanya, kamu suruh dia lebih dulu mencobanya?" desaknya. Myung mem
"Aku mencarimu, ternyata kamu ada disini,"Aera mengangkat kepala, mendapati Myung berada tidak jauh darinya."Tuan, ada apa anda mencari saya? Apakah ada sesuatu terjadi pada Seung?" Terlihat dengan jelas raut wajah khawatir Aera saat Myung datang untuk menemuinya. Dan hal itu tidak lepas dari pandangan Myung."Seung baik-baik saja,"Myung menghela napasnya sebelum kembali berkata."Cepatlah ikut denganku, Seung ingin kamu mendampinginya saat memotong kue." Myung dengan tegas meminta pada Aera untuk menemani mereka, terlebih permintaan sang anak di hari ulang tahunnya. Tentunya Myung tidak ingin membuat putranya bersedih."Tapi Tuan saya," Aera berusaha untuk menolak ia tahu acara malam ini adalah acara yang mewah dan tentunya banyak para tamu undangan yang akan hadir. Bukan hanya rekan bisnis Myung, melainkan para artis yang akan datang ke acara yang di adakan oleh Myung. "Ikutlah denganku, ada baju yamg bisa kamu pakai. Malam ini jadilah pendamping kami." Aera menatap wajah My
"Ayah, ibu, aku ingin kita bertiga meniup lilin ini bersama-sama," ucap Seung lirih, wajahnya yang sebelumnya ceria kini berubah sendu. Seung tahu jika ayahnya tidak akan menuruti keinginannya. Mereka saling tatap, sedetik kemudian mereka kembali menatap Seung yang kini telah basah dengan air mata."Baiklah akan Ayah kabulkan." Myung menganggukkan kepalanya sebagai tanda persetujuannya pada Aera. Seperti inilah pemandangan mereka bertiga, Seung yang berada di gendongan Myung dan Aera. Mereka meniup lilin bersama-sama.Tanpa sadar tangan Myung memeluk pinggang Aera mendekatkan mereka ke arah kue yang tinggi dan mereka bersama-sama meniup lilin.Suara tepuk tangan memenuhi ruangan yang semakin meriah. Seung yang tidak lepas dari pelukan Aera, bahkan hanya sekedar untuk makan malam baik Seung dan Myung mereka selalu bersama dengan Aera, sikap manja Seung membuat Aera bahagia namun berbeda dengan Myung yang tidak biasa. Sikap pria dingin itu terlihat tidak seperti biasanya, kali ini ia
"Myung kenapa tidak kamu coba untuk tidur bersama dengan pengasuh itu?""Yong Jin!""Aku hanya memberikan solusi untukmu,""Diam,"Myung menghela napasnya, mimpi buruk yang selalu menghantuinya selama bertahun-tahun tidak kunjung sembuh. Berbagai pengobatan sudah di lakukannya, bahkan ia mencoba tidur dengan berapa gadis namun tidak ada hasilnya, mimpi buruk itu tidak lepas darinya."Bukankah kau sudah mencoba tidur dengan berapa wanita? Tapi hasilnya tidak ada satupun dari mereka yang bisa menyembuhkan mu. Myung, setidaknya kamu coba dulu,""Sepertinya begitu. Sudahlah aku tidak ingin memikirkan penyakit aneh ini, saat ini ada yang lebih penting dari itu,"Myung mencoba melupakan penyakit yang ia alami sejak dulu. Penyakit yang sampai saat ini tidak ada obatnya, bahkan dokter manapun tidak mampu untuk mendeteksi penyakitnya, hanya saran dan saran yang ia terima. Satu obat pencegahan yang sampai saat ini ia konsumsi tidak memberinya efek apapun."Aku mengerti Myung, bagaimana kalau ki