Di era sekarang, ijazah SMA tidak menjamin mendapatkan pekerjaan dengan mudah. Aera Jung Jun bercita-cita bisa kuliah di universitas ternama di Kota Seoul, hanya sekadar angan-angan belaka. Meskipun Aera mendapatkan beasiswa, tapi dia harus banting tulang untuk menunjang kebutuhan sehari-hari. Ibunya--Nyonya Seo Jung Jun--memiliki fisik yang mudah sakit sehingga Aera mengantikan posisinya. Pascaoperasi satu tahun yang lalu, Nyonya Seo sering jatuh sakit.
"Ibu, minumlah dulu obatnya. Setelah itu, Ibu beristirahat," kata Aera yang duduk di samping tempat tidur."Letakkan di nakas. Ibu akan meminumnya nanti." Nyonya Seo menatap sendu putrinya yang kini telah tumbuh dewasa."Ibu, apakah tidak apa-apa jika aku pergi ke kampus? Hari ini, aku akan mengajukan skripsi. Semoga disetujui oleh Dosen,""Pergilah. Ibu akan baik-baik saja.""Ibu yakin?""Sangat yakin, Nak."Aera menyiapkan kebutuhan Nyonya Seo sebelum dia pergi. Dia yang berhasil kuliah meski bukan di universitas impiannya, bukan masalah baginya. Yang terpenting, dia kuliah di mana pun, asalkan biayanya tidak terlalu mahal. Dia harus berjuang untuk pengajuan skripsinya yang beberapa kali direvisi. Meskipun lelah, tidak jadi masalah. Baginya, setelah selesai kuliah, ia akan mencari pekerjaan dan menghasilkan uang.Setelah pertemuannya dengan Dosen, Aera meninggalkan kampus dengan perasaan yang jauh lebih tenang dari biasanya. Langkahnya ringan ke arah restoran cepat saji, tempat yang menjadi tujuannya setelah pulang dari kampus. Bekerja paruh waktu membuat seorang Aera mesti pintar membagi waktu, baik dalam pekerjaan maupun perkuliahan."Aera, bagaimana kabar ibumu? Aku dengar, ibumu kembali sakit. Apa sudah kamu bawa ke rumah sakit?"Aera mengangguk tanpa menjawab pertanyaan Ga Eun."Aera, jika kau tidak bisa bekerja dengan baik, sebaiknya kau pulang. Cepatlah rawat ibumu. Kau bisa kembali bekerja kapan pun." Ga Eun menarik pergelangan tangan Aera yang sibuk dengan pakaiannya."Ibuku baik-baik saja. Aku sudah mengantarnya ke Dokter. Kau tidak perlu khawatir, aku bisa bekerja dengan baik." Aera menutup lokernya dan melangkah. Tidak lama kemudian, dia berhenti dan berbalik ke arah Ga Eun."Terima kasih, kau perhatian pada ibuku. Sudah waktunya bekerja. Jangan sampai Manajer melihat kita." Aera kembali melangkah meninggalkan ruang ganti."Aera, kau pergilah ke sana. Ada berapa pengunjung yang membutuhkan pelayanan." Manajer Han menunjuk salah satu meja yang menunggu kedatangan Aera.Pekerjaan yang dilakukan membuat Aera tidak memikirkan dirinya walau dia memiliki tubuh yang proporsional. tingginya 170 sentimeter dan beratnya 45 kilogram. Dia pun memiliki wajah cantik alami, kulit yang putih, dan rambut yang berwarna kecokelatan. Semua itu membuatnya dia semakin cantik."Aera, kau akan pulang?" Ga Eun membuka loker, hendak mengganti pakaian sebelum meninggalkan restoran."Apa kau akan pulang bersamaku?" Aera meraih tasnya."Bisakah kau menungguku selama lima menit?" Ga Eun menarik kursi, mendudukkan Aera. "Aku tidak akan lama. Tidak apa-apa, kan?""Ya. Aku akan menunggumu. Cepatlah!"Ga Eun melirik ke arah Aera yang terus memeriksa jam tangan. Mata Ga Eun menyorotkan iba. "Aku selesai. Ayo, kita pulang."Aera beranjak dari kursi diikuti oleh Ga Eun.Ga Eun tahu kegelisahan Aera yang sibuk merisaukan kondisi sang ibu yang tengah tergeletak di rumah. Walau kondisinya jauh lebih baik, tetapi Aera tidak bisa membiarkan sang ibu sendiri di rumah tanpa ada yang memperhatikan makanan dan obatnya."Aera, ini untuk Bibi. Salam dariku. Maaf, aku tidak bisa menjenguk Bibi karena ada hal yang harus aku kerjakan."Aera mengerutkan keningnya saat Ga Eun menyerahkan paper bag berukuran sedang padanya."Ga Eun, apa ini?""Ini untuk Bibi. Aku membelinya saat berangkat kerja. Terimalah … ini untuk Bibi," ucap Ga Eun."Ga Eun, untuk apa kamu memberikan ini untuk Ibu?" Aera menolak pemberian Ga Eun."Ini untuk Bibi. Jadi, kamu tidak perlu menolaknya karena aku memberikan ini untuk Bibi." Ga Eun menyodorkan paper bag pada Aera."Kamu tidak perlu melakukan ini. Pikirkanlah kondisi keluargamu. Ibuku akan baik-baik saja.""Aera, aku memberikan ini untuk Bibi, bukan untukmu. Jadi, terimalah dan berikan pada Bibi, kemudian sampaikan salamku kepadanya. Lusa, aku akan berkunjung." Ga Eun meninggalkan Aera yang terdiam di tempat.Ga Eun adalah sahabat yang baik untuk Aera. Ga Eun kerap memberikan makanan kesukaan ibunya."Ga Eun, terima kasih. Pasti aku sampaikan salam mu kepada Ibu." Aera kembali melanjutkan langkah. Dirinya ingin segera sampai di rumah dan bertemu dengan sang ibu.Langkah Aera semakin cepat, mengingat badai bakal datang malam ini. Dia ke supermarket untuk membeli beberapa kebutuhan. Mengingat kondisi yang tidak bersahabat, dia memilih menyiapkan semuanya untuk sang ibu dan dirinya. Setelah memilih beberapa makanan ringan, daging, dan sayuran, dia ke Kasir. Dia mengangsurkan sejumlah lembar uang sebagai alat pembayaran."Terima kasih, Nona,"Dia mengangguk dan keluar dari supermarket.Aera berlari kecil agar segera tiba di rumah. Langkahnya terhenti saat seorang anak laki-laki berusaha menyeberang jalan tanpa menengok. Dari arah samping, sebuah mobil hitam melaju dengan kecepatan penuh ke arah anak itu. Aera melempar kantong belanjaan, lalu berlari menyelamatkannya."Aaargh ...."Bruk!Ciiit!Terdengar suara ban yang menggesek jalan aspal bersamaan dengan suara teriakan sang anak yang terjatuh berguling-guling di aspal."Hei! Apakah kau ingin mati?! Lihatlah! Bahkan, kau tidak bisa menjaga putramu. Apa yang kamu lakukan sampai kamu tidak mengawasi putramu?" Seorang sopir berteriak pada Aera yang memeluk si anak.Dua pria dan satu wanita berlari menuju Aera yang masih memeluk anak itu."Tuan Muda, Anda tidak apa-apa?" Dua pria tersebut merebut anak di dalam pelukan Aera."Nona, terima kasih." Salah satu pria, berjas hitam, mendorong tubuh Aera sedikit kasar."Pergi! Bibi ini sudah menolongku. Kenapa kalian kasar? Akan aku katakan pada Ayah untuk memecat kalian!""Tuan Muda, tolong jangan seperti itu. Maafkan kami, Tuan Muda." Kedua pria berlutut, sedangkan Aera tersenyum melihat tingkah anak kecil yang ditolongnya."Katakan itu pada Bibi!" Lagi-lagi Aera dibuat kagum dengan tingkah anak kecil di depannya."Nona, maafkan kami. Dan, kami ucapkan terima kasih karena Nona menolong tuan muda kami."Aera tersenyum dan menyejajarkan posisi tubuhnya dengan anak di depannya."Tuan Muda, lain kali, jika ingin menyeberang, mohon beri tahu para pengawal supaya tidak terjadi apa pun kepada Tuan Muda. Mereka pasti akan mengikuti semua yang Tuan Muda katakan. Sebaiknya, tolong kembali ke rumah. Badai turun sebentar lagi. Itu berbahaya buat tubuhmu." Aera, mengusap kepala anak di depannya."Baik, Bibi. Tapi, bolehkah Bibi mencium ku?"Area mendekat, lantas mengecup kening sang tuan muda. Kemudian, dia beranjak pergi.Brakkk!"Arghhh!""Aaarrggghhh!" Aera terkejut saat tubuhnya terjatuh ke aspal."Bibi tidak apa-apa?" "Tidak, Tuan Muda. Bibi baik-baik saja," sahut Aera melambai pada anak yang ditolongnya dan berlari mengambil kantong belanjaan. Namun, saat melihat jam di pergelangan tangan, Aera terkejut, lalu berkata, "Tuan Muda, maaf, ya! Bibi harus pergi dulu."Melihat itu, si bocah laki-laki mengangguk. Dia menatap Aera yang semakin menjauh."Seung, apa yang kamu lakukan? Bagaimana jika mobil itu menabrak mu?" tanya Myung Dae Hyun yang tiba-tiba datang dan mengangkat tubuh putranya. Pria itu membawanya ke dalam mobil."Bibi sudah menolongku," kata Seung dingin, membuat Myung menghela napasnya. "Ayah, kenapa tidak berterima kasih pada bibi itu? Dia yang menolongku tadi" Seung memilih duduk di samping Myung."Apakah wanita tadi yang menolongmu?"Seung terdiam memejamkan matanya tanpa memedulikan perkataan sang ayah."Ayah berbicara denganmu, Seung!" Myung meninggikan suaranya saat tidak mendapatkan jawaban dari p
Aera usai mengerjakan tugasnya. Saatnya dia pulang ke rumah. Keduanya adalah bagian dari rutinitas Aera. Dia berlari kecil menerobos salju. Sesampainya Aera di rumah, terlibat Nyonya Seo yang tengah memasak di dapur. Sesekali, dia memegangi dadanya."Ibu sedang apa? Kenapa Ibu bangun? Ayo, Ibu harus beristirahat. Jangan memaksakan diri. Ibu masih sakit," ucap Aera membantu Nyonya Seo untuk kembali ke kamarnya."Aera, Ibu tidak apa-apa. Kamu jangan bersikap berlebihan seperti ini," tolak Nyonya Seo."Tapi, Ibu--" "Kamu mandi, lalu makan. Ibu memasak makanan kesukaanmu," kata Nyonya Seo.Dengan berat hati, Aera mengikuti kata Nyonya Seo. Ibunya yang keras kepala membuatnya memilih ke kamarnya dan berganti pakaian dengan pakaian sehari-hari."Aera, cepatlah! Jika dingin, rasanya tidak akan enak lagi!" seru Nyonya Seo sambil berusaha menyembunyikan rasa sesak di dadanya yang tiba-tiba terasa semakin menjadi."Baiklah, Ibu. Aku akan turun," sahut Aera dari dalam kamar.Tidak membutuhkan w
Aera keluar dari ruang manajer, bergegas menemui Jean dan Ga Eun sahabatnya yang berada di dapur."Jean, sepulang kerja bisakah kau datang kerumah? Ada hal yang ingin aku katakan padamu. Jean dimana Ga Eun?" tanya Aera."Tentu aku bisa. Sepulang kerja aku akan ke rumahmu. Aera ada apa denganmu?""Kau belum menjawab pertanyaan ku, dimana Ga Eun? sejak tadi aku tidak melihatnya,""Ga Eun sedang keluar. Satu jam lagi dia akan kembali, kamu tidak perlu khawatir aku pastikan mengajaknya kerumah mu. Sekarang kamu kenapa tidak menjawab pertanyaan ku?""Aku tidak apa-apa, aku tunggu kamu di rumah. Aku harus pulang sekarang, sampai ketemu di rumah." Aera meninggalkan Jean yang terpaku melihat sikap Aera yang tidak seperti biasanya."Aera Hati- hati. Hubungi aku jika ada sesuatu yang membuatmu tidak nyaman!" Aera mengangguk dan melambaikan tangannya pada Jean.Aera yang tidak henti-hentinya memikirkan surat yang di tinggalkan untuknya dan kata-kata yang di tuliskan ibu semalam sebelum meninggal
Setelah menempuh perjalanan yang cukup panjang dan melelahkan, Aera akhirnya sampai di Ibu Kota. Bermodalkan alamat Naomi sepupu Jean, Aera juga akhirnya menemukan tempat tinggalnya. Aera memperhatikan keadaan sekitar, tempat yang terlihat sederhana namun terlihat bersih dan rapih. Beberapa kali Aera berpapasan dengan sepasang kekasih yang tengah duduk. Mereka terlihat begitu dekat dan tanpa sengaja Aera melihat seorang wanita yang tengah berbincang dengan wanita yang lebih muda. Ingatannya kembali pada Ibunya yang telah meninggal. Aera kembali melangkah mencari alamat yang ada di tangannya."Benar ini alamatnya," Aera tersenyum lebar saat alamat tempat tinggal Naomi berada di depannya. Aera mengetuk pintu dengan berlahan.Tok Tok !!Aera berapa kali mengetuk pintu namun tidak kunjung di buka. Sehingga memutuskan untuk pergi, saat menarik koper terdengar suara orang berlari menghampiri Aera."Hei, apa kamu yang bernama Aera dari kota J?" tanya Naomi dengan napas yang memburu. Dadan
Myung menggendong tubuh Seung dan membawanya ke kamar utama. Tidak tahu harus berbuat apa lagi untuk menegur putranya. Myung mendudukan putranya di sofa panjang yang berada di dalam kamarnya. Di tatapannya Seung dengan intens anak laki-laki yang sangat ia sayangi walau mereka kerap bertengkar dan berbeda pendapat. Namun Seung adalah putra semata wayangnya."Apa seperti ini sifat laki-laki? Seung, untuk terakhir Ayah katakan, jangan lagi kamu bersikap seperti ini. Apa kamu paham?" Myung menulusuri wajah putranya, melihat bibir sang putra yang mewarisi bibir ibunya."Ayah, sudah aku katakan cari Bibi. Aku tidak mau pengasuh yang lain!" Permintaan yang sulit untuk Myung kabulkan, putranya yang menginginkan wanita yang telah menolongnya. Dan pertemuan kedua di restoran, yang baru di sadari putranya saat berada di dalam perjalanan menuju hotel dimana saat itu tengah mengadakan pertemuan dengan klien."Bibi yang mana, kamu maksud Seung? Ayah tidak mengerti, apa kamu bisa memperlihatkan foto
"Paman Sam, jangan membentak Bibi. Apa yang Bibi katakan itu semua benar. Jadi aku minta bersikaplah sopan pada Bibi mengerti?!" Bentak Seung, pria di depan Seung menundukkan kepalanya mendengar suara Seung."Tapi tuan muda, kita tidak tahu siapa nona ini bukan? Bagaimana jika nona ini ingin berbuat jahat pada tuan muda?" "Bibi, tidak mungkin berbuat jahat. karena Bibi yang menolongku saat menyebrang di kota J.""Tapi tuan muda,""Paman Sam, buka pintu mobilnya aku akan mengajak Bibi bertemu dengan ayah.""Baik tuan muda." Paman Sam berlari kearah mobil, membukakan pintu untuk Aera dan Seung. Menyadari Aera hanya berdiri di samping mobil, Seung kembali bersuara."Bibi ikutlah bersamaku, akan aku kenalkan pada Ayah. Bibi tidak perlu takut, ayah orang yang baik.""Ta– tapi, Seung," "Bibi, aku mohon," Aera menatap wajah polos Seung, entah kenapa hatinya merasakan sesuatu. Tidak peduli jika ia akan di anggap butul eh orang tua Seung, baginya saat ini membuat Seung tersenyum adalah ke
"Yong Jin, cari tau wanita itu, kenapa dia bisa berada di sini? Bukankah, kalian tidak menemukan identitasnya? Apa motifnya dia ada di sini? Apa benar dia mengikuti putraku. Jika itu benar maka tugas mu untuk menyeretnya ke jeruji besi." Myung tidak main-main mengenai putra kesayangannya. Tidak ingin terjadi sesuatu padanya membuat Myung mengirim berapa orang untuk menyelidiki identitas Aera, wanita yang telah menolong putranya."Kamu benar, orang-orang kita tidak menemukan identitasnya? Ini sangat mencurigakan. Tapi bukankah ini terlalu terburu-buru, untuk mengetahui apa yang akan di lakukannya di sini?""Itu yang harus kamu cari tahu. Baiklah sekarang tugasmu mencari identitasnya.""Myung, kenapa tidak kita minta saja datanya? Sekarang dia pengasuh putramu? Ini alasan yang tepat, kita bisa mengetahui apa yang sebenarnya terjadi.""Itu tugasmu. Kenapa harus bertanya padaku?"Suara dingin Myung mampu menghentikan Yong Jin."Baiklah, besok aku pastikan datanya sudah ada di tanganmu,"
"Kenapa kaget begitu? Bukankah itu yang kamu inginkan?" Myung menatap dingin wajah Aera yang terlihat dengan jelas terkejut. Dan raut ketakutan terlihat walau Aera berusaha untuk menyembunyikannya."Maaf Tuan Myung, saya tidak pernah meminta Seung memanggil saya dengan panggilan ibu. Anda salah paham," ucapnya lirih."Bohong kamu!""Cukup Ayah. Jangan buat Ibu ketakutan!" Suara Seung tidak kalah dingin. Dan tegas seperti Myung. Aera berusaha untuk menghentikan perdebatan antara ayah dan anak. Tetapi Aera tidak memiliki keberanian, ia memilih menggeleng kecil pada Seung."Seung, kau tahu sedang bicara dengan siapa?""Aku tahu, sangat tahu! Itu sebabnya aku minta jangan membentak Ibu, jika tidak?""Jika tidak apa Seung?""Aku akan marah pada Ayah.""Seung selesaikan sarapan mu, setelah itu kita berangkat." Dengan keberanian yang ia kumpulkan, Aera menghentikan perdebatan antara anak dan Ayah. Melihat di antara mereka tidak ada yang mau mengalah, membuat Aera memutuskan untuk membawa S