Aera usai mengerjakan tugasnya. Saatnya dia pulang ke rumah. Keduanya adalah bagian dari rutinitas Aera. Dia berlari kecil menerobos salju. Sesampainya Aera di rumah, terlibat Nyonya Seo yang tengah memasak di dapur. Sesekali, dia memegangi dadanya.
"Ibu sedang apa? Kenapa Ibu bangun? Ayo, Ibu harus beristirahat. Jangan memaksakan diri. Ibu masih sakit," ucap Aera membantu Nyonya Seo untuk kembali ke kamarnya."Aera, Ibu tidak apa-apa. Kamu jangan bersikap berlebihan seperti ini," tolak Nyonya Seo."Tapi, Ibu--""Kamu mandi, lalu makan. Ibu memasak makanan kesukaanmu," kata Nyonya Seo.Dengan berat hati, Aera mengikuti kata Nyonya Seo. Ibunya yang keras kepala membuatnya memilih ke kamarnya dan berganti pakaian dengan pakaian sehari-hari."Aera, cepatlah! Jika dingin, rasanya tidak akan enak lagi!" seru Nyonya Seo sambil berusaha menyembunyikan rasa sesak di dadanya yang tiba-tiba terasa semakin menjadi."Baiklah, Ibu. Aku akan turun," sahut Aera dari dalam kamar.Tidak membutuhkan waktu lama, Aera sudah kembali ke ruang makan. Melihat ibunya menyiapkan makan malam untuknya, membuat dia bahagia sekaligus sedih. Bagaimana tidak, kondisi ibunya semakin hari semakin lemah meskipun sudah dioperasi. Namun, tubuh sang ibu yang kembali melemah itu yang membuatnya sedih. "Aera. Ibu mau bicara sesuatu padamu,"" Katakan, Ibu. Ada apa?""Apa kamu baik-baik saja?"Aera mengerutkan dahinya. Pertanyaan Nyonya Seo membuatnya berpikir keras, apa maksud pertanyaan ibunya. "Kenapa Ibu bertanya begitu? Aku baik-baik saja. Ibu tidak perlu memikirkan apa pun. Saat ini, yang Ibu pikirkan adalah kesehatan Ibu. Jangan banyak berpikir yang tidak-tidak," sahut Aera seraya mengantar Nyonya Seo ke kamar, kemudian memberikan obat yang biasa diminumnya."Ibu, tidurlah, Aera akan menjaga Ibu di sini," kata Aera. Tidak ingin meninggalkan wanita yang telah melahirkannya, dia memilih menemani Nyonya Seo di dalam kamar. Akhirnya, mereka tertidur saling berpelukan.Aera terbangun. Dia mendapati sang ibu tidak ada di sampingnya. Bergegas dia mencari sang ibu. Ternyata, ibunya ke kamarnya, Aera menyiapkan sarapan untuk sang ibu. Melihat kondisi ibunya yang menurun dan susah makan, Aera memutuskan untuk membuat bubur, lantas mengantarkannya ke kamar di mana Nyonya Seo berbaring."Ibu, bangunlah! Waktunya sarapan." Aera memperhatikan sang ibu yang tertidur lelap, tidak seperti biasanya.Kali ini, sang ibu tidak langsung bangun, membuat Aera khawatir. Dia pun menggoyang tubuh ibunya, tapi tak kunjung terbangun. Kecemasan semakin melanda. "Ibu, bangun!" Lagi-lagi dia menggoyang-goyangkan badan sang ibu. Saat tak sengaja menyentuh tangan sang ibu yang telah dingin, dia pun berteriak histeris."Ibu, bangun! Ibu, bangunlah! Hiks … hiks. …. Ibuuu .... Kenapa Ibu tega meninggalkan Aera sendiri?"Mendengar teriakan Aera, para tetangga berdatangan.Aera, biarkan ibumu pergi dengan tenang. Jangan menangis, Aera," kata salah satu tetangga.Beberapa orang mengurus jenazah Nyonya Seo. Hari itu juga, Nyonya Seo dimakamkan. Aera melihat jenazah sang ibu untuk terakhir kali dengan air mata mengalir. Perlahan peti jenazah dimasukkan ke dalam tanah. Usai pemakaman, para pelayat pergi satu demi satu. Tinggal Aera sendiri. Air matanya tiada henti mengalir. Langit yang seakan mengerti kesedihan Aera, ikut menumpahkan airnya. Aera memeluk makam sang ibu. Setelah puas menangis, dia bangun, kemudian beranjak dari gundukan tanah. Dia memilih untuk kembali ke rumah. Tidak membutuhkan waktu lama Aera telah sampai di rumah, Aera memasuki kamar sang ibu. Dia membaringkan tubuhnya di sana. Tubuh dan hatinya terasa hangat. Tidak berapa lama, ia tertidur dengan lelapnya.Ketukan suara pintu membangunkan Aera dari tidurnya.Tok … tok … tok.""Aera, maafkan aku." Jean memeluk tubuh Aera.Mata sembap Aera yang terlihat jelas membuat Jean dan Ga Eun merasakan kesedihan yang dirasakan oleh sahabat mereka."Jean …. Ga Eun …, aku sudah baikan. Duduklah.""Aera, maafkan aku. Aku baru bisa berkunjung. Kemarin, banyak pekerjaan dan kamu tahu sendiri kalau Pemilik Restoran tidak akan mengizinkan kita pulang lebih awal, apa pun alasannya. Dan, aku tidak bisa meminta izin pada Atasan di tempat kerjaku yang baru. Aera, maafkan aku." Jean menyesal karena tidak ada di samping sahabatnya saat sang sahabat mengalami kesedihan dan membutuhkan dirinya."Aku tahu, Jean. Terima kasih sudah mau datang.""Aera, aku membawa sarapan untukmu. Aku yakin kamu pasti belum makan." Ga Eun membuka tiga bungkus bubur untuk mereka makan bersama."Terima kasih, Ga Eun …. Jean …, tapi aku belum lapar. Kamu letakan saja di atas meja," pinta Aera.Penolakan Aera membuat kedua sahabatnya saling pandang."Tidak. Aku yang akan menyuapi mu. Sekarang, buka mulutmu."Aera terpaksa menuruti Jean. Bubur yang dibawa Ga Eun habis juga."Aera, aku pergi dulu. Sepulang kerja, aku akan mampir lagi.""Jean, katakan pada Pak Manajer jika aku tidak masuk hari ini.""Tentu, Aera. Jaga dirimu baik-baik.""Hmmm ...."Setelah kepergian Jean dan Ga Eun, Aera memasuki kamar sang ibu. Dilihatnya foto sang ibu yang seolah tersenyum padanya. Aera mengambil baju sang ibu dari lemari. Tanpa sengaja dia melihat ada kotak berwarna cokelat. Rasa penasaran Aera pada kotak itu membuatnya cepat membuka. Adapun isinya sebuah surat, buku tabungan, serta beberapa lembar uang. Aera membaca surat tulisan tangan sang ibu"Aera Sayang …, maafkan Ibu. Selama ini, Ibu sudah banyak membohongimu. Ibu juga sudah bersikap egois. Aera, setelah kamu membaca surat Ibu, Ibu mohon kamu maafkan semua kesalahan Ibu. Aera, sebenarnya anakmu masih hidup. Dia sangat tampan seperti ayahnya. Mata dan bibirnya sama sepertimu."Aera mengamati kalimat yang tiba-tiba menusuk hatinya, bagaikan belati yang tajam menghunus dada.'Anakku masih hidup dan Ibu mengetahui semuanya?'Air mata Aera tidak terbendung lagi. Dia tak henti bertanya mengapa ibunya setega ini. Aera melanjutkan membaca surat ibunya."Aera sayang … Ibu tahu setelah membaca surat ini, kamu membenci Ibu. Tidak apa-apa, ini semua memang kesalahan ibu. Aera, pergilah ke kota. Carilah putramu. Dia tinggal bersama Tuan Muda Hyun, ayah kandungnya. Ada beberapa lembar uang pemberianmu yang Ibu simpan untuk kamu sebagai bekal mencari anakmu. Dan, ada sedikit tabungan pemberian Tuan Besar Hyun untukmu. Ibu tidak memakainya karena Ibu tahu hari ini akan terjadi. Aera Sayang, sekali lagi maafkan ibumu ini. Ibu sudah sangat jahat padamu. Dari ibumu, Seo Jung Jun."Usai membaca surat dari ibunya, Aera tak lagi menahan gejolak perasaannya. Kecewa dan bahagia kini telah bercampur. Bahagia kerena putranya masih hidup, tetapi kecewa karena ibunya membohonginya selama ini."Aaaaggghhh ..." Aera berteriak sekencang-kencangnya "Ibu kenapa setega ini padaku?! Aku berpikir jika anakku benar-benar meninggal. Ternyata, Ibu lakukan itu agar aku tidak mencegah Ibu memberikan bayiku pada Tuan Besar Hyun." Setelah puas menangis, Aera merapikan surat dan uang yang sudah Nyonya Seo persiapkan untuknya. Dia berniat pergi ke kota untuk mencari rumah Tuan Hyun.Usai Aera membersihkan tubuhnya, dia bergegas mengambil tas dan pergi ke restoran. Dia berniat mengundurkan diri."Aera kau ke sini. Ada apa? Bukankah kau cuti hari ini?""Manajer Han, maaf … kedatangan saya ke mari untuk memberikan surat ini.""Surat pengunduran diri?""Kenapa kamu mau berhenti dari sini, Aera?""Maaf, Tuan. Saya hanya ingin mengundurkan diri hari ini juga.""Apa alasannya?""Tidak ada. Maaf, Tuan. Anda tidak bisa mencegah saya ke luar dari sini.""Baiklah, saya setujui pengunduran dirimu."Aera bernapas lega setelah pengunduran dirinya disetujui oleh Manajer Han."Putraku, tunggu Ibu," batin Aera sambil bersiap pergi dari sana.Aera keluar dari ruang manajer, bergegas menemui Jean dan Ga Eun sahabatnya yang berada di dapur."Jean, sepulang kerja bisakah kau datang kerumah? Ada hal yang ingin aku katakan padamu. Jean dimana Ga Eun?" tanya Aera."Tentu aku bisa. Sepulang kerja aku akan ke rumahmu. Aera ada apa denganmu?""Kau belum menjawab pertanyaan ku, dimana Ga Eun? sejak tadi aku tidak melihatnya,""Ga Eun sedang keluar. Satu jam lagi dia akan kembali, kamu tidak perlu khawatir aku pastikan mengajaknya kerumah mu. Sekarang kamu kenapa tidak menjawab pertanyaan ku?""Aku tidak apa-apa, aku tunggu kamu di rumah. Aku harus pulang sekarang, sampai ketemu di rumah." Aera meninggalkan Jean yang terpaku melihat sikap Aera yang tidak seperti biasanya."Aera Hati- hati. Hubungi aku jika ada sesuatu yang membuatmu tidak nyaman!" Aera mengangguk dan melambaikan tangannya pada Jean.Aera yang tidak henti-hentinya memikirkan surat yang di tinggalkan untuknya dan kata-kata yang di tuliskan ibu semalam sebelum meninggal
Setelah menempuh perjalanan yang cukup panjang dan melelahkan, Aera akhirnya sampai di Ibu Kota. Bermodalkan alamat Naomi sepupu Jean, Aera juga akhirnya menemukan tempat tinggalnya. Aera memperhatikan keadaan sekitar, tempat yang terlihat sederhana namun terlihat bersih dan rapih. Beberapa kali Aera berpapasan dengan sepasang kekasih yang tengah duduk. Mereka terlihat begitu dekat dan tanpa sengaja Aera melihat seorang wanita yang tengah berbincang dengan wanita yang lebih muda. Ingatannya kembali pada Ibunya yang telah meninggal. Aera kembali melangkah mencari alamat yang ada di tangannya."Benar ini alamatnya," Aera tersenyum lebar saat alamat tempat tinggal Naomi berada di depannya. Aera mengetuk pintu dengan berlahan.Tok Tok !!Aera berapa kali mengetuk pintu namun tidak kunjung di buka. Sehingga memutuskan untuk pergi, saat menarik koper terdengar suara orang berlari menghampiri Aera."Hei, apa kamu yang bernama Aera dari kota J?" tanya Naomi dengan napas yang memburu. Dadan
Myung menggendong tubuh Seung dan membawanya ke kamar utama. Tidak tahu harus berbuat apa lagi untuk menegur putranya. Myung mendudukan putranya di sofa panjang yang berada di dalam kamarnya. Di tatapannya Seung dengan intens anak laki-laki yang sangat ia sayangi walau mereka kerap bertengkar dan berbeda pendapat. Namun Seung adalah putra semata wayangnya."Apa seperti ini sifat laki-laki? Seung, untuk terakhir Ayah katakan, jangan lagi kamu bersikap seperti ini. Apa kamu paham?" Myung menulusuri wajah putranya, melihat bibir sang putra yang mewarisi bibir ibunya."Ayah, sudah aku katakan cari Bibi. Aku tidak mau pengasuh yang lain!" Permintaan yang sulit untuk Myung kabulkan, putranya yang menginginkan wanita yang telah menolongnya. Dan pertemuan kedua di restoran, yang baru di sadari putranya saat berada di dalam perjalanan menuju hotel dimana saat itu tengah mengadakan pertemuan dengan klien."Bibi yang mana, kamu maksud Seung? Ayah tidak mengerti, apa kamu bisa memperlihatkan foto
"Paman Sam, jangan membentak Bibi. Apa yang Bibi katakan itu semua benar. Jadi aku minta bersikaplah sopan pada Bibi mengerti?!" Bentak Seung, pria di depan Seung menundukkan kepalanya mendengar suara Seung."Tapi tuan muda, kita tidak tahu siapa nona ini bukan? Bagaimana jika nona ini ingin berbuat jahat pada tuan muda?" "Bibi, tidak mungkin berbuat jahat. karena Bibi yang menolongku saat menyebrang di kota J.""Tapi tuan muda,""Paman Sam, buka pintu mobilnya aku akan mengajak Bibi bertemu dengan ayah.""Baik tuan muda." Paman Sam berlari kearah mobil, membukakan pintu untuk Aera dan Seung. Menyadari Aera hanya berdiri di samping mobil, Seung kembali bersuara."Bibi ikutlah bersamaku, akan aku kenalkan pada Ayah. Bibi tidak perlu takut, ayah orang yang baik.""Ta– tapi, Seung," "Bibi, aku mohon," Aera menatap wajah polos Seung, entah kenapa hatinya merasakan sesuatu. Tidak peduli jika ia akan di anggap butul eh orang tua Seung, baginya saat ini membuat Seung tersenyum adalah ke
"Yong Jin, cari tau wanita itu, kenapa dia bisa berada di sini? Bukankah, kalian tidak menemukan identitasnya? Apa motifnya dia ada di sini? Apa benar dia mengikuti putraku. Jika itu benar maka tugas mu untuk menyeretnya ke jeruji besi." Myung tidak main-main mengenai putra kesayangannya. Tidak ingin terjadi sesuatu padanya membuat Myung mengirim berapa orang untuk menyelidiki identitas Aera, wanita yang telah menolong putranya."Kamu benar, orang-orang kita tidak menemukan identitasnya? Ini sangat mencurigakan. Tapi bukankah ini terlalu terburu-buru, untuk mengetahui apa yang akan di lakukannya di sini?""Itu yang harus kamu cari tahu. Baiklah sekarang tugasmu mencari identitasnya.""Myung, kenapa tidak kita minta saja datanya? Sekarang dia pengasuh putramu? Ini alasan yang tepat, kita bisa mengetahui apa yang sebenarnya terjadi.""Itu tugasmu. Kenapa harus bertanya padaku?"Suara dingin Myung mampu menghentikan Yong Jin."Baiklah, besok aku pastikan datanya sudah ada di tanganmu,"
"Kenapa kaget begitu? Bukankah itu yang kamu inginkan?" Myung menatap dingin wajah Aera yang terlihat dengan jelas terkejut. Dan raut ketakutan terlihat walau Aera berusaha untuk menyembunyikannya."Maaf Tuan Myung, saya tidak pernah meminta Seung memanggil saya dengan panggilan ibu. Anda salah paham," ucapnya lirih."Bohong kamu!""Cukup Ayah. Jangan buat Ibu ketakutan!" Suara Seung tidak kalah dingin. Dan tegas seperti Myung. Aera berusaha untuk menghentikan perdebatan antara ayah dan anak. Tetapi Aera tidak memiliki keberanian, ia memilih menggeleng kecil pada Seung."Seung, kau tahu sedang bicara dengan siapa?""Aku tahu, sangat tahu! Itu sebabnya aku minta jangan membentak Ibu, jika tidak?""Jika tidak apa Seung?""Aku akan marah pada Ayah.""Seung selesaikan sarapan mu, setelah itu kita berangkat." Dengan keberanian yang ia kumpulkan, Aera menghentikan perdebatan antara anak dan Ayah. Melihat di antara mereka tidak ada yang mau mengalah, membuat Aera memutuskan untuk membawa S
"Saya, ingin makan sekarang bersama putraku! Ada masalah?!"Myung melihat wajah A Young dengan tatapan datar. Hal yang tidak ia sukai saat bersama dengan Seung ada yang menganggu, terlebih melarangnya. Maka ia akan marah dan tidak segan memecat atau pun berbuat kasar."T– tidak, aku hanya," A Young, berusaha duduk di samping Myung. Tidak ingin terlihat buruk di hadapan Aera, pengasuh Seung. A Young kembali bersiap manja pada Myung, pria yang sejak lama ia cintai."Ayah, apa kita jadi makan?""Tentu Nak, mau makan apa?""Apapun, yang akan Ibu Aera masak untuk ku." "Sayang, mau makan roti atau nasi?""Ibu masak apa hari ini?" "Ibu masak sup galbitang, yang terbuat dari iga sapi. "Apa kamu mau?" "Tentu aku mau ibu, masakan ibu selalu enak!" seru Seung."Bisa saja kamu sayang,""Kamu yakin tidak memasukkan sesuatu di dalam sup ini? Bagaimana, jika kamu yang lebih dulu mencicipinya? Myung, aku tidak begitu saja percaya padanya, kamu suruh dia lebih dulu mencobanya?" desaknya. Myung mem
"Aku mencarimu, ternyata kamu ada disini,"Aera mengangkat kepala, mendapati Myung berada tidak jauh darinya."Tuan, ada apa anda mencari saya? Apakah ada sesuatu terjadi pada Seung?" Terlihat dengan jelas raut wajah khawatir Aera saat Myung datang untuk menemuinya. Dan hal itu tidak lepas dari pandangan Myung."Seung baik-baik saja,"Myung menghela napasnya sebelum kembali berkata."Cepatlah ikut denganku, Seung ingin kamu mendampinginya saat memotong kue." Myung dengan tegas meminta pada Aera untuk menemani mereka, terlebih permintaan sang anak di hari ulang tahunnya. Tentunya Myung tidak ingin membuat putranya bersedih."Tapi Tuan saya," Aera berusaha untuk menolak ia tahu acara malam ini adalah acara yang mewah dan tentunya banyak para tamu undangan yang akan hadir. Bukan hanya rekan bisnis Myung, melainkan para artis yang akan datang ke acara yang di adakan oleh Myung. "Ikutlah denganku, ada baju yamg bisa kamu pakai. Malam ini jadilah pendamping kami." Aera menatap wajah My