Semoga sampai kapan pun Martha jadi mertua yang baik ya untuk Nadia
"Tante yakin kalau kamu adalah obat yang bisa menyembuhkan luka di dalam hati Sean dan juga menjadi pendamping yang baik bagi Daniel."Nadia terdiam saking tersentuhnya dengan perkataan Martha. Wajahnya itu kini menjadi sedikit kemerahan karena bagaimanapun juga ini merupakan lampu hijau sebagai pertanda bahwa restu telah diberikan secara ikhlas."Ma, kita harus masuk kembali." Hendrawan yang sudah selesai menelepon itu segera mendekat dengan raut wajah yang terlihat sedikit masam. "Papa akan jelaskan nanti, tapi sekarang kita masuk aja dulu."Nadia dan Martha yang melihat itu tampak mengerutkan keningnya. Namun Nadia tak banyak bertanya dan segera menghampiri Sean. Sedangkan Martha segera menghampiri suaminya dengan pandangan penuh curiga. "Pa, ada apa?" tanyanya karena dia yakin pasti ada sesuatu yang sempat terjadi hingga suaminya itu segera memintanya untuk kembali ke dalam rumah sakit.Hendrawan tak langsung menjawab karena dia kini terlihat mengedarkan pandangannya ke sekeliling
"Bos!" Dion tiba-tiba saja menerobos masuk ke dalam ruangan Daniel dan segera berlari mendekati atasannya itu dengan penuh semangat karena ada sesuatu yang harus dilihatnya. "Bos, coba lihat ini!" serunya lagi sambil mendekatkan ponselnya itu pada Daniel.Daniel yang awalnya sedang merasa pusing karena ada banyak masalah yang saat ini menerpanya secara bersamaan, segera menoleh ke arah asisten pribadinya itu sambil mengerutkan keningnya.Dia memicingkan matanya ketika melihat ke arah ponsel Dion dan seketika langsung melotot tak percaya."Wanita licik itu ..." Kata-kata terakhir yang diucapkan oleh pria itu terdengar sangat samar. Daniel benar-benar merasa sangat marah ketika melihat bahwa mantan istrinya itu kembali membuat masalah dengan sengaja memposting sebuah foto yang telah berhasil memperkeruh keadaan."Gila 'kan, Bos?!" Dion kembali menarik tangannya itu sambil menggeleng-gelengkan kepalanya karena dia sendiri pun sangat terkejut ketika melihat postingan dari Monica. Hanya da
"Itu anakmu." Kalimat itu terus saja terngiang di dalam kepala Nadia. Membuat gadis itu seketika langsung menyesali semua perbuatannya selama ini. Anggun perlahan mulai mendekatinya dan berdiri tepat di sampingnya. "Bukannya aku mau ikut campur dengan urusanmu, Nadia. Aku harap kau mengerti maksud dari perkataanku.""Iya, Kak." Dengan sikap yang lebih tegar, Nadia menambahkan, "Sekali lagi terima kasih karena Kakak mau mengingatkanku."Anggun yang mendengar itu tersenyum tipis. Dia kembali mengelus pundak Nadia, lalu menariknya kembali dan berlalu pergi dari kamar.Suara pintu yang telah tertutup rapat kembali menyadarkan gadis itu dari lamunannya. Dia mencengkram tangannya erat sambil menghela nafas perlahan dan mencoba untuk mengusir segala pikiran buruk yang sempat hadir dalam kepalanya itu.Pandangan matanya terlihat mengawang ketika mengarah tepat ke jendela kamar yang masih terbuka dan ada angin yang mulai menerpa dari luar sana.Nadia hanya seorang diri dan kamarnya itu terasa
"Apa kamu serius minta maaf?"Dion seketika langsung terdiam ketika mendengar perkataan atasannya itu. Dia memundurkan tubuhnya sedikit ke belakang ketika merasakan sesuatu yang aneh dan curiga kalau ada ide gila yang muncul di dalam kepala Daniel.Ketika Daniel melihat asisten pribadinya itu terdiam dia langsung mengerutkan keningnya.Dion yang melihat itu buru-buru langsung berkata, "Iya, Bos. Saya emang serius minta maaf.""Kalau begitu, lakukan sesuatu untuk membantuku.""Membantu? Apa?"Daniel hanya terdiam. Dia membuka laci mejanya itu dan mengeluarkan sesuatu. Dengan senyuman yang tampak licik, dia kembali mengangkat wajahnya dan tersenyum penuh arti pada Dion.'Sial ... apa yang direncanakan sekarang?' batin Dion, merasa merinding ketika melihat pengumuman Daniel.*"Duh! Masa harus kayak gini, Bos?" Dion merasa tak nyaman karena sekarang dia benar-benar terlihat mirip dengan Daniel. Meskipun memang hanya dari segi pakaian saja, tapi seseorang yang melihatnya dari kejauhan pas
"Apa keadaannya buruk?" Anggun menggeleng perlahan. "Tidak, Tuan. Non Nadia sudah istirahat dan sekarang sedang tidur di kamarnya."Meskipun dia telah berjanji untuk tak melaporkan hal ini pada Daniel dan menyembunyikannya seperti yang diinginkan oleh Nadia, Anggun tak bisa terus-menerus menutupinya karena bagaimanapun juga dia ditugaskan untuk melaporkan segala hal yang terjadi."Baiklah," ujar Daniel. Sorot pandangan pria itu terlihat cemas dan dia segera naik ke lantai atas. Di dalam hatinya dia mulai berkata, 'Seharusnya aku lebih perhatian padanya,' batinnya.Setelah dia memastikan keadaan putranya di rumah sakit dalam kondisi yang baik dan ada banyak orang yang menjaganya, Daniel bisa merasa lega. Namun sayangnya ketika dia pulang ke rumah, Daniel justru mendapatkan sebuah informasi yang membuatnya merasa sedikit terkejut.Tanpa sadar dia kini telah berada tepat di lantai atas. Daniel mengangkat wajahnya dan melirik ke arah pintu kamar Nadia. Dia melangkah mendekat dan berhenti
Entah karena kebetulan atau memang firasatnya yang kuat, Nadia perlahan mulai membuka matanya karena dia sadar ada seseorang yang sedang memperhatikan.Dia mengerutkan keningnya sejenak dan berkata, "Daniel … kenapa kamu ganteng banget, sih?"Wajah Daniel seketika langsung membeku. Ini pertama kalinya gadis itu memujinya secara langsung. Namun belum juga usai keterkejutannya itu, Nadia tiba-tiba saja mengangkat tangannya dan membelai wajahnya. Nadia menekuk wajahnya dan kembali berkata, "Padahal dulu aku nggak suka sama cowok kayak kamu." Itu merupakan kejujuran pertama yang diungkapkan oleh Nadia, tepat di hadapan Daniel. Dia memiringkan kepalanya sedikit, mengelus wajah Daniel dan berkata, "Di mimpi aja kamu kelihatan nyata. Tapi kalau aku ngelakuin hal ini, kamu yang asli pasti bakalan marah. Kamu 'kan mirip gunung es. Dingin dan ha … sulit untuk didekati."Sudut bibir Daniel terasa berkedut dan dia hampir saja tertawa ketika mendengar keluh kesah Nadia. 'Jadi sekarang dia berpikir
"Mulai sekarang jangan ragu lagi untuk mengungkapkan isi hatimu, Nadia."Ketika tatapan mereka saling bertemu, ada gejolak yang mulai muncul di dalam hati sepasang insan manusia ini. Jantung Nadia terasa berdetak semakin kencang dan entah mengapa dia tak rela untuk memalingkan wajahnya. Semakin larut memandangi pria itu, dia tahu kalau ternyata sesuatu yang selama ini dianggap tak mungkin bisa benar-benar terjadi.Tak pernah sekalipun dia menyangka akan memiliki perasaan seperti ini untuk Daniel. Begitu juga dengan kenyataan bahwa pria itu mencintainya.Sekali lagi pria itu kembali menarik tangan Nadia dan menciumnya perlahan. Kali ini, Nadia tak memberikan reaksi berlebihan dan membiarkan pria itu menyalurkan perasaannya secara terang-terangan.Selang beberapa detik pria itu langsung menarik tubuhnya kembali dan berkata, "Jangan menyembunyikan apapun lagi dariku."Nadia mengerutkan keningnya tak mengerti. Namun sayangnya sebelum dia bisa memberikan reaksi apapun, Daniel kembali menamb
Malam ini hujan telah mengguyur seluruh kota dengan deras. Suara guntur sesekali menggelegar di langit yang gelap dan menyebabkan kilat mengejutkan.Sean meringkuk di atas ranjangnya dan tubuhnya saat ini kembali gemetaran. Martha yang melihat cucunya aneh itu seketika langsung mendekat sambil mengerutkan keningnya. Keringat dingin benar-benar membasahi tubuh Sean, wajahnya pun terlihat pucat seolah-olah dia tengah merasa takut oleh sesuatu."Sean," Panggil wanita paruh baya itu. Dia menyentuh pundak Sean dan menggoyangkannya perlahan. "Bangun, Sayang. Ada Oma disini," lirihnya.Namun bocah lelaki itu tetap saja memejamkan matanya. Dengan cepat dia langsung menoleh ke arah suaminya yang tengah tertidur di sofa. "Papa! Bangun, Pa!" serunya.Hendrawan yang mendengar suara teriakan istrinya itu perlahan mulai membuka matanya. Dia menggosoknya perlahan dan bangkit berdiri sambil berjalan menuju ke arah Martha."Kenapa, Ma?" tanyanya bingung ketika melihat wajah istrinya itu terlihat ketak