Trauma penculikan itu, sungguh masih berbekas begitu dalam di hati Sean.
"Kamu nggak mau sarapan dulu?" Nadia bertanya pada sosok pria yang saat ini berniat untuk langsung berangkat bekerja. Daniel menggelengkan kepalanya perlahan. "Tidak," jawabnya singkat sambil melirik ke arah arloji yang melingkar tepat di pergelangan tangannya, dia pun menambahkan, "Aku harus berangkat sekarang."Nadia yang mendengar itu seketika langsung mengerutkan keningnya karena Daniel hampir tak pernah meninggalkan sarapan. 'Apa ada sesuatu yang terjadi? Ini juga masih pagi,' batinnya.Ketika Nadia tengah memikirkan itu, Daniel tiba-tiba kembali berkata padanya sambil melirik ke arah kepala pelayan, "Pergilah ke rumah sakit dengan kepala pelayan.""Eh? Kenapa? Aku bisa--""Ini demi keamananmu." Daniel dengan cepat langsung memotong dan memasang raut wajah serius. Mendengar itu, Nadia semakin merasa bingung. Sebenarnya apa yang terjadi?Pasti ada alasan dibalik perintah yang baru saja dikatakan oleh Daniel dan Nadia ingin mendengarnya secara langsung dari pria itu.Perlahan dia
"Papa dan Mama udah cari psikolog juga, kok. Jadi kamu tenang aja." Hendrawan memberikan wejangan pada putranya melalui telepon karena dia tahu dengan jelas masalah mengenai Sean, pasti membuat kekhawatiran.Daniel yang ada di ujung telepon sana menghela nafas perlahan sambil memijat dahinya. "Iya, Pa. Tolong jaga Sean.""Kamu ngomong apa, sih? Papa jelas akan menjaga Sean," sahutnya sambil melirik ke arah cucunya yang saat ini tengah sarapan. Daniel tersenyum tipis. Dia belum menceritakan mengenai rencananya pada Hendrawan. "Sebenarnya hari ini akan ada konferensi pers di perusahaan."Hendrawan seketika langsung memicingkan matanya dengan tajam. "Konferensi pers?" Suaranya yang sedikit keras itu telah berhasil membuat istri serta cucunya tampak menoleh ke arahnya. Martha terlihat mengerutkan keningnya seolah ingin mendengarkan penjelasan dari Hendrawan. Namun Hendrawan dengan cepat langsung memalingkan wajahnya dan berlalu keluar. "Daniel, Papa nggak salah dengar, kan?"Bagaimanapu
"Bos," panggil Dion sambil berjalan mendekati atasannya itu yang baru saja sampai ke kantor. Ketika Daniel menatapnya, Dion segera menambahkan, "Persiapan untuk konferensi pers sudah selesai."Daniel memperlambat langkahnya ketika mendengar informasi tambahan dari asisten pribadinya itu. Paling tidak kini dia bisa merasa sedikit tenang karena persiapan sudah selesai dan Daniel hanya perlu memantapkan diri saja untuk memulainya."Untuk para wartawan yang kita undang, mereka juga sudah mau menutup mulut sampai konferensi pers itu dimulai." Lagi, Dion memberikan informasi penting pada sang atasan yang kini berjalan tepat beberapa langkah di depannya."Bagus." Hanya jawaban singkat itu saja yang keluar dari mulut Daniel. "Pastikan semuanya berjalan dengan lancar dan jangan sampai informasi ini bocor sebelum kita memulai konferensi pers," ujarnya dengan ada yang memerintah."Baik, Bos." Dion dengan cepat langsung menganggukkan kepalanya itu karena dia sadar bahwa ini merupakan perintah yang
"Dion, tenanglah." Daniel segera memperingati asisten pribadinya itu yang saat ini terlihat curiga. Dion yang mendapatkan peringatan itu segera membungkukkan tubuhnya sedikit. Dia memang harus bisa menahan diri agar tak tersulit emosi.Daniel menghela napas perlahan dan kembali menatap para karyawan itu. Dia meletakkan kedua sikunya ke atas meja dan memangku dagunya, lalu berkata, "Saya harap tak ada satupun dia antara kalian yang merupakan pengkhianat."Meski kata-katanya itu dimaksudkan untuk memperingatkan para karyawannya. Namun mereka semua tahu, Daniel tengah curiga. Seketika para karyawan itu menundukkan kepalanya dan menjawab serentak, "Baik, Pak CEO."Tak banyak orang yang benar-benar dipercaya oleh Daniel karena dia telah merasa muak sebab pernah dikhianati. Saat ini, Daniel juga yakin kalau mantan istrinya pasti mencoba untuk membayar salah satu karyawan di perusahaannya untuk menjadi mata-mata. Meski memang dugaan itu masih belum terbukti sepenuhnya, Daniel ingin mencoba
Bukti?Daniel terdiam, namun dia segera berbalik menatap sang asisten yang duduk di sebelahnya dan memberikan kode padanya. Dion segera mengangguk mengerti, dia mengeluarkan berkas berisi bukti-bukti yang sudah disiapkan sebelumnya dan segera mengangkatnya sambil berkata, "Bukti pertama berisi foto mengenai kekerasan yang sempat dilakukan oleh pelaku, Nona Monica."Degh!Monica yang tengah menonton di seberang sana mulai merasakan tubuhnya bergetar. "I-itu ... kenapa ada buktinya? Gimana bisa?!"Monica sangat yakin kalau sampai saat ini dia masih berada di tempat yang aman dan Daniel tak mungkin bisa menemukan sesuatu untuk membuatnya terpojok.Tapi apa ini?!Bahkan Daniel memiliki bukti kekerasan yang dulu sempat dilakukan olehnya ketika Sean masih bayi.Seketika wajah para wartawan itu langsung menjadi pucat dan mereka dengan cepat langsung mengambil gambar mengenai bukti yang baru saja diperlihatkan oleh Dion.Wajah Daniel memang terlihat datar saat ini,namun jauh di dalam lubuk ha
"I-ini nggak mungkin ... mereka kemarin masih ada di pihakku. Kenapa sekarang jadi gini?"Monica tahu dengan jelas bahwa saat ini dia bergantung dengan dukungan dari para netizen dan dengan itu dia bisa mendapatkan keinginannya dari rasa simpatik.Tapi apa ini?!Hanya dalam waktu sekejap mata kesenangannya itu langsung berubah sangat drastis dan hampir semua penggemar yang mendukungnya justru berbalik menyerangnya secara gila-gilaan.Saat ini, Daniel merasa sangat yakin kalau mantan istrinya itu pasti tengah merasa kelimpungan. Sejak awal dia tak pernah berniat untuk menggunakan cara yang licik, tapi dia juga tak bisa diam saja ketika seseorang yang telah diberi kesempatan berkali-kali justru terus menusuknya dari belakang.Meski hanya dua bukti saja yang telah dia beberkan ke publik, itu semua sudah lebih dari cukup untuk membalikkan keadaan.Para wartawan kembali memotret dan terus saja melontarkan banyak pertanyaan. Namun Daniel kali ini memilih untuk diam dan membiarkan kuasa hukum
"Ini bukan salahku, Yah!" Monica yang merasa sejak tadi terus disalahkan dan ditampar, langsung melayangkan protes sambil memelototkan matanya. "Ayah juga andil dalam rencanaku dan dari awal setuju!" Tanpa rasa takut dia kembali mengingatkan ayahnya itu mengenai persetujuan yang diberikannya ketika dia mengutarakan rencana untuk menyabotase masalah mengenai penculikan Sean dan membalikkan fakta seolah-olah Daniel lah yang melakukan kesalahan. Tapi apa ini?! Monica merasa tak terima karena hanya dia sendirilah yang disalahkan.Ketika Bagaskoro mendengar perkataan anaknya, dia segera memasang tatapan tak suka.Kalau dari awal putrinya itu tidak membuat masalah dan mau menuruti perkataan Daniel, mereka tak akan berada di dalam masalah yang rumit seperti sekarang. Bagaskoro selalu mengingat hal ini. Terlebih lagi, Daniel adalah orang yang sulit untuk dilawan. Semua orang pun tahu mengenai kenyataan ini.Jika ada seseorang yang berani untuk mengusik Daniel, maka sudah bisa dipastikan hidupn
"Ayah yang terlalu pengecut. Ayah yang gagal dan Ayah-lah yang melakukan kesalahan. Bukan aku!"Nafas Monica memburu naik turun setelah dia mengatakan itu. Tak peduli bagaimana reaksi ayahnya kini, dia hanya ingin meluapkan kemarahan yang sejak lama dipendam sebab terus saja disalahkan atas semua masalah.Bagaskoro seketika langsung merasakan sesuatu hampir saja meledak. Dia mengepalkan tangannya dengan erat dan menggertakan giginya, "Kamu ..." Ketika dia ingin mengatakan sesuatu, teleponnya pada dering nyaring dan seketika langsung membuatnya berhenti bicara. Bagaskoro segera meraih ponsel yang berada tepat di saku celananya dan terlihat memicingkan matanya ketika sadar ada telepon dari manajer kantor.Dia terlihat melirik ke arah putrinya sebelum akhirnya mengangkat telepon.Monica yang melihat ayahnya itu pun hanya memalingkan wajahnya dan kembali menatap layar televisi. Di dalam hatinya, dia semakin membenci Daniel. 'Kamu bahkan sekarang nggak berpikir dua kali untuk mempermalukan