Sudah update ya
"Ini bukan salahku, Yah!" Monica yang merasa sejak tadi terus disalahkan dan ditampar, langsung melayangkan protes sambil memelototkan matanya. "Ayah juga andil dalam rencanaku dan dari awal setuju!" Tanpa rasa takut dia kembali mengingatkan ayahnya itu mengenai persetujuan yang diberikannya ketika dia mengutarakan rencana untuk menyabotase masalah mengenai penculikan Sean dan membalikkan fakta seolah-olah Daniel lah yang melakukan kesalahan. Tapi apa ini?! Monica merasa tak terima karena hanya dia sendirilah yang disalahkan.Ketika Bagaskoro mendengar perkataan anaknya, dia segera memasang tatapan tak suka.Kalau dari awal putrinya itu tidak membuat masalah dan mau menuruti perkataan Daniel, mereka tak akan berada di dalam masalah yang rumit seperti sekarang. Bagaskoro selalu mengingat hal ini. Terlebih lagi, Daniel adalah orang yang sulit untuk dilawan. Semua orang pun tahu mengenai kenyataan ini.Jika ada seseorang yang berani untuk mengusik Daniel, maka sudah bisa dipastikan hidupn
"Ayah yang terlalu pengecut. Ayah yang gagal dan Ayah-lah yang melakukan kesalahan. Bukan aku!"Nafas Monica memburu naik turun setelah dia mengatakan itu. Tak peduli bagaimana reaksi ayahnya kini, dia hanya ingin meluapkan kemarahan yang sejak lama dipendam sebab terus saja disalahkan atas semua masalah.Bagaskoro seketika langsung merasakan sesuatu hampir saja meledak. Dia mengepalkan tangannya dengan erat dan menggertakan giginya, "Kamu ..." Ketika dia ingin mengatakan sesuatu, teleponnya pada dering nyaring dan seketika langsung membuatnya berhenti bicara. Bagaskoro segera meraih ponsel yang berada tepat di saku celananya dan terlihat memicingkan matanya ketika sadar ada telepon dari manajer kantor.Dia terlihat melirik ke arah putrinya sebelum akhirnya mengangkat telepon.Monica yang melihat ayahnya itu pun hanya memalingkan wajahnya dan kembali menatap layar televisi. Di dalam hatinya, dia semakin membenci Daniel. 'Kamu bahkan sekarang nggak berpikir dua kali untuk mempermalukan
"Sesuai dengan adanya banyak berita hoax menyangkut dari klien saya ini, beliau berencana untuk menggugat tersangka yaitu Nona Monica, atas pencemaran nama baik dan juga indikasi penculikan yang telah dilakukan secara terencana."Pernyataan dari kuasa hukum Daniel, telah berhasil menggemparkan publik hanya dalam waktu sekejap mata. Para wartawan dengan cepat memanfaatkan situasi itu untuk bertanya, "Penculikan? Mohon jelaskan lebih detail."Tanpa diminta sekalipun, kuasa hukum itu dengan cepay langsung menjelaskan segalanya dan kini juga memperlihatkan bukti lainnya.Dion yang sejak tadi diam, kini kembali bicara untuk menegaskan, "Semua bukti ini benar adanya dan bisa dikonfirmasi. Pihak kepolisian juga sudah mengkonfirmasinya lebih dulu, sehingga kami tidak merasa ragu sedikitpun untuk membeberkan ke publik."Sesuai dengan dugaan Daniel, kini publik telah berhasil dirayu dan mereka kembali mendukungnya. Monica yang ada di villanya itu tak bisa membendung amarahnya. Tangannya terasa
Bab 175. Penangkapan Monica"Sebaiknya kamu nggak membuat masalah lagi. Ayo cepat kita pergi!"Seketika Monica langsung menarik tangannya kembali dan menatap ayahnya itu dengan pandangan keheranan. "Ayah mau membawaku ke mana?""Kita harus pergi secepat mungkin, bodoh!" Bagaskoro menatap anaknya itu dengan kesal. Rasanya kesabarannya benar-benar habis karena harus menghadapi sosok Monica dan kerutan di wajahnya menjadi jauh lebih jelas. "Apa kamu pikir masih tetap bisa berada di sini setelah ada banyak bukti yang dibeberkan oleh Daniel, huh?"Seketika Monica langsung merasakan sesuatu yang janggal. Dia hampir saja melaporkan sesuatu."Jadi ... apa dia juga melaporkan ke polisi?""Bodoh! Daniel tentu saja melakukan hal itu! Kamu sendiri sudah mendengarnya di siaran langsung berita tadi, kan?" Bagaskoro melakukan ini semua juga demi kebaikan Monica. Mantan menantunya itu pasti tak akan tinggal diam saja dan setelah memberikan penyerangan, dia pasti akan menyeret Monica dan membuatnya mas
"Polisi? Kalian pasti salah. Aku tidak melakukan apapun!" Monica berteriak ketika keempat polisi itu mencoba untuk membawanya. Dia berbalik menatap Bagaskoro dan memohon, "Ayah, tolong! Aku nggak bersalah sama sekali!"Bagaskoro yang melihat itu hanya bisa diam sambil mengepalkan tangannya. Dia ingin menolong Monica, namun rasanya percuma saja karena surat penangkapan pun berada di tangan polisi. "Kamu ikut aja dengan mereka dan berikan kesaksian. Ayah akan cari cara supaya bisa membebaskan kamu."Seperti baru saja disambar petir di siang bolong. Monica melotot tak percaya. Bagaimana ayahnya bicara semudah itu?Dia adalah seorang model terkenal dan jika berita mengenai dirinya dibawa ke kantor polisi sampai tersebar, maka tamatlah sudah riwayatnya itu. Berita buruk menyebar sangat cepat seperti virus dan mustahil untuk dihentikan.Ketika Monica tengah memikirkan itu, dugaannya ternyata memang benar karena selain polisi yang datang ke villa ini, ada beberapa wartawan yang juga ikut dat
"Ini bukti lain bahwa sebenarnya ... Nona Monica selama ini mencoba untuk menyuap beberapa karyawan kita."Dion memperhatikan wajah Daniel dan dia kini susah payah mencoba untuk menelan salivanya. 'Dia pasti sangat marah,' batinnya."Seberapa banyak informasi yang sudah bocor?""Saya belum bisa memastikannya lebih jauh. Tapi Nona Monica berhasil menyuap beberapa karyawan kita belum lama ini dan kemungkinan informasi yang didapatkannya juga belum banyak."Daniel menghela nafas berat. Dia benci harus berada di situasi seperti ini dan mengingat kembali mantan istrinya itu yang sudah bersikap sangat keterlaluan. Dia tahu tujuan utama Monica karena tentu saja wanita itu ingin menusuknya dari belakang menggunakan kelemahannya.Ketika memikirkan kembali alasan mengapa dulu dia jatuh cinta pada Monica, rasanya dia tak menyangka sama sekali kalau wanita yang sangat dicintainya itu ternyata telah mengkhianatinya seperti ini."Apa saya perlu memanggil beberapa karyawan yang telah bekerja sama den
"Mama dan Papa sudah memastikan sendiri keamanannya. Jadi kamu nggak perlu khawatir."Daniel berbalik menatap Sean yang ada di dalam gendongannya. "Kamu bosan, hm?"Dengan polosnya bocah lelaki itu menganggukkan kepalanya. Berada di ruang rawat inap selama seharian penuh membuatnya merasa jengah. Terlebih lagi bau obat-obatan yang menyengat.Namun Sean sadar kalau ayahnya saat ini tengah gelisah. Dia pun mengangkat kepalanya dan bertanya, "Papa marah karena Sean main diluar?""Enggak, kok." Daniel tersenyum tipis sambil mengelus kepalanya dan menambahkan, "Papa cuma khawatir aja. Kalau Sean bosan, boleh keluar. Tapi ingat, harus sama Nenek atau Kakek, ya?"Wajah Sean berubah jadi sumringah. Dia dengan semangat langsung mengangguk dan memeluk erat Daniel. Kepalanya itu disandarkan pada pundak sang ayah. Kehangatan Daniel semakin bertambah dan Sean merasakan jarak diantara mereka berdua makin berkurang. Padahal Daniel selama ini jarang memperlihatkan sosok yang lemah lembut. Sean memej
"Kapan Papa menikah sama Kak Nadia?"Daniel terdiam sejenak ketika mendengar pertanyaan itu. Jujur saja dia ingin segera melangsungkan pernikahan karena mengingat kehamilan Nadia. Waktu yang terus berjalan pasti akan memperlihatkan banyak tanda-tanda di tubuh gadis itu.Daniel tersenyum tipis dan mengelus pelan kepala anaknya itu lalu berkata, "Setelah Sean pulih sepenuhnya."Wajah bocah lelaki itu seketika langsung tampak sumringah. Begitu juga dengan Hendrawan dan Marta.Perkataan Daniel barusan bukanlah omong kosong belaka karena dia memang ingin segera melakukan pernikahan itu tanpa menunda waktu lebih lama lagi.Jika masalah yang berhubungan dengan Monica telah selesai, Daniel akan segera melaksanakan tanggung jawabnya pada Nadia.Ketika tengah membicarakan gadis itu, Daniel jadi memikirkannya. Di dalam hatinya dia pun mulai bertanya-tanya, 'Dia sedang apa, ya?'Di waktu yang sama, " Uhuk!" Nadia hampir saja tersedak ketika dia mencoba untuk meminum vitamin dari dokter.Gelas yang
"Bagaimana perasaan kamu? Apa sudah lega?" Daniel bertanya pada Nadia yang saat ini memakai gaun berwarna marron, yang membuat dia nampak elegan.Nadia menghela nafas panjang dan kemudian menarik kedua sudut bibirnya. "Tentu saja, rasanya plong banget!" ucapnya dengan mata berbinar.Daniel tersenyum lega juga, karena bahagia Nadia tentu bahagianya juga. "Aku nggak mau lagi keras kepala deh! Yang kamu bilang, memang bener banget!" Nadia kecuali berucap, dia menyesalkan kejadian di kampus. Jika saja dulu dia mengikuti perkataan Daniel, tentu kejadian memalukan dan menyesakkan di kampus itu tak akan pernah terjadi. Keras kepala Nadia ternyata berakhir dengan derita saat ini. Daniel mengacak sedikit rambut Nadia karena merasa sangat gemas saat itu. Tak ayal hal itu langsung membantu Nadia protes. "Duh jail banget sih!? Kalau sampai riasan ini rusak, kamu harus tanggung jawab!" seru Nadia kesal. Daniel malah terkekeh dan malah memencet hidung Nadia. "Salah sendiri menggemaskan! Nanti m
"Kak, aku ingin bicara sama kamu. Penting."Pagi itu, Nadia menemui Alvin ketika kelas belum dimulai.Alvin menarik sudut bibirnya, senyum manis terpancar disana. "Tumben. Ok! Mau kapan?"Dari raut wajahnya nampak jika saat ini Alvin merasa sangat senang.Pemuda itu pun sebenarnya bingung tetapi juga bercampur dengan rasa bahagia. Selama ini Nadia selalu saja menghindar darinya, tetapi kini malah sang gadis pujaan hati itu mengajaknya bicara. Ini bukan mimpi kan?"Sekarang! Ayo!" Nadia yang masih nampak kecewa dengan wajah seriusnya pun langsung berjalan tanpa memperdulikan banyak mata yang sampai saat ini masih nampak menatap sinis padanya. Tanpa banyak tanya lagi Alvin pun mengekori dari belakang."Lo mau ngajak gue kemana sih?" tanya Alvin ketika Nadia malah menuju ke area parkiran. "Kenapa ngobrolnya nggak di tempat yang privat aja?"Nadia mendengus kasar dan sesaat menoleh sebentar ke belakang. " Jangan banyak tanya! Bentar lagi sampai!" Kemudian dia pun meneruskan langkahnya.S
"Daniel! Mengapa kamu merahasiakan semua ini dari mama dan papa?" Ketika Daniel baru saja sampai di rumah, Martha dan Hendrawan pun langsung menghampiri putranya itu. Mengejar dengan banyak pertanyaan yang intinya mereka merasa tak suka jika Daniel terus menyembunyikan apa pun tentang Nadia."Rahasia ap---" Daniel mencoba mengelak karena memang sebenarnya dia belum mengerti, beberapa hal yang terjadi di kantor membuatnya harus sedikit melupakan tentang yang terjadi di rumah.Martha langsung memotong ucapan anaknya itu. " Nadia di teror dan difitnah seperti itu, tapi kenapa sepertinya kamu malah tenang tenang saja?" Wanita tua itu tak dapat menyembunyikan raut wajahnya yang khawatir. Nadia menghampiri ketiga orang yang masih berdiri di ambang pintu itu, ada rasa tak enak karena sang suami menjadi bahan kemarahan orang tuanya karena dia."Maaf, tadi aku memang sudah menceritakan semuanya pada Mama," tukas Nadia yang seperti biasa malah merasa bersalah.Daniel menarik kedua sudut bibir
"Apa aku sekarang juga harus mengatakan semuanya ya?" Nadia makin bimbang saat ini. Dua pilihan yang nyatanya membuat dia merasa sangat dilema. Pilihan A akan membuat semua orang di kampus mengetahui jati dirinya dan itu berarti akan membuat semua orang mengetahui jika dia bukan dari kalangan biasa. Tetapi dengan begitu justru akan membuat dia lebih tenang menjalani perkuliahan. Sedangkan pilihan B, dengan diam dan membiarkan semua orang menganggapnya misterius, justru mungkin akan membuat berita keliru itu semakin menjadi-jadi saja. Sempat terbersit dalam pikiran Nadia untuk tak lagi melanjutkan kuliah dan fokus pada keluarganya. Tetapi itu sama saja artinya dengan dia menghapus mimpi dan cita-cita yang dulu pernah dia pupuk semenjak kecil."Kenapa kamu terlihat sedih, Sayang?"Ketika Nadia sendang melamun seperti itu, terdengar suara lembut Martha. Sang mertua yang baik hati itu ternyata kini sudah berada tepat di sampingnya."Ah Mama." Dengan sigap Nadia pun langsung menyalami
Putri mengepalkan tangannya dengan arah ketika merasakan sesuatu mulai terbakar di hatinya. Dia tak terima sama sekali setelah mendengar perkataan Alvin dan itu sudah berhasil membuat hatinya sangat sakit."Kak Alvin kenapa masih belain dia? Nadia itu …" Putri merasa tak kuasa untuk melanjutkan ucapannya, dia hanya bisa menahan diri dan memalingkan wajahnya.Namun Alvin tahu dengan jelas apa yang ingin dikatakan oleh Putri dan dia dengan cepat pun langsung menegaskan segalanya sambil meraih tangan kanan Nadia. "Nggak peduli gimana masa lalunya, gue bakalan tetap suka sama dia dan perasaan ini nggak bakalan berubah," tuturnya.Nadia terlihat sedikit kaget ketika mendapatkan perlakuan itu dan tentu saja dia sekarang berusaha untuk melepaskan diri dari cengkraman Alvin.Perkataan Alvin barusan terlalu berlebihan dan mengisyaratkan bahwa dia akan melakukan apapun demi bisa mendapatkannya.Nadia merasa kalau ini semua tak benar dan dia harus kembali meluruskannya. Tapi yang paling penting
"Jangan bawa-bawa namaku untuk memvalidasi akal busukmu!"Putri dan Alvin seketika langsung menoleh, mereka berdua mendapati sosok Nadia. Nadia berjalan mendekat dengan langkah yang dipenuhi dengan amarah. Sudah cukup rasanya karena sejak tadi dia memang telah mendengarkan perkataan Putri dan itu sudah berhasil membuatnya merasa sangat kecewa karena sempat menganggapnya sebagai teman."Aku pikir kamu nggak pernah memiliki niatan buruk untuk menghancurkanku sampai seperti ini, Put. Aku pikir kamu benar-benar menganggapku sebagai teman. Tapi apa?"Putri terlihat kaget, tapi dia dengan cepat langsung mengelaknya. "Ngomong apaan sih?! Jangan–""Aku sudah punya buktinya dan aku bahkan juga tahu kalau kamu membayar seseorang untuk mencelakaiku, kan?" Bersamaan dengan perkataannya itu, Nadia segera memberikan bukti-bukti yang akurat dan menambahkan, "Aku nggak nyangka kalau kamu bisa bertindak seperti ini untuk menghancurkanku. Apa aku pernah melakukan kesalahan padamu?"Hubungan keduanya da
"Bawa orangnya ke hadapan Bos!" Dion segera memerintahkan setelah dia berhasil menangkap pelaku yang sedari awal memang dicurigai telah meneror Nadia.Dua pasang bodyguard yang memang sudah berhasil menangkap pelakunya itu pun segera mematuhi perintah dari Dion, mendekat ke sebuah kereta versi berwarna hitam pekat.Nadia dan Daniel sedari tadi sudah menunggu tepat di dalam mobil. Jantung Nadia terasa berdetak semakin kencang karena memang dia sangat ingin tahu pelaku yang telah tega membuatnya jadi dibenci banyak orang.Suara ketukan di kaca mobil telah menyadarkan Daniel dan Nadia. Daniel melirik ke arah sang istri sambil meremas tangannya perlahan karena dia tahu dengan jelas bagaimana perasaan Nadia. Dia mencoba untuk tetap kuat dan juga tegar sambil tersenyum tipis, "Semuanya pasti baik-baik aja, Nadia. Keinginan kamu terkabul dan kita berhasil menangkap pelakunya. Kamu sudah siap untuk melihatnya?""Iya," jawab Nadia dengan singkat. Pandangan matanya itu terlihat semakin tajam dan
"Itu orangnya! Bener kan dia? Wah gila … nggak nyangka banget kalau dia cewek kayak gitu," tutur salah satu mahasiswa sambil menatap Nadia dan memandangnya dengan tajam.Nadia yang kebetulan sedang melangkahkan kakinya setelah dia sampai di kampus itu pun tampak mengerutkan kening karena sadar saat ini menjadi bahan omongan.Ketika Nadia sedang merasa bingung seperti itu tiba-tiba saja seseorang menarik tangannya, membawanya ke tempat yang sedikit sepi."Kak Alvin? Lepasin!""Gue nggak bakalan lepasin lo di sini sebelum kita bisa bicara berdua," tolaknya. Alvin lantas mengedarkan pandangannya ke sekeliling dan sadar bahwa sekarang tak ada terlalu banyak mahasiswa yang sedang memperhatikan. Dia langsung berbalik untuk menatap Nadia dengan lekat dan berkata, "Lo … ngapain lo malah datang ke kampus?""Apa?" Nadia merasa bingung dengan pertanyaan yang baru dilontarkan oleh Alvin dan sontak saja dia mencoba untuk menepis tangan pria itu karena tak suka jika disentuh seenaknya. "Kenapa pula
"Cukup!" Putri langsung memotong perkataan Nadia. Napasnya memburu naik turun bersamaan dengan emosi yang semakin menggebu-gebu. "Padahal aku baru aja maafin kamu, tapi sekarang malah kayak gini lagi. Kalau kamu emang nggak percaya, mendingan kita nggak usah temenan lagi aja."Sesuatu terasa sakit di dalam hati Nadia karena memang selama ini temannya hanyalah Putri.Tapi dia tak mencegahnya sama sekali dan melepaskan cengkramannya dari pergelangan tangan Putri. Selalu meremas tangan kanannya sendiri dan menekan perasaannya sampai mengangkat kepalanya setelah sudah siap, "Maaf, aku harusnya emang nggak merasa curiga kayak gini. Tapi aku juga nggak akan memaksa kamu untuk tetap berteman denganku.""Oh?" Putri terlihat sedikit terkejut. Tapi dia kini tertawa sinis. "Harusnya dari awal aku dengerin perkataan teman-teman yang lain aja. Kamu emang nggak sepantasnya punya teman apalagi ada di kampus ini," tambahnya.Nadia seperti mendengar suara hatinya retak. Kenapa Putri sampai mengatakan h