Sudah update ya, selamat membaca
Bab 175. Penangkapan Monica"Sebaiknya kamu nggak membuat masalah lagi. Ayo cepat kita pergi!"Seketika Monica langsung menarik tangannya kembali dan menatap ayahnya itu dengan pandangan keheranan. "Ayah mau membawaku ke mana?""Kita harus pergi secepat mungkin, bodoh!" Bagaskoro menatap anaknya itu dengan kesal. Rasanya kesabarannya benar-benar habis karena harus menghadapi sosok Monica dan kerutan di wajahnya menjadi jauh lebih jelas. "Apa kamu pikir masih tetap bisa berada di sini setelah ada banyak bukti yang dibeberkan oleh Daniel, huh?"Seketika Monica langsung merasakan sesuatu yang janggal. Dia hampir saja melaporkan sesuatu."Jadi ... apa dia juga melaporkan ke polisi?""Bodoh! Daniel tentu saja melakukan hal itu! Kamu sendiri sudah mendengarnya di siaran langsung berita tadi, kan?" Bagaskoro melakukan ini semua juga demi kebaikan Monica. Mantan menantunya itu pasti tak akan tinggal diam saja dan setelah memberikan penyerangan, dia pasti akan menyeret Monica dan membuatnya mas
"Polisi? Kalian pasti salah. Aku tidak melakukan apapun!" Monica berteriak ketika keempat polisi itu mencoba untuk membawanya. Dia berbalik menatap Bagaskoro dan memohon, "Ayah, tolong! Aku nggak bersalah sama sekali!"Bagaskoro yang melihat itu hanya bisa diam sambil mengepalkan tangannya. Dia ingin menolong Monica, namun rasanya percuma saja karena surat penangkapan pun berada di tangan polisi. "Kamu ikut aja dengan mereka dan berikan kesaksian. Ayah akan cari cara supaya bisa membebaskan kamu."Seperti baru saja disambar petir di siang bolong. Monica melotot tak percaya. Bagaimana ayahnya bicara semudah itu?Dia adalah seorang model terkenal dan jika berita mengenai dirinya dibawa ke kantor polisi sampai tersebar, maka tamatlah sudah riwayatnya itu. Berita buruk menyebar sangat cepat seperti virus dan mustahil untuk dihentikan.Ketika Monica tengah memikirkan itu, dugaannya ternyata memang benar karena selain polisi yang datang ke villa ini, ada beberapa wartawan yang juga ikut dat
"Ini bukti lain bahwa sebenarnya ... Nona Monica selama ini mencoba untuk menyuap beberapa karyawan kita."Dion memperhatikan wajah Daniel dan dia kini susah payah mencoba untuk menelan salivanya. 'Dia pasti sangat marah,' batinnya."Seberapa banyak informasi yang sudah bocor?""Saya belum bisa memastikannya lebih jauh. Tapi Nona Monica berhasil menyuap beberapa karyawan kita belum lama ini dan kemungkinan informasi yang didapatkannya juga belum banyak."Daniel menghela nafas berat. Dia benci harus berada di situasi seperti ini dan mengingat kembali mantan istrinya itu yang sudah bersikap sangat keterlaluan. Dia tahu tujuan utama Monica karena tentu saja wanita itu ingin menusuknya dari belakang menggunakan kelemahannya.Ketika memikirkan kembali alasan mengapa dulu dia jatuh cinta pada Monica, rasanya dia tak menyangka sama sekali kalau wanita yang sangat dicintainya itu ternyata telah mengkhianatinya seperti ini."Apa saya perlu memanggil beberapa karyawan yang telah bekerja sama den
"Mama dan Papa sudah memastikan sendiri keamanannya. Jadi kamu nggak perlu khawatir."Daniel berbalik menatap Sean yang ada di dalam gendongannya. "Kamu bosan, hm?"Dengan polosnya bocah lelaki itu menganggukkan kepalanya. Berada di ruang rawat inap selama seharian penuh membuatnya merasa jengah. Terlebih lagi bau obat-obatan yang menyengat.Namun Sean sadar kalau ayahnya saat ini tengah gelisah. Dia pun mengangkat kepalanya dan bertanya, "Papa marah karena Sean main diluar?""Enggak, kok." Daniel tersenyum tipis sambil mengelus kepalanya dan menambahkan, "Papa cuma khawatir aja. Kalau Sean bosan, boleh keluar. Tapi ingat, harus sama Nenek atau Kakek, ya?"Wajah Sean berubah jadi sumringah. Dia dengan semangat langsung mengangguk dan memeluk erat Daniel. Kepalanya itu disandarkan pada pundak sang ayah. Kehangatan Daniel semakin bertambah dan Sean merasakan jarak diantara mereka berdua makin berkurang. Padahal Daniel selama ini jarang memperlihatkan sosok yang lemah lembut. Sean memej
"Kapan Papa menikah sama Kak Nadia?"Daniel terdiam sejenak ketika mendengar pertanyaan itu. Jujur saja dia ingin segera melangsungkan pernikahan karena mengingat kehamilan Nadia. Waktu yang terus berjalan pasti akan memperlihatkan banyak tanda-tanda di tubuh gadis itu.Daniel tersenyum tipis dan mengelus pelan kepala anaknya itu lalu berkata, "Setelah Sean pulih sepenuhnya."Wajah bocah lelaki itu seketika langsung tampak sumringah. Begitu juga dengan Hendrawan dan Marta.Perkataan Daniel barusan bukanlah omong kosong belaka karena dia memang ingin segera melakukan pernikahan itu tanpa menunda waktu lebih lama lagi.Jika masalah yang berhubungan dengan Monica telah selesai, Daniel akan segera melaksanakan tanggung jawabnya pada Nadia.Ketika tengah membicarakan gadis itu, Daniel jadi memikirkannya. Di dalam hatinya dia pun mulai bertanya-tanya, 'Dia sedang apa, ya?'Di waktu yang sama, " Uhuk!" Nadia hampir saja tersedak ketika dia mencoba untuk meminum vitamin dari dokter.Gelas yang
Di dalam hatinya, Monica pun berkata, 'Ayah nggak mungkin diam aja. Sekarang aku cuma perlu menutup mulut dan nggak memberikan kesaksian,' batinnya.Ketika melihat tersangka di hadapannya itu bersikap tidak baik ketika di introgasi, Tentu saja dia merasa marah dan kini terlihat memicingkan matanya dengan tajam. Tak peduli bahwa seseorang di hadapannya itu adalah seorang wanita, dia harus mendapatkan bukti yang kuat karena jelas-jelas wanita ini telah melakukan kesalahan berat."Anda harus bersikap sopan selama proses investigasi ini." Dia segera mengingatkan dan kembali menambahkan, "Jika Anda terus bersikap seperti ini maka saya dengan terpaksa harus menjebloskan Anda."Mata Monica seketika langsung membulat dengan sempurna ketika dia mendengar hal itu. "Apa?! Dikurung? Ini nggak adil!" Dia berteriak dengan keras sambil menggebrak meja. "Dasar polisi bodoh! Memangnya kamu pikir siapa, huh? Dengan jabatanmu ini, aku bisa melengserkannya kapanpun!"Monica merasa sangat marah seolah-ola
"Kamu udah pulang?" tanya Nadia yang saat ini sedang menuruni tangga.Daniel yang baru saja mengulurkan tas kerjanya pada sang kepala pelayan itu tampak melirik dan menganggukkan kepalanya ketika melihat Nadia. Dia pun segera mendekat dan bertanya pada gadis itu, "Gimana keadaan kamu?""Udah lebih baik, kok." Nadia tersenyum tipis. Sepanjang hari dia memang beristirahat dan hanya menghabiskan waktunya itu di kamar seraya melihat berita di televisi. "Aku tadi lihat berita tentang konferensi pers kamu dan juga penangkapan Monica," tambahnya. Dia tampak sedikit ragu sebelum akhirnya memutuskan untuk bertanya, "Apa masalahnya sudah selesai?"Daniel yang saat ini tengah mengundurkan kancing ke mejanya seketika langsung berhenti dan terdiam. Dia sendiri tahu bahwa masalah kali ini belum selesai sepenuhnya dan bahkan bisa dibilang baru saja dimulai karena Monica dan Ayahnya itu tak diam saja setelah dia melayangkan gugatan.Nadia yang melihat raut wajah pria itu pun kini hanya bisa tersenyum
Seorang wanita terlihat mondar-mandir di balik jeruji besi. Dia tanpa sangat gelisah karena seseorang yang ditunggunya tak kunjung datang untuk menengoknya."Sial ... kenapa nggak ada yang datang kemari?" Monica menggigit bibir bawahnya dan kembali melirik ke arah pintu dengan raut wajah yang sedikit pucat. "Ayah nggak mungkin membiarkanku tinggal di tempat mengerikan ini, 'kan?" tanyanya lagi pada diri sendiri.Entah mengapa kepercayaan serta rasa sombong yang telah melekat padanya kini perlahan-lahan mulai berkurang dan Monica mulai merasa ketakutan.Jika Bagaskoro memang berniat untuk membantunya maka pria itu saat ini pasti sudah mengirimkan seorang penolong yang tak lain adalah pengacara serta kuasa hukum lainnya.Tapi apa-apaan ini?!Bukan hanya tak ada seseorang yang datang, Bagaskoro juga tak menemuinya sama sekali.Memikirkan hal ini membuatnya merasa semakin gelisah.Dengan perasaan frustasi yang semakin melekat di dalam pikirannya, Monica lantas duduk di pojok sambil mengus