"Kamu udah pulang?" tanya Nadia yang saat ini sedang menuruni tangga.Daniel yang baru saja mengulurkan tas kerjanya pada sang kepala pelayan itu tampak melirik dan menganggukkan kepalanya ketika melihat Nadia. Dia pun segera mendekat dan bertanya pada gadis itu, "Gimana keadaan kamu?""Udah lebih baik, kok." Nadia tersenyum tipis. Sepanjang hari dia memang beristirahat dan hanya menghabiskan waktunya itu di kamar seraya melihat berita di televisi. "Aku tadi lihat berita tentang konferensi pers kamu dan juga penangkapan Monica," tambahnya. Dia tampak sedikit ragu sebelum akhirnya memutuskan untuk bertanya, "Apa masalahnya sudah selesai?"Daniel yang saat ini tengah mengundurkan kancing ke mejanya seketika langsung berhenti dan terdiam. Dia sendiri tahu bahwa masalah kali ini belum selesai sepenuhnya dan bahkan bisa dibilang baru saja dimulai karena Monica dan Ayahnya itu tak diam saja setelah dia melayangkan gugatan.Nadia yang melihat raut wajah pria itu pun kini hanya bisa tersenyum
Seorang wanita terlihat mondar-mandir di balik jeruji besi. Dia tanpa sangat gelisah karena seseorang yang ditunggunya tak kunjung datang untuk menengoknya."Sial ... kenapa nggak ada yang datang kemari?" Monica menggigit bibir bawahnya dan kembali melirik ke arah pintu dengan raut wajah yang sedikit pucat. "Ayah nggak mungkin membiarkanku tinggal di tempat mengerikan ini, 'kan?" tanyanya lagi pada diri sendiri.Entah mengapa kepercayaan serta rasa sombong yang telah melekat padanya kini perlahan-lahan mulai berkurang dan Monica mulai merasa ketakutan.Jika Bagaskoro memang berniat untuk membantunya maka pria itu saat ini pasti sudah mengirimkan seorang penolong yang tak lain adalah pengacara serta kuasa hukum lainnya.Tapi apa-apaan ini?!Bukan hanya tak ada seseorang yang datang, Bagaskoro juga tak menemuinya sama sekali.Memikirkan hal ini membuatnya merasa semakin gelisah.Dengan perasaan frustasi yang semakin melekat di dalam pikirannya, Monica lantas duduk di pojok sambil mengus
"Nggak apa-apa. A-aku cuma nggak fokus aja tadi. Maaf," lirihnya.Daniel menatap sosok gadis yang kini terlihat sibuk dan berniat untuk memukuti gelas kaca. Untungnya kepala pelayan dengan cepat langsung mencegahnya dan Nadia kini bisa kembali duduk di kursinya.Wajah Nadia tampak sedikit pucat karena entah mengapa rasa takut itu tiba-tiba saja muncul dan membuatnya jadi tak sadar.Bahkan Daniel sebenarnya juga curiga pada Nadia karena biasanya gadis itu selalu menyembunyikan sesuatu darinya.Ketika Daniel memperhatikan ekspresi wajah Nadia, pria itu berkata di dalam hatinya, 'Kadang aku merasa kalau jarak diantara kita berdua sangatlah jauh.'Dia sendiri tak bisa memungkiri perasaannya yang kini mulai tumbuh untuk Nadia dan perlahan-lahan mulai melupakan segala kenangan di masa lalunya.Awalnya memang dia melakukan ini semua karena tanggung jawab. Tapi siapa yang akan menyangka kalau lambat laun perasaannya itu justru berubah?Sikap Nadia yang begitu berani dan tak berpikir dua kali u
"Ayahmu bertemu dengan Ayah Monica."Jantung Nadia seketika berdetak semakin kencang ketika mendengar perkataan Daniel dan dia yang tengah menyantap makan malam itu pun seketika langsung berhenti. "Apa?" Rasanya dia tak percaya dengan telinganya sendiri. Bagaimana mungkin ayahnya itu bisa berhubungan dengan Bagaskoro? Entah mengapa perasaan gadis itu menjadi tak enak seolah-olah firasatnya tengah mencoba untuk mengingatkan bahwa masalah kali ini memang bukan hal biasa. Tak mungkin kebetulan terus terjadi seperti ini dan sudah bisa dipastikan itu telah direncanakan.Nadia dengan cepat langsung mengangkat wajahnya kembali dan menatap Daniel. "Apa yang dilakukan oleh ayahku? Apa dia membuat masalah lagi?"Kekhawatiran itu segera muncul karena Nadia tak ingin merepotkan Daniel dan dia merasa sangat malu karena ayahnya sempat memeras calon suaminya itu. Tapi sekarang Handoko kembali membuat masalah dengan berhubungan dengan Bagaskoro.Daniel menggelengkan kepalanya perlahan. Dia berusaha
Malam ini, Nadia merasa sangat gelisah dan dia tak bisa tidur sama sekali meskipun beberapa kali mencoba untuk memejamkan matanya. Dia kembali membalikkan tubuhnya dan menghela nafas berat, "Kenapa aku jadi susah tidur begini?"Dia bukan tipe orang yang suka begadang. Apalagi saat hamil seperti ini.Biasanya dia akan langsung terlelap ketika masuk ke dalam kamarnya dan merebahkan tubuhnya itu ke atas ranjang.Tapi entah mengapa rasanya dia tak bisa tenang malam ini dan kantuk pun tak kunjung menyerangnya.Gadis itu mendesah kesal dan kini berbalik menatap langit-langit kamarnya sambil memikirkan sesuatu setelah dia selesai makan malam bersama dengan Daniel."Ayah ... sebenarnya kenapa dia bisa berhubungan dengan Pak Bagaskoro?"Jika dipikirkan 1000 kali pun rasanya aneh karena tak mungkin ayahnya itu tiba-tiba saja memiliki hubungan dengan seseorang seperti Bagaskoro.Dia menggigit bibir bawahnya perlahan ketika sebuah pemikiran aneh dan mengerikan mulai muncul di dalam kepalanya. "Aya
"Minumlah, mumpung masih hangat." Daniel meletakkan dua cangkir teh dan duduk tepat di samping Nadia. Dia menatap gadis yang mengangguk pelan itu dan tersenyum tipis.Jantung Nadia sedari tadi tak berhenti berdetak kencang dan bahkan ketika pria itu duduk tepat di sampingnya, dia menjadi makin tak karuan.Dia meraih tehnya itu dan menggenggamnya. Perlahan rasa hangat mulai menyapu telapak tangannya. Tak pernah ada seseorang yang perhatian seperti ini selain Ratna. Terlebih lagi seorang lawan jenis yang memperhatikannya. Dia menyesap teh hangat itu dan kini mulai merasakan hal yang cukup menakjubkan. Matanya membulat sempurna dan segera memuji Daniel, "Teh-nya enak."Daniel yang mendapatkan pujian itu tampak menganggukkan kepalanya perlahan dan tersenyum tipis. "Syukurlah kalau kamu suka." Bersamaan dengan jawabannya itu, dia juga segera meminum tehnya. Tiba-tiba senyumannya itu menghilang dan keningnya berkerut karena sadar bahwa teks buatannya tak seenak yang biasanya disiapkan oleh
"Bohong kalau aku bilang awalnya terasa tak seperti terpaksa. Tapi aku nggak menyesal sama sekali. Aku malah merasa bersalah karena sudah menodaimu."Jantung Nadia terasa berdetak semakin kencang ketika mendengar itu dan dia menundukkan kepalanya.Namun Daniel dengan cepat langsung meraih tangan gadis itu dan meremasnya perlahan sambil berkata, "Aku serius ingin meminangmu. Kamu juga sudah tahu mengenai perasaanku, bukan?"Perlahan gadis itu mulai mengangkat kepalanya dan menatap lekat sosok pria yang duduk tepat di sampingnya. Dia juga yakin kalau semua yang dikatakan oleh Daniel adalah kebenaran dan pria itu tak mungkin mengingkari janjinya.Hanya saja terkadang perasaan bersalah muncul di dalam hati Nadia. Dia tak bisa menutup mata serta telinganya begitu saja."Aku tahu kalau kamu serius," lirihnya sambil tersenyum tipis dan menambahkan, "Aku harap kamu nggak akan menyesal nantinya karena memilih untuk bertanggung jawab."Daniel dengan cepat langsung menggelengkan kepalanya. Mana
"Keadaan pasien semakin membaik dan sekarang sudah boleh pulang ke rumah." Dokter yang baru saja selesai memeriksa Sean, segera memberikan kabar yang begitu menyenangkan kepada Hendrawan dan juga Martha.Wajah Martha seketika langsung berseri-seri ketika mendengar hal itu dan dia segera mendekati cucunya sambil berkata, "Akhirnya kamu bisa pulang juga, Sayang.""Iya, Oma! Sean juga udah nggak sabar buat ketemu Kak Nadia!" serunya girang.Selama berada di rumah sakit dia jadi jarang bertemu dengan Nadia dan tentu saja merasa terkurung karena tak diperbolehkan untuk keluar dari ruang rawat oleh ayahnya.Ketika mendengar bahwa dirinya sudah diperbolehkan untuk kembali ke rumah, rasanya dia menemukan kembali kebahagiaannya."Tapi perlu saya ingatkan, keluarga pasien harus menjaganya dengan baik dan meminimalisir adanya kemungkinan bahwa sesuatu yang bisa membangkitkan rasa traumanya ada di sekitarnya."Hendrawan menganggukan kepalanya dengan patuh karena dia tahu dengan jelas maksud dari p